Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Pelaksanaan Pembimbingan dan Pengawasan Anak Pada Pidana Bersyarat Kholiq, Abdul
Unnes Law Journal: Jurnal Hukum Universitas Negeri Semarang Vol 2 No 1 (2013): Unnes L.J. (April, 2013)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.004 KB) | DOI: 10.15294/ulj.v2i1.2904

Abstract

Conditional punishment is a form of punishment that does not result in the deprivation of the rights from convicted person. In the juvenile justice system are different from adults. The purpose of this research is to know and understand the parole (conditional punishment) comparison of the Criminal Code, Act No. 3 of 1997, Criminal Law Concept of 2012 and Act No. 11 of 2012, as well as knowing how to transform and guiding the implementation and supervision of children in the parole (conditional punishment) conducted by Correctional Center Class I of Semarang and Prosecution Counsel of Semarang. This study uses sociological juridical approach (non-doctrinal) with data collection including interviews, literature study and documents study. The results of comparative of conditional punishment on some categories of comparison inclue the following : the sentencing limitation, general conditions, special requirements, lenght of trial, officials who helped the conditional punishment execution and implementation of education. Implementation guidance and supervision of children who undergo conditional punishment by Correctional Center Class I of Semarang and Prosecution Counsel of Semarang has not been implemented optimally considering coaching (guidance) do not have a standardized system of supervision and monitoring intergrated regulated in legislations and infrastructure constraints faced community supervising officer. The supervision to the convicted person only the implementation of a administrative is required to report row (child) by using the form P-51 as the card control must report to the prosecutor. Summary in this research i.e. basically the guidance and supervision of the implementation of compliance in the Act No. 3 of 1997, but it should be underscored diaris in practice there are still some obstacles and barriers that occur such as limited personnel and limited operational budgets.
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN UPAYA PEMBINAAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA KARAWANG Abdul Kholiq
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 4 No 1 (2019): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v4i1.983

Abstract

Abstrak Pentingnya pelaksanaan pembinaan pada narapidana dalam upaya mengembalikan stigma negatif agar menjadi masyarakat yang baik sangatlah penting dilakukan, tidak hanya bersifat materiil atau spiritual saja melainkan keduanya harus berjalan dengan seimbang. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Karawang, serta menemukan faktor-faktor penghambat/kendala dalam pelaksanaan pembinaan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis-empiris, dengan mengedepankan wawancara langsung di lapangan (field research). Pelaksanaan pembinaan bagi narapidana diatur secara teknis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dari ketentuan ini, dapat dijadikan ukuran dalam pelaksanaan pembinaan tersebut dalam berjalan dengan efektif atau sebaliknya. Pertimbangan upaya pelaksanaan pembinaan akan menjadikan bekal bagi narapidana setelah menjalani hukuman dalam lembaga dan selanjutnya kembali pada kehidupan masyarakat (resosislisasi). Kata Kunci : efektivitas, pembinaan, narapidana Abstract The importance of implementing guidance to prisoners in an effort to restore negative stigma to be a good society is very important, not only material or spiritual but both must run in a balanced way. This study aims to determine the effectiveness of the implementation of coaching of prisoners by Class IIA Penitentiary officers in Karawang, as well as discovering inhibiting factors / constraints in the implementation of the coaching. The research method used is a juridical-empirical method, by prioritizing direct interviews in the field (field research). The implementation of guidance for prisoners is technically regulated in Government Regulation Number 31 of 1999 concerning Guidance and Guidance of Prison-Assisted Citizens. From this provision, it can be used as a measure in the implementation of the coaching in running effectively or vice versa. Consideration of the efforts to carry out coaching will provide provisions for prisoners after serving their sentence in the institution and subsequently returning to community life (resosialization). Keywords : effectiveness, coaching, convict
KAJIAN BUDAYA HUKUM PROGRESIF TERHADAP HAKIM DALAM PENEGAKAN HUKUM PADA MAFIA PERADILAN (JUDICIAL CORRUPTION) DI INDONESIA Abdul Kholiq
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2017): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v2i1.401

