Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

ASAS ULTIMUM REMEDIUM (THE LAST RESORT PRINCIPLE) TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PID/A/2012/PN.GS) Beby Suryani Fithri; Muhammad Hamdan; Madiasa Ablisar; Jelly Leviza
USU LAW JOURNAL Vol 1, No 2 (2013)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (594.718 KB)

Abstract

The philosophy of juvenile justice system is to emphasize the rehabilitation of children in conflict with law as a person who has restrictions compared with adults. Children need the protection of the state and the society in the next period. It is necessary to seek a minimum intervention of the juvenile justice system against the children in conflict with law as a good strategy to protect them. The ultimum remedium/the last resort principle aims to protect the children in conflict with law in order to get their brighter future by keeping them away of the formal juvenile justice system and put it as the last choice to solve their cases. The ultimum remedium/the last resort principle is also useful to help the children in conflict with law by giving them warn and chance so that, they can find their identity and be the man in charge for themselves, their family, their society and their country. There will no presecution against the children in conflict with law and also they wont known as convict by applying the ultimum remedium/the last resort principle. It is why the juvenile judges need to really understand the principles of law and regulations relating to the disposal of the child so as to produce a wise judgment for the children in conflict with law.
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PENYIDIKAN DI POLRESTA MEDAN DAN KEJARI MEDAN) Bambang Rubianto; Muhammad Hamdan; Mahmud Mulyadi; Suhaidi Suhaidi
USU LAW JOURNAL Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.903 KB)

Abstract

Recently, corruption has been a serious public attention. Whether or not the criminal act of corruption develops cannot be separated from the element of law enforcer. To anticipate the development of corruption, the law enforcers take the steps, among other things, through the process of investigation. This step is a part of the government efforts to reenforces law under the term of criminal policy or from the aspect of criminal law enforcement policy. In Indonesia, investigating the criminal act of corruption is carried out by three institutions such as Police, Attorney and Corruption Eradication Commission (KPK), Due to the limitation of KPK, the investigation at regional level is focused in the Police and Attorney regional affice. The corruption investigation process cannot be separated from the problems related to technical and non-technical process of criminal justice system. In Medan and its vicinity, the investigation of the criminal act of corruption is focused on Medan Resort Police Departement and Medan Attorney Regional Office. The authority to do the investigation is legal according to the law. Yet, in practice, this authority is less optimally empowered by both institutions, in the scope of its job description in the past three years. To cope with less optimal investigation problem, in the future, Medan Resort Police Department and Medan attorney Regional Office will cooperate with the academicians to provide workshop or seminar, to make staff study, to schedule the investigation of the criminal act of corruption in the scale of priority, to increase the number of investigators, to synchronize the perception of investigators in corruption case investigation. The still rooted culture of corruption will be cahanged through investigating the cases of criminal act of corruption. Community participation in the process of corruption case investigation will be improved and the culture of discipline of government apparatuses will be optimalized.
TINJAUAN HAM TERHADAP PENUNDAAN EKSEKUSI HUKUMAN MATI Eka Supandi Lingga; Muhammad Hamdan; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (92.045 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Konsep hukuman pidana mati seringkali digambarkan sebagai sesuatu yang kejam, tidak manusiawi, dan sadis. Hal ini semata-mata hanya dilihat dari satu aspek, yaitu kemanusiaan menurut standar dunia modern, tanpa melihat alasan, maksud, tujuan, dan keefektifannya, penelitian ini didasarkan pada penelitian hukum normatif yang dilakukan dalam upaya menganalisis data dengan mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan penerapannya di dalam masyarakat. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa bukan hanya persoalan pidana matinya, namun “raison de etre” dari pidana mati, ialah tenggang waktu yang acap kali begitu lama dan seperti tidak jelas apakah akan dilaksanakan pidana mati dalam jangka waktu bertahun-tahun, apalagi sampai melebihi sepuluh atau dua puluh tahun, jelas merupakan pertanggungjawaban dari pihak yang berkuasa. Apapun alasan dan motivasi dari pertanggungjawaban itu, tidak dapat dibenarkan secara moral dan etis. Dalam Pasal 340 KUHP, mengatur tentang barangsiapa dengan sengaja direncanakan dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun. Pidana mati yang tercantum dalam pasal 10 KUHP yang berlaku sekarang adalah warisan dari pemerintahan kolonial belanda, dimana hukum pidana peninggalan kaum penjajah tersebut aslinya masih dalam bahasa belanda yaitu “Wetboek van Strafrechit” (WvS) yang dinyatakan berlaku di Indonesia oleh pemerintah hindia belanda pada tanggal 1 januari 1918 berdasarkan Staadblad 1915 No.735 dan setelah Indonesia merdeka dengan kekuatan aturan peralihan Undang-undang dasar 1945 dinyatakan masih tetap berlaku.. kemudian dengan kekuatan Undang-undang no.1 tahun 1946 jo, undang-undang No.73 tahun 1958 istilah WvS disebut dengan kitab undang-undang hukum pidana dan dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah republik Indonesia sampai sekarang ini meskipun dengan beberapa perubahan. namun beberapa perubahan tersebut memiliki permasalahan-permasalahan yaitu perkembangan hokum eksekusi pidana mati di indonesia  dan ada penundaan ekeskusi hukumam pidana mati yang tidak jelas arah tujuan untuk menjalankan hukuman tersenut tanpa memandang sudut padang HAM . Mengenai pidana mati jika dikaitkan dengan hak asasi manusia (HAM) memang menjadi masalah yang besar bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi para penegak hukum. Di satu pihak mereka harus menegakkan keadilan dan dipihak lain dianggap merupakan pelanggaran hak asasi manusia sehingga menghambat penegakkan HAM di Indonesia. Dianggap menghambat penegakkan HAM dan merupakan pelanggaran HAM harus dilihat dahulu sejauh mana konteks kejahatan-kejahatan tersebut telah dilakukan, apakah dapat ditolerir atau tidak. Faktor-faktor dalam penundaan eksekusi pidana mati di Indonesia dari sudut pandang Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu terdapat dalam upaya hukum biasa (pemeriksaan tingkat banding dan upaya hukum kasasi), upaya hukum luar biasa (pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap), dan permohonan grasi.
PENERAPAN SANKSI TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI KASUS PUTUSAN NO 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.) Ivo Randy; Muhammad Hamdan; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.012 KB)

