Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Juvenile Idiopathic Arthritis DD/ Artritis Ec Lupus Eritematosus Sistemik + Anemia EC Inflamasi Kronis Kurniati, Intanri
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 4, No 1 (2020): JK UNILA
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v4i1.2766

Abstract

Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. Sembilan puluh persen kasus lupus eritematosus sistemikmenyerang wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa reproduktif dengan rasio wanita dan laki-laki 5:1. Telah dilaporkan pasien AA berjenis kelamin perempuan, usia 11 tahun dengan hasil anamnesa Sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh nyeri sendi yang hilang timbul di hampir seluruh persendian terutama lutut, pergelangan tangan dan kaki serta di jari jari tangan. Keluhan disertai panas badan yang tidak terlalu tinggi dan ruam kemerahan di seluruh badan yang hilang timbul. Keluhan nyeri pada sendi disertai bengkak, kemerahan dan teraba lebih panas di daerah sendi, karena keluhan ini orangtua pasien mengatakan aktivitas sehari-hari menjadi terganggu, merasa sulit berjalan dan kaku pada sendi terutama di pagi hari. Selama keluhan ini berlangsung pasien menyangkal adanya kemerahan di pipi terutama jika terkena matahari, sariawan yang hilang timbul, rambut rontok, gangguan penglihatan, sesak, kejang maupun penurunan kesadaran. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.Berdasarkan kriteria JIA menurut ILAR, pasien merupakan JIA yang tidak terdiferensiasi karena memenuhi lebih dari 1 kriteria, dimana pasien termasuk JIA dengan subtipe poliartikular dengan seronegatif dan JIA sistemik. Penyebab lain artritis pada JIA harus disingkirkan, seperti infeksi (typhoid, sepsis dan demam rematik post streptococcal), keganasan: leukemia serta LES sudah dapat disingkirkan dimana gejala klinis, pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak mendukung kearah etiologi tersebut. Anemia yang terjadi pada penderita adalah akibat dari adanya inflamasi kronis.Kata Kunci : Anemia EC Inflmasi Kronis, Artritis Ec Lupus Eritematous Sistemik, Anak
Pendekatan Diagnosis Berbasis Molekuler pada Pasien Talasemia Bagus Pratama; Intanri Kurniati
Medula Vol 9 No 2 (2019): Medula
Publisher : CV. Jasa Sukses Abadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53089/medula.v9i2.280

Abstract

Thalassemia is a red blood disorder which is one of the causes of death and illness in Indonesia. This disease occurs due to genetic disorder that affect the inability of a person to synthesize globin chains. A globin chain is one of the constituents of hemoglobin so that abnormality of composition of hemoglobin will cause abnormality of elasticity and lysis of the erythrocytes. This disorder has various clinical manifestations ranging from anemia, pale, fatigue, pain, abnormalities in the bone (thalassemic facie) to jaundice and hepatosplenomegaly. Generally, the diagnosis of thalassemia uses a complete blood count including calculating the number of erythrocytes, hemoglobin levels, hematocrit levels, MCV and MCH, blood smear examination and hemoglobin electrophoresis. The genetic examination on molecular-based diagnostic approach is an examination to get a result of changes in gene sequences or genetic mutations that will affect the difference of clinical manifestation and severity of thalassemia patients. Molecular diagnosis can be made in an effort to improve the effective management and the quality of life of patients.
Hubungan Hiperkolesterolemia Dengan Kadar SGOT Dan SGPT Intanri Kurniati
JUKE Unila Vol 2, No 1 (2012)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (497.504 KB)