Abstract

Abstrak Penegakan hukum di Indonesia saat ini sangatlah jauh dari konsep negara hukum (rechtstaat), dimana idealnya hukum merupakan yang utama atau panglima, di atas segi politik dan ekonomi. Suburnya judicial corruption (pengadilan yang korup) dalam setiap proses-proses peradilan saat ini yang mengakibatkan hancurnya sistem hukum. Sistem penegakan hukum dengan “one roof system” secara konseptual akan memberikan jaminan terhadap kekuasaan kehakiman yang merdeka, lepas campur tangan kekuasaan ekstra yudisial. Maka dari itu, tindakan mafia peradilan (judicial corruption) yang melibatkan para penegak hukum di dalamnya dapat diberantas, apabila para pemegang peran komitmen serta konsisten dengan tujuan reformasi pengadilan yang telah memperkuat prinsip independensi dan imparsialitas pengadilan dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Pentingnya memahami budaya berhukum oleh seorang hakim, mengingat bahwa keyakinan hakim mempunyai peranan dominan dalam memutus suatu perkara di pengadilan, akan tetapi untuk mengetahui apakah putusan itu benar atau salah, adalah suatu hal yang sangat sulit. Maka dari pada itu, dalam pembahasan ini akan menguraikan perilaku dan budaya hukum bagi hakim dalam menegakan hukum dan keadilan dengan menggunakan nilai-nilai pada hukum progresif, sehingga menjadikan sebuah budaya hukum yang progresif pula. Kata Kunci: Budaya Hukum, Hukum Progresif, Penegakan Hukum, Mafia Peradilan.
RAPUHNYA BENTENG KEADILAN DI INDONESIA (Kajian terhadap kekuasaan kehakiman (peradilan) sebagai benteng keadilan dalam Sistem Peradilan Pidana) Abdul Kholiq
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v3i1.503

Abstract

Abstrak Penegakan hukum dengan menggunakan sistem peradilan pidana berarti mengimplementasikan bekerjanya dalam setiap tahapan peradilan pidana, yaitu tahapan penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan putusan. Permasalahan konseptual yang menyangkut struktur penegakan hukum pidana, bersumber dari sistem penegakan hukum yang dibangun berdasarkan desain konstitusional. Pasca amandemen ke III terhadap Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian juga diikuti terbitnya Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai peraturan pelaksana, terhadap koreksi pada Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan kehakiman dijalankan dan dipegang oleh badan peradilan, hal ini sesuai dalam teori maupun ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Badan peradilan di Indonesia yang menjalankan kekuasaan kehakiman berdasarkan hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945 adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan pengadilan-pengadilan tingkat lebih rendah yang di bawah Mahkamah Agung. Ketentuan tersebut juga diatur secara eksplisit di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 Ayat (2). Pengadilan selama ini dijadikan sebagai suatu simbolik bagi masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan hukum khususnya keadilan dari permasalahan atau sengketa-sengketa hukum yang harus diselesaikan. Supremasi hukum akan dapat berjalan secara maksimal tatkala komponen-komponen dalam penegakan hukum yang tersistem ke dalam bentuk sistem peradilan pidana yang integral. Dalam penegakan hukum yang juga berhubungan dengan kekuasaan kehakiman, maka peran yang utama yaitu hakim-hakim pengadilan. Kata Kunci: Penegakan Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Sistem Peradilan Pidana. Abstract Law enforcement by using the criminal justice system means implementing its work at every stage of criminal justice, namely the stages of investigation, prosecution, trial and implementation of decisions. Conceptual issues concerning the structure of criminal law enforcement are derived from a law enforcement system that is built on constitutional design. After the third amendment to the Constitution of 1945, which was also followed by the issuance of Law Number 48 of 2009 on Concerning Judicial Power as the implementing regulation, against correction to Judicial Power. Judicial power is carried out and held by the judiciary, this is in accordance with the theory and provisions in the legislation. Judicial bodies in Indonesia that exercise judicial authority based on the amendments to the Constitution of 1945 are the Supreme Court, the Constitutional Court and lower-level courts under the Supreme Court. These provisions are also explicitly regulated in the Constitution of 1945 in Article 24 Paragraph (2). The court has been used as a symbolic for the community to achieve legal objectives, especially justice from problems or legal disputes that must be resolved. The supremacy of law will be able to run maximally when the components in systemic law enforcement are in the form of an integral criminal justice system. In law enforcement which also relates to judicial power, the main role is court judges. Keyword: Law Enforcement, Judicial Power, Criminal Justice System.
PERANAN HAKIM DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Abdul Kholiq
JURNAL ILMIAH HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT Vol 15, No 2 (2018): Hukum dan Dinamika Masyarakat
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (85.165 KB) | DOI: 10.56444/hdm.v15i2.689