Abstract

ABSTRAK *) Ivo Randy Sembiring **) M. Hamdan ***) Rafiqoh Lubis Skripsi yang berjudul “Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan NO 2.235/Pid.B/2012/PN.Mdn.) ini dilatarbelakangi karena Anak sebagai pelaku tindak pidana harus diperlakukan secara manusiawi untuk kepentingan terbaik bagi anak untuk mewujudkan pertumbuhan dan memberikan perkembangan fisik, mental dan sosial.Negara dan Undang-Undang wajib memberikan perlindungan hukum yang berlandaskan hak-hak anak, sehingga diperlukan pemidanaan edukatif terhadap anak.Penjatuhan sanksi merupakan salah satu hal tersulit yang harus dihadapi oleh seorang Hakim dalam mengadili suatu perkara anak yang berhadapan dengan hukum khususnya sanksi yang adil dan layak dijatuhkan kepada seorang anak yang telah melakukan tindak pidana, Apakah berupa hukuman atau tindakan pembinaan. Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah bagaimana kebijakan hukum pidana yang mengatur tentang sistem pemidanaan terhadap anak pelaku tindak pidana. Faktor-faktor apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana. Bagaimana penerapan sanksi terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur (Studi Putusan No. 2.235/Pid.B/2012/PN.Mdn) Penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normative, yaitu pendekatan metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier dengan adanya hasil wawancara langsung dengan Hakim Anak di Pengadilan Negeri Medan. Setelah selesainya penulisan skripsi ini, penulisa mendapatkan kesimpulan bahwasanya kebijakan hukum pidana yang mengatur tentang sistem pemidanaan terhadap anak pelaku Tindak Pidana Pencurian yaitu kebijakan itu dapat dilihat dari UU No 3 Tahun 1997 Tentang pengadilan anak dan UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Faktor yang menjadi pertimbangan hakim yaitu faktor yuridis dan non yuridis. Dan perenapan di dalam memutuskan tindak pidana penucurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur (Studi Putusan No. 2.235/Pid.B/2012/PN.Mdn) tidak hanya melihat dari undang-undang saja akan tetapi hakim melihat dari berbagai aspek-aspek sehingga putusannya tersebut adil dan tidak mementingkan salah satu pihak saja .     Kata Kunci : Anak dibawah umur , Tindak Pidana Pencurian *) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I, selaku Staf Pengajar Fakultas Hukum USU ***) Dosen Pembimbing II, selaku Staf Pengajar Fakultas Hukum USU
PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA UNTUK TUJUAN TRANSPLANTASI DARI PERSPEKTIF KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Merty Pasaribu; Muhammad Hamdan; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.516 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Merty Pasaribu* M. Hamdan** Rafiqoh Lubis*** Skripsi ini berbicara tentang perdagangan organ tubuh untuk tujuan transplantasi dari perspektif kebijakan hukum pidana yang ada di Indonesia. Sebagaimana fakta di lapangan yang berbicara bahwa kasus perdagangan organ tubuh sudah semakin marak terjadi akan tetapi sama sekali belum pernah ada kasus yang sampai ke pengadilan. Sebagai salah satu upaya mencapai kesembuhan penyakit, transplantasi menjadi salah satu alternatif penyembuhan yang paling dicari. Hal ini membuka peluang terjadinya perdagangan organ tubuh mengingat ketersedian donor yang masih sedikit dan permintaan yang semakin banyak dari hari kehari. Permasalahan yang timbul dari uraian di atas yaitu bagaimana kebijakan hukum pidana di Indonesia mengenai perdagangan organ tubuh untuk tujuan transplantasi dan bagaimana urgensi penegakan hukum pidana terhadap perdagangan organ tubuh untuk tujuan transplantasi di Indonesia.Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mempelajari bagaimana norma-norma hukum itu. Adapun metode pengumpulan data menggukan metode library research. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur dan peraturan yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Perdagangan organ tubuh adalah salah satu bagian dari tindak pidana khusus. Pengaturan mengenai larangan perdagangan organ tubuh untuk tujuan transplantasi pada dasarnya telah banyak terdapat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia antara lain di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Fakta di lapangan menyatakan kasus perdagangan organ tubuh tetap marak terjadi kendati pun telah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur larangan hal tersebut. Saat ini sama sekali belum ada kasus perdagangan organ tubuh yang masuk ke pengadilan dan hal ini menjadi tanda tanya besar bagi banyak pihak. Perdagangan melalui media online secara terang-terangan pun seakan-akan tidak menimbulkan keresahan bagi aparat penegak hukum. Untuk itulah perlu sangat penting adanya upaya penegakan hukum guna menegakkan peraturan yang telah ada untuk mencegah dan mengatasi tindak pidana perdagangan organ tubuh ini. Penegakan ini menjadi penting dilakukan guna mencegah tindak pidana perdagangan organ tubuh ini menjadi tindak pidan yang terorganisir dan mengakibatkan semakin sulit untuk diberantas
TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG MENYEBABKAN KEMATIAN ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No.791/Pid.B/2011/PN.SIM) Swanti Novitasari Siboro; Muhammad Hamdan; abul Khair
Jurnal Mahupiki Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (160.11 KB)

Abstract

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK YANG MENYEBABKAN KEMATIAN ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No.791/Pid.B/2011/PN.SIM) Abstrak *) Dr. Muhammad Hamdan, SH, MH **) Abul Khair, SH, M.Hum ***) Swanti Novitasari Siboro Anak merupakan objek lemah secara sosial dan hukum yang sangat rentan menjadi sasaran tindak kekerasan. Belakangan ini, kasus child abuse semakin marak terjadi di Indonesia. Orang dewasa yang seharusnya memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak malah kerap menjadi pelaku tindak penganiayaan terhadap anak.. Semakin banyaknya tindakan kekerasan yang berakibat fatal bahkan hingga menyebabkan kematian menimbulkan keprihatinan atas rendahnya upaya perlindungan terhadap hak hidup anak. Skripsi ini diangkat dari permasalahan perlindungan anak korban tindak kekerasan dalam hukum pidana Indonesia serta bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan kematian pada anak dalam Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No. 791/Pid.B/2011/PN.SIM. Metode yang digunakan adalah Yuridis Normatif dengan metode pengumpulan data Library Research dan Field Research, data diperoleh dari sumber ilmiah tertulis dan dibantu dengan hasil wawancara dengan Majelis Hakim yang menangani perkara Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No. 791/Pid.B/2011/PN.SIM. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap anak korban tindak kekerasan dalam hukum pidana dapaat dikaji dari KUHP, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga. Majelis hakim terhadap perkara ini mengambil putusan di luar tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang berdasarkan Pasal 80 ayat (3) UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan menjatuhkan hukuman berdasalkan Pasal 338 KUHP yang telah terbukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana pembunuhan dengan putusan 15 (lima belas) tahun penjara. Padahal secara hukum hakim tidak boleh mengambil putusan di luar dakwaan Jaksa. Namun pada akhirnya putusan tersebut diterima oleh kedua belah pihak, dibuktikan dengan tidak adanya upaya banding setelah adanya putsan dari Pengadilan Negeri Simalungun
PERANAN PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN UMUM (PANWASLU) DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANAPEMILIHAN UMUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (Studi Kasus : Panwaslu Kota Medan) Fifi Febiola Damanik; Muhammad Hamdan; M.Eka Putra
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.936 KB)

