Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

Kedudukan Izin Rujuk Suami dalam Masa ‘Iddah (Analisis Perspektif Hukum Islam) Abdullah, Arifin; Ulfa, Delia
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (877.75 KB) | DOI: 10.22373/sjhk.v2i2.4746

Abstract

Dalam al-Quran dan haditst  tidak memerintahkan maupun melarang adanya syarat izin isteri untuk melakukan rujuk. Namun, menurut beberapa ulama rujuk tersebut tidak memerlukan izin dan persetujuan isteri sedangkan aturan yang ada dalam sistem perundang-undangan di Indonesia mengharuskan adanya izin isteri dalam rujuk suami. Izin rujuk dibutuhkan dengan tujuan untuk menghindari mudharat dan kerusakan.Tujuan dari karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana tinjauan berdasarkan hukum Islam terhadap kedudukan izin rujuk suami dalam masa iddah, dan mengetahui dalil-dalil serta metode istinbāṭ hukum  apa saja yang digunakan para ulama dalam menetapkan hak rujuk suami. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi pustaka (library reserach). Menganalisa data-data penelitian untuk menyimpulkan bahwa menurut hukum Islam, kedudukan izin rujuk suami dalam masa iddah tidak dijelaskan secara tegas. Ulama fikih menetapkan rujuk sebagai hak prerogatif suami yang tidak membutuhkan izin dan persetujuan dari isteri. Suami dapat merujuk isteri kapan pun. Izin isteri dalam rujuk suami yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan tidak menyalahi hukum Islam. Adapun metode istinbāṭ yang digunakan lebih fokus kepada metode bayanī atau lughawiyyah. Metode ini ditinjau oleh para ulama untuk melihat dalil al-Quran tentang rujuk bersifat umum (‘am).
The Offense of Using Pirated Computer Software in Law Nomor 28 of 2014 on Copyright Based on Islamic Criminal Law [Tindak Pidana Penggunaan Software Komputer Bajakan dalam Uundang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Perspektif Hukum Pidana Islam] Saiful Aris Munandar; Arifin Abdullah; Rispalman Rispalman
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 10, No 2 (2021)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v10i2.11342

Abstract

Abstract: Today's technological developments are increasingly sophisticated and advanced, causing positive and negative impacts in the use of technology in today's society, such as the use of computer software. Law Nomor 28 of 2014 regulates copyright to protect software creators from taking or using their creations illegally by irresponsible people. The research questions in this article include is what the provisions for the use of pirated computer software in Law Nomor 28 of 2014 concerning Copyright and what is the perspective of Islamic criminal law on the use of pirated computer software in the Act. To answer this, the author uses a normative juridical research approach, namely research conducted by examining library materials and secondary data. The source of this research data is from library research (library research). The results of the research obtained indicate that computer software is one of the creations that is protected by Copyright Law Nomor 28 of 2014. The use of pirated computer software can be used for personal interests that are used for research and development of computer programs so that they do not violate the law. Except, its use which is intended for commercial purposes is a copyright infringement that can be penalized if any party feels aggrieved (complaint offense). Based on article 113 paragraph (4), the criminal provisions are imprisonment for a maximum of 10 (ten) years and/or a maximum fine of Rp. 4,000,000,000.00 (four billion rupiahs) for the perpetrators of piracy. Copyright piracy that harms the creator of his creation, namely computer software, is an act that is prohibited in Islam because it is equated with taking other people's property or property whose punishment is in the form of ta'zir punishment from the authorities who have not been regulated in the texts or law. syara'. Abstrak: Perkembangan teknologi dewasa ini semakin canggih dan maju sehingga menyebabkan dampak positif maupun negatif dalam penggunaan teknologi di lingkungan masyarakat saat ini, salah satu contohnya adalah penggunaan perangkat lunak (software) komputer. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengatur tentang hak cipta untuk melindungi pencipta perangkat lunak dari pengambilan maupun penggunaan ciptaannya secara tidak sah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pertanyaan penelitian dalam tulisan ini meliputi bagaimana ketentuan penggunaan software komputer bajakan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan bagaimana perspektif hukum pidana Islam terhadap penggunaan software komputer bajakan dalam Undang-Undang tersebut. Untuk menjawab hal tersebut, penulis menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder belaka. Sumber data penelitian ini adalah dari penelitian kepustakaan (library research). Hasil penelitian yang di dapatkan menunjukkan bahwa software komputer adalah salah satu ciptaan yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. Penggunaan software komputer bajakan dapat digunakan untuk kepentingan pribadi yang digunakan untuk penelitian dan pengembangan program komputer sehingga tidak melanggar hukum. Kecuali, penggunaannya yang ditujukan untuk kepentingan komersial merupakan suatu pelanggaran hak cipta yang dapat dipidanakan apabila ada pihak yang merasa dirugikan (delik aduan). Berdasarkan pasal 113 ayat (4) ketentuan pidananya yaitu, penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) bagi pelaku pembajakan. Pembajakan hak cipta yang merugikan pencipta terhadap ciptaannya yaitu software komputer, merupakan suatu perbuatan yang dilarang dalam Islam karena hal tersebut disamakan dengan mengambil harta atau hak milik orang lain yang hukumannya berupa hukuman ta’zir yang berasal dari penguasa yang belum diatur di dalam nash atau hukum syara’.
Peran Lembaga Sarak Opat dalam Menyelesaikan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Arifin Abdullah; Armiyadi Armiyadi
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v7i1.3962

