Ali Djunaedi
Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Published : 22 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Makrozoobenthos Gastropoda pada Vegetasi Mangrove di Pesisir Utara, Semarang Haryo Farras Raditya Hutama; Retno Hartati; Ali Djunaedi
Buletin Oseanografi Marina Vol 8, No 1 (2019): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.037 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v8i1.22453

Abstract

Kerusakan hutan mangrove yang terjadi karena adanya aktivitas manusia cukup mengkhawatirkan dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup biota yang hidup didalamnya, salah satunya adalah Gastropoda. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi jenis makrozoobenthos gastropoda  dan menganalisa struktur komunitasnya. Pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan Maret 2015 di 4 lokasi yakni Mangunharjo, Mangkang Wetan, Pantai Maron dan Trimulyo, Semarang. Penentuan lokasi sampling dengan metode purposive sampling method terbagi dari kelebatan mangrove lebat, sedang dan jarang pada setiap lokasi penelitian dengan pertimbangan pengaruh aliran sungai terhadap parameter disetiap stasiunnya.Klasifikasi kelebatan mangrove berdasarkan data sekunder kerapatan mangrove Pesisir Utara Semarang 2015. Pengambilan sampel gastropoda menggunakan metode kualitatif dengan transek 5m x 5m dan 1m x 1m dengan jumlah stasiun sebanyak 8 dan 3 kali pengulangan pada setiap stasiunnya. Hasil penelitian ditemukan 8 jenis spesies yang terdiri dari 4 famili yang berbeda.Famili Potamididae paling banyak ditemukan dengan jumlah 4 spesies. Ditemukan satu spesies Famili Neriitidae yakni Nerita sp. serta satu spesies Famili Ellobiidae yakni Cassidula sp.. Kelimpahan tertinggi terdapat pada Stasiun MR1 (25.667 ind./75m2) dan terendah distasiun MW3 (0.107 ind./75m2). Nilai Indeks Keanekaragaman masuk dalam kategori sedang, sedangkan nilai indeks keseragaman dalam kategori tinggi.Dalam penelitian ini menemukan spesies yang mendominasi pada 2 stasiun yaitu Stasiun MW1 dan MR1. The damage of the mangrove ecosystem which occur due to human activity is quite alarming and effect on the survival of biota that lived in it, one which is Gastropods. This research was conducted to find out the composition of macrozoobenthos gastropods and analyze its community structure. Sampling did on March 2015 at 4 locations, i.e., Mangunharjo, Mangkang Wetan, Maron and Trimulyo, Semarang. This study was conducted to determine and identify the community structure of gastropod macrozoobenthos in mangrove vegetation on the coast of Semarang The determination of sampling location use purposive sampling method that divide the dense mangrove luxuriance, moderate and rarely at location research. The dense mangrove classification based on secondary data from the landsat image of 8 and the data density of mangrove North Coastal Semarang 2015. Sampling use qualitative method with 5 m x 5 m transects and 12 stations with three-time repetitions for each stations. The results found gastropods 8 types of species comprising in 4 different families. Potamididae family is the most dominant where found 4 species. One species of Neriitidae family is found which Nerita sp. and one species of the Ellobidae family is also found, which Cassidula sp.. The highest abundance was found on Station MR1 (25.667 ind./75m2) and the lowest in station MW3 (0.107 ind./75m2). The value of the Diversity Index can be category as average while the Equitability Index value is high. In this study, found there is 2 dominance species on the whole research station, one at MW1 and the other at MR1.
Morphometri Kepiting Soka yang Dipelihara pada Tambak Tradisional di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang Sunaryo Sunaryo; Ali Djunaedi; Adi Santoso
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 2 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.025 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i2.16571

