Abraham Nurcahyo
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Rekonsiliasi Konflik Antarperguruan Silat di Madiun (Studi Historis Sosiologis) Soebijantoro Soebijantoro; Abraham Nurcahyo; Yudi Hartono
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 2, No 1 (2012)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.828 KB) | DOI: 10.25273/ajsp.v2i1.770

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengungkap akar penyebab konflik antarperguruan silat di Madiun; 2) Mengidentifikasi momentum-momentum dan tempat yang sering menjadi arena konflik; 3) Mengidentifikasi potensi-potensi integrasi yang dapat diberdayakan sebagai media penyelesaian konflik; 4) Merumuskan kerangka teoretik rekonsiliasi yang dapat diterapkan untuk menangani konflik antarperguruan silat di Madiun. Jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data diperoleh dengan wawancara mendalam, observasi langsung, mencatat dokumen dan arsip. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi langsung, mencatat dokumen dan arsip. Validasi data dilakukan melalui teknik triangulasi sumber, teknik, dan peneliti. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik melibatkan faktor-faktor historis yang berdampak pada situasi sosiologis. Faktor historis berakar dari perbedaan pendapat guru-murid generasi awal dalam pengembangan Perguruan Setia Hati. Saat itu konflik masih pada fase latensi dimana perbedaan masih dapat diterima. Konflik bereskalasi pasca Peristiwa G30S ketika terjadi bentrok antarpendekar SH Terate dengan SH Winongo, meskipun keduanya bukanlah partisan dalam peristiwa tersebut. Hubungan mulai memburuk dan stereotip negatif mulai berkembang. Konflik semakin meluas sejak tahun 1990-an ketika jumlah anggota baru keduanya semakin meningkat. Pelanggaran etika perguruan mulai merebak karena tidak adanya sanksi organisatoris. Kekerasan mudah meletus dan melibatkan massa pendukung yang banyak. Konflik memasuki fase terjebak. Berbagai momentum yang sesungguhnya memiliki spirit yang sama seperti Suran Agung, Halal bihalal, dan pengesahan anggota baru justru menjadi arena konflik. Karakteristik konflik menentukan cara-cara penyelesaiannya. Tindakan pengamanan untuk menghentikan kekerasan cukup efektif dilakukan aparat. Namun demikian, suasana sosiopsikologis di tingkat bawah belum banyak berubah. Rekonsiliasi dengan pendekatan kultural menjadi pilihan. Arena-arena integrasi seperti Festival Pencak Seni Tradisi diberdayakan sebagai media rekonsiliasi dengan pendekatan kultural. Rekonsiliasi kultural merupakan upaya rekonsiliasi dengan memberdayakan unsur-unsur budaya dan sosial yang dapat menjadi perekat bersama untuk menciptakan suasana dialogis dan harmonis melalui cara-cara proeksistensi yang terjelmakan ke dalam tindakan dan aksi-aksi nyata dalam berbagai peristiwa kehidupan.
TATA KELOLA INDUSTRI GULA DI SITUBONDO MASA KOLONIAL DAN KEBIJAKAN PERGULAAN MASA KINI Abraham Nurcahyo
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 1, No 2 (2011)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (747.708 KB) | DOI: 10.25273/ajsp.v1i2.708

