Sofie R. Krisnadi
Departemen Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran-Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Hubungan Kadar βHCG Praevakuasi, Gambaran Histopatologi, dan Kista Lutein dengan Performa βHCG pada Penderita Mola Hidatidosa yang Berkembang Menjadi PTG dan Kembali Normal Hidayat, Yudi Mulyana; Gandamihardja, Supriadi; Krisnadi, Sofie Rifayani
Majalah Kedokteran Bandung Vol 46, No 4 (2014)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.276 KB)

Abstract

Insidensi penyakit trofoblas di Indonesia maupun negara berkembang masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara maju. Hal yang perlu diwaspadai adalah terjadinya penyakit trofoblast gestasional (PTG) pascaevakuasi mola hidatidosa berkisar 10-20%. Beberapa variabel klinis telah diteliti sebagai variabel faktor risiko keganasan seperti kadar β-human chorionic gonadotropin (βHCG) praevakuasi, gambaran histopatologi, dan terdapat kista lutein. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan kadar βHCG praevakuasi, gambaran histopatologi dan kista lutein dengan performa penurunan βHCG pada penderita mola. Metode penelitian yang digunakan adalah case control study pada penderita mola hidatidosa komplet di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung selama periode tahun 2007-2011. Hasil penelitian menunjukkan hubungan bermakna kadar βHCG ≥100.000 mIU/mL dengan keganasan pascamola (p<0,05), terdapat hubungan bermakna gambaran histopatologi proliferasi berlebih dengan keganasan pascamola (p<0,05), dan terdapat hubungan bermakna kista lutein positif dengan keganasan pascamola (p<0,05). Simpulan penelitian ini adalah variabel kadar βHCG praevakuasi ≥100.000 mIU/mL, gambaran histopatologi proliferasi berlebih, dan kista lutein positif memiliki korelasi dengan keganasan pascaevakuasi mola. Variabel faktor risiko tersebut  dapat digunakan untuk memilahkan penderita mola hidatidosa komplet risiko tinggi atau risiko rendah untuk kejadian keganasan dan variabel faktor risiko keganasan tersebut berpengaruh pada performa penurunan kurva regresi βHCG.Kata kunci: Gambaran histopatologi, kadar βHCG, kista lutein, mola hidatidosa komplit, PTGRelationship between Pre-Evacuation βHCG Level, Histopathologycal View, Lutein Cysts and βHCG Performance in Patients with Hydatidiform Mole which Developed into Gestational Trophoblastic Disease (GTD) and Back to NormalAbstractThe incidence of trophoblastic diseases in Indonesia and developing countries is relatively high compared to the developed countries. The incidence of gestational trophoblast tumors (GTT) after the evacuation of a hydatidiform mole ranges from 10% to 20%. Several clinical variables have been studied as the risk factors for malignancy, including the pre-evacuation level of beta human chorionic gonadotropin (βHCG), histopathological appearance, and the presence of lutein cysts. The purpose of this study was to determine the relationship between βHCG decline and pre-evacuation βHCG levels, histopathological features, and the lutein cysts status in patients with moles. This study was a case control study of patients with complete hydatidiform mole in Dr. Hasan Sadikin General Hospital during the period of 2007-2011. The results revealed that there was a significant correlation between the level of βHCG ≥100,000 mIU/mL and post-molar malignancy (p<0.05). There was also a significant relationship between the histopathologic feature of excessive post-molar cell proliferation and malignancy (p<0.05) and between the presence of lutein cyst and post-molar malignancy (p<0.05). This study concludes that the pre-evacuation βHCG level ≥100.000 mIU/mL, excessive proliferation, and the presence of lutein cysts are correlated with malignancy after molar evacuation. These risk factors are useful to differentiate whether a complete hydatidiform mole will become malignant or remain benign.Key words: Beta human chorionic gonadotropin levels, histopathologic features, lutein cysts, complete hydatidiform mole, gestational trophoblast tumors DOI: 10.15395/mkb.v46n4.345
Jenis dan Jumlah Mikroorganisme Aerob pada Persalinan Spontan Kurang dan Cukup Bulan tanpa Ketuban Pecah Dini S. Meliala, Yan O'Neil; Krisnadi, Sofie Rifayani; Effendi, Jusuf Sulaeman
Majalah Kedokteran Bandung Vol 44, No 1 (2012)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1254.589 KB)