Abstract

Kolesterol disintesis di hati dan usus halus dalam sitoplasma  dan mikrosom melalui tiga tahap yaitu tahap pembentukan melanovat dari asetil co A, pembentukan squelen dari melanovat dan ketiga adalah pembentukan kolesterol dari squelen. Kilomikron yang berasal dari usus akan masuk ke hati kemudian transport kolesterol endogen yaitu di eksresikan oleh hati ke dalam darah. LDL dianggap sebagai lemak yang "jahat" karena dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh darah. Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang "baik" karena dalam operasinya ia membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL adalah Apo-A (apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat. Hati merupakan organ padat yang terbesar yang letaknya di rongga perut bagian kanan atas. Organ ini mempunyai peran yang penting karena merupakan regulator dari semua metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Tempat sintesa dari berbagai komponen protein, pembekuan darah, kolesterol, ureum dan zat-zat lain yang sangat vital. Selain itu, juga merupakan tempat pembentukan dan penyaluran asam empedu serta pusat pendetokfisikasi racun dan penghancuran (degradasi) hormon-hormon steroid seperti esterogen.4  Hasil penelitian menunjukkan Terdapat hubungan signifikan positif antara peningkatan kadar kolesterol dengan peningkatan kadar SGOT dan SGPT walaupun hubungan lemah. Terdapatnya hubungan positif yang tidak signifikan antara peningkatan kadar kolesterol dengan SGOT dan SGPT, tetapi peningkatan usia hubungan negative dengan trigliserida. Pada jenis kelamin perempuan terdapat hubungan antara peningkatan kolesterol dan SGOT dan SGPT. Pada jenis kelamin laki-laki tedapat hubungan antara peningkatan kolesterol dengan kadar SGOT dan SGPT
Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Mengenai Kesehatan Ibu dalam Masa Kehamilan dan Nifas di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Nurul Utami; Ratna Dewi Puspita Sari; Intanri Kurniati; Risti Graharti; Arif Yudho Prabowo
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 1 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i1.2197

Abstract

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator utama derajat kesehatan suatu negara. Angka kematian ibu di rumah sakit di Indonesia dalam rentang tahun 2003-2008 per 100.000 kelahiran hidup, yaitu tahun 2003 sebanyak 153 orang, tahun 2004 sebanyak 956 orang, tahun 2005 sebanyak 116 orang, tahun 2006 sebanyak 237 orang dan tahun 2007 sebanyak 228 orang. Angka tersebut masih tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan kebijakan juga menjadi faktor risiko AKI. Atas dasar hal tersebut, peneliti mencoba untuk mengadakan penelitian mengenai pengetahuan ibu hamil mengenai tanda bahaya kehamilan dan nifas. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional denganmetode penarikan sampel consequtive sampling. Penelitian ini dilaksanakan di Poli Kebidanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung, pada bulan Agustus-September 2018.Kata kunci: angka kematian ibu, tingkat pengetahuan, wanita hamil
Perbandingan Ferum dan Feritin Pre dan Post Hemodialisis pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Intanri Kurniati
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 1 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i1.2205

Abstract

Gagal ginjal kronis adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel serta memerlukan terapi ginjal yang tetap berupa dialisis dan transplantasi ginjal. Pada pasien hemodialisis dapat terjadi penurunan kadar ferum dalam darah. Untuk mengatasinya diberikan terapi ferum untuk mencegah anemia akibat kurangnya zat tersebut. Kadar ferum dan feritin diperiksa untuk monitoring terapi pemberian suplemen ferum pada pasien hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kadar ferum dan feritin dalam darah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional berdasarkan pengumpulan data pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP Hasan Sadikin Bandung pada bulan Januari-Maret tahun 2014. Dikumpulkan data sebanyak 37 orang pasien. Dilakukan uji distribusi normalitas data dengan Saphiro-Wilk didapat hasil distribusi data tidak normal (p<0.05). Data dianalisis dengan uji non-parametrik Wilcoxon. Pada penelitian ini didapat median kadar ferum sebelum hemodialisis 56.0 ng/ml dan sesudah hemodialisis 63.0 ng/ml. Median kadar feritin serum sebelum hemodialisis 581.0 ng/ml dan sesudah hemodialisis 780.05 ng/ml. Terdapat perbedaan yang bermakna 0,00 (p<0,05) kadar ferum dan feritin dalam darah sesudah dan sebelum hemodialisis. Terdapat perbedaan kadar ferum dan feritin sebelum dan sesudah hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronis di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Kata kunci: ferum, feritin, gagal ginjal kronis, hemodialisis.
Hubungan Antara Golongan Darah Sistem ABO dengan Derajat dan Berat Perdarahan pada Penderita Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) Derajat I, II dan III yang Dirawat di Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Intanri Kurniati; Ratna Dewi Puspita Sari; Risti Graharti; Nurul Utami
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 1 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i1.2195