Abstract

Industri gula merupakan industri manufaktur yang berorientasi ekspor bermodal asing. Ketika industri gula mengalami masa jaya tahun 1930, ada 179 pabrik gula yang beroperasi. Pada saat krisis ekonomi, agro industri ini paling parah terkena dampaknya. Tata kelola industri gula sejak masa kolonial sampai sekarang tidak terlepas dengan kebijakan pemerintah. Beroperasi maupun ditutupnya pabrik gula di Situbondo pada masa krisis berkait erat dengan manajemen strategi perusahaan. Dalam hal ini mencakup manajemen produksi dan operasional, tenaga kerja, penelitian dan pengembangan, keuangan dan akuntansi serta pemasaran. Keberadaan pabrik gula di Situbondo berdampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya. Tidak efisiennya industri gula masa kini, selain rendahnya produksi hablur, juga karena industri gula menghadapi kendala yang tidak kecil. Kebijakan impor gula berpengaruh terhadap kondisi pergulaan nasional serta program revitalisasi pabrik.
FUNGSI PERMAINAN REMAJA NINI DHIWUT DUSUN GEBANG SANANWETAN BLITAR (KAJIAN MAKNA SIMBOLIK DAN NILAI-NILAI EDUKASI) Hendra Hermawan; Abraham Nurcahyo
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 7, No 01 (2017)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (737.966 KB) | DOI: 10.25273/ajsp.v7i01.1064

Abstract

Penelitian ini membahas Permainan Nini Dhiwut yang diperuntukkan para remaja berupa warisan lisan masyarakat Dusun Gebang. Penelitian ini ditujukan guna menganalisis Fungsi ,makna simbolik serta  nilai-nilai edukasi di dalamnya. Jenis penelitian  adalah penelitian deskriptif khususnya kajian teks dan etnohistoris terutama penggunaan dimensi waktu  (sejarah) sebagai komparasi. Sumber data menggunakan sumber data primer berupa wawancara dan obervasi. Data sekunder berupa kajian teks yang relevan dan kearsipan. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan fungsi wujud (manifest) Permainan Nini Dhiwut telah bergeser menjadi pertunjukkan yang bersifat hiburan, adapun fungsi tersembunyi (laten) terdiri dari fungsi emosi keagamaan, ritual  inisiasi para remaja, teater rakyat berbentuk drama liturgi dan drama simbolis serta fungsi gotong royong dan fungsi pendidikan. Makna Simbolik pertama  dari permainan  Remaja Nini Dhiwut menyajikan unsur hiburan yang dibalut, ritual Animistik, shaman, pengaruh Hindu, Islam serta tradisi lokal. Makna simbolik kedua  dari permainan mengajarkan Nilai kedudukan perempuan terdiri dari perjodohan, kesuburan, kepasrahan, pengorbanan, dan kesetiaan. Pada aspek perlengkapan yang dihadirkan yaitu terdiri atas nilai   kesuburan, tanggung jawab, keteguhan dan peran domestik perempuan Jawa. Sedangkan makna simbolik pada tembang berupa ajaran lisan yang mempunyai  makna religi  terdiri atas sifat mawas diri, unsur ruwat, makna kedua yaitu inisiasi (pengukuhan), makna ketiga berupa  tanggung jawab makna keempat bersifat romantika (perjodohan). Nilai–nilai edukasi yang dapat dimaknai dan dikorelasikan dengan pendidikan karakter antara lain nilai religius, kejujuran, dan tanggung jawab.
KESADARAN SEJARAH DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN MONUMEN JENDERAL SOEDIRMAN (STUDI KASUS DI DESA PAKIS BARU KECAMATAN NAWANGAN KABUPATEN PACITAN) Abraham Nurcahyo; Nur Hidayati
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 2, No 1 (2012)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.89 KB) | DOI: 10.25273/ajsp.v2i1.765

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap pelestarian monumen Jenderal Soedirman. Penelitian ini dilakukan di Desa Pakis Baru Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan selama enam bulan. Data diperoleh dari sumber primer dan sumber skunder. Teknik pengambilan data dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis kualitatif model interaktif. Objek penelitian adalah masyarakat Desa Pakis Baru dengan mengambil sampel aparat pemerintah, penjaga monumen, masyarakat sekitar monumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat Desa Pakis Baru dalam melestarikan monumen Jenderal Soedirman masih sangat rendah. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya peninggalan sejarah, masyarakat yang bersifat materialistik, masyarakat yang cenderung menunggu perintah aparat desa, kurangnya sosialisasi tentang pentingnya peninggalan sejarah.