Abstract

Persalinan kurang bulan merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas perinatal. Angka kejadian persalinan kurang bulan yang disebabkan infeksi sebesar 40–50%. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa persalinan spontan kurang bulan tanpa ketuban pecah dini didahului oleh korioamnionitis serta mengetahui perbandingan jenis dan jumlah mikroorganisme aerob penyebab korioamnionitis pada persalinan spontan kurang dan cukup bulan tanpa ketuban pecah dini. Penelitian ini merupakan studi komparatif dengan rancangan studi silang (cross sectional). Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dan rumah sakit jejaringnya periode Juli–Agustus 2009 dengan subjek penelitian sebanyak 53 penderita. Analisis data dengan uji statistik digunakan uji chi-kuadrat dan untuk membandingkan perbedaan dua usia persalinan rata-rata digunakan uji beda (uji t). Kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p<0,05. Tidak terdapat perbedaan karateristik penderita pada kedua kelompok subjek penelitian. Terdapat hubungan bermakna kedua kelompok dengan korioamnionitis (p=0,004), terdapat perbedaan bermakna jenis mikroorganisme aerob antara kedua kelompok (p=0,025), dan terdapat perbedaan bermakna jumlah mikroorganisme aerob antara kedua kelompok (p=0,003). Simpulan, persalinan spontan kurang bulan tanpa ketuban pecah dini disebabkan korioamnionitis dan jumlah mikroorganisme mempengaruhi kejadian persalinan spontan kurang bulan tanpa ketuban pecah dini. [MKB. 2012;44(1):44–9].Kata kunci: Korioamnionitis, mikroorganisme aerob, persalinan spontan kurang bulan tanpa ketuban pecah diniSpecies and Number of Aerob Microorganism in Preterm and Term Spontaneous Delivery with Intact MembranePreterm birth is the main cause of perinatal mortality and morbidity. Prevalence of preterm delivery which is caused by infection is 40–50%. The aim of this study was to determine that spontaneous preterm delivery without premature rupture of the membrane is initiated by chorioamnionitis and to find out the comparison of aerob microorganism species and number from spontaneous preterm and term delivery without premature rupture of the membrane. This was a comparative cross sectional study. This study was conducted in Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung and satelite hospital, from July to August 2009, the subjects were 53 patients. This study analyzed with chi-square and t-test to differentiate average of gestational age with p<0.05. There’s no significant difference of characteristic between two research subject groups, significant difference between two research subject groups with chorioamnionitis (p=0.004), significant difference of aerob microorganism species between two research subject groups (p=0.025) and significant difference number of aerob microorganism between two research subjects (p=0.003). In conclusions, chorioamnionitis can initiate a spontaneous preterm delivery without premature rupture of the membrane and the number of microorganism indicated the virulence of microorganism that caused chorioamnionitis which is initiated spontaneous preterm delivery without premature rupture. [MKB. 2012;44(1):44–9].Key words: Aerob microorganism, chorioamnionitis, spontaneous preterm delivery without premature rupture of the membrane DOI: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v44n1.211
Pengaruh Pemberian Vitamin D3 terhadap Kadar Reactive Oxygen Species (ROS) pada Sel PHM1-41 yang Mengalami Hipoksia Aziz, Muhammad Alamsyah; Krisnadi, Sofie Rifayani; Setiabudiawan, Budi; Handono, Budi
Majalah Kedokteran Bandung Vol 50, No 3 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15395/mkb.v50n3.1408