Abstract

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap harkat dan martabat manusia, yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Kekerasan dalam rumah tangga kerab sekali terjadi dalam lingkup rumah tangga yang disebabkan beberapa faktor di antaranya oleh kondisi perekonomian, pasangan suami istri belum cukup mapan dalam melaksanakan tali pernikahan, dan lain-lain. Sehingga terjadi kekerasan dan terkadang berujung dengan perceraian. Dalam hal ini khususnya di Kampung Pepayungen Angkup Kecamatan Silih Nara Kabupaten Aceh Tengah, bahwa konsep hukum dalam Islam telah diaplikasikan oleh masyarakat melalui lembaga adat sarak opat. Untuk itu, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran lembaga sarak opat dalam menyelesaikan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kampung Pepayungen Angkup Kecamatan Silih Nara Kabupaten Aceh Tengah, serta bagaimana pandangan hukum Islam terhadap lembaga sarak opat dalam menyelesaikan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kampung Pepayungen Angkup Kecamatan Silih Nara Kabupaten Aceh Tengah. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dalam tulisan ini digunakan dua jenis penelitian, yaitu penelitian lapangan (Field Research) dan penelitian kepustakaan (Library Research) dan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu menggambarkan masalah penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga oleh lembaga sarak opat, mulai dari cara penyelesaiannya hingga tinjauan hukum Islam terhadap lembaga sarak opat dalam menyelesaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga di Kampung Pepayungen Angkup, mempunyai beberapa tahap dalam menyelesaikannya di antaranya suatu kasus yang terjadi dalam rumah tangga diselesaikan berdasarkan aduan/laporan dari pihak korban, keluarga dan masyarakat setempat kepada salah seorang tokoh lembaga sarak opat, dengan menyelidiki dan bermusyawarah agar hubungan rumah tangga mereka yang bersengketa berjalan harmonis. Hal ini tentunya sejalan dengan ketentuan Islam dalam menyelesaikan masalah rumah tangga, yaitu dengan cara bermusyawarah.
KAJIAN YURIDIS PERWAQAFAN TANAH DAN KEABSAHAN PERTUKARANNYA Arifin Abdullah
Dusturiyah: Jurnal Hukum Islam, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 8, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/dusturiyah.v8i1.3414

Abstract

The application of waqf originally rated to immovable things or properties The properties donation and the corporate to be waqf of land (donation for religious or community use) which will become public properties should be based on the Islamic law in accordance with The Quran in al-Baqarah letter from 215 verse, the land which has been waqf should be correspondent to the waqf land declare. In article 3 of law number 41 of 2004 regarding the waqf land in states “the waqf of land which has been officially declared in Islamic way cannot be cancelled”, and cannot be changed if the wakif declare it for a certain use. However, the exchange use of the waqf property is not based on the traditional regulation. The objective of this research is to find out explain the implementation of waqf of land based on the prevailing laws, to explain the waqf of land for certain use which can and cannot be changed with other object, and to explain the law about the waqf of land which can be changed. The method used in this research is a normative and sociologic juridicial method in which the writer should study laws and regulations which are relevant to the research, the normative approach is the study of library material including primary, secondary and tertiary materials. The sociologic juridicial opproach is used to study the positive law. 
Analisis Kegiatan Ekspor Kopi Antara Kualitas Dengan Harga Dalam Perspektif Akad Bai’ As-Salam Ikram Pratama; Hardi Alunaza; Arifin Abdullah; Muhammad Iqbal
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol 16, No 2: Al Qalam (Maret 2022)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Amuntai Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35931/aq.v16i2.907

Abstract

Kegiatan ekspor kopi adalah salah satu bentuk dari pertukaran barang dan jasa yang melewati batas kepabeanan negara. Kegiatan ekspor ini terjadi akibat kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi di dalam negeri, sehingga harus diperoleh dari negara lain. Kegiatan ini diawali dengan proses negosiasi yang diteruskan dalam kesepakatan. Hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana bentuk klausula kontrak perjanjian ekspor kopi berdasarkan perspektif akad Bai’ As-Salam terhadap kontrak ekspor kopi antara kualitas dan harga. Tulisan ini menggunakan metode empiris dengan pendekatan yuridis formal dan normatif fiqh muammalah dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bentuk kontrak perjanjian ekspor produk kopi dilakukan dalam perjanjian baku dengan seller untuk meminimalkan risiko. Prakteknya jika seller melakukan kesalahan saat mengirimkan barang pesanan maka seller bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam menganalisis sistem pengalihan risiko akad Ba'i as-Salam dalam transaksi ekspor kopi, jika rukun dan syarat tersebut dapat dilaksanakan sepenuhnya maka kegiatan ekspor yang di lakukan oleh penjual diperbolehkan, meskipun tidak disebutkan dalam hukum Syariah, tetapi dalam transaksi Sudah tersirat, yaitu kepercayaan, persetujuan dan kerelaan. 
KESADARAN MEMBAYAR TARIF PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SEPEDA MOTOR DI POLRI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 60 TAHUN 2016 (STUDI KASUS MASYARAKAT KECAMATAN JANGKA BUYA) Multazam Multazam; Arifin Abdullah
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (165.656 KB) | DOI: 10.22373/justisia.v3i1.5084

Abstract

Penerimaan Negera Bukan Pajak (PNBP) merupakan penerimaan negara yang diperoleh karena pemberian pelayanan jasa/penjualan barang milik negara untuk departemen/lembaga kepada masyarakat. Penerimaan ini dapat berasal dari pungutan dalam bentuk iuran, retrubusi, sumbangan atau pungutan yang dikenakan atas pemberian layanan/jasa oleh departemen/lembaga, penjualan batang milik negara, baik yang dilakukan secara lelang umum/terbatas maupun penjualan di bawah tangan, serta penyewaan/peminjaman/pengontrakan barang-barang atau fasilitas milik negara. Adapun Dasar Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Menurut UU Nomor 20 Tahun 1997 Tentang PNBP Pasal 1 Angka 1. Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan seluruh Penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. PNBP diantaranya adalah sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba BUMN, serta penerimaan negara bukan pajak lain salah satunya PNBP POLRI.Setiap anggaran kementrian negara/lembaga pada dasarnya mempunyai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersifat umum tidak berasal dari pelaksana tugas pokok dan fungsinya, antara lain seperti penerimaan hasil penjualan barang investasi kantor yang tidak digunakan lagi, penerimaan hasil penyewaan barang milik negara, hasil penyimpanan uang negara pada bank pemerintas atas jasa giro, penerimaan kembali uanpersekot gaji/tunjangan, selain penerimaan umum tersebut masih ada lagi PNBP yang bersifat fungsional yaitu penerimaan yang penerimaan yang berasal dari hasil pungutan kementrian negara/lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan dengan tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Penerimaan fungsional tersebut terdapat pada sebagian besar kementrian negara/lembaga dengan kementrian negara/lembaga lainnya, tergantung kepada jasa/pelayanan yang diberikan oleh masing-masing Kemetrian/Lembaga.
Pengelolaan Harta Wakaf Masjid Besar Istiqamah Kota Bakti Kabupaten Pidie (Suatu Analisis Menurut Hukum Islam) Arifin Abdullah; Muslem Muslem; Fauzan Fauzan
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.515 KB) | DOI: 10.22373/justisia.v5i1.7271

