Claim Missing Document
Check
Articles

Found 35 Documents
Search

PERMAINAN TRADISIONAL BALI JURU PENCAR SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER Jayendra, Putu Sabda
Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (392.406 KB)

Abstract

Permainan tradisional Bali Juru Pencar merupakan permainan yang dilakukan anak-anak dengan jumlah paling sedikit 10 orang. Dalam pemainan ini, anak-anak tersebut dibagi dalam dua kelompok, yakni kelompok yang berperan sebagai pencar (jala) dan kelompok yang berperan sebagai be (ikan), dan sebelum memainkannya semua anak menyanyikan lagu Bali Juru Pencar secara bersama-sama. Permainan ini merupakan hasil budaya masyarakat Bali yang berperan sebagai media pembelajaran bagi anak-anak yang sedang berada pada masa tumbuh kembang (masa bermain). Implikasinya dari permainan ini adalah membentuk karakter anak, baik sebagai individu yang cerdas, pembentukan jiwa sosial yang berwawasan integratif, dan berperan membentuk individu yang cakap dan berwawasan budaya.
KONSTRUKSI LEVEL PENGETAHUAN METAKOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN AGAMA HINDU Jayendra, Putu Sabda
GUNA WIDYA: JURNAL PENDIDIKAN HINDU Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2327.059 KB) | DOI: 10.25078/gw.v5i2.638

Abstract

Pengetahuan metakognitif merupakan aspek pencapain kecakapan level abstraksi tertinggi dalam dimensi pengetahuan. pengetahuan metakognitif merupakan tingkat teratas dalam susunan Taksonomi Bloom Revisi. Konstruksi pengetahuan level metakognitif merupakan kemampuan untuk mengetahui dan menyadari diri sendiri, dan mencakup pula kecakapan strategi kognitif melalui berpikir multiperspektif, serta multidimensional. Konstruksi pengetahuan metakognitif dalam pembelajaran agama Hindu memiliki urgensi untuk dilakukan untuk menciptakan karakter individu peserta didik yang tidak terjebak pada pemahaman dogmatis, bijaksana, serta mampu mewujudkan tatanan religi dan sosio-kultural masyarakat yang harmonis.Kata Kunci: pengetahuan metakognitif, pembelajaran, agama Hindu.
ESENSI ETIKA DAN MORALITAS DALAM KITAB NITI SATAKA Jayendra, Putu Sabda; Semadi, Gusti Ngurah Yoga
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/klgw.v9i2.1228

Abstract

Kitab Niti Sataka berisi tentang 100 buah sloka yang ditulis oleh Raja Bhartrihari sekitar dua ribu silam. Beliau adalah raja yang sangat pandai memimpin dan disayangi rakyatnya, disamping itu beliau juga ahli dalam filsafat dan bahasa Sansekerta. Kitab Niti Sataka mengandung ajaran tentang nilai-nilai etika dan moralitas yang sangat bermanfaat di dalam kehidupan, terlebih di zaman modern ini. Namun esensi etika dan moralitas dalam kitab Niti Sataka belum dikenal secara umum oleh umat Hindu. Ajaran yang terkandung di dalamnya sesungguhnya  merupakan ajaran-ajaran susila (etika dan moralitas) dengan ungkapan-ungkapan bahasa kekinian yang mudah dicerna oleh masyarakat umum, serta dapat diaplikasikan dalam upaya pembentukan karakter sejak dini.
KONSEP LANANG DAN WADON SEBAGAI SIMBOL KESETARAAN GENDER DALAM KEHIDUPAN RELIGI DAN SOSIO-KULTURAL MASYARAKAT HINDU DI DESA TRUNYAN, BANGLI Sabda Jayendra, Putu
PANGKAJA: JURNAL AGAMA HINDU Vol 21, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (713.92 KB)

Abstract

Hinduism and Balinese culture have become an integral whole. The identity of Hinduism with Balinese culture brings consequences, namely the negative stigma given by many people about gender equality. The Balinese Hindu community in their socio-cultural life generally adopts a patri- archal system that positions women to be subordinate of the men, which is in fact contradictory to Hindu teachings that teach equality, rights and duties. But specifically for the Hindu community in Trunyan Village, Kintamani has the concept of Lanang and Wadon as a reflection of equality of male and female aspects deeply rooted from the religious system to the foundation of the socio-cultural life. The Trunyan Village community’s understanding of the teachings of equality in Hinduism adapt- ed through the local terminology of Lanang and Wadon can be an answer to how Hindu religion teaches flexibly the principle of gender equality of men and women.
PRAKTIK RAJA YOGA DALAM RANGKAIAN PEMENTASAN BARONG BRUTUK DI DESA TERUNYAN, KINTAMANI, BANGLI: STUDI TEOLOGI HINDU DALAM TERMINOLOGI KEARIFAN LOKAL Sabda Jayendra, Putu
PANGKAJA: JURNAL AGAMA HINDU Vol 21, No 2 (2018)
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (610.844 KB)

Abstract

Raja Yoga is a method to connect one?s self to the almighty God (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) through the means of tapa, brata, yoga, semadhi. This method is conceptualized in Astangga Yoga passed down by Rsi Patanjali. Terminologically, the practice of Raja Yoga is covered in local genius existed in Terunyan village, Bangli regency. It is done by the so called Teruna (a group of teenagers) as a part of sacred procession of Barong Brutuk dance. Essentially, Raja yoga can be seen in the Makemit process for 42 days with a set of rules, prohibition, and ritu- al they call Tirtha Kayan Teruna. The success of the Raja Yoga according to local condition is when the teruna achieves niyasa, or a condition where the body and soul become one with God in its system, not overtaking the trance as other sacred dances do in Bali.
PRAKTIK RAJA YOGA DALAM RANGKAIAN PEMENTASAN BARONG BRUTUK DI DESA TERUNYAN, KINTAMANI, BANGLI: STUDI TEOLOGI HINDU DALAM TERMINOLOGI KEARIFAN LOKAL Jayendra, Putu Sabda
JURNAL YOGA DAN KESEHATAN Vol 1, No 2 (2018)
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/jyk.v1i2.1576