Abstract

Kelahiran preterm (kurang bulan) merupakan salah satu penyebab kematian bayi yang hingga kini menjadi permasalahan di seluruh dunia. Salah satu mekanisme patofisiologis yang menyebabkan kelahiran kurang bulan adalah aktivitas sumbu hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) pada ibu dan janin. Stres maternal biologis berupa hipoksia merupakan salah satu penyebab terjadi mekanisme kelahiran kurang bulan melalui jalur aktivasi sumbu HPA ibu dan sebagai respons terhadap reactive oxygen species (ROS).  Vitamin D3 sebagai salah satu sumber ion Ca2+ dibutuhkan untuk mekanisme kontraksi dan relaksasi otot halus miometrium. Selain itu, vitamin D diduga berpengaruh terhadap kerja sumbu HPA. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan vitamin D3 pada sel lini PHM1-41 yang menjadi model in vitro dari kontraksi miometrium pada ibu hamil yang mengalami stres hipoksia terhadap kadar ROS intraseluler sel PHM1-41. Penelitian dilakukan di Laboratorium penelitian Aretha Medika Utama, Biomolecular and Biomedical Research Centre dengan kurun waktu penelitian dari bulan Desember 2017 hingga Februari 2018. Sel PHM1-41 yang telah dikultur dengan keadaan hipoksia selama 24 jam diberi penambahan vitamin D3, kemudian diukur kadar ROS intraselulernya. Hasil menunjukkan bahwa kadar ROS menurun signifikan pada kelompok sel yang diberi penambahan vitamin D3 dengan konsentrasi 150 nM dibanding dengan kelompok sel kontrol hipoksia. Hal ini menunjukkan  bahwa penambahan vitamin D3 150 nM memiliki potensi mencegah kelahiran kurang  bulanEffects of Vitamin D3 Treatment on Reactive Oxygen Species (ROS) Level in PHM1-41 Cell Line Experiencing HypoxiaPreterm birth is one of the major global cause of perinatal mortality. One of the pathophysiologic mechanisms leading to preterm birth is the Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) axis activity of mother and fetus.. Maternal biological stress, such as hypoxia condition, is one of the trigger  of preterm birth through the activation of HPA axis as a response to the reactive oxygen species (ROS). Vitamin D3 as a source of Ca2+ ion is needed for myometrium smooth muscle’s contraction and relaxation mechanism. Vitamin D is also thought to strongly influence the HPA axis’s work. The purpose of this study was to determine the effect of  vitamin D3 provisionon PHM1-41 cell line induced by hypoxia as an  of pregnant women’s myometrium contraction through assessment of intracellular ROS level in PHM1-41 cell lines. This study was conducted in Aretha Medika Utama Biomolecular and Biomedical Research Centre from December 2017 to February 2018. PHM1-41 cells were cultured for 24 hours in hypoxia condition,Vitamin D3 was then added and the level of intracellular ROS was measured. Results showed that the ROS level decreased in cell clusters receiving 150nM vitamin D3 when compared to control hypoxia cell cluster. This indicates that the provision of 150nM vitamin D3 potentially prevents preterm  labor incidents.  
PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN INFEKSI HIV/AIDS PADA KEHAMILAN Suhaimi, Donel; Savira, Maya; Krisnadi, Sofie R.
Majalah Kedokteran Bandung Vol 41, No 2
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus human immunodeficiency virus (HIV). AIDS dikarakteristikkan sebagai penyakit imunosupresif berat yang sering dikaitkan dengan infeksi oportunistik dan tumor ganas serta degenerasi susunan saraf pusat. Penyebaran HIV ini berkembang dengan cepat dan mengenai wanita dan anak-anak. AIDS menyebabkan kematian lebih dari 20 juta orang setahun. Tahun 2003 diperkirakan 700.000 bayi baru lahir terinfeksi HIV di seluruh dunia. Angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh HIV semakin meningkat dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling penting di semua negara. Penggunaan obat antivirus seperti highly active antiretroviral therapy (HAART) dan persalinan berencana dengan seksio sesaria telah menurunkan angka transmisi perinatal mother to child trasmission (MTCT) penyakit ini dari 30% menjadi 20%. Manejemen antenatal, persalinan, dan perawatan pascasalin yang terkontrol dengan baik pada ibu hamil dengan HIV dapat mencegah transmisi perinatal.Kata kunci : AIDS, HAART, MTCTPREVENTION AND MANAGEMENT OF HIV INFECTION (AIDS) IN PREGNANCYAcquired immunodeficiency syndrome (AIDS) is a disease which caused by human immunodeficiency virus (HIV). Characteristic of AIDS is due to severe immunosupresive disease which related to opportunistic infection, malignant tumour and central nervous system degeneration. HIV spread widely and mostly infect women and children. Mortality rate of AIDS are more than 20 million people per year. In 2003, 700,000 newborn were infected by HIV in the world. Morbidity and mortality rate of HIV are highly increase dan become an important public health problem in all around the world. Using of antiviral drugs like highly active antiretroviral therapy (HAART) and ceasarean labor has decreased the perinatal transmission (mother-to-child trasmission=MTCT) rate of this disease from 30% to 20%. The intensive control in management of antenatal care, labor and delivery for the pregnant women with HIV can prevent the perinatal transmission.Key words: AIDS, HAART, MTCT DOI: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v41n2.184
