Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

MAKNA SIMBOLIK TORTOR TOPING HUDA-HUDA DALAM UPACARA ADAT SAYURMATUA PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN SUMATERA UTARA Suci Rahmadani; Erlinda Erlinda
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 8, No 1 (2019): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v8i1.12786

Abstract

AbstrakTortor toping huda-huda adalah pemberian penghormatan kepada orang tua yang telah meninggal, yang merupakan suatu bentuk kesenian tradisi yang secara turun temurun diwarisi oleh masyarakat Simalungun untuk memenuhi kebutuhan upacara adat sayurmatua. Upacara adat sayurmatua adalah ritual upacara kematian, dimana sayurmatua merupakan orang tua yang sudah lanjut usia meninggal dunia, yang mana orang tua tersebut sudah memiliki cucu dari anak laki-laki dan anak perempuannya. Upacara adat sayurmatua terdapat 2 pembagian acara yaitu mandingguri dan manggiligi. Tortor toping huda-huda ditampilkan dalam acara mandingguri. Dalam pelaksanaan upacara adat sayurmatua terdapat beberapa acara kemudian terdapat musik dan tari di dalamnya yaitu gonrang sipitu-pitu, , tortor manggiligi, dan tortor toping huda-huda. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap makna yang terkandung pada tortor toping huda-huda dan pelaksanaan tortor toping huda-huda dalam upacara adat sayurmatua di Simalungun Sumatera Utara. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan mengamati upacara adat sayurmatua,  khususnya pertunjukan tortor toping huda-huda yang terkait dengan upacara, kemudian didukung oleh dokumentasi audio dan visual serta wawancara dengan sejumlah tokoh adat dan masyarakat. Penelitian ini dianalisis dengan teori Semiotika oleh Ferdinand De Sausurre.Kata Kunci: upacara, sayurmatua, tortor toping.AbstractTortor toping huda-huda is giving respect to deceased parents, which is a form of traditional art that has been inherited from the Simalungun community for the needs of the adat vegetable ceremony. The sayurmatua traditional ceremony is a ritual death ceremony, where sayurmatua is an elderly parent who has passed away, in which the parents already have grandchildren from their sons and daughters. There are 2 adat divisions of the sayurmatua ceremony, namely the mandingguri and mujukigi. Tortor toping huda is displayed in the mandingguri program. In the implementation of the sayurmatua traditional ceremony there are several events then there are music and dance in it, namely gonrang sipitu-pitu, tortor manggiligi, and tortor toping huda-huda. The purpose of this study was to reveal the meaning contained in tortor toping huda-huda and the implementation of tortor toping huda-huda at the sayurmatua traditional ceremony in Simalungun, North Sumatra. The method used is a qualitative method, data collection is carried out through observation and observing the vegetablematua traditional ceremony, especially the tortor toping huda-huda performance related to the ceremony, then supported by audio and visual documentation and interviews with a number of traditional leaders and the community. This study was analyzed by Semiotic theory by Ferdinand De Sausurre. Keywords: ceremony, sayurmatua, tortor toping. 
TRANSFORMASI PENCAK SILAT PARIAN MENJADI TARI GARIGIAK DI ISTANO TUAN GADANG BATIPUAH KECAMATAN BATIPUAH KABUPATEN TANAH DATAR Auliana Mukhti Maghfirah; Erlinda Erlinda
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 8, No 1 (2019): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v8i1.12931