Abstract

Kepiting bakau (Scylla  serrata  Forsskål, 1775) merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang dipergunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi kepiting soka. Organisme ini mempunyai nilai ekonomis penting dan banyak dibudidayakan oleh petani tradisional untuk memenuhi kebutuhan pangan baik di pasar lokal maupun ekspor. Dikeluarkannya Keputusan Menteri No 1 Tahun 2015 membuat banyak pembudidaya maupun pengekspor Kepiting Bakau mengalami banyak kerugian karena kepiting soka yang diproduksi kebanyakan tidak memenuhi syarat ukuran yang sesuai dengan ketetapan Pemerintah. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan pendekatan melalui penelitian perubahan morphometri Kepiting Bakau sebelum dan setelah moulting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan panjang/lebar dan berat Kepiting Bakau pada saat sebelum dan setelah moulting yang dipelihara pada lingkungan budidaya di kawasan pertambakan di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang. Penelitian ini menggunakan Kepiting Bakau (S. serrata Forsskål, 1775), berat 80 - 150 g, dipelihara pada bok plastik (30 x 20 x 25 cm) secara seluler, padat penebaran 15 ekor per m2. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Parameter penelitian ditujukan pada pengukuran morphometri tubuh Kepiting Bakau sebelum dan setelah moulting, yaitu panjang dan lebar carapace serta berat. Parameter morphometrik bagian tubuh kepiting, meliputi: hubungan panjang carapace dan pertambahan panjang carapace, hubungan lebar carapace dan pertambahan lebar carapace, hubungan berat dan pertambahan berat tubuh kepiting bakau dianalisis menggunakan analisis regresi (Sudjana, 1982). Ukuran panjang carapace, lebar carapace dan berat kepiting bakau sebelum moulting satu sama lain menunjukkan adanya pola korelasi linier positif. Pola korelasi yang sama ditunjukkan juga pada hubungan antara ukuran panjang carapace, lebar carapace dan berat Kepiting Bakau sebelum moulting dengan pertambahan panjang carapace, lebar carapace dan berat Kepiting Bakau setelah moulting. Pertumbuhan panjang carapace, lebar carapace dan berat kepiting bakau pada saat moulting masing – masing secara berurutan dicapai sebesar 12,26 % ± SD 5,57 %, 13, 65 % ± SD 3,59 %, 23,46 % ± SD 10,934 %. Dengan diketahuinya parameter tersebut dapat dipergunakan sebagai parameter penentu pemilihan ukuran Kepiting Bakau sebagai bahan baku produksi kepiting soka yang sesuai dengan ketetapan peraturan pemerintah.  Mangrove crabs (Scylla serrata Forsskål, 1775) is one of the biological resources of the sea, that is used as raw material for soft shell crab production. This organism have economically important value and has been widely cultivated by traditional farmers to meet food needs in both the local and export markets. Assigned KepMen No 1 Tahun 2015 made more mangrove crab culturer and exporter were loss in bussines because the producing soft shell crab was not apropriate with the gorverment regulation. Therefore to solve this problem was importantly done the approach through the research about the change of morphometric of mangrove crab before and after moulting.This research was aimed to know the correlation between carapace length, carapace wide and weight of mangrove crab before and after moulting thats reared in the environment culture of brackishwaterpond area in Mojo Village, Ulujami District, Pemalang Regency. This research used mangrove crab (S. serrata Forsskål, 1775), the body weight size of 80-150 g, individually kept in plastic boxes (30 x 20 x 25 cm), 15 pieces per m2 density. Research was carried out using case study method. The research parameters were aimed on the meassuring of the mangrove crab morphometric before and after moulting, such as: carapace  length, carapace wide and body weight.  Morphometric parameters of mangrove crab body, include the rellation of carapace lenght and body weight, carapace wide and body weight, carapace lenght and carapace wide were analyzed with regression metode (Sudjana, 1982). Carapace  length, carapace wide and body weight before moulting one anothers showed a regression of linier positive model. The same correlation model were showed on the correlation between carapace lenght, carapace wide and body weight of mangrove crab before moulting with the addition of carapace  length, carapace wide and body weight of mangrove crab after moulting, each following order, are: 12,26 % ± SD 5,57 %, 13, 65 % ± SD 3,59 %, 23,46 % ± SD 10,934 %. This parameter could be used as defining parameter to choose the size of mangrove crab as raw material for soft shell crab production that appropriate to the goverment regulation. 
Perbedaan Metode Mutilasi Terhadap Lama Waktu Molting Scylla serrata Raden Ario; Ali Djunaedi; Ibnu Pratikto; Petrus Subardjo; Fauzia Farida
Buletin Oseanografi Marina Vol 8, No 2 (2019): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.558 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v8i2.24886