Abstract

ABSTRAK Fifi Febiola Damanik* Muhammad Hamdan** Muhammad Eka Putra***   Pemilihan Umum merupakan mekanisme utama dalam tahapan penyelenggaraan negara dan pembentukan pemerintahan.Proses pelaksanaan Pemilihan Umum tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang timbul dari masyarakat, peserta Pemilu, hingga penyelenggara Pemilu.Uraian dari berbagai permasalahan ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang dapat berakhir menjadi tindak pidana Pemilu. Dalam penanganan proses ini dibutuhkan sebuah lembaga yang dapat menyelesaikan persoalan pelanggaran Pemilu tersebut. Salah satunya adalah Panitia Pengawas Pemilihan Umum yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum memiliki tugas dan dan wewenang guna mewujudkan Pemilu yang bersih, jujur, dan adil. Melalui latar belakang masalah ini untuk membuat karya ilmiah dengan judul “Peranan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Studi Kasus: Panwaslu Kota Medan)”. Bentuk permasalahan yang dibahas adalah perbuatan apa saja yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana Pemilihan Umum, Bagaimana Peranan hambatan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu Kota Medan) dalam menanggulangi tindak pidana Pemilihan Umum Legislatf. Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan terhadap data primer yang merupakan hasil wawancara yang dilakukan di Panwaslu Kota Medan dan penelitian kepustakaan.Kesimpulan dari penelitian adalah bentuk-bentuk tindak pidana terdiri atas kejahatan dan pelanggaran yang terdapat dalam pasal 273-321 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,DPD,dan DPRD. Peranan Panwaslu Kota Medan dalam menanggulangi tindak pidana Pemilu terdiri dari Upaya Penal yang bersifat represive yang diselesaikan dengan prosedur hingga tingkat pengadilan yang dapat dilihat dari salah satu contoh kasus penanggulangan melalui Putusan No.01/Pid.S/2014/PN.Mdn dan melalui Upaya Non penal yang terdiri atas melakukan penyuluhan hukum dan gerakan relawan Panwaslu.Tugas dan wewenang Panwaslu diatur dalam pasal 77 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Hambatan yang dihadapi  hambatan internal dari dalam Panwaslu sendiri dan hambatan yang bersifat eksternal yang berasal dari luar Panwaslu.  
PERLINDUNGAN TERHADAP DOKTER YANG MELAKUKAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN MEDIS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN PASIEN (Studi Putusan Nomor 90/PID.B/2011/PN MDO, Putusan Mahkamah Agung Nomor : 365K/PID/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 79 PK/PID/2013) Joyiessandi Karo Sekali; Muhammad Hamdan; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.181 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Joyiessandi[1] M.Hamdan[2] Rafiqoh Lubis[3]   Kesehatan merupakan hak dari setiap orang sebagai mahluk hidup. Keadaan yang sehat akan menjadi prioritas setiap orang karena akan memungkin untuk beraktifitas normal. Sarana dan prasarana fasilitas kesehatan yang baik serta profesionalisme dan keterampilan dari dokter dalam melakukan tugas dan tanggungjawab profesinya sangat penting dalam upaya peningkatan kesehatan. Seringkali dokter melakukan kesalahan dalam melakukan perawatan terhadap pasien, baik itu kesalahan dalam mendiagnosa penyakitnya dan bahkan kesalahan dalam tindakan operasi yang dilakukan oleh dokter. Dokter merupakan manusia biasa yang penuh dengan keterbatasan, dan dalam melaksanakan tugasnya penuh dengan risiko, karena kemungkinan pasien cacