Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PERBANDINGAN METODE ORTODROMIK DAN ANTIDROMIK PEMERIKSAAN KECEPATAN HANTAR SARAF SENSORIS NERVUS MEDIANUS DAN NERVUS ULNARIS PADA PASIEN NEUROPATI Theresia Christin; Marissa Sylvia Regina; Erial Bahar
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 7, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/JKK.V7I2.9638

Abstract

Salah satu penyebab neuropati tersering pada ekstremitas atas adalah penekanan pada nervus medianus dan nervus ulnaris. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) sensoris sering dipraktikkan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya jejas/kelainan pada saraf yang diduga mengalami neuropati. Metode pemeriksaan KHS sensoris yang sering dipakai adalah ortodromik dan antidromik. Tujuan penelitian ini addalah untuk membandingkan pemeriksaan KHS sensorik ortodromik dengan antidromik yang menggunakan rangsang sinyal dengan arah yang berbeda. Penelitian cross sectional di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 15 Juli-15 September 2019 pada 64 subjek yang dicurigai menderita neuropati nervus medianus dan ulnaris yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, masing-masing dilakukan pemeriksaan KHS sensorik metode ortodromik dan antidromik, kemudian dibandingkan hasil elektroneuromiogramnya. Analisis data menggunakan uji hipotesis komparatif kappa. Hasil analisa statistik menunjukkan keeratan kesesuaian yang “kuat” dan bermakna dengan nilai k = 0,61-0,80 p  <0,05 antara kedua metode ortodromik dan antidromik pada nervus medianus, sementara pada nervus ulnaris keeratan kesesuaian bervariasi, yakni pada durasi KHS dengan keeratan “sedang” k = 0,601 p <0,05, dan pada latensi serta amplitude KHS dengan keeratan “cukup” nilai k = 0,21-0,40 p <0,05. Kesimpulan penelitian ini adalah metode pengukuran KHS sensorik memiliki keeratan kesesuaian yang secara keseluruhan cukup baik sehingga kedua metode dapat digunakan dan mampu memberikan interpretasi kelainan yang serupa dalam pemeriksaan neuropati
PEMBERIAN N-ASETYLSISTEIN TERHADAP KADAR IFN-GAMMA PADA PENDERITA HIV/AIDS YANG MENJALANI PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL Sri Sulpha Siregar; Eddy Mart Salim; Zen Hafy; Nova Kurniati; Harun Hudari; Erial Bahar; Agustian Dwi Putra; Afriyana Siregar
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 8, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/V8I2.13269

Abstract

HIV merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah besar kesehatan di Indonesia maupun dunia. Berbagai macam bentuk infeksi yang disebabkan oleh HIV, salah satunya ditandai dengan turunnya jumlah sel limfosit T CD4+ dan juga penurunan kadar IFN-GAMMA yang dapat menyebabkan percepatan replikasi virus hingga terjadi kegagalan sistem imun. NAC yang merupakan antioksidan diharapkan dapat memperbaiki kondisi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian NAC terhadap perubahan kadar IFN-GAMMA  pada penderita HIV/AIDS di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini merupakan uji klinik acak tersamar ganda. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 32 pasien HIV/AIDS yang menjalani pengobatan ARV di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dibagi secara acak ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok Plasebo dan NAC. Pada kelompok Plasebo, pasien diberi kapsul yang berisi laktosa dengan dosis 3x1 kapsul/hari, sedangkan kelompok NAC, diberi NAC dengan dosis 3x 200 mg/hari. Setiap kelompok diberi perlakuan sama selama 12 minggu. Darah pasien diambil sebelum dan setelah perlakuan untuk diperiksa kadar IFN-GAMMA . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok uji yang diberikan NAC maupun placebo tidak menunjukkan perubahan kadar IFN-GAMMA yang bermakna setelah 12 minggu perlakuan. Kesimpulan penelitian, pemberian NAC tidak mempengaruhi kadar IFN-GAMMA pada penderita HIV/AIDS yang menjalani pengobatan ARV.HIV is an infectious disease that becomes a major health problem in Indonesia and the world. There are various forms of infection caused by HIV, one of which is marked by a decrease in the number of CD4 + T lymphocytes and a decrease in IFN-GAMMA level which can accelerate viral replication to the point of immune system failure. NAC, an antioxidant, is expected to improve this condition. This research aimed to determine the effect of NAC on IFN-GAMMA levels in HIV / AIDS patients in Dr. Mohammad HoesinCentral Hospital, Palembang. This research was a randomized double blind clinical trial. The samples were 32 HIV / AIDS patients who were undergoing ARV treatment at Dr. Mohammad Hoesin Central Hospital, Palembang, which were randomly divided into 2 groups; the placebo and the NAC groups. In the placebo group, patients were given capsules containing lactose at a dose of 3x1 capsules / day, while patients in the NAC group were given NAC at a dose of 3 x 200 mg / day. Each group was given the same treatment for 12 weeks. The patients’ blood were taken before and after treatment to check their IFN-GAMMA levels. The results showed that both groups did not show any significant changes in IFN-GAMMA levels after 12 weeks of treatment. The conclusion of this researchis that NAC administration did not affect IFN-GAMMA levels in HIV / AIDS patients who were undergoing ARV treatment. 
Efektivitas Dry-Needling Terhadap Spatisitas, Range of Motion, dan Intensitas Nyeri Pasien Paska Stroke di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Henry Sugiharto; Melka Novera Sari; Pinto Desti Ramadhoni; Nyimas Fatimah; Erial Bahar
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 7, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/JKK.V7I1.10407

Abstract

Spastisitas merupakan kelainan motorik yang ditandai dengan peningkatan kecepatan refleks regang otot dan peningkatan hentakan tendon sebagai sindrom upper motor neuron (UMN). Prevalensi spastisitas adalah 43% pada 6 bulan setelah serangan pertama stroke dan 38% pada 1 tahun setelah stroke. Spastisitas dapat menurunkan kualitas hidup, sehingga diperlukan terapi untuk memperbaikinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dry needling (DN) terhadap spastisitas, Range of Motion (ROM), status fungsional dan intensitas nyeri pada pasien paska stroke di RSUP dr. Moh. Hoesin Palembang. Penelitian ini adalah uji klinik randomized control trial (RCT) add on, double blind. Terdapat 20 subyek yang secara random terbagi ke dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kedua kelompok menjalani terapi standar rehabilitasi medik dan kelompok perlakuan diberikan terapi DN sebanyak 4 sesi, 1 kali perminggu. Evaluasi dilakukan dengan menilai Modified Modified Asworth Scale (MMAS), ROM, Upper Extremity Functional Index (UEFI) dan Numeric Rating Scale (NRS) penderita. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbaikan MMAS, ROM, UEFI, dan NRS pada kelompok perlakuan selama evaluasi paska intervensi setiap minggu hingga minggu ke-4 dan bertahan hingga minggu ke-8 (4 minggu paska intervensi). Perbedaan yang signifikan didapatkan antar kelompok sejak minggu ke-2 hingga minggu ke-8 dengan p<0,05 pada MMAS fleksor siku, sedangkan MMAS fleksor pergelangan tangan berbeda signifikan pada minggu ke-3 (p=0,021). Perbedaan signifikan pada minggu ke-8 juga didapatkan pada nilai ROM (p=0,029 untuk fleksor siku dan p=0,036 untuk fleksor pergelangan tangan), UEFI (p=0,036), dan NRS (p=0,037). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa DN terbukti efektif memperbaiki spastisitas, ROM, status fungsional dan intensitas nyeri dibandingkan dengan sham needling.
Risiko Ergonomi dan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Tenun di Palembang Tiara Putri Yosineba; Erial Bahar; Msy Rulan Adnindya
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 7, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/JKK.V7I1.10699

Abstract

Ergonomic Risk and Musculoskeletal Disorders (MSDs) among Weavers in Palembang. Musculoskeletal disorders (MSDs) are disorders characterized by injuries in the muscles, ligaments, nerves, joints, cartilages, bones, or blood vessels. One of the many risk factors for MSDs is work posture. Weaving craftsmen are threatened with MSDs symptoms because they have a risky work posture, which is a static sitting position for a long time and various awkward postures such as turning, bending and reaching. This study aimed to determine the correlation of ergonomic risk and symptoms of MSDs among weavers in Palembang. The study was an analytic observational with cross-sectional design. The sample of this study was weavers in Palembang, which were 35 workers. The symptoms of MSDs were assessed by an interview based on the Nordic Body Map (NBM) questionnaire whereas ergonomic risks were assessed by using Rapid Upper Limb Assesment (RULA) worksheet. The data collected were analyzed using Spearman correlation analysis. The results showed that in the process of producing weaving there were two categories of work posture, those were high-risk work posture (88.6%) and very high-risk work posture (11.4%). The results also showed that the most common symptoms of MSDs were located in the upper neck (67.5%), lower neck (57.1%), waist (54.1%) and  hip (42.9%). The result of Spearman correlation analysis showed that there was a significant moderate correlation (r=0.573 ; p =0.000)  between ergonomic risk and symptoms of MSDs.
EFEKTIVITAS MAGNESIUM ORAL TERHADAP INTENSITAS NYERI DAN STATUS FUNGSIONAL PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH KRONIS Henry Sugiharto; Novy Rosalia Chandra; Erial Bahar
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN Vol 9, No 3 (2022)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32539/JKK.V9I3.18701

Abstract

Nyeri punggung bawah kronis merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Pada setiap tahap penatalaksanaan, terapi adjuvant seperti antidepresan atau antikonvulsan mungkin bermanfaat untuk mengurangi nyeri, namun modalitas perawatan ini gagal pada banyak pasien. Ketika obat-obatan ini gagal memberikan efek analgesia yang memuaskan, obat lain seperti antagonis reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) dapat memberikan pilihan yang tepat. Magnesium berperan dalam sensitisasi sentral dan peningkatan reaksi terhadap rangsangan perifer. Studi ini untuk mengetahui efektivitas magnesium oral terhadap intensitas nyeri dan status fungsional pasien nyeri punggung bawah kronis di klinik rawat jalan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini merupakan studi eksperimental randomized control trial (RCT) dengan metode Add On yang dilakukan dengan cara double blind di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode Januari 2021- Maret 2021. Terdapat 28 subjek penelitian dengan usia terbanyak 30-60 tahun (71,4%) mayoritas berjenis kelamin perempuan (57,1%), tingkat pendidikan paling banyak yaitu SLTA (32,1%), mayoritas status pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (46,4%), dengan IMT overweight (25%), lamanya nyeri 3 bulan-1tahun (50%), paling banyak mendapatkan terapi standar gabapentin dosis 300 mg (53,6%), amitriptilin 12,5 mg (57,1%), dan natrium diklofenak 50 mg (100%). Pada analisis bivariat ditemukan bahwa penambahan magnesium pada terapi standar terbukti lebih efektif untuk mengurangi intensitas nyeri (p 0,011) dan meningkatkan status fungsional (p 0,007) Magnesium oral efektif untuk menurunkan intensitas nyeri ringan-sedang dan meningkatkan status fungsional pada pasien nyeri punggung bawah kronis di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang