Claim Missing Document
Check
Articles

The Reconstruction of Subjectum Litis in Term of Reflections on Constitutional Dissolution of Political Parties I Gede Agus Kurniawan
JURNAL AKTA Vol 9, No 1 (2022): March 2022
Publisher : Program Magister (S2) Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Islam Sultan Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/akta.v9i1.20970

Abstract

This legal research aims to examine the awarding of political parties currently in force in Indonesia through the Constitutional Court and provide a conclusive elaboration on the comparison of the dissolution of political parties in Indonesia with Germany and Slovenia. The respect for all aspects of human rights has become the obligation of every people in citizen, including respect for the political rights of citizens. In addition, citizens have the right to participate in the dynamics of government, including the possibility of the public applying for the dissolution of political parties. This legal research statute approach, comparative approach, and conceptual approach to legislation were based on primary legal materials, secondary legal materials, and non-legal materials. The study results stated that the Subjectum Litis to the dissolution of political parties was only carried out by executive relations alone; so the public cannot apply for dissolution of political parties. Thus, this may indicate that arbitrariness also reflects the existence of particular political interests that dominate the executive's domination and try to intervene in the juridical aspect. Therefore, the researcher provides recommendations for reconstructing political subjects through various schemes; who can expand the applicant in the process of political dissolution, the applicant in the dissolution of a political party is only extended to all Indonesian people not for their official or position, and the applicant for political dissolution is carried out by the legislative and executive institutions as is practiced in Germany and Slovenia.
Kepastian Hukum Dalam Upaya Eksekusi Jaminan Melalui Akta Jaminan Fidusia I.G.A Ayu Astri Nadia Swari; I Gede Agus Kurniawan
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2021.v10.i02.p01

Abstract

Studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme eksekusi jaminan fidusia pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.18/PUU-XVII/2019 dan untuk mengkaji kepastian hukum mengenai bagaimana perumusan norma yang tepat dalam mengatasi kekosongan norma didalam eksekusi jaminan fidusia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa putusan MK tersebut tidak mengatur syarat-syarat minimal yang harus dicantumkan didalam akta jaminan fidusia dan bagaimana prosedur eksekusi jaminan fidusia sehingga terjadi kekosongan norma karena perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang dilakukan oleh perseorangan tidak ada peraturan yang mengatur dan berakibat pada perlindungan hukum bagi debitur yang tidak terjamin. Kata Kunci: Kepastian hukum, Akta Jaminan Fidusia, Eksekusi Jaminan Fidusia ABSTRACT The study aims to find out how execution mechanism fiduciary security after the verdict of the constitutional court No.18/PUU-XVII/2019 and to assess legal certainty about how the formulation of norma is right to deal with the emptiness of the norm in the fiduciary security. The methodology used a method of normative legal research with the statue approach and conceptual approach. This research result indicates that the constitutional court ruling did not set a minimum requirements shall be stated in the fiduciary security certificate and how posedur execution fiduciary security so there were a vacancy norma because credit agreement with the fiduciary security committed by individuals there are no rules governing and led to legal protection for debtors who are not guaranteed. Key Words: Legal Certainty, Fiduciary Gurantee Deed, Fiduciary Guarantee Execution
PERLINDUNGAN HAK CIPTA BAGI PENCIPTA KOMIK BERBENTUK APLIKASI DALAM TELEPON PINTAR I Putu Maha Widharta; I Gede Agus Kurniawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 9 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.817 KB) | DOI: 10.24843/KS.2021.v09.i09.p17

Abstract

Pada Era yang semakin maju ini dimana hanya dengan Telepon Pintar segala sesuatumya dapat diakses dengan mudah termasuk mengunduh apa saja termasuk aplikasi komik dalam Telepon Pintar. Namun, akibat dari perkembangan yang sangat maju ini, karya cipta berupa komik sangat mudah mengalami suatu pembajakan. Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui serta memahami perlindungan hukum terhadap sang pencipta komik pada pembajakan komik di aplikasi komik dalam Telepon Pintar serta untuk memastikan upaya hukum yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pembajakan komik yang marak terjadi pada aplikasi komik dalam Telepon Pintar. Dalam penulisan ini digunakan metode yang merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan Hukum Undang-undang Hak Cipta dan juga Undang-Undang ITE, sehingga hasil yang didapat dari studi ini menunjukkan bahwa sang pencipta komik karyanya mendapatkan suatu perlindungan dan tidak diperbolehkan menggunakannya tanpa izin dari sang pencipta komik tersebut. Sanksi hukum untuk para pembajak akibat perbuatan pembajakannya diatur pada UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta diatur juga pada UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Permasalan ini pemerintah telah melakukan beberapa upaya yaitu membuat Undang-Undang Hak Cipta serta membentuk Sebuah Satuan Petugas (satgas) untuk menangani pengaduan akibat dari pembajakan Produk Ekonomi Kreatif. In this increasingly advanced era where only with a smartphone everything can be accessed easily including downloading anything including comic applications in a smartphone. However, due to this very advanced development, copyright works in the form of comics are very prone to piracy. The purpose of this writing is to know and understand the legal protection of comic creators in comic piracy in the comic application on Smart Phones and to ensure that legal measures can be taken to prevent comic piracy that is rife in comic applications in Smart Phones. In this writing, a method is used which is a normative legal research using the approach of Copyright Law and ITE Law, so that the results obtained from this study indicate that the comic creator of his work gets a protection and is not allowed to use it without the permission of the author from the comic. Legal sanctions for pirates due to piracy are regulated in Law no. 28 of 2014 concerning Copyright and also regulated in Law no. 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions. In this problem, the government has made several efforts, namely drafting a Copyright Law and establishing an Officer Unit (task force) to handle complaints resulting from piracy of Creative Economy Products.
PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PERLINDUNGAN NASABAH AKIBAT KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI Ni Komang Juliana Dewi Verayanthi; I Gede Agus Kurniawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 8 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.947 KB) | DOI: 10.24843/KS.2021.v09.i08.p18

Abstract

Tujuan penulisan ini untuk mengkaji dan memahami peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam perlindungan nasabah akibat kepailitan perusahaan asuransi serta upaya perlindungan nasabah pada suatu perusahaan dimana asuransi telah dinyatakan pailit menurut hukum positif. Metode penulisan yang digunakan pada penelitian ini yakni metode penelitian yang berdasarkan penelitian normatif dengan mempergunakan pendekatan yang berlandaskan pada perundang-undangan dan pendekatan atas konsep yang dibarengi dengan bahan hukum sekunder serta primer. Hasil yang didapat dari penulisan penelitian ini menunjukan bahwasanya OJK sebagai lembaga pengawas untuk melindungi nasabah dari berbagai masalah seperti kepailitan. Peranan OJK dalam perlindungan nasabah akibat kepailitan perusahaan asuransi yakni melakukan pengaduan atas konsumen dengan melaksanakan pembelaan atas nama hukum diperuntukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat serta nasabah asuransi pada khususnya serta OJK dimana berperan sebagai pihak yang berhak membuat pengajuan permohonan kepailitan melalui Dewan Komisioner OJK dengan prosedur yang ditempuh mengacu pada ketentuan dalam UUK-PKPU. Upaya perlindungan nasabah pada perusahaan asuransi yang dinyatakan pailit menurut hukum positif yakni termuat dalam Pasal 4 huruf e UUPK, Pasal 15 ayat (1) UUK-PKPU, Pasal 28-30 UU OJK dan Pasal 52 ayat (1) UU Perasuransian. The purpose of this paper is to review and understand the role of the Financial Services Authority in protecting customers due to insolvency of insurance companies and customer protection efforts in a company where insurance has been declared bankrupt according to positive law. The writing method used in this study is a research method based on normative research using an approach based on legislation and an approach to the concept coupled with secondary and primary legal materials. The results obtained from the writing of this study indicate that OJK as a supervisory agency protects customers from various problems such as bankruptcy. The role of OJK in protecting customers due to bankruptcy of insurance companies, namely filing complaints against consumers by carrying out defense in the name of the law is intended to increase public trust and insurance customers in particular as well as OJK, which acts as the party entitled to submit bankruptcy applications through the OJK Board of Commissioners with the following procedures refers to the provisions in UUK-PKPU. Efforts to protect customers in insurance companies that are declared bankrupt according to positive law are contained in Article 4 letter e UUPK, Article 15 paragraph (1) UUK-PKPU, Articles 28-30 of the OJK Law and Article 52 paragraph (1) of the Insurance Law.
PENGATURAN PENGALIHAN TANGGUNG JAWAB PEMBAYARAN UTANG DEBITUR KEPADA AHLI WARIS DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Kadek Ayu Kartika Dewi; I Gede Agus Kurniawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 4 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.491 KB)

Abstract

Tujuan studi ini untuk mengkaji mengenai pengaturan pengalihan tanggung jawab pembayaran utang debitur kepada ahli waris dalam perjanjian kredit bank. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dicantumkan bahwa yang bisa diwariskan bukan hanya harta saja melainkan juga utang si pewaris, maka apabila pewaris yang merupakan debitur telah meninggal dunia, ahli warislah yang berhak untuk menjalankan kewajiban-kewajiban dari si pewaris, termasuk membayar utangnya. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu pengkajian terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Hasil studi menunjukkan bahwa merupakan kewajiban ahli waris untuk memikul beban utang pewaris yang dalam hal ini pewarisnya terikat dalam perjanjian kredit dengan pihak bank, dalam hal pewaris sebagai nasabah debitur yang meninggal dunia, maka ahli warisnya wajib melunasi utang yang pewaris timbulkan selama hidupnya. Ahli waris mempunyai hak untuk menerima atau menolak pengalihan tanggung jawab untuk melunasi utang pewaris. Terkait dengan nasabah debitur yang meninggal dunia, umumnya dalam penutupan perjanjian kredit, bank menetapkan klausula asuransi, baik terhadap objek agunan maupun terhadap pinjaman kredit yang diberikan. The purpose of this study is to examine the arrangements for transferring responsibility for debtor debt payments to heirs in a bank credit agreement. In the Civil Code, it is stated that not only the assets can be inherited but also the debt of the heir, so if the heir who is a debtor has died, the heirs are entitled to carry out the obligations of the heir, including paying their debts. This study uses normative legal research methods, namely the study of legal materials, both primary and secondary legal materials. The study results show that it is the responsibility of the heirs to assume the burden of the heir's debt, in this case the heirs are bound in a credit agreement with the bank, in the case of the testator as a debtor customer who dies, then the heirs must pay off the debt the heir incurred during his life. The heir has the right to accept or reject the transfer of responsibility for paying the heir's debt. Related to debtor customers who die, generally in closing credit agreements, the bank establishes insurance clauses, both for collateral objects and for loans given credit.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK LAGU YANG LAGUNYA DIUBAH TANPA IJIN Komang Gede Pradnyan Supardi Yasa; I Gede Agus Kurniawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 11 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.319 KB) | DOI: 10.24843/KS.2020.v08.i11.p06

Abstract

Seiring perkembangan jaman banyak genre musik baru yang bermunculan, salah satunya adalah genre Koplo. Belakangan ini marak grup-grup musik yang mengubah genre dari Pop menjadi Koplo. Banyak dari grup-grup tersebut yang mengubah genre lagu tanpa seijin pencipta lagu tersebut sehingga kemudian muncul permasalahan Hak Cipta. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai bagaimana perlindungan hukum terhadap pencipta yang lagunya diubah tanpa seijin dari pencipta lagu tersebut dan bagaimana penyelesaian jika terjadinya sengketa terhadap lagu yang diubah tanpa seijin pencipta lagu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum Normatif, yang dimana metode penelitian ini mengkaji hukum sebagai suatu norma yang dimana terdapat kekaburan norma tentang perlindungan hukum. Hasil pembahasan dari penelitian ini yaitu pemegang Hak Cipta sudah mendapatkan perlindungan hukum sejak karyanya diwujudkan ke dalam bentuk nyata yang dimana hal tersebut sesuai dengan prinsip deklaratif. Meskipun sudah mendapatkan perlindungan sejak karyanya diwujudkan dalam bentuk nyata, sebaiknya jika dilakukan pencatatan terhadap hak cipta tersebut agar memiliki bukti yang formal. Penyelesaian sengketa terhadap Hak Cipta dapat diselesaikan melalui dua cara. Cara yang pertama melalui jalur non litigasi dan yang kedua melalui jalur litigasi. Penyelesaian melalui jalur no nlitigasi dibagi menjadi beberapa bagian yaitu Konsultasi, mediasi, negosiasi, konsiliasi, dan arbitrase. Sedangkan jika melalui jalur litigasi, dapat ditempuh melalui dua cara yaitu upaya perdata dan upaya pidana. Jika pelaku terbukti melakukan pelanggaran maka sanksi yang diterima dapat berupa kurungan dan denda sesuai yang tercantum didalam Undang-Undang Hak Cipta tersebut. Along with the times, many new music genres have emerged, one of which is the Koplo genre. Lately, music groups are blooming which changed the genre from Pop songs to Koplo. Many of these groups have changed the song genre without the author's permission, so they appear later to become Copyright. The purpose of this study is to provide a clear picture of making laws about the creator whose song was changed without the author's permission and how to increase the refutation of the song that was changed without the author's permission. The method used in this study uses normative legal research methods, where this research method studies law as a norm that exists everywhere that is related to norms regarding legal protection. The result of this research discussion is that the Copyright holder has obtained legal protection because his work has been made in a form that is in accordance with declarative principles. Because it has been approved since the work was manifested in concrete form, copyright must be approved to have official proof. Settlement if there is a dispute about Copyright can be resolved in two ways. The first method is through non-litigation and the second is through litigation. Settlement through non-litigation is divided into several parts, namely Consultation, mediation, negotiation, conciliation, and arbitration. While through litigation, it can be continued in two ways, namely civil struggle and struggle. If the lottery is proven, the penalty received can be in the form of confirmation and fines in accordance with the Copyright Act.
PERLUASAN PENGATURAN PENGURUSAN PERSEROAN TERBATAS DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS Pande Putu Indahyani Lestari; I Gede Agus Kurniawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 10 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (190.316 KB) | DOI: 10.24843/KS.2020.v08.i10.p01

Abstract

Tujuan studi ini untuk mengkaji perluasan pengaturan pengurusan perseroan terbatas dalam pembaharuan hukum Perseroan Terbatas. Dalam UUPT menyebutkan bahwa Direksi berwenang dan bertanggung jawab penuh untuk menjalankan pengurusan Perseroan. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yakni suatu penelitian menggunakan berdasarkan dengan pendekatan bahan hukum, baik hukum primer dan hukum sekunder. Hasil studi menunjukkan bahwa Direksi sebagai organ perseroan bertanggung jawab atas kepentingan Perseroan, apabila dalam suatu Perseroan tidak memiliki Direksi maka Perseroan tidak akan bisa berjalan atau beroperasional dengan baik selayaknya sebuah badan hukum. Kemudian dalam hal ini ketika masa jabatan Direksi sudah habis mengakibatkan terjadinya kekosongan kepengurusan Direksi, di dalam UUPT tidak ada yang mengatur manakala suatu Perseroan sudah tidak memiliki Direksi. The purpose of this study is to examine the expansion of management arrangements for limited liability companies in the legal renewal of Limited Liability Companies. The UUPT states that the Directors are authorized and fully responsible for carrying out the management of the Company. This study uses a normative legal research method, which is a research using based on the approach of legal materials, both primary and secondary law. The study results show that the Board of Directors as a corporate organ is responsible for the interests of the Company, if in a Company does not have a Board of Directors, the Company will not be able to operate or operate properly as a legal entity. Then in this case when the term of office of the Board of Directors has expired resulting in a vacancy in the management of the Board of Directors, in the Company Law no one regulates when a Company does not have a Board of Directors.
BATALNYA PERJANJIAN ATAS KETIDAKBERWENANGAN PADA FINANCIAL TECHNOLOGY PEER TO PEER LENDING ILEGAL Kadek Ayu Diva Larasati; I Gede Agus Agus Kurniawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 7 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.666 KB) | DOI: 10.24843/KS.2021.v09.i07.p11