Abstract

Kepiting bakau (Scylla serrata) memiliki nilai ekonomis tinggi. Kebutuhan kepiting bakau selalu meningkat sehingga perlu diupayakan budidaya kepiting bakau secara intensif. Salah satu perkembangan teknologi dalam budidaya perikanan untuk meningkatkan produksi kepiting bakau adalah produksi kepiting cangkang lunak. Kepiting cangkang lunak merupakan kepiting fase ganti kulit (molting) yang mempunyai keunggulan cangkangnya lunak sehingga dapat dikonsumsi secara utuh. Untuk mempercepat kepiting molting diperlukan berbagai rangsangan yang salah satunya adalah menggunakan metode mutilasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan lama waktu molting dan pertumbuhan berat kepiting bakau dengan menggunakan metode mutilasi pada kaki jalan dan capit. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan, yaitu mutilasi kaki jalan dan capit, semua kaki jalan, capit, dan alami. Biota yang digunakan berjumlah 40 ekor dengan 10 kali ulangan tiap perlakuan. Data yang diperoleh berupa lama waktu molting serta pertambahan berat mutlak kepiting bakau yang dianalisis menggunakan uji statistik parametrik. Hasil penelitian menunjukkan metode mutilasi berpengaruh terhadap lama waktu molting dengan waktu molting tercepat pada perlakuan mutilasi kaki jalan dan capit rata-rata 13 hari. Metode mutilasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan berat mutlak dengan nilai tertinggi pada kepiting perlakuan alami sebesar 53,30 gram. Mud crabs (Scylla serrata) are known to have a high economic value. The increasing demand of mud crabs for consumption rxcequires higher production. Therefore, mud crabs need to be cultivated intensively. One of the methods to improve the values of mud crabs’ aquaculture is by producing soft-shell crabs. Soft-shell crabs are produced during molting phase in which the crab shed it’s exoskeleton in order to grow. In the fisheries industry, the soft-shell crabs are considered to be more valuable as it can be consumed as a whole. Accelerating the production of molting crabs, requires stimulus. One of the methods is mutilation. The aim of this study is to estimate the periods required for molting under different treatments, as well as calculating the increase of total weight of molting crabs.. The method used was an experimental method which contained four treatments. The treatments are mutilation of walking legs and claws, all of walking legs, claws, and no mutilation. The number of crabs used was 40 with 10 replications per treatment. The data obtained in the period of molting and the increase of total weight of the mud crabs were analyzed using ANOVA. The result shows that mutilation affects the period of crab’s molting in which the fastest molting (13 days on average) occurred after mutilation of walking legs and claws. This mutilation method does not influence the increase of total weight and the highest value is showed in non-treated group with the increase of 53,30 grams in weight. 
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jeruju Acanthus ilicifolius terhadap Bakteri Multi Drug Resistant Delianis Pringgenies; Wilis Ari Setyati; Dwicahyo Setiyo Wibowo; Ali Djunaedi
Jurnal Kelautan Tropis Vol 23, No 2 (2020): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkt.v23i2.5398