Abstract

Angka kejadian infeksi Dengue di seluruh dunia, menurut WHO diperkirakan mencapai 50 juta kasus per tahun, dan mencapai 50.131 kasus dengan jumlah kematian 743 orang di Indonesia. Penelitian mengenai hubungan antara golongan darah sistem ABO dengan derajat dan berat perdarahan pada penderita DHF dewasa, belum ada di Bandar Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jenis golongan darah berperan/ berpengaruh terhadap derajat dan berat perdarahan pada penderita DHF derajat I, II dan III. Subyek penelitian ini adalah penderita DHF yang dirawat di bangsal Departemen SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung yang memenuhi kriteria inklusi serta menandatangani informed consent. Subyek penelitian diambil secara consecutive sampling dan diperoleh sebanyak 30 orang subyek penelitian penderita DHF. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan desain observasional analitik. Data dianalisis dengan analisis korelasi menggunakan program komputer SPSS versi 17. Pada penelitian ini tidak dijumpai perbedaan bermakna kejadian DHF derajat I, II dan III antar penderita dengan jenis golongan darah yang berbeda dan perbandingan manifestasi perdarahan di antara penderita DHF dengan berbagai jenis golongan darah tidak berbeda secara bermakna. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa manifestasi klinis hematemesis, terjadi pada seorang penderita dengan golongan darah B dan manifestasi perdarahan hematemesis dan melena dialami oleh seorang penderita dengan golongan darah O, namun hal ini tidak bermakna secara statistik.Kata kunci: DHF, golongan darah, perdarahan, RSAM
Hubungan Riwayat Abortus dengan Kejadian Mola Hidatidosa pada Wanita Usia Reproduktif di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Ratna Dewi Puspita Sari; Intanri Kurniati; Nurul Utami; Arif Yudho Prabowo; Risti Graharti
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 1 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i1.2196

Abstract

Kematian ibu dapat disebabkan karena adanya komplikasi kehamilan dan persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya perdarahan. Hal yang dapat menyebabkan perdarahan, di antaranya adalah abortus dan mola hidatidosa. Riwayat pernah abortus, disebut sebagai salah satu penyebab terjadinya mola hidatidosa. Oleh karena itu, perlu diketahui dan dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap hubungan antara keduanya untuk menekan angka kematian ibu di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek di bagian Obstetri dan Ginekologi dari bulan April sampai Juni 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara riwayat abortus dengan kejadian mola hidatidosa pada wanita usia reproduktif di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Populasi penelitian ini adalah wanita dengan kehamilan muda yang terdiagnosa mola hidatidosa dan sampelnya dipilih dengan cara consecutive sampling. Metode penelitian menggunakan studi observasional retrospektif. Besar sampel minimal per kelompok yang dibutuhkan adalah 27 orang, dengan perkiraan faktor drop out sebesar 20%, maka diperoleh besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 33 orang. Data yang diperoleh dianalisis secara bivariat pada tingkat kemaknaan p<0,05 dengan confidence interval (CI) 95%.Kata kunci: angka kematian ibu, mola hidatidosa, riwayat abortus
Anemia Defisiensi Zat Besi (Fe) Intanri Kurniati
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 4, No 1 (2020): JK UNILA
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v4i1.2763