Polimorfisme C1167T Gen Reseptor Tipe II Transforming Growth Factor-â, Kadar Soluble Endoglin, dan Vascular Cell Adhesion Molecule-1 pada Preeklamsia Anwar, Anita D.; Achmad, Tri Hanggono; Sukandar, Hadyana; Krisnadi, Sofie R.; Wirakusumah, Firman F.
Majalah Kedokteran Bandung Vol 42, No 3
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Transforming growth factor-â (TGF-â) diduga berperan pada preeklamsia. Reseptor TGF-â tipe II (TâR-II) dihasilkan dari transkripsi gen TGF-â receptor type II (TGFBR2). Polimorfisme gen TGFBR2 pada basa C1167T dapat menyebabkan hipoksia yang menginduksi iskemia serta meningkatkan produksi solubel endoglin (sEng) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi polimorfisme gen TGFBR2 pada basa C1167T dengan kadar sEng dan VCAM-1 ibu preeklamsia. Subjek adalah ibu preeklamsia usia kehamilan 28–42 minggu dan kehamilan normal sebagai kontrol, masing-masing 120 orang. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, September 2008–Mei 2009. Sampel berupa darah vena, pemeriksaan polimorfisme dilakukan dengan DNA Wizard® genomic DNA purification, kadar sEng dan VCAM-1 dengan imunoesai. Hasil penelitian menunjukkan polimorfisme CT pada kelompok preeklamsia 92 (76,7%) dan kontrol 70 (58,3%) {p<0,001; OR (95%CI): 2,35 (1,30–4,26)}. Kadar sEng (ng/mL) 12,46 berbanding 10,29 pada kelompok kontrol {p<0,001; OR (95%CI): 3,71 (2,11–6,57)}. Kadar VCAM-1 berbeda bermakna, yaitu 1.218,43 berbanding 705,59 {(p<0,001; OR (95%CI): 7,56 (4,11–14,0)}. Disimpulkan terdapat perbedaan proporsi dan korelasi polimorfisme C1167T gen TGFBR2, kadar sEng, dan VCAM-1 antara preeklamsia dan kehamilan normal. [MKB. 2010;42(3):115-22].Kata kunci: Polimorfisme gen TGFBR2, preeklamsia, sEng, VCAM-1C1167T Type II Transforming Growth Factor-â Receptor Gene Polymorphism, Soluble Endoglin and Vascular Cell Adhesion Molecule 1 Levels in PreeclampsiaTransforming growth factor-â (TGF-â) plays a role in preeclampsia. TGF-â receptor type II (TâR-II) is produced from the transcription of the type II TGF-â receptor gene (TGFBR2). Polymorphism of TGFBR2 gene on the base C1167T could cause hipoxia that induces ischaemia and product soluble endoglin (sEng) and vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). The aim was to find out the association of C1167T type II TGF-â receptor gene polymorphism with sEng and VCAM-1 levels in preeclampsia. The study was done at Hasan Sadikin Hospital, Bandung, September 2008–May 2009. Indicates that C1167T polymorphism events were found in the preeclampsia that were 92(76.7%) of 120 cases and 70 (58.3%) control of 120 normal pregnancies with the difference in the appearance polymorphism which means p<0.001 OR (95%CI):2,35 (1.30–4.26). There was a difference between sEng (ng/μL) 12.46 for preeclampsia and 10.29 for the control group p<0.001 OR (95%CI): 3.71 (2.11–6.57). There was also a difference between VCAM-1 (ng/μL) 1,218.43 for the preeclampsia and 705.59 for the control group {p<0.001 OR (95%CI): 7.56 (4.11–14.0)}. There was a result that in preeclamptic patient having polymorphism sEng level was 14.19 ng/mL and VCAM-1 level is 961,85 ng/mL. It is concluded that there are difference proportion and association of C1167T type II TGF-â receptor gene polymorphism with sEng and VCAM-1 levels between preeclampsia and normal pregnancy patients. [MKB. 2010;42(3):115-22].Key words: Preeclampsia, sEng, TGFBR2 gene polymorphism, VCAM-1 DOI: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v42n3.22
Postpartum Anxiety Factors Involved in Subjects Undergoing Cesarean Section as Analyzed by Zung Self Rating Anxiety Scale Akbar Rahmat; Lucky Saputra; Akhmad Yogi Pramatirta; Udin Sabarudin; Sofie Rifayani Krisnadi; Herman Susanto; Jusuf Sulaeman Effendi
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 1 Nomor 1 Maret 2018
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.383 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v1n1.59

Abstract

AbstractObjective: postpartum mother who underwent cesarean section may experience anxiety. The risk factors associated with anxiety include age, education and income level, parity, social and cultural factors, delivery methods, as well as the history of pregnancy.Method: This study used analytic, cross-sectional method. Postpartum mother (n=194) were recruited for this study. All participants consented to fill a questionnaire, to determine the subject’s parameters and anxiety levels. Severity of postpartum anxiety was determined based on the Zung Self-rating Anxiety Scale (SAS). Result: Postpartum anxiety (SAS ≥45) were mostly found in the group experiencing emergency cesarean section (71.13%) compared to the group with scheduled cesarean section (32.1%) (p<0.001). Forty-seven subjects (82.5%) women aged <20 years old experienced postpartum anxiety, while 32.1% women aged ≥20 years old were found to have similar condition (p<0.001). Subjects with lower education levels had a higher prevalence of postpartum anxiety than those with higher education levels (73.4% vs 12.9%, p<0.001). Different income levels  had 47.2% and 46.3% prevalence of postpartum anxiety respectively, but not statistically significant. Conclusion: there was a correlation between anxiety score on women who experienced an emergency and scheduled cesarean section with age and education level.Beberapa Faktor yang Memengaruhi Kecemasan Pasien yang Menjalani Seksio Sesarea dengan Pemeriksaan Zung Self Rating Anxiety ScaleAbstrakTujuan: Kondisi pascaseksio sesarea dapat menimbulkan kecemasan ibu. Faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kecemasan antara lain usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, paritas, faktor sosial budaya, faktor jenis persalinan, dan riwayat persalinan yang lalu. Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik cross-sectional. Wanita pasca seksio sesarea yang memenuhi kriteria penelitian (n=194) dengan kuesioner. Tingkat kecemasan dinilai berdasarkan derajat Zung Self-rating Anxiety Scale (SAS).Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, RSUD Ujung Berung, RSKIA Kota Bandung, RSUD Soreang Kabupaten Bandung dari bulan Maret sampai dengan April 2017.Hasil: Penelitian ini menunjukan bahwa kecemasan postpartum (SAS ≥45) lebih banyak ditemukan pada pasien yang menjalani operasi sesar darurat (71,13%) dibandingkan dengan pasien yang telah dijadwalkan terlebih dahulu (32,1%) (p <0,001). Empat puluh tujuh pasien (82,5%) wanita usia <20 tahun mengalami kecemasan pasca melahirkan, sementara 32,1% wanita berusia ≥ 20 tahun ditemukan memiliki kondisi yang sama (p <0,001). Tingkat pendidikan ≤ SLTP memiliki prevalensi kecemasan lebih tinggi dibandingkan > SLTA (73,4% vs 12,9%, p <0,001). Tingkat pendapatan yang berbeda (lebih rendah dari UMR, sama atau lebih tinggi dari UMR) memiliki prevalensi pasca melahirkan sebesar 47,2% dan 46,3%, namun tidak signifikanberbeda  secara statistik. Simpulan: Terdapat perbedaan tingkat kecemasan pasca seksio sesarea pada kelompok  seksio sesarea segera dibandingkan terencana dengan usia dan tingkat pendidikan.Kata kunci: Seksio sesarea, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, paritas, Zung Self-rating Anxiety Scale
Pengaruh Kinesio Taping terhadap Intensitas Low Back Pain pada Kehamilan Trimester Tiga Mira Dyani Dewi; Anita Deborah Anwar; R. M. Sonny Sasotya; Rachmat Zulkarnain; Sofie Rifayani Krisnadi; Benny Hasan Purwara; Hadi Susiarno
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 2 Nomor 1 Maret 2019
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.947 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v2n1.86