Abstract

AbstrakTari Garigiak adalah satu bentuk seni pertunjukan tradisi di Istano Tuan Gadang Batipuah Kabupaten Tanah Datar, yang gerak tarinya bersumber kepada gerakan Silek Parian. Silek Parian merupakan seni beladiri  yang berkembang di Nagari Baipuah Ateh yang di akuui oleh masyarakat keberadaan tari tersebut. Oleh karenanya tari Garigiak diakui pula sebagai produk budaya asli Kecamatan Batipuah, yang memiliki makna khusus dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Tari Garigiak, memiliki gaya gerak yang tidak jauh berbeda dari Silek Parian itu sendiri. Karena bila gaya Silek Parian masih memperlihatkan gaya beladiri yang berbentuk fisik maupun penyaluran tenaganya seperti pertarungan, namun dalam tarian ditampilkan terlihat lebih indah karena sudah mengalami proses stilisasi. Dengan demikian kesenian tradisional tari Garigiak dapat dikatakan sebagai hasil dari proses kreativitas, berupa produk baru yang diciptakan oleh keturunan Tuan Gadang Batipuah. Meskipun secara teks  merupakan adaptasi dari Silek Parian. Tujuan penelitian ini untuk melihat faktor penyebab terjadinya transformasi dalam Silek Parian menjadi tari Garigiak di Kecamatan Batipuah.  Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan mengamati kesenian tradisional khususnya tari tari Garigiak, dokumentasi audio dan visual serta wawancara dengan sejumlah tokoh adat dan masyarakat. Penelitian ini dianalisis dengan teori bentuk, teori fungsi dan teori kreativitas. Secara umum, penelitian ini memperoleh hasil berupa sejauh mana kreativitas dan perwujudan gerak Silek Parian dalam kesenian tradisional masyarakat di Nagari Batipuah ateh yang terfokus pada tari Garigiak.Kata Kunci: Silek Parian, tari Garigiak, masyarakat.AbstractGarigiak dance is a form of traditional performing arts at Istano Tuan Gadang Batipuah Tanah Datar District, whose dance moves are sourced from the Silek Parian movement. Silek Parian is a martial art that developed in Nagari Baipuah Ateh which was acknowledged by the community where the dance was. Therefore Garigiak dance is also recognized as a genuine cultural product of the Batipuah District, which has special meaning in the lives of its supporting communities. Garigiak dance, has a style of motion that is not much different from the Silek Parian itself. Because if the style of Silek Parian still shows a self-defense style in the form of physical as well as channeling its energy like a fight, in the dance it appears to look more beautiful because it has undergone a stylization process. Thus the traditional arts of Garigiak dance can be said to be the result of the process of creativity, in the form of new products created by the descendants of Tuan Gadang Batipuah. Although text is an adaptation of Silek Parian. The purpose of this study was to look at the causes of the transformation in the Silek Parian into the Garigiak dance in Batipuah District. The method used is a qualitative method, data collection is done through observation and observing traditional arts, especially Garigiak dance, audio and visual documentation and interviews with a number of traditional leaders and the community. This research was analyzed by form theory, function theory and creativity theory. In general, this research obtained results in the form of the extent of the creativity and manifestation of the movement of Silek Parian in the traditional arts of the people in Nagari Batipuah ateh which focused on the Garigiak dance.  Keywords: Silek Parian, Garigiak dance, society. 
ESTETIKA TARI PIRIANG SULUAH DI NAGARI GUNUANG PADANGPANJANG SUMATERA BARAT Mila Susanti; Erlinda Erlinda
Gorga : Jurnal Seni Rupa Vol 8, No 1 (2019): Gorga : Jurnal Seni Rupa
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/gr.v8i1.12965

Abstract

AbstrakTari Piring Suluah merupakan tarian tradisi yang terdapat di Nagari Gunuang Padangpanjang. Tari Piring Suluah  ini ditarikan oleh laki-laki maupun perempuan berjumlah genap 2 sampai 10 orang, memakai properti piring yang diujung jari tengahnya dipasang cincin yang terbuat dari dama atau buah kemiri dan Suluah yang menyala diletakkan di atas kepala dengan membawakan gerak-gerak tari yang bersumber dari manusia, alam, dan binatang. Suluah merupakan penerangan masyarakat Gunuang sebelum masuknya listrik. Tari Piring Suluah ditarikan untuk upacara adat seperti pengangkatan panggulu (pemimpin adat), pesata kawinan, kitanan dan acara alek nagari. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap nilai estetika yang terkandung dalam tari Piriang Suluah di Nagari Gunuang Padangpanjang Sumatera Barat. Tari ini khasnya menggunakan Suluah yang diletakkan di atas kepala. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan mengamati pertunjukan Tari Piring Suluah. Hasil penelitian ini mengungkapkan bentuk, estetika yang terdapat dalam tari Piring Suluah. Nilai estetika tari Piring Suluah tercermin pada unsur-unsur yang membentuk tari Piring Suluah, yaitu adanya gerak, penari, properti, pola lantai, rias busana, musik, dan tempat pertunjukan.Kata Kunci: piring suluah, estetika , nagari gunuang.AbstractSuluah Plate Dance is a traditional dance found in Nagari Gunuang Padangpanjang. The Suluah Piring Dance is danced by even men and women of 2 to 10 people, using a property of a plate on which the middle finger is placed on a ring made of dama or candlenut and Suluah which are lit above the head by bringing dance movements sourced from humans, nature and animals. Suluah is the lighting of the Gunuang community before the entry of electricity. Suluah Piring Dance is danced for traditional ceremonies such as the appointment of the pelulu (traditional leader), marriage ceremony, kitanan and the alek nagari event. The purpose of this study was to reveal the aesthetic values contained in the Piriang Suluah dance in Nagari Gunuang Padangpanjang West Sumatra. This dance is typical of using Suluah which is placed on the head. The method used is a qualitative method, data collection is done through observation and observing the performance of the Suluah Plate Dance. The results of this study reveal the aesthetic form found in the Suluah Plate dance. The aesthetic value of the Suluah Plate dance is reflected in the elements that make up the Suluah Piring dance, namely the existence of movement, dancers, property, floor patterns, dress makeup, music, and the venue.Keywords: suluah plate, aesthetics, nagari gunuang.
TARI PUTRI TUJUH KARYA ELYA ZUSRA SEBAGAI TRANSFORMASI LEGENDA KOTA DUMAI Welia Finoza; Erlinda Erlinda
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 1, No 1 (2013): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (58.308 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v1i1.30

Abstract

ABSTRAKTulisan ini membahas tentang proses transformasi dari Legenda Putri Tujuh menjadi tari Putri Tujuh. Data lapangan menunjukkan bahwa Legenda Putri Tujuh diyakini oleh masyarakat setempat sebagai peristiwa bersejarah yang menjadi asal mula nama Kota Dumai. Legenda ini sangat melekat di hati masyarakat Dumai dan dianggap benar-benar pernah terjadi, sehingga nama-nama tempat, jalan, perkantoran maupun berbagai aktifitas diberi nama Putri Tujuh, antara lain tampak pada penamaan Kilang minyak Putri Tujuh. Keyakinan tersebut semakin menguat dengan ditemukannya makam Putri Tujuh oleh beberapa peneliti, yang dilanjutkan dengan terbitnya buku Dumai Tempo Doeloe oleh Dinas Pariwisata Seni dan  Budaya Dumai tahun 2004. Demikian identiknya Kota Dumai dengan legenda Putri Tujuh ini menginspirasi Elya Zusra untuk mentransformasikannya menjadi bentuk seni pertunjukan tari. Menggunakan metode kreatif, Elya Zusra mengalih rupakan legenda tersebut ke dalam bentuk seni tari dengan mentransformasi nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalamnya, sehingga menjadi bentuk Tari Putri Tujuh. Kata kunci: Legenda, Putri Tujuh, Tari, Dumai, Transformasi.
ESTETIKA MAIN BUNGO DALAM PENYAJIAN GALOMBANG DUOBALEH DI NAGARI PITALAH KABUPATEN TANAH DATAR Meri Susanti; Erlinda Erlinda; Andar Indra Sastra
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 4, No 1 (2017): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.372 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v4i1.555

Abstract

ABSTRACT This research aims at revealing the concept of Main Bungo in Galombang Duo Baleh performance in Pitalah village, Tanah Datar district, West Sumatra. Main Bungo is an important aspect of the aesthetics of Galombang Duo Baleh presentation. The constituent elements of Main Bungo concept are movement quality, kiek (technique), raso (feeling), and movement presentation. While philosophical aspects contained in the concept of Main Bungo presentation are acting wisely based on magnanimity, the compactness of living in a group, and the beauty of body movement based on mancak movements. Main Bungo becomes the basic inspiration in Galombang Duo Baleh presentation in Pitalah village. The issue discussed in this article is related to the structural form of Galombang Duo Baleh presentation in Pitalah village, Tanah Datar district, West Sumatra. This research was based on qualitative data by using the methods of observation, interview, and documentation. Research results are: Main Bungo becomes the aesthetic orientation and the basic judgment of whether Galombang Duo Baleh presentation in Pitalah village is good or bad. Keywords: Main Bungo, Galombang Duo Baleh, Pitalah Village
KEBERLANGSUNGAN TARI TRADISlONAL DI TENGAH GLOBALISASI MEDIA Paizal Amri; Erlinda Erlinda; Arzul Jamaan
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 4, No 2 (2017): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (102.291 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v4i2.572