Abstract

Kajian ini membahas tentang pengelolaah harta wakaf pada Masjid Besar Istiqamah Kota Bakti Kabupaten Pidie dilihat dari sisi hukum Islam. Tulisan ini menggunakan pendekatan penelitian empiris dengan jenis penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan daya yaitu studi literatur, wawancara dan observasi, sedangkan teknik analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan harta wakaf tergolong sudah efektif karena hampir semua aset harta dapat dimanfaat kecuali satu lokasi. Secara fungsional harta wakaf juga dimanfaatkan untuk kemakmuran masjid seperti pembangunan masjid, honor perangkat masjid dan membantu perekonomian sejumlah pengelola. Meskipun demikian sewanya terkadang tidak maksimal, pengelolaannya masih tradisional dan cenderung konsumtif, belum dapat dimanfaat untuk pemberdayaan ekonomi produktif. Faktor yang menyebabkan efektifivas pengelolaan yaitu manajemen yang masih tradisional, belum menggunakan sistem organisasi yang modern dan kontrol yang kuat. Selain itu faktor cuaca dan perubahan iklim juga mempengaruhi hasil hasil panen sawah yang dikelola oleh penyewa harta wakaf. Terakhir faktor konflik juga mempengaruhi pengelolaan kebun yang awalnya akan didirikan panti asuhan kemudian gagal. Dari sisi tinjauan hukum Islam pengelolaan harta wakaf Masjid Besar Istiqamah telah sesuai dengan kaidah-kaidah fiqih dan aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Teori Terbentuknya Lembaga Adat Arifin Abdullah
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/justisia.v1i1.2563

Abstract

Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum bangsa ini terbentuk. Struktur sosial yang sejenis desa, Masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri relatif mandiri. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan tingkat keragaman yang tinggi membuat desa mungkin merupakan wujud bangsa yang paling konkrit.Kenyataan tersebut merupakan bukti bahwa setiap komunitas adat mempunyai corak dan sistem institusi masyarakatnya yang berbeda-beda, Soepomo mengutip dari penelitian Van Vollenhoven, bahwa ada persekutuan-persekutuan hukum di berbagai daerah kepulauan Indonesia. Berhubung dengan tata susunan tersebut, maka berbeda pula antara peraturan-peraturan hukum adat yang berlaku di berbagai daerah tersebut Keyword : Lembaga, adat
Faktor-Faktor Gugurnya Hak Hadhanah Kepada Ibu (Analisis Enakmen Keluarga Islam Pulau Pinang No. 5 Tahun 2004 Ditinjau Menurut Kajian Fiqh) Arifin Abdullah; Siti Nursyafiqah Binti Ismail
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 1 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i1.5565