Abstract

AbstrakTujuan: Penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik pasien Low Back Pain (LBP), menganalisis perbedaan penurunan intensitas LBP dan keterbatasan aktivitas pada kelompok yang diberikan kinesio taping dan parasetamol dengan kelompok yang diberikan parasetamol Metode : Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain eksperimental dengan melakukan uji klinis  metode Pretest-Posttest Control Group Design yang dilakukan dengan menilai sebelum dan setelah perlakukan pada kelompok kontrol dan intervensi. Hasil : Penelitian didapatkan perbedaan penurunan intensitas nyeri  Numeric Rating Scale (NRS) yang bermakna pada kelompok kontrol dan intervensi sebesar 33,3% dan 60% dengan nilai p<0,001  dan perbedaan penurunan keterbatasan aktivitas Rolland Morris Disability Questionaire (RMDQ) yang bermakna pada kelompok kontrol dan intervensi sebesar 25,0% dan 55,6% dengan nilai p<0,001. Kesimpulan : Terdapat perbedaan penurunan intensitas LBP dan  keterbatasan aktivitas yang bermakna pada kelompok yang mendapatkan intervensi kinesio taping dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan kinesio taping Effect Of Kinesio Taping to the Intensity of Low Back Pain in Third Trimester PregnancyAbstractObjective : This research aims to analyze the characteristics patient who suffer LBP and to analyze the differences in LBP intensity and activity limitations in the groups that given kinesio taping and paracetamol with groups that given paracetamol only.Method: This research is quantitative research by conducting clinical test of Pretest-Posttest Control Group Design method which is done by assessing before and after treatment in control and intervention group. Result : The results showed significant difference in pain intensity Numeric Rating Scale (NRS) in control and intervention group by 33.3% and 60% with p <0.001 and significant difference in activity limitation Rolland Morris Disability Questionaire (RMDQ) in control and intervention group by 25.0% and 55.6% with p value <0.001. Conclusion : This research conclusion there was a significant differences in decreasing LBP intensity activity limitations in the group receiving the kinesio taping intervention compared with the control group who did not receive kinesio taping Key words: Effect Of Kinesio Taping to the Intensity of Low Back Pain in Third Trimester Pregnancy
Gambaran Karakteristik dan Luaran pada Preeklamsi Awitan Dini dan Awitan Lanjut Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Santi Maria Burhanuddin; Sofie Rifayani Krisnadi; Dini Pusianawati
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 1 Nomor 2 September 2018
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1338.067 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v1n2.12