Abstract

ABSTRACT Without realizing, the development of science and technology has changed the world fundamentally. Starting from communication and the means of transportation has eliminated cultural boundaries unnoticed by many people. Cultural contact needs no longer through direct physical contact. This phenomenon occurs because contact through media is highly possible. This condition more or less has influenced Indonesia traditional arts that live and develop in the middle of their supporting people.            Traditional art does not just suddenly appear but it is born from a creativity of its supporting people. Seeing the greatest influence of this media globalization, is it possible that at the same time it brings traditional art that its existence is the answer for the people’s anxiety of identity loss? While the second one is the existence of new tradition in order to answer the today and present challenge. Keywords: Tradition, Globalization, Dance, and Art
ESTETIKA TARI ILLAU SIMAGEK AURDURI KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK Yesriva Nursyam; Erlinda Erlinda
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 1, No 1 (2013): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (59.066 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v1i1.32

Abstract

ABSTRAKTulisan ini membahas tentang Estetika Tari Illau Simagek Aurduri Kecamatan X Koto Singkarak Kabupaten Solok. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode kualitatif bersifat deskriptif analisis yang memaparkan keadaan di lapangan mengenai tari Illau. Penelitian menunjukkan bahwa tari di Minangkabau mengandung makna yang dalam serta nilai estetika tersendiri di tengah masyarakat pendukungnya, sebagaimana yang tampak pada tari Illau di Nagari Simagek Kecamatan X Koto Singkarak Kabupaten Solok. Tari Illau yang merupakan tari tradisi masyarakat Simagek berfungsi sebagai tari yang digunakan dalam Batagak Gala bagi seorang penganten laki-laki. Hal ini membuat tari Illau Simagek memiliki perbedaan dengan tari Illau lainnya di Minangkabau, karena tari yang pada awalnya ditarikan untuk hiburan raja ini dipergunakan untuk batagak gala bagi sepasang pengantin, sementara tari Illau lainnya berhubungan dengan kematian. Kata Kunci: tari Illau, Simagek, estetika, sosial budaya 
TRANSFORMASI UPACARA BULEAN SUKU TALANG MAMAK MENJADI TARI RENTAK BULEAN PADA MASYARAKAT INDERAGIRI HULU PROVINSI RIAU Irni Oktavia; Erlinda Erlinda
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 1, No 1 (2013): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (120.908 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v1i1.27

Abstract

Abstrak Tari Rentak Bulian merupakan persofikasi dari upacara Bulean yang terdapat di Suku Talang Mamak Provinsi Riau, yang dilatar belakangi oleh sistem kehidupan masyarakat yang mempunyai kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan gaib. Upacara Bulean merupakan jenis upacara pengobatan sebagai solusi dalam mengobati suatu penyakit dengan mempergunakan kekuatan batin dalam mendekatkan diri kepada makhluk gaib, guna kesembuhan orang yang sakit. Kehadiran upacara Bulean menimbulkan inspirasi seorang seniman untuk mentransformasikan upacara Bulean kebentuk seni pertunjukan yaitu seni tari yang dinamakan tari Rentak Bulian. Tarian tersebut menggambarkan bagaimana cara pengobatan yang dilakukan masyarakat Talang Mamak untuk menyembuhkan penyakit melalui upacara Bulean. Dalam hal ini walau pun upacara Bulean telah mengalami alih rupa, baik dari segi bentuk, fungsi dan makna, telah berubah dari bentuk sakral ke profan, namun dalam konteks pertunjukannya tidak dapat mengabaikan persayaratan ritual yang harus dipenuhi.Kata Kunci: Upacara Belian, Rentak Bulian, Melayu, Masyarakat Talang Mamak
ESTETIKA TARI PIRING DALAM SALUANG DANGDUT DI NAGARI KUNCIR KABUPATEN SOLOK Syaiyidatul Nur Fatimah; Erlinda Erlinda; Awerman Awerman
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 3, No 1 (2016): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (141.978 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v3i1.540