Abstract

Dalam hukum Islam telah ditetapkan bahwa orang yang paling berhak dalam hal hadhanah adalah pihak ibu, karena ibu dipandang lebih mampu untuk merawat, menjaga, mendidik anak dan ibu juga lebih dekat dengan anak ketimbang ayah. Namun, terdapat beberapa beberapa hal yang bisa menyebabkan gugurnya hak hadhanah kepada ibu. Secara khusus penelitian ini, ingin mengkaji faktor-faktor gugurnya hak hadhanah kepada ibu menurut enakmen dan kajian fiqh. Untuk itu, masalah yang ingin diteliti adalah bagaimana ketentuan Enakmen Keluarga Islam Pulau Pinang tentang gugurnya hak hadhanah dan bagaimana tinjauan fikih terhadap Enakmen No.5 tahun 2004 mengenai hadhanah. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) dan jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diperolehi bahwa menurut kajian fiqh dan Enakmen Keluarga Islam Pulau Pinang, terdapat persamaan dalam menetapkan hal-hal yang bisa mengugurkan hak ibu sebagai pengasuh anak. Menurut kajian fiqh, hal-hal yang bisa mengugurkan hak ibu adalah jika ibu dengan sengaja pergi tempat yang jauh, jika ibu mengidap penyakit yang merbahaya, dan jika ibu seorang yang fasik atau pengetahuan agamanya kurang dan jika ibu sudah menikah lagi. Dan menurut Enakmen Keluarga Islam Pulau Pinang, terdapat lima hal yang bisa mengugurkan hak ibu sebagai hadhinah. Pertama, jika ibu bernikah dengan seseorang yang bukan mahram anak tersebut. Kedua, jika ia berkelakuan buruk secara keterlaluan dan terbuka. Ketiga, jika ia menukar tempat tinggal dengan tujuan untuk mencegah bapak anak tersebut mengawasinya. Keempat, jika ia murtad. Kelima, jika ia tidak memperdulikan atau menganiaya anak tersebut. Jadi hal-hal ini bisa mengugurkan hak ibu sebagai hadhinah jika ibu dengan sengaja melakukan hal-hal tersebut. Maka dengan ini, dapat disimpulkan bahwa ketetapan enakmen ini mengikuti ketentuan fiqh Islam dan pendapat para ulama mazhab.
Pengawasan Internal Perspektif Maqāṣid Al-Syarīʻah (Analisis Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) Jabbar Sabil; Rizkaul Hasanah; Arifin Abdullah
Media Syari'ah Vol 20, No 2 (2018)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v20i2.6518

Abstract

Abstrak: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana perspektif maqāṣid al-syarīʻah terhadap pengawasan internal yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan yuridis-normatif yang dipadukan dengan pendekatan maqāṣidī. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan internal secara maqāṣid al-syarīʻah, dianggap sebagai bagian dari al-maṣlaḥah al-ḥājjiyyah, dan berfungsi sebagai wasā‟il (sarana). Pengawasan internal merupakan sarana untuk memudahkan penyelenggaraan pelayanan publik supaya dapat berjalan sesuai dengan aturan yang telah Allah tetapkan. Pengawasan internal merupakan bagian dari pemeliharaan agama dan harta dalam wujud pelaksanaan amar makruf nahi mungkar dan pertanggung  jawaban  terhadap  amanah  serta  pemeliharaan  atas  harta  umum  (public  fund). Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum konsep pengawasan internal yang diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut telah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh syarak, hanya saja masih harus dilakukan penyempurnaan pada sistem pengawasannya agar apa yang diinginkan oleh syarak dapat terimplementasi dengan baik.Abstract: The aim of the research is to find out how the perspective of maqāṣid al-syarīʻah towards internal supervision contained in Government Regulation No. 60 of 2008 About the Government Internal Control System. The study was conducted with a literature research method with a juridical-normative approach combined with the maqāṣidī approach. The results showed that internal supervision by maqāṣid al-syarīʻah, was considered as part of al-maṣlaḥah al-jiājjiyyah, and functioned as wasā'il (means). Internal supervision is a means to facilitate the implementation of public services so that they can run according to the rules that God has set. Internal supervision is part of the maintenance of religion and assets in the form of the implementation of amar makruf nahi mungkar and accountability for the mandate and maintenance of public assets (public funds). So it can be concluded that in general the concept of internal supervision mandated in the Government Regulation is in accordance with what is desired by the sharak, only that improvements must be made to its monitoring system so that what is desired by the sharak can be implemented properly.