Abstract

AbstrakTujuan: Meneliti karakteristik dan luaran pada preeklamsia awitan dini dan awitan lambat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung.Metode: Penelitian deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Data diambil dari rekam medis.Hasil:  Terdapat 347 pasien preeklamsi, 137 preeklamsi awitan dini, 192 awitan lambat dan 18 eklamsi. Distribusi umur preeklamsi awitan dini 20 sampai <30 tahun yaitu 45 orang (32,85%) dan umur >35 tahun 45 orang (32,85%), pada awitan lambat tersering pada umur >35 tahun 64 orang (33,33%). Distribusi paritas preeklamsi awitan dini paritas 1−3 yaitu 102 orang (74,5%) dan awitan lambat 118 orang (61,5%). Luaran bayi menunjukkan bayi yang lahir sesuai usia kehamilan pada preeklamsi awitan dini sebanyak 83,9% dan awitan lambat sebanyak 77,6% dan nilai APGAR 1 menit 7-10 pada preeklamsi awitan dini adalah 46% dan awitan lambat adalah 72,4%. Sindrom HELLP parsial adalah komplikasi terbanyak, yaitu 64 kasus (18,44%),  39 kasus pada  preeklamsi awitan dini, dan 22 kasus pada preeklamsi awitan lambat.Kesimpulan: Tidak ada perbedaan signifikan luaran bayi antara preeklamsia awitan dini dan awitan lambat. Komplikasi tersering adalah sindroma HELLP parsial.Description of Characteristic and Outcome in Early Onset Preeclampsia and Late Onset Preeclampsia in Dr. Hasan Sadikin General  Hospital Bandung Abstract Objective: To describe the characteristics and outcome in early onset and late onset pre-eclampsia at Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung.Method: A cross sectional study with retrospective approach by examining medical record at Dr. Hasan Sadikin General Hospital.Result: Showed 347 patients preeclampsia,137 early-onset preeclampsia, 192 late-onset and 18 eclampsia. Distribution by age in early-onset preeclampsia by age group 20 to <30 years ie 45 women (32.85%) and age >35 years ie 45 women (32.85%), late onset age group >35 years ie 64 women (33.33. Distribution based on parity in early onset preeclampsia in the 1−3 parity group of 102 women (74.5%) and late-onset of 118 women (61.5%). Infant outcome average for gestational age at early-onset of 83.9% and late-onset of 77.6% and APGAR value of 1 min 7−10  in early-onset was 46% and late-onset was 72.4%. The partial HELLP syndrome was the most common complication, ie 64 cases (18.44%), with the occurrence of early-onset preeclampsia 39 cases, in the late-onset 22 cases.Conclusion: No significant difference was found in infant outcome between the two groups . The most common complication is partial HELLP syndrome.Key words: Characteristics, outcomes, early onset preeclampsia, late onset preeclampsia.
Perbandingan Fungsi Berkemih pada 3 Hari dan 5 Hari Katerisasi Urin Pascaoperasi Histerektomi Radikal pada Wanita Penderita Keganasan Serviks Stadium Awal Astri Novianti; Benny Hasan Purwara; Yudi Mulyana Hidayat; Sofie Rifayani Krisnadi; Maringan Diapari Lumban Tobing; Edwin Armawan
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 1 Nomor 2 September 2018
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (142.064 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v1n2.88

Abstract

AbstrakTujuan: Menganalisis perbandingan fungsi berkemih pada pemakaian kateter urin selama 3 hari dan 5 hari pasca operasi histerektomi radikal.Metode: Non-inferiority randomized controlled trial. Subjek penelitian adalah penderita kanker serviks di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung yang dilakukan operasi histerektomi radikal. Dilakukan penilaian fungsi berkemih dan kejadian infeksi saluran kemih sebelum dan setelah operasi hari ke−3 (kelompok intervensi) dan hari ke−5 (kelompok kontrol). Hasil: Pascaoperasi terjadi penurunan fungsi sensorik 8,5% pada kelompok intervensi dan 13,5% pada kelompok kontrol dan penurunan fungsi motorik 87,5% pada kelompok intervensi dan 150% pada kelompok kontrol. Kejadian infeksi saluran kemih meningkat 6,7% pada kelompok kontrol. Kesimpulan: Penggunaan kateter urin selama 3 hari pasca histerektomi radikal tidak lebih buruk dari 5 hari dan dapat digunakan sebagai manajemen pada penderita kanker serviks pasca histerektomi radikal. The Comparison of 3 Days and 5 Days Catheterization Following Radical Hysterectomy in Women with Early Stage Cervical Cancer: A Non-Inferiority Randomized Controlled TrialAbstractObjective: To compare the urinary function after radical hysterectomy  with catheter usage for 3 days and 5 days. Method: A non-inferiority randomized controlled trial. Subjects were women diagnosed with cervical cancer that underwent radical hysterectomy in Hasan Sadikin Hospital Bandung. The study conducted by comparing urinary function and urinary tract infection in 3 days catheterization and 5 days catheterization after radical hysterectomy. Result: Post operation, there was decreased 8,5% sensory function in intervention group and 13,5% in control group and decreased 87,5% motoric function in intervention group and 150% in control group. The urinary tract infection increased about 6,7% in control group. Conclusion:3-days urethral catheterization following radical hysterectomy is non inferior to 5 days urethral catheterization and could be used for management of women with early stage cervical cancer after radical hysterectomy. Key  words: Urinary dysfunction after radical hysterectomy, 3 and 5 days catheterization after radical hysterectomy, urinary tract infection
Serum Nephrin Levels in Severe Preeclampsia: A Cross-Sectional Study : Kadar Nephrin Serum pada Preeklamsia Berat: Sebuah Studi Potong Lintang Meice Fitrina; Sofie R. Krisnadi; Hartanto Bayuaji
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume 9 No. 1 January 2021
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32771/inajog.v9i1.1191

