Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Front Matter Koeshendrajana, Sonny
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 11, No 2 (2016): DESEMBER (2016)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (50.98 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v11i2.4946

Abstract

Back Matter Koeshendrajana, Sonny
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 11, No 2 (2016): DESEMBER (2016)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (50.98 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v11i2.4947

Abstract

Pengembangan metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) yang mulai diperkenalkan oleh Fisheries Center, University of Columbia di tahun 1999 sa at ini telah banyak dilakukan di berbagai negara. Namun demikian, RAPFISH sebagai suatu metode untuk mengukur dan menggambarkan kondisi lestari sumberdaya kelautan dan perikanan di suatu tempat atau wilayah masih tetap aktual untuk dilakukan di Indonesia. Masih relevannya penggunaan analisis RAPFISH di Indonesia dikarenakan data-clata aktual yang men Tjahjo Tri Hartono; Taryono Kodiran; M Ali Iqbal; Sonny Koeshendrajana
Buletin Ekonomi Perikanan Vol. 6 No. 1 (2005): Buletin Ekonomi Perikanan
Publisher : Buletin Ekonomi Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengembangan metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) yang mulai diperkenalkan oleh Fisheries Center, University of Columbia di tahun 1999 sa at ini telah banyak dilakukan di berbagai negara. Namun demikian, RAPFISH sebagai suatu metode untuk mengukur dan menggambarkan kondisi lestari sumberdaya kelautan dan perikanan di suatu tempat atau wilayah masih tetap aktual untuk dilakukan di Indonesia. Masih relevannya penggunaan analisis RAPFISH di Indonesia dikarenakan data-clata aktual yang menggambarkan kondisi wilayah pengelolaan perairan di Indonesia masih sangat minim. Oi sisi lain kebutuhan akan pengelolaan yang berkelanjutan atas wilayah tersebut semakin mendesak. Makalah ini memaparkan upaya pengembangan metode RAPFISH yang sesuai dengan kondisi perikanan tangkap di Indonesia. Kesesuaian metode RAPFISH ini diharapkan dapat menggambarkan dengan cepat dan akurat suatu kondisi pemanfaatan dan pengelolaan perikanan tangkap di suatu wilayah, sehingga dapat digunakan sebagai indicator kinerja pembangunan berkelanjutan perikanan tangkap di Indonesia.
DEVELOPING A FUNCTIONAL DEFINITION OF SMALL-SCALE FISHERIES IN SUPPORT OF MARINE CAPTURE FISHERIES MANAGEMENT IN INDONESIA Abdul Halim; Budy Wiryawan; Neil R. Loneragan; Adrian Hordyk; M. Fedi A. Sondita; Alan T. White; Sonny Koeshendrajana; Toni Ruchimat; Robert S. Pomeroy; Christiana Yuni
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol 4, No 2 (2020): JFMR VOL 4. NO.2
Publisher : JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2020.004.02.9

Abstract

Small-scale capture fisheries have a very important place globally, but unfortunately are still mostly unregulated. Typically, they are defined based on capture fisheries characteristics, technical attributes of fishing vessels, and socio-economic attributes of fishers. Indonesia uses the term ‘small-scale fisher’ (nelayan kecil), currently defined to include fishing boats of ≤ 10 gross tons (GT), which previously covered only boats of ≤ 5 GT. Because small-scale fishers are by law granted a privilege by government to be exempted from fisheries management measures (e.g. fisheries licensing system), its current definition jeopardizes fisheries sustainability and significantly increases the size of unregulated and unreported fisheries. It is also unfair, as it legitimizes the payment of government support to relatively well-off fishers. This paper aims to develop a functional definition of small-scale fisheries (perikanan skala kecil) to guide policy implementation to improve capture fisheries management in Indonesia. A definition of small-scale fisheries is proposed as a fisheries operation, managed at the household level, fishing with or without a fishing boat of < 5 GT, and using fishing gear that is operated by manpower alone. This definition combines attributes of the fishing vessel (GT), the fishing gear (mechanization), and the unit of business decision making (household) to minimize unregulated and unreported fishing and focus government aid on people who are truly poor and vulnerable to social and economic shocks. The terms small-scale fisheries and small-scale fishers must be legally differentiated as the former relates to fisheries management and the latter relates to empowerment of marginalized fishers.
PEMETAAN TINGKAT KONSUMSI IKAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA Fitria Virgantari; Sonny Koeshendrajana; Freshty Yulia Arthatiani; Yasmin Erika Faridhan; Fajar Delli Wihartiko
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 17, No 1 (2022): JUNI 2022
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v17i1.11045