Abstract

ABSTRACT             Piring dance in Kuncir village is a dance existed in Kuncir village, X Koto Diatas sub-district, Solok district, West Sumatra. Piring dance in Kuncir village can be danced by man or woman with the number of dancers is two until three dancers. The source of dance movement is related to human, nature and animal. Nowadays, the performance of Piring dance in Kuncir village has been performed together in the performance of Saluang Dangdut in Solok region. Factors that affected the aesthetics of Piring dance in the performance of Saluang Dangdut consisted of two factors namely internal factor including all artists’ creativities, choreography, local identity; and external factor. Reseach results revealed the form, social change and aesthetics found in the performance of Piring dance in Kuncir village and Piring dance in the performance of Saluang Dangdut. The aesthetic value of Piring dance in Kuncir village was reflected in the elements forming Piring dance in Kuncir village from the game played to the performance of Saluang Dangdut. Keywords: Aesthetics, Piring dance, Saluang Dangdut, Kuncir Village
MAKNA DAN FUNGSI TARI KAIN DALAM UPACARA BEGAWAI DI INDERAGIRI HULU, RIAU Sri Raudah Basya; Erlinda Erlinda; Ediwar Ediwar
Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol 2, No 1 (2014): Bercadik: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (171.141 KB) | DOI: 10.26887/bcdk.v2i1.45

Abstract

ABSTRAKTari Kain merupakan tari tradisional yang terdapat pada masyarakat Talang Mamak di desa Talang Jerinjing Kabupaten Inderagiri Hulu Provinsi Riau, yang ditarikan oleh dua orang laki-laki. Tari ini merupakan tari yang dilakukan pada upacara Begawai masyarakat Talang Mamak Upacara Begawai adalah upacara perkawinan. Tari Kain berasal dari gerak yang berasal dari fenomena dan kejadian alam kemudian dibentuk menjadi sebuah gerak baku yang tidak boleh dirubah ataupun diganti di dalam upacara Begawai tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk tari Kain dalam upacara Begawai. Adapun metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Teori yang digunakan untuk membedah fenomena tari Kain ini adalah teori struktural dari Levi Strauss, teori semiotik Roland barthes.Hasil temuan dari penelitian ini adalah bahwa tari Kain merupakan tari untuk pengesahan perkawinan bagi masyarakat Talang Mamak, seandainya pada upacara perkawinan tidak dilaksanakan tari Kain maka perkawinan dianggap tidak sah secara adat. Dalam gerak-gerak tari Kain mengandung simbol-simbol dan makna-makna tertentu yang terkait dengan kepercayaan masyarakat Talang Mamak. Dengan demikian penelitian ini diberi judul Makna tari kain dalam upacara Begawai pada masyarakat Talang Jerinjing kecamatan Rengat Barat Kabupaten Inderagiri Hulu Provinsi Riau.Kata kunci: Tari Kain, Upacara Begawai, Makna, dan Inderagiri Hulu. ABSTRACTKain dance is a traditional dance that is present in the community in the village Talang Talang Mamak Jerinjing Inderagiri Hulu district of Riau province , which is danced by two men . This dance is a ritual dance performed in public Begawai Talang Mamak Begawai ceremony is the marriage ceremony . Cain dance derived from the motion derived from natural phenomena and events then formed into a raw motion should not be changed or replaced in the Begawai ceremony . The purpose of this study was to determine how the dance form fabrics in Begawai ceremony . The method used is qualitative method . The theory is used to dissect this phenomenon Kain dance is a structural theory of Levi Strauss , Roland Barthes' semiotic theory . The findings from this study is that Cain dance is a dance for the public endorsement for the Talang Mamak marriage , if the marriage ceremony was not held dance Cain then marriage is considered invalid by custom . In the dance movements of fabrics containing symbols and meanings associated with a particular public trust Talang Mamak . This study therefore entitled Meanings dance fabric Begawai ceremony at the sub-district community Jerinjing Gutter West Rengat Inderagiri Hulu Regency Riau Province . Keywords: Dance Fabrics, Begawai ceremony, Meaning, and Inderagiri Hulu.