Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PENGARUH PERENDAMAN BENIH DALAM CaO DAN PEMUPUKAN P DAN K TERHADAP PENGENDALIAN KERACUNAN BESI PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SULFAT MASAM POTENSIAL Susilawati, Ani; Khairullah, Izhar
BERITA BIOLOGI Vol 10, No 4 (2011)
Publisher : Research Center for Biology-Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (363.057 KB) | DOI: 10.14203/beritabiologi.v10i4.757

Abstract

Tidal land large enough sour sulfate and the potential for agricultural expansion. Obstacles encountered primarily stress iron poisoning. It has the potential to cause a decline in rice yield research aims to study the effect of the influence of seed treatment and fertilizer P and K to control iron toxicity in acidic sulfate potential land. This research was carried out in KP Belandean on MK 2007. Randomized block design with 3 replications. Rice varieties used were Batanghari, planted on plot measuring 4 mx 9 m with a spacing of 20 cm x 20 cm. Package combined treatment of seeds and fertilizer P and K: 1. (25-90-75), 2. (50-90-75), 3. (75-90-75), 4. (100-90-75), 5. (125-90-75), 6. (75-30-75), 7. (75-60-75), 8. (75-120-75), 9. (75-150-75), 10. (75-90-25), 11. (75-90-50), 12. (75-90-100), 13. (75-90-125), 14. (0-90-75), 15. (0-0-0) kg / ha% CaO-kg / ha P2O5-K2O. The result showed that by giving a dose of phosphate fertilizer 90 kg/ha P2O5 and potassium at a dose of 100-125 kg/ha K2O CaO combined with the provision of 75 % of the weight of the seed, is the combination to control iron poisoning.
Potensi Galur-Galur Padi Rawa Pasang Surut Menunjang Ketahanan Pangan Rosmini Humairi; Izhar Khairullah
Indonesian Journal of Agronomy Vol. 28 No. 3 (2000): Buletin Agronomi
Publisher : Indonesia Society of Agronomy (PERAGI) and Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB University, Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (728.01 KB) | DOI: 10.24831/jai.v28i3.1556

Abstract

The advance yield trial was conducted at potential tidal swampland at Inlittra Handil Manarap. South Kalimantan in dry season of 2000. Nine advanced lines, designationly  IR53709-36-10-2; B729Id-Sm-Tb-5; BW 307-6; B10278b-Mr-3-3-1; B10179b-Mr-1-4-2; BI0278b-Mr-1-4-2; B10277b-Mr-1-4-3; TOX3118-6-E2-3-2; BIOI79b-Mr-1- 4-1 and Kapuas variety used as a check variety. The trial was arranged in randomized completely block design with three replications. The trial showed that there were five advanced lines which their yield were higher than Kapuas, i.e. B7291d-Sm-Tb-5; BW307-6; BI0278b-Mr-3-3-1; BIOI79b-Mr-I-4-2; BIOI 79b-Mr-I-4-1. The yield of the five lines were 2.47; 2.42; 2.45; 2.50; and 2.29 t/ha, respectively while yield of Kapuas variety was only 2.20 t/ha. Percentage of yield increasing of these lines, if compared by Kapuas, were 1.27; 10; 11.36; 13.64; 4.09 % respectively.   Key  words: Rice, Tidal swamp, field
TEKNOLOGI BUDIDAYA TRADISIONAL PADI VARIETAS LOKAL DI LAHAN RAWA PASANG SURUT (Studi Kasus Di Kalimantan Selatan) Izhar Khairullah; Muhammad Saleh
Agros Journal of Agriculture Science Vol 22, No 2 (2020): edisi Juli
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Janabadra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lahan rawa kini dan ke depan sangat strategis sebagai salah satu lumbung pangan nasional mengingat semakin menciutnya lahan produktif, terutama di pulau Jawa.  Lahan rawa terbagi atas lahan pasang surut dan lebak. Pemanfaatan rawa pasang surut untuk pertanian seperti di Kalimantan Selatan, khususnya padi sawah oleh masyarakat dimulai spontan sejak ratusan tahun lalu.  Sebagian besar masih ditanami dengan padi varietas lokal.  Eksistensi padi varietas lokal ini tidak terlepas dari faktor adaptabilitas dan akseptabilitasnya.  Berbagai varietas padi lokal yang ditanam petani termasuk dalam kelompok varietas Siam, Bayar, Pandak, dan Lemo. Teknologi budidaya padi varietas lokal ini mencakup persemaian, pindah tanam dan penanaman, penyiapan lahan, pemupukan, pemeliharaan dan pengendalian OPT, panen, dan prosesing hasil atau pasca panen yang dilakukan petani secara tradisional.  Diperlukan alat tanam tradisional untuk budidaya padi ini seperti tajak, tutujah, ani-ani, dan gumbaan. Teknologi budidaya tradisional padi varietas lokal ini memiliki beberapa kelebihan sekaligus kekurangan ditinjau dari segi teknis dan ekonomis.  Segi positif seperti pengelolaan bahan organik, minim penggunaan pestisida dan minim penyiangan, dan penggunaan benih.  Kekurangannya antara lain potensi hasil rendah, umur dalam, penggunaan tenaga kerja lebih banyak, dan tanpa atau sedikit dalam penggunaan pupuk.
STABILITAS HASIL GALUR-GALUR PADI DI LAHAN SULFAT MASAM DAN BERGAMBUT UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN RAWA PASANG SURUT Izhar Khairullah; Asim Asim; Azwar Azwar; Isri Hayati
Agros Journal of Agriculture Science Vol 21, No 2 (2019): edisi Juli
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Janabadra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.159 KB)