Abstract

Ikan merupakan salah satu produk pangan hewani yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap konsumsi protein penduduk di Indonesia. Dari tahun ke tahun tingkat konsumsi ikan terus meningkat; namun ironisnya, tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih tergolong rendah. Selain itu, data menunjukkan bahwa persebaran konsumsi ikan nasional per pulau selama ini tidak merata. Tingginya disparitas tingkat konsumsi ikan di Jawa atau Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia menyebabkan tingkat konsumsi ikan nasional relatif rendah. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memantau tingkat kecukupan konsumsi ikan dengan mudah adalah dengan mengelompokkannya di seluruh Indonesia. Dengan adanya klasterisasi kemudian pemetaan, perencanaan, monitoring dan evaluasi, serta sistem peringatan dini masalah kelangkaan konsumsi dapat dilakukan dengan baik. Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai tingkat konsumsi ikan di Indonesia dengan cara mengelompokkan dan memetakannya; sehingga dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan peningkatan konsumsi ikan penduduk Indonesia secara akurat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder SUSENAS 2019 yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat konsumsi ikan, tingkat partisipasi, dan tingkat pengeluaran untuk ikan. Pengelompokan dilakukan berdasarkan metode cluster K-means. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah cluster yang optimal dengan rasio variance terkecil adalah 5 cluster. Klaster 1 dengan tingkat konsumsi, partisipasi dan pengeluaran ikan terendah adalah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Klaster 2 terdiri dari 5 provinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur. Klaster 3 terdiri dari 8 provinsi, yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Banten, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Klaster 4 terdiri dari 11 provinsi yaitu Sumatera Utara, Jambi, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Sedangkan cluster 5 dengan tingkat konsumsi, partisipasi, dan pengeluaran ikan tertinggi terdiri dari 8 provinsi, yaitu Aceh, Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Papua Barat
DEVELOPING A FUNCTIONAL DEFINITION OF SMALL-SCALE FISHERIES IN SUPPORT OF MARINE CAPTURE FISHERIES MANAGEMENT IN INDONESIA Abdul Halim; Budy Wiryawan; Neil R. Loneragan; Adrian Hordyk; M. Fedi A. Sondita; Alan T. White; Sonny Koeshendrajana; Toni Ruchimat; Robert S. Pomeroy; Christiana Yuni
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol. 4 No. 2 (2020): JFMR
Publisher : JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2020.004.02.9

Abstract

Small-scale capture fisheries have a very important place globally, but unfortunately are still mostly unregulated. Typically, they are defined based on capture fisheries characteristics, technical attributes of fishing vessels, and socio-economic attributes of fishers. Indonesia uses the term ‘small-scale fisher’ (nelayan kecil), currently defined to include fishing boats of ≤ 10 gross tons (GT), which previously covered only boats of ≤ 5 GT. Because small-scale fishers are by law granted a privilege by government to be exempted from fisheries management measures (e.g. fisheries licensing system), its current definition jeopardizes fisheries sustainability and significantly increases the size of unregulated and unreported fisheries. It is also unfair, as it legitimizes the payment of government support to relatively well-off fishers. This paper aims to develop a functional definition of small-scale fisheries (perikanan skala kecil) to guide policy implementation to improve capture fisheries management in Indonesia. A definition of small-scale fisheries is proposed as a fisheries operation, managed at the household level, fishing with or without a fishing boat of < 5 GT, and using fishing gear that is operated by manpower alone. This definition combines attributes of the fishing vessel (GT), the fishing gear (mechanization), and the unit of business decision making (household) to minimize unregulated and unreported fishing and focus government aid on people who are truly poor and vulnerable to social and economic shocks. The terms small-scale fisheries and small-scale fishers must be legally differentiated as the former relates to fisheries management and the latter relates to empowerment of marginalized fishers.