Abstract

This study aims to determine the antibacterial activity of the Jeruju fraction extract (roots, stems and leaves) against Multi Drug Resistant (MDR) bacteria. Extraction uses the solid-liquid extraction method. Fractionation was done by Thin Layer Chromatography (TLC) and Open Column Chromatography (OCC). The antibacterial activity was tested by the diffusion method for different concentrations. The test bacteria were MDR bacteria: Klebsiella sp, Coagulant negative stapylococi (CNS), Enterobacter 5, Enterobacter 10, E. Coli and Pseudomonas sp. The activity test results showed the crude extract of the root with ethyl acetate solvent had the highest antibacterial activity. The results of the Open Column Chromatography activity test showed that the fraction I, II and III of the root extracts had antibacterial activity against the test bacteria. Fraction I was active against Enterobacter 5 with inhibition zones of 10.0 ± 0.34 mm. Fraction II was active against Coagulant negative stapylococi with inhibition zone diameters of 11.80 ± 0.16 mm. Fraction III has the highest antibacterial activity against Enterobacter 10, Klebsiella sp, Pseudomonas sp. danE. Coli successively produce inhibition zones (13.98mm ± 0.58), (13.22mm ± 0.50), (13.15mm ± 1.15) and (13.10mm ± 0.04) and the highest in and Results the study concluded that root extracts had the highest antibacterial bioactivity compounds compared to stem and leaf extract samples. Furthermore, the MDR antibacterial activity test showed that the sample III fraction had the best inhibitory zone on the best bacteria as an anti-bacterial MDR: Klebsiella sp, Enterobacter 10, E. Coli and Pseudomonas sp  Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas antibakteri fraksi ekstrak Jeruju, (akar, batang dan daun) terhadap bakteri Multi Drug Resistant (MDR). Ekstraksi menggunakan metode ekstraksi padat-cair. Fraksinasi dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Kolom Terbuka (KKT). Uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar konsentrasi yang berbeda. Bakteri uji adalah bakteri MDR: Klebsiella sp, Coagulant negative stapylococi (CNS), Enterobacter 5, Enterobacter 10, E. Coli dan Pseudomonas sp. Hasil uji aktifitas antibakteri menunjukan ekstrak kasar akar dengan pelarut etil asetat memiliki aktifitas antibakteri tertinggi pada semua bakteri uji. Hasil uji aktivitas fraksi Kromatografi Kolom Terbuka memperlihatkan fraksi I, II dan III ekstrak akar memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji. Fraksi I aktif terhadap Enterobacter 5 dengan zona hambat 10,0±0,34 mm. Fraksi II aktif terhadap Coagulant negative stapylococi dengan diameter zona hambat 11,80±0,16 mm. Fraksi III memiliki aktivitas antibakteri yang paling tinggi terhadap Enterobacter 10, Klebsiella sp, Pseudomonas sp. dan E. Coli. berturut – turut menghasilkan zona hambat (13,98mm ±0,58), (13,22mm ±0,50), (13,15mm ±1,15) dan (13,10mm ±0,04) serta tertinggi pada dan Hasil penelitian disimpulkan bahwa ekstrak akar memiliki senyawa bioaktifitas antibakteri tertinggi dibandingkan sampel ekstrak batang dan daun. Selanjutnya uji aktifitas antibakteri MDR memperlihatkan bahwa sampel fraksi III memiliki zona hambat terbaik pada bakteri terbaik sebagai anti bakteri MDR: Klebsiella sp, Enterobacter 10, E. Coli dan Pseudomonas sp
Kesadahan Air Media Pemeliharaan dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Produk Kepiting Soka Sunaryo Sunaryo; Ali Djunaedi; Adi Santoso
Jurnal Kelautan Tropis Vol 20, No 2 (2017): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (472.362 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v20i2.1741