Abstract

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan salah satu penyakit hematologi yang sering ditemukan pada bayi, anak-anak dan perempuan usia reproduksi. Anak-anak dengan ADB akan mengalami gangguan dalam tumbuh-kembang, perubahan perilaku serta gangguan motorik, sehingga dapat mengurangi kemampuan belajar dan menurunkan prestasi belajar di sekolah. Anemia Defisiensi Besi adalah anemia yang disebabkan kurangnya ketersediaan zat besi di dalam tubuh sehingga menyebabkan zat besi yang diperlukan untuk eritropoesis tidak cukup. Kebutuhan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Pada anak-anak terutama yang mendapat susu formula kebutuhan zat besi meningkat karena sedikit mengandung besi. Diet yang kaya zat besi tidak menjamin ketersediaan zat besi di dalam tubuh karena banyaknya zat besi yang dapat diserap sangat tergantung dari kondisi atau makanan yang dapat menghambat maupun yang mempercepat penyerapan besi. Pada perempuan kehilangan zat besi sering karena menstruasi yang banyak dan lama atau kondisi seperti tumor fibroid maupun malignan uterin. Dalam manajemen anemia defisiensi besi pemeriksaan laboratorium berperan untuk skrining, menegakkan diagnosis, serta memantau keberhasilan terapi.Kata Kunci : Anemia Zat Besi, Kebutuhan Zat besi, Manajemen Anemia
Obstruksi Saluran Nafas Atas grade III ec Kassabach Merrit Syndrome + Bronchopneumonia+DIC Intanri Kurniati; Risti Graharti; Agustyas Tjiptaningrum; Evi Kurniawati
Medula Vol 12 No 3 (2022): Medula
Publisher : CV. Jasa Sukses Abadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53089/medula.v12i3.346

Abstract

Upper airway obstruction is a blockage in the larynx caused by inflammation, foreign bodies, trauma, tumors so that ventilation is disrupted. One of the causes is hemangioma, which is the most common soft tissue tumor in newborns. In the state of hemangiomas, sometimes also found a syndrome in the form of Kasabach-Merritt Syndrome. As many as 20% of patients with KMS exhibit unusual symptoms compared to cutaneous hemangiomas. Clinical symptoms that can occur in upper respiratory tract obstruction include hoarseness, dysphony to aphony, shortness of breath (dyspnea), stridor (breath sounds) inspiration, suprasternal, epigastric, supraclavicular and intercostal retractions on inspiration. Kasabach-Merritt Syndrome is rare because the diagnosis is often delayed. KMS is more common in boys than girls. Ultrasound examination, Computer Tomography (CT) Scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) can help to determine the nature and extent of the lesion and identify the involvement of organs in the body. Extensive bleeding in KMS can cause consumptive coagulopathy that occurs due to excessive use of coagulation factors such as fibrinogen. Coagulopathy will progress to Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) and even death. From this condition, the patient also experienced bronkopneumonia which is an acute infection of the lungs affecting the lung lobules starting from the lung parenchyma which can be caused by various etiologies such as bacteria, viruses, fungi and foreign bodies. This is because patients have a susceptibility to infection due to their condition.
Faktor Risiko Kejadian Stroke di Usia Produktif Rizky Agung Purnomo; Ade Yonata; Intanri Kurniati
Medula Vol 12 No 3 (2022): Medula
Publisher : CV. Jasa Sukses Abadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53089/medula.v12i3.456

Abstract

Stroke is a disorder due to focal or global brain function disorders that occur triggered by cerebrovascular disorders. Stroke is characterized by paralysis of the face or limbs, difficulty speaking, decreased consciousness, and visual disturbances. Stroke is the number 2 cause of death in the world, which is about 6 million deaths every year. Recently, stroke does not only occur in the elderly population, but also in the productive age. This article is a literature compiled to analyze the risk factors associated with the incidence of stroke in productive age. The references used are articles published between 2016-2022. There are 4 main risk factors for stroke in productive age, namely hypertension, diabetes mellitus, dyslipidemia, and lifestyle. Each factor plays a role in increasing the risk of stroke with its own mechanism. There is no difference between stroke risk factors in the productive age and the general population.