Abstract

Judge is one of the elements of law enforcement, therefore the judge is very important role in law enforcement, that is checking, hearing and ultimately decide the case submitted to him freely and independently without any influence from anywhere. In law enforcement is influenced by several factors, namely legal factors, law enforcement, facilities and infrastructure, society and culture.
ANALISIS PELAKSANAAN PERANAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM MENINGKATKAN PERLINDUNGAN ANAK (STUDI KASUS DI P2TP2A KABUPATEN KARAWANG) Abdul Kholiq
BUANA ILMU Vol 3 No 1 (2018): Buana Ilmu
Publisher : Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/bi.v3i1.462

Abstract

ABSTRAK Perlindungan anak merupakan bagian yang terpenting dalam melindungi generasi bangsa dari bahaya kejahatan yang ada di masyarakat. Anak merupakan masa yang paling mudah untuk terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menelaah apa ruang lingkup tugas dan fungsi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Kabupaten Karawang. Serta mengetahui bagaimana peran dari P2TP2A Kabupaten Karawang untuk meningkatkan perlindungan anak. Penelitian ini dilakukan di lembaga atau instansi pemerintah yakni Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Karawang. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian lapangan (field research) dengan cara observasi dan wawancara langsung kepada pihak terkait. Peran dan fungsi dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Karawang bertujuan untuk memberikan yang terbaik bagi anak dalam membantu menyelesaikan kasus yang dihadapi anak. Selanjutnya, upaya pendampingan dilakukan dengan beberapa tahapan perencanaan, pelaksanaan pendampingan, evaluasi dan terminasi. Kegiatan pendampingan memberika keadaan yang nyaman dan aman bagi anak yng sedang bermasalah dengan hukum. Kesimpulan dari penelitian ini memberikan pemahaman mengenai keuntungan dan manfaat dari keberadaan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Kabupaten Karawang dalam melaksanakan kegiatan pendampingan bagi anak. Kata Kunci: Perlindungan Anak, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
TINGKAT PERCERAIAN DAN PENGARUH FAKTOR EKONOMI DI KABUPATEN KARAWANG Irma Garwan, S.H., M.H., Abdul Kholiq, S.H., M.H., dan Muhammad Gary Gagarin Akbar, S.H., M.H
Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Vol 3 No 1 (2018): Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE: Kajian Ilmiah Hukum Volume 3 Nomor 1
Publisher : Lembaga Kajian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.207 KB) | DOI: 10.35706/dejure.v3i1.1887

Abstract

ABSTRAKAdanya perceraian justru menimbulkan akibat pemisahan ikatan suami dan isteri. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menelaah dan mengkaji pengaruh faktor ekonomi terhadap meningkatnya tingkat perceraian di Kabupaten Karawang. Serta analisis pengaruh terjadinya perceraian terhadap para pihak dan keluarga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneltian yuridis normatif dengan cara melakukan observasi, catatan lapangan, dan wawancara terhadap pihak terkait di lokasi penelitian tersebut. Hasil penelitian ini menjelaskan beberapa penyebab perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Karawang menunjukan dari tiga (3) penyebab yang paling tinggi adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus; meninggalkan salah satu pihak; tidak ada keharmonisan dan faktor ekonomi. Sedangkan dampak yang akan timbul dari perceraian diantaranya terjadinya perasaan traumatik, masalah pengasuhan anak, gangguan emosional dan perubahan status dan peran.Kata kunci: Perceraian, Pengaruh, Faktor Ekonomi.ABSTRACTThe existence of divorce actually results from the separation of the bond between husband and wife. This study aims to examine and examine the effect of economic factors on the increasing level of divorce in Karawang Regency. An analysis of effect divorce on parties and families. The method used in this study is normative juridical research by conducting observations, field notes, and interviews with related parties at the location of the study. The results of this study explain some of the causes of divorce that occurred in the Karawang Religious Court, showing that the three (3) highest causes were constant disputes and arguments; leave one party; there is no harmony and economic factors. While the impacts that will arise from divorce include the occurrence of traumatic feelings, childcare problems, emotional disorders and changes in status and role.Keyword: Divorce, Influence, Economic Factors.
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PENGEMASAN DAYA TARIK WISATA TERHADAP KEPUASAN WISATAWAN DI NGEBEL PONOROGO Kaukabilla A.P; Abdul Kholiq
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i2.1836