Abstract

Mangrove crabs (Scylla serrata Forsskål, 1775) is one of the biological resources of the sea, that have economically important value and has been widely cultivated by traditional farmers to meet food needs in both the local and export markets. But the resulting quality of soft shell crab is not optimal. Quality is determined by the hardness of crab carapace after moulting.  Approach to problem solving can be done through the research process of the aquatic organisms to their environment adaptation.This research was aimed to acknowledge the influence of the difference in water softening against time duration the hardening rate of the crabs carapace. This research had done in the area of brackishwater pond in the village of Mojo, Ulujami, Pemalang Regency during 8 months. Animal test used a Mangrove crab (S. serrata Forsskål, 1775), the weight size of 80-150 g, individually kept in plastic boxes (30 x 20 x 25 cm), 15 pieces per m2 density. Research was carried out using case study method. The observation parameters of research was aimed at the water softening and calcium content of rearing water media and body fluids of mangrove crabs, and time duration of carapace hardening. The data obtained from the results of the measurement and calculation of the research parameters of each sampling, include: carapace hardening response due to differences in water softening and calcium content in the rearing media as well as  calcium content in the body fluid of the mangrove crab was analyzed using t-test. Observation on the research results showed that the process of soft shell crab production using rearing media of brackishwater and freshwater, each was respectively difference in the containing value of water softening and calcium content (p < 0.01).   The water softening and calcium content of mangrove crabs as well as the calcium content of body fluid of the mangrove crab to response of time duration the carapace hardening on the mangrove crab after moulting as a whole indicated very significant difference (p < 0.01).  But the results of the statistical analysis of calcium content in the body fluid of mangrove crab with the environmental rearing water media on each individual habitat suggested not significant difference (p ≥ 0.01).  The conclusions of these research, i.e. water softening and calcium content of the rearing water of mangrove crab was the determining factor in the quality of the soft shell crab product. On the occasion research was advised to do optimization of water softening in the rearing crab, so resulting highly quality product of soft shell crab.   Kepiting bakau (Scylla  serrata  Forsskål, 1775) merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang mempunyai nilai ekonomis penting dan banyak dibudidayakan oleh petani tradisional untuk memenuhi kebutuhan pangan baik di pasar lokal maupun ekspor. Namun kualitas kepiting soka yang dihasilkan belum optimal. Kualitas kepiting soka sangat ditentukan oleh tingkat kekerasan kulit kepiting setelah moulting. Pendekatan pemecahan masalah ini dapat dilakukan melalui penelitian proses adaptasi organisme perairan terhadap lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan kesadahan terhadap lama waktu kecepatan pengerasan carapace kepiting. Penelitian dilakukan selama 8 bulan di pertambakan Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang. Hewan uji yang dipergunakan berupa Kepiting Bakau (S. serrata Forsskål, 1775), berat 80 - 150 g, dipelihara pada bok plastik (30 x 20 x 25 cm) secara seluler, padat penebaran 15 ekor per m2. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus. Parameter penelitian ditujukan pada kesadahan dan kandungan kalsium air media pemeliharaan dan cairan tubuh Kepiting Bakau serta lama waktu pengerasan carapace. Data yang didapatkan dari hasil pengukuran dan perhitungan parameter penelitian pada tiap - tiap pengambilan sampel, meliputi: respon pengerasan carapace akibat perbedaan kesadahan dan kandungan kalsium dalam media air pemeliharaan serta kandungan kalsium dalam tubuh kepiting bakau dianalisis dengan menggunakan uji t tes. Hasil pengamatan di dalam penelitian menunjukkan bahwa proses produksi kepiting soka menggunakan media pemeliharaan air tambak dan tawar, masing – masing mengandung nilai kesadahan dan kandungan kalsium yang berbeda (p<0,01).  Kandungan kesadahan dan kalsium air media pemeliharaan Kepiting Bakau pada media air pemeliharaan yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat signifikan terhadap respon waktu pengerasan carapace Kepiting Bakau setelah moulting (p<0,01). Namun hasil analisis statistik kandungan kalsium cairan tubuh kepiting bakau dengan lingkungan media air pemeliharaan pada masing – masing habitat menunjukkan tidak adanya perbedaan yang sangat nyata (p≥0,01). Kesimpulan penelitian ini, yaitu kesadahan dan kandungan kalsium air pemeliharaan merupakan faktor penentu kualitas produk kepiting soka. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mengoptimalkan kesadahan sehingga dihasilkan produk kepiting soka berkualitas tinggi.                                                      
Kandungan Pigmen Fikobiliprotein dan Biomassa Mikroalga Chlorella vulgaris pada media dengan Salinitas Berbeda Ali Djunaedi; Sunaryo Sunaryo; Chrisna Adi Suryono; Adi Santosa
Jurnal Kelautan Tropis Vol 20, No 2 (2017): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (520.938 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v20i2.1736