Abstract

Uji multilokasi galur padi pasang surut dilaksanakan pada tipologi lahan sulfat masam dan bergambut di Kalimantan Selatan dan Tengah, Jambi, dan Sumatera Selatan dalam dua musim: musim kemarau 2002 dan musim hujan 2002/03. Tujuan: memperoleh galur harapan dengan potensi dan stabilitas hasil tinggi, diterima petani di lahan pasang surut. Sepuluh galur dengan varietas pembanding Margasari dan Mendawak digunakan dalam penelitian. Percobaan dirancang dengan RAK tiga ulangan. Luas petak 4 m x 5 m dan jarak tanam 25 cm x 25 cm.  Umur bibit 21 hari setelah semai dan jumlah bibit per rumpun sebanyak 2-3 bibit.  Pupuk urea, SP36, dan KCl digunakan dengan dosis 90-50-60 kg/ha N-P2O5-K2O.  Parameter stabilitas yang digunakan adalah  metoda Wricke’s ecovalence.  Hasil: terdapat interaksi genotip-lingkungan (lokasi) nyata. Galur GH47, BW307-6, B10179b-Mr-1-4-1, IR61242-3B-B-2, dan B9852E-35-KA-66 merupakan galur dengan potensi dan stabilitas hasil tinggi.   Galur GH47 stabilitas hasilnya paling tinggi, sedangkan IR61242-3B-B-2 dan  B9852E-35-KA-66 dengan potensi hasil tertinggi. Galur GH47 dan GH137 lebih disukai petani di Kalimantan dan sebagian Sumatera, sementara TOX3118b-E-2-3-2, IR61242-3B-B-2, dan IR58511-4B-4 lebih disukai petani di Sumatera. Galur padi yang disukai di Kalimantan dapat dikembangkan di lahan pasang surut Kalimantan, sedangkan galur yang disukai di Sumatera dapat pula dikembangkan di wilayah Sumatera
UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI MELALUI PEMUPUKAN DI LAHAN PASANG SURUT SULFAT MASAM Izhar Khairullah
Agros Journal of Agriculture Science Vol 20, No 2 (2018): Edisi Juli
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Janabadra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.546 KB)

Abstract

PEKA FOTOPERIOD, SIFAT PENTING VARIETAS LOKAL PADI RAWA PASANG SURUT Izhar Khairullah
Agros Journal of Agriculture Science Vol 21, No 1 (2019): edisi Januari
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Janabadra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.277 KB)

Abstract

Varietas lokal padi rawa pasang surut termasuk padi peka fotoperiod hari pendek yang hanya berbunga ketika penyinaran matahari lebih pendek daripada perioda panjang hari kritisnya. Di Indonesia, panjang hari terpendek terjadi bulan Juni, sehingga umumnya varietas lokal padi pasang surut berbunga pada bulan tersebut. Meskipun tergantung varietas lokal dan awal persemaiannya serta suhu, pembungaan di lahan rawa pasang surut terjadi pada April sampai Juli. Sifat peka fotoperiod penting untuk lahan rawa pasang surut karena genangan cukup tinggi sehingga bibit muda tidak bisa ditanam. Bibit padi yang diperlukan adalah bibit yang tinggi, besar, kuat. Untuk mendapatkan bibit demikian perlu masa pembibitan panjang (tiga hingga empat bulan) pada lahan yang agak tinggi sehingga tidak tenggelam. Fase vegetatif yang panjang varietas ini karena adanya fase vegetatif fotoperiod atau fase pertumbuhan ‘lag vegetative’. Persemaian dimulai pada Desember dan pertanaman pada April. Bibit dipindahtanam dua kali sambil menunggu surutnya air dan sekaligus memperbanyak bibit dengan pemecahan bibit. Dengan cara demikian keperluan benih per hektar hanya lima kg yang berarti lebih hemat enam kali dibanding dengan penggunaan bibit muda (21 hari) yang pada umumnya digunakan untuk varietas unggul.