Abstract

Ngebel Lake is a superior nature tourism in Ponorogo Regency. The lack of tourist attractions in this district made the local government strongly asked to increase tourism potential in the village of Ngebel. Facilities development and service improvement continue to be carried out in order to attract tourists. This study discusses the quality of service and the packaging of tourist attractions towards the decision of a visit as well as its consideration of tourist satisfaction. The number of samples used was 100 respondents taken from the number of tourists. From the data obtained from observations, documentation, direct interviews and filling out questionnaires. Multiple regression analysis was performed to determine the effect of the independent variables on the dependent variable. The results showed that there were positive and significant differences between the variables of service quality and tourist attraction packaging towards the decision of the visit and its consideration on tourist satisfaction.Telaga Ngebel merupakan tempat wisata alam unggulan di Kabupaten Ponorogo. Minimnya tempat wisata di kabupaten ini, menjadikan pemerintah daerah berupaya untuk meningkatkan potensi wisata di telaga Ngebel. Pengembangan fasilitas dan peningkatan pelayanan dilakukan demi menarik minat wisatawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan dan pengemasan daya tarik wisata terhadap kepuasan wisatawan. Pendekatan yang digunakan yaitu deksriptif kuantitatif dengan sampel yang digunakan sebanyak 100 responden yang diambil dari populasi wisatawan. Adapun data diperoleh dari observasi, dokumentasi, wawancara langsung dan pengisian kuisioner. Analisis multipel regresi dilakukan untuk menentukan pengaruh independent variable terhadap dependen variable. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara variable kualitas pelayanan dan pengemasan daya tarik wisata terhadap kepuasan wisatawan. 
KAJIAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA INFLUENCER TERHADAP INVESTASI ILEGAL Abdul Kholiq
Jurnal Esensi Hukum Vol 4 No 2 (2022): Desember - Jurnal Esensi Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35586/esh.v4i2.166

Abstract

Investasi merupakan kegiatan penanaman modal yang bertujuan mendapatkan keuntungan di masa depan dengan memberikan modal (uang). Seiring dengan perkembangan teknologi, kegiatan investasi yang dilakukan masyarakat dapat dilakukan secara online dengan melalui platform online. Upaya dalam mempromosikan dan menawarkan jenis investasi online sering melibatkan influencer sebagai strategi untuk mendapatkan pengikut atau calon investor. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana influencer terhadap investasi ilegal. Metode penelitian dalam tulisan ini adalah normatif melalui studi kepustakaan dengan menggunakan pendekatan konseptual dan analisis. Investasi online dapat menimbulkan risiko dan kerugian bagi pengikutnyaÌŠ yakni kejahatan dari kegiatan investasi online ilegal itu sendiri. Sedangkan akibat dari kejahatan investasi online maka pelaku yang bertanggungjawab bisa dikenakan unsur dalam Pasal 28 ayat (1) Jo Pasal 45 A ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik.Kata Kunci : Pertanggungjawaban pidana, Influencer, Investasi Ilegal
UPAYA PENEGAKAN HUKUM PADA PERBUATAN MAIN HAKIM SENDIRI (STUDI KASUS DI DESA SEDARI KABUPATEN KARAWANG) Abdul Kholiq
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 2 (2021): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v6i2.2851

Abstract

Kejahatan merupakan perbuatan yang memiliki dampak merugikan bagi kehidupan masyarakat serta meresahkan terhadap hak-hak yang melekat pada diri manusia. Perbuatan main hakim sendiri (eigenrechting) merupakan salah satu gejala sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau individu yang menunjukkan kurangnya kesadaran hukum masyarakat, sehingga masyarakat melakukan perbuatan tersebut tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan apabila perbuatan main hakim sendiri diproses oleh aparat penegak hukum. Faktor diantaranya kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang hukum; lemahnya penegakan hukum; ketidakpercayaan masyarakat kepada penegak hukum; dan keresahan masyarakat terhadap kasus pencurian yang tidak pernah terungkap. Selanjutnya upaya penegakan hukum terhadap perbuatan main hakim sendiri (eigenrechting) dibagi menjadi 2 (dua) bagian yakni tindakan pada korban main hakim sendiri dan tindakan pada pelaku main hakim sendiri.