Abstract

Phyobilliprotein (phycocyanin and allophycocyanin) pigments content and biomass of Chlorella vulgarisare affected by salinity related to osmotic pressure and density of media. This study was to determine the effect of salinity on phycobiliproteins pigment contents and biomass of microalgae Chlorella vulgaris. The cultivation used microalgae derived from Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP), Jepara. Research method was the Laboratory study with a Completely Randomized Design (CRD). Consisting of one treatment with five stages of salinity treatments: 20, 25, 30, 35, and 40 ppt and using three times of repetition. Analysis of pigments used UV-Vis spectrophotometric extracted with acetone as the solvent. Harvesting time was when it reached at the stationair phase using flocculation method. The results showed that salinity had the significant effect (p <0.05) on Phycobilliprotein pigment and biomass. The treatments of 35 ppt showed that the highest content of phycocyanin and allophycocyanin pigments 1,4426 mg/gram and 1,254 mg/gram and biomass were 0,648 g/L respectively.  Kandungan pigmen fikobiliprotein (fikosianin dan allofikosianin)dan biomasa Chlorella vulgaris dipengaruhi oleh salinitas yang berkaitan dengan tekanan osmotik dan densitas media. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap kandungan pigmen fikobiliproteindan laju pertumbuhan Chlorella vulgaris. Biota uji diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP), Jepara. Metode penelitian adalah eksperimen laboratoris dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 taraf perlakuan salinitas, yaitu: 20, 25, 30, 35, dan 40 ppt dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Analisis pigmen dengan metode spektrofotometer UV-Vis yang diekstraksi menggunakan larutan aseton. Pemanenan biomassa pada fase stasioner dengan menggunakan metode flokulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salinitas berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kandungan pigmen fikobiliprotein dan biomasa Chlorella vulgaris. Perlakuan salinitas 35 ppt menghasilkan kadar pigmen fikosianin dan allofikosianin tertinggi, yaitu 1,4426 mg/gram, dan 1,254 mg/gram dan biomassa tertinggi yaitu 0,648 gr/L. 
Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Betahwalang Demak Hargo Seno Wahyu Edi; Ali Djunaedi; Sri Redjeki
Jurnal Kelautan Tropis Vol 21, No 1 (2018): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.562 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v21i1.2409

Abstract

  The waters of Betahwalang, Demak have quite potential cruise resources. For the sustainability of crab resources, sustainable management is necessary to do. Information on biology reproduction of crabs is required. The purpose of this research was to determine aspects of biology reproduction such as sex ratio, growth pattern and gonad maturity level of the crabs in Betahwalang waters. This research was conducted on 23 September - 29 October 2016 in Betahwalang, Demak. The method used in this research is descriptive research method. Determination of location observation is divided into 3 Station that is Station 1 depth between 1-10 m, Station 2 depth 11-20 m, and Station 3 depth 21-30 m. The data were collected by determination of gender, width and length of carapace, gonad maturity level and data of the environmental parameter. Results of the analysis showed that the male genital sex ratios were higher at Station 1 (2.87:1) than Station 2 (1:1.27) and 3 (1:1.65). The growth properties of male and female crabs on all three stations exhibit negative allometric growth properties. The percentage of female crab gonad maturity level at Station 2 (94,31%) and 3 (95,48%) higher than Station 1 (30,43%). Wilayah perairan Betahwalang, Demak memiliki sumberdaya rajungan yang cukup potensial. Untuk kelestarian sumberdaya rajungan, perlu dilakukan dengan pengelolaan perikanan rajungan berkelanjutan. Dibutuhkan informasi tentang aspek biologi reproduksi rajungan sangat diperlukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek biologi reproduksi seperti nisbah kelamin, pola pertumbuhan dan tingkat kematangan gonad rajungan di perairan Betahwalang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 September - 29 Oktober 2016 di perairan Betahwalang, Demak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Penentuan lokasi pengamatan dibagi menjadi 3 Stasiun yaitu Stasiun 1 kedalaman antara 1-10 m, Stasiun 2 kedalaman 11-20 m, dan Stasiun 3 kedalaman 21-30 m. Pengambilan data penelitian meliputi penentuan jenis kelamin, lebar dan panjang karapas, tingkat kematangan gonad serta data parameter lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nisbah kelamin rajungan jantan lebih tinggi pada Stasiun 1 (2,87:1) daripada Stasiun 2 (1:1,27) dan 3 (1:1,65). Sifat pertumbuhan rajungan jantan dan betina pada ketiga Stasiun menunjukkan sifat pertumbuhan allometrik negatif. Persentase tingkat kematangan gonad rajungan betina pada Stasiun 2 (94,31%) dan 3 (95,48%) lebih tinggi daripada Stasiun 1 (30,43%). 
Potensi Antioksidan Rumput Laut Gracilaria verrucosa Dari Pantai Gunung Kidul, Yogyakarta Wahyu Febrianto; Ali Djunaedi; Suryono Suryono; Gunawan Widi Santosa; Sunaryo Sunaryo
Jurnal Kelautan Tropis Vol 22, No 1 (2019): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.174 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v22i1.4669