Abstract

Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah mengkaji batalnya perjanjian akibat ketidakberwenangan penyelenggara serta mengetahui bagaimana otoritas jasa keuangan sebagai lembaga yang berwenang dalam pelaksanaan perizinan dan mekanisme penyelesaian permasalahan para pihak pada perjanjian layanan fintech peer to peer (p2p) lending ilegal. Penulisan Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan, hasil data arsip, dan studi pustaka kemudian diuraikan menjadi sebuah keterangan dan penjelasan dari beberapa argumentasi penulis, pendapat ahli, serta teori hukum yang relevan. Hasil penulisan menunjukkan bahwa OJK memiliki kewenangan untuk menindak pelanggaran fintech p2p lending yang telah berizin dan terdaftar, ketika pelanggaran tersebut dilakukan oleh fintech p2p lending ilegal disertai intimidasi hingga teror masyarakat dapat melaporkannya ke Kepolisian Republik Indonesia. Unsur subjektif maupun objektif yang tidak terpenuhi sebagaimana termakhtub pada pasal 1320 KUHPerdata berakibat cacat hukum sehingga perjanjian batal demi hukum. Ketidakberwenangan atas kuasa yang diberikan oleh pemberi pinjaman kepada penyelenggara untuk menyalurkan uang kepada peminjam batal demi hukum bukan berarti menggugurkan segala utang melainkan pengembalian atau kembalinya barang atau uang yang bersangkutan seperti semula. The purpose of writing this journal is to review the cancellation of the agreement due to the authority of the organizer and know how the financial services authority as the institution authorized in the implementation of licensing and problem solving mechanisms of the parties to the agreement of fintech peer to peer (p2p) lending services is illegal. The writing of this research uses juridical-normative methods by reviewing the provisions of legislation, archive data results, and library studies and then described into a description and explanation of some of the author's arguments, expert opinions, and relevant legal theories. The results showed that OJK has the authority to crack down on licensed and registered p2p lending fintech violations, when the violations are committed by illegal p2p lending fintech accompanied by intimidation until the terror of the public can report it to the Police of the Republic of Indonesia. Subjective and objective elements that are not met as stipulated in article 1320 of the Civil Code result in legal defects so that the agreement is null and void. Unauthorized power of attorney given by the lender to the operator to channel money to the borrower null and void does not mean the cancellation of any debt but the return or return of the goods or money in question as before.
Tanggung Jawab Perusahaan Dari Profit Menuju Stakeholders Oriented Studi Csr Di Tabanan Ida Ayu Sukihana; I Gede Agus Kurniawan
Kertha Patrika Vol 39 No 03 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2017.v39.i03.p04

Abstract

Konsep tanggung jawab perusahaan mengalami pergeseran dari profit oriented semata ke stakeholders oriented, dari voluntary ke mandatory, termasuk di Indonesia menganut model kewajiban hukum sebagaimana diatur melalui Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis implementasi tanggung jawab sosial perusahaan di Kabupaten Tabanan Bali serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan fakta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan sudah menjalankan CSR yang berorientasi pada kepentingan stakeholders dalam bentuk kegiatan: sumbangan pembangunan desa, beasiswa pendidikan, kesehatan dan pelestarian lingkungan. Namun pelaksanaannya belum maksimal, disebabkan beberapa faktor: kegiatan CSR belum dianggarkan dalam perencanaan Anggaran Dasar perusahaan, kegiatan CSR belum berkesinambungan, kurang adanya kordinasi dengan instansi pemerintah terkait, masih ada peru-sahaan yang menganggap CSR bukan suatu kewajiban hukum, serta kurang adanya sosialisasi. Oleh karenanya, urgensi pemerintah maupun akademisi mensosialisasikan ketentuan CSR akan dapat memaksimalkan pemenuhan kewajiban perusahaan berkaitan dengan tanggung jawab sosial, yang tidak hanya berkontribusi bagi masyarakat dan lingkungan, namun juga reputasi baik dan keberlangsungan perkembangan perusahaan untuk jangka Panjang.
Mutual Legal Assistance (Mla) In The Resolution of Narcotics Crime As A Transational Organized Crime I Made Wirya Darma; Ni Nyoman Sri Wisudawati; I Gede Agus Kurniawan
Kertha Patrika Vol 42 No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

In the context of enforcing the law on narcotics crime which are transnational, Indonesia since 2006 has encated Law Number 1 of 2006 on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters. Prevention and eradication of various transnational crimes, especially narcotic drugs, a mutual assistance agreement in criminal matters is one of the legal instruments that is needed. Therefore, the presence of bilateral agreements on mutual assistance in criminal matters between Indonesia and other countries will support law enforcement efforts as expected in enforcing the law against transnational narcotics offenders. This study focuses on several indications that become a reference in the handling of narcotics and psychotropic crimes as one of transnational organized crime through the mechanism of Mutual Legal Assistance (MLA). The method used in this study is normative legal research by reviewing and analyzing the provisions of the law governing Mutual Legal Assistance (MLA) in Indonesia, especially against narcotics crime. The results showed that mutual assistance in the problem of narcotics crime as a type of transnational organized crime can be done based on an agreement and in case of the absence of agreement, the assistance is carried out on the basis of good relations.