Abstract

Raja Yoga is a method to connect one?s self to the almighty God (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) through the means of tapa, brata, yoga, semadhi. This method is conceptualized in Astangga Yoga passed down by Rsi Patanjali. Terminologically, the practice of Raja Yoga is covered in local genius existed in Terunyan village, Bangli regency. It is done by the so called Teruna (a group of teenagers) as a part of sacred procession of Barong Brutuk dance. Essentially, Raja yoga can be seen in the Makemit process for 42 days with a set of rules, prohibition, and ritual they call Tirtha Kayan Teruna. The success of the Raja Yoga according to local condition is when the teruna achieves niyasa, or a condition where the body and soul become one with God in its system, not overtaking the trance as other sacred dances do in Bali.
PERMAINAN TRADISIONAL BALI JURU PENCAR SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER Jayendra, Putu Sabda
Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/aw.v3i1.906

Abstract

Permainan tradisional Bali Juru Pencar merupakan permainan yang dilakukan anak-anak dengan jumlah paling sedikit 10 orang. Dalam pemainan ini, anak-anak tersebut dibagi dalam dua kelompok, yakni kelompok yang berperan sebagai pencar (jala) dan kelompok yang berperan sebagai be (ikan), dan sebelum memainkannya semua anak menyanyikan lagu Bali Juru Pencar secara bersama-sama. Permainan ini merupakan hasil budaya masyarakat Bali yang berperan sebagai media pembelajaran bagi anak-anak yang sedang berada pada masa tumbuh kembang (masa bermain). Implikasinya dari permainan ini adalah membentuk karakter anak, baik sebagai individu yang cerdas, pembentukan jiwa sosial yang berwawasan integratif, dan berperan membentuk individu yang cakap dan berwawasan budaya.
ESENSI ETIKA DAN MORALITAS DALAM KITAB NITI SATAKA Jayendra, Putu Sabda; Semadi, Gusti Ngurah Yoga
Kalangwan Jurnal Pendidikan Agama, Bahasa dan Sastra Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/klgw.v9i2.1228

Abstract

Kitab Niti Sataka berisi tentang 100 buah sloka yang ditulis oleh Raja Bhartrihari sekitar dua ribu silam. Beliau adalah raja yang sangat pandai memimpin dan disayangi rakyatnya, disamping itu beliau juga ahli dalam filsafat dan bahasa Sansekerta. Kitab Niti Sataka mengandung ajaran tentang nilai-nilai etika dan moralitas yang sangat bermanfaat di dalam kehidupan, terlebih di zaman modern ini. Namun esensi etika dan moralitas dalam kitab Niti Sataka belum dikenal secara umum oleh umat Hindu. Ajaran yang terkandung di dalamnya sesungguhnya  merupakan ajaran-ajaran susila (etika dan moralitas) dengan ungkapan-ungkapan bahasa kekinian yang mudah dicerna oleh masyarakat umum, serta dapat diaplikasikan dalam upaya pembentukan karakter sejak dini.
KONSEP LANANG DAN WADON SEBAGAI SIMBOL KESETARAAN GENDER DALAM KEHIDUPAN RELIGI DAN SOSIO-KULTURAL MASYARAKAT HINDU DI DESA TRUNYAN, BANGLI Sabda Jayendra, Putu
PANGKAJA: JURNAL AGAMA HINDU Vol 21, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/pkj.v21i1.539

Abstract

Hinduism and Balinese culture have become an integral whole. The identity of Hinduism with Balinese culture brings consequences, namely the negative stigma given by many people about gender equality. The Balinese Hindu community in their socio-cultural life generally adopts a patri- archal system that positions women to be subordinate of the men, which is in fact contradictory to Hindu teachings that teach equality, rights and duties. But specifically for the Hindu community in Trunyan Village, Kintamani has the concept of Lanang and Wadon as a reflection of equality of male and female aspects deeply rooted from the religious system to the foundation of the socio-cultural life. The Trunyan Village community’s understanding of the teachings of equality in Hinduism adapt- ed through the local terminology of Lanang and Wadon can be an answer to how Hindu religion teaches flexibly the principle of gender equality of men and women.
Praktik Raja Yoga Dalam Rangkaian Pementasan Barong Brutuk Di Desa Terunyan, Kintamani, Bangli: Studi Teologi Hindu Dalam Terminologi Kearifan Lokal Sabda Jayendra, Putu
PANGKAJA: JURNAL AGAMA HINDU Vol 21, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/pkj.v21i2.741

Abstract

Raja Yoga is a method to connect one’s self to the almighty God (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) through the means of tapa, brata, yoga, semadhi. This method is conceptualized in Astangga Yoga passed down by Rsi Patanjali. Terminologically, the practice of Raja Yoga is covered in local genius existed in Terunyan village, Bangli regency. It is done by the so called Teruna (a group of teenagers) as a part of sacred procession of Barong Brutuk dance. Essentially, Raja yoga can be seen in the Makemit process for 42 days with a set of rules, prohibition, and ritu- al they call Tirtha Kayan Teruna. The success of the Raja Yoga according to local condition is when the teruna achieves niyasa, or a condition where the body and soul become one with God in its system, not overtaking the trance as other sacred dances do in Bali.