Abstract

Gracilaria verrucosa is red algae that has been widely used as an antioxidant. This research was conducted to test antioxidant activity, total phenolic content and bioactive compound of Gracilaria verrucosa obtained from Pok Tunggal Beach and Ngandong Beach, Gunung Kidul, Yogyakarta. Research was carried out by descriptive method. Samples were fresh and taken from the beach, then macerated for 3x24 hours in a methanol solvent. Antioxidant test was carried out by electron transfer method with DPPH 0.1 mM and measurement of antioxidant activity using. Total phenolic contents were measured using the Folin-ciocalteau method using gallic acid standard on 725 nm wavelength. The phytochemical content observated by changing of extract color by reagent. Pigment contents were measured using spectrophotometric methods at wavelengths 636 and 663 (chlorophyll-a and chlorophyll-b) and 480 nm (carotenoids). The results showed that IC50 value extract of Pok Tunggal Beach and Ngandong Beach were 188,53 ppm and 168,76 ppm. Phenolic content of each extract were 16,527 and 17,497 mg GAE / g sample weight). Chlorophyll-a levels were 7,132 and 4,357 mg/g, chlorophyll-b were 8,335 and 5,401 mg/g, carotenoids were 31,625 and 35,494 µmol/g. Gracilaria verrucosa from Ngandong Beach have  antioxidant activity.Gracilaria verrucosa merupakan alga merah yang pemanfaatannya sudah banyak dilakukan sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antioksidan, menghitung kadar fenolat total, dan senyawa bioaktif yang terkandung pada Gracilaria verrucosa yang diperoleh dari Pantai Pok Tunggal dan Pantai Ngandong, Gunung Kidul, Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Sampel segar diambil langsung dari pantai, kemudian dimaserasi selama 3x24 jam dalam pelarut metanol. Uji antioksidan dilakukan dengan metode transfer elektron dengan DPPH 0,1 mM dan pengukuran aktivitas antioksidan menggunakan perhitungan nilai IC50. Kadar fenolat total diukur menggunakan metode Folin-ciocalteau dengan asam galat sebagai standar pada panjang gelombang 725 nm. Kandungan fitokimia diuji menggunakan pengamatan perubahan warna ekstrak saat diberikan pereaksi. Kadar pigmen diukur menggunakan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 636, 663  (klorofil-a dan klorofil-b) dan 480 nm (karotenoid). Hasil menunjukkan bahwa nilai IC50 ekstrak sampel dari Pantai Pok Tunggal dan Pantai Ngandong berturut-turut adalah 188,53 ppm dan 168,76 ppm. Kadar fenolat masing-masing ekstrak sebesar 16,527 dan 17,497 mg GAE/g berat sampel). Kadar klorofil-a sebesar 7,132 dan 4,357 mg/g, klorofil-b sebesar 8,335 dan 5,401 mg/g, karotenoid sebesar 31,625 dam 35,494 µmol/g. Gracilaria verrucosa dari Pantai Ngandong dan Pantai Pok Tunggal memiliki potensi antioksidan.  
Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) dengan Sistem Budidaya yang Berbeda Ali Djunaedi; Heri Susilo; Sunaryo Sunaryo
Jurnal Kelautan Tropis Vol 19, No 2 (2016): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.115 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v19i2.846