Abstract

Abstract Objective: To determine differences in serum nephrin levels in severe preeclampsia compared to normal pregnancy and also its correlation with systolic and diastolic blood pressure and proteinuria.Methods: This study is an analytical observational with cross sectional study. The observation group consisted of severe preeclampsia (n= 30) and normal pregnancy group as a control (n= 30). Both groups measured systolic and diastolic blood pressure, proteinuria and serum nephrin using the Human NPHN (Nephrin) ELISA Kit. Statistical test were performed with Mann-Whitney test and the Spearman’s rank test. A value of p<0.05 was considered significant. The study was conducted in the Obstetric Clinic Inward and Laboratorium Department of Clinical Pathology Dr. Hasan Sadikin General Hospital/Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran on March–May 2019.Results: Levels of serum nephrin in the severe preeclampsia group were significantly higher than in normal pregnancies (6.4 ng/mL vs 4.2 ng/mL; p= 0.014). There is a positive weak correlation but statistically significant between serum nephrin with systolic blood pressure (r= 0.36; p= 0.02) but not significant to diastolic blood pressure (r= 0.3; p= 0.05). There is no significant correlation was found between serum nephrin levels and proteinuria (r= 0.18; p= 0.54).Conlusions: Levels of serum nephrin in the severe preeclampsia group were significantly higher than in normal pregnancies and there is a correlation between serum nephrin with systolic blood pressure. Keywords: blood pressure, proteinuria, serum nephrin, podocyte, severe preeclampsia. Abstrak Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan kadar nephrin serum pada preeklamsia berat dibandingkan dengan kehamilan normal dan juga hubungannya dengan tekanan darah sistolik dan diastolik serta proteinuria.Metode: Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan potong silang. Kelompok pengamatan terdiri dari kelompok preeklamsia berat (n= 30) dan kelompok kehamilan normal sebagai kontrol (n= 30). Pada kedua kelompok dilakukan pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik, proteinuria serta pengukuran kadar nephrin serum menggunakan Human NPHN (Nephrin) ELISA Kit. Uji statistik dilakukan dengan uji Mann-Whitney dan uji rank Spearman. Nilai p<0,05 dianggap bermakna. Penelitian dilakukan di ruang perawatan obstetri FKUP/RSHS dan Laboratorium Patologi Klinik FKUP/RSHS pada bulan Maret-Mei 2019.Hasil: Rerata kadar nephrin serum pada kelompok preeklamsia berat lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kehamilan normal (6,4 ng/mL vs 4,2 ng/mL; p= 0,014). Terdapat korelasi positif dengan derajat lemah namun bermakna secara statistik antara nephrin serum dengan tekanan darah sistolik (r= 0,36; p= 0,02) namun tidak signifikan terhadap tekanan darah diastolik (r= 0,3; p= 0,05). Tidak ditemukan korelasi yang bermakna antara kadar nephrin serum dengan proteinuria (r= 0,18; p= 0,54). Kesimpulan: Kadar nephrin serum pada kelompok preeklamsia berat lebih tinggi dibandingkan kehamilan normal dan terdapat korelasi antara nephrin serum dengan tekanan darah sistolik. Kata kunci: nephrin serum, podosit, preeklamsia berat, proteinuria, tekanan darah