Abstract

 Medium rearing of the P. monodon Fabricius seed at the hatcheries usually used closed system and without water changes during culture period, until certain time the water quality could deterioted. The purpose of this research was to understand the effects of recirculation system on the water qualities (total suspended solids, ammonia, ammonium, nitrite and dissolved oxygen) of tiger shrimp (P. monodon Fabricius) seed medium. This research was conducted in the hatchery of Marine Science of Diponegoro University at Teluk Awur. The research used experimental method with two treatments, recirculation and non-recirculation system. Concentrations of total suspended solids (TSS), ammonia, nitrite and dissolved oxygen (DO) were descriptive analyzed. Average concentration on recirculation system of  TSS was 0,570 mg/L, ammonia was 0,039 mg/L, nitrite was 0,076 mg/L and DO was 6,00 mg/L. Average concentration on without recirculation system of TSS was 0,983 mg/L, ammonia was 0,09 mg/L, nitrite was 0,2 mg/L and DO was 3,86 mg/L. The resirculation rearing system was improve water quality on tiger shrimp seed medium.  Budidaya benih udang windu (P.  monodon  Fabricius) pada bak pembenihan umumnya menggunakan sistem tertutup dan air media tidak diganti, sehingga dalam waktu tertentu dapat terjadi penurunan kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kualitas air (MPT, amonia, amonium, nitrit dan DO) pada pemeliharaan benih udang windu (P.  monodon  Fabricius) dengan sistem resirkulasi dan tanpa resirkulasi. Penelitian dilakukan di Marine Center, Jurusan Ilmu Kelautan, Teluk Awur, Jepara. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan dua perlakuan yaitu penggunaan sistem resirkulasi dan tanpa resirkulasi. Data konsentrasi material padatan tersuspensi (MPT), amonia, nitrit, oksigen terlarut (DO), pH dan suhu selama penelitian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sistem resirkulasi konsentrasi rata – rata MPT 0,570 mg/L, amonia 0,039 mg/L, nitrit 0,076 mg/L dan DO 6,00 mg/L, sedangkan pada bak tanpa sistem resirkulasi konsentrasi rata – rata MPT 0,983 mg/L, amonia 0,09 mg/L, nitrit 0,2 mg/L dan DO 3,86 mg/L. Sistem resirkulasi mampu memperbaiki kualitas air media pemeliharaan benih udang windu.
Ekologi Perairan Semarang – Demak : Inventarisasi Jenis Kerang yang Ditemukan di Dasar Perairan Chrisna Adhi Suryono; Ita Riniatsih; Ria Azizah; Ali Djunaedi; Baskoro Rochaddi; Subagiyo Subagiyo
Jurnal Kelautan Tropis Vol 20, No 2 (2017): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (498.378 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v20i2.1700

Abstract

The present study was conducted to inventory the cockles (bivalve) in coastal waters between Semarang to Demak.  The samples were collected by bottom trawl modification (dragger) around those areas.  The results were found ten various cockles there were Anadara granosa, A. pilula, A. gubernaculum, A. inaequivalvis, Pharella javanica, Paphia undulate, Marcia hiantina, Harvella plicataria, Mactra violacea, and Placuna placenta.  Meanwhile the waters quality in the in this areas still support to organisms to survive based on the standard water quality from Indonesian Ministry of Environmental.  Tujuan penelitian ini adalah untuk menginventarisasi jenis jenis kerang yang ada di perairan antara Semarang dan Demak.  Sampel diambil dengan trawl dasar modivikasi (dragger) sekitar perairan tersebut.  Hasil penelitian menunjukakan beberapa jenis kerang didapat seperti: Anadara granosa, A. pilula, A. gubernaculum, A. inaequivalvis, Pharella javanica, Paphia undulate, Marcia hiantina, Harvella plicataria, Mactra violacea, and Placuna placenta. Berdasar Kepmen Lingkungan Hidup kualitas perairan yang ada di daerah tersebut dapat dikatakan masih mendukung untuk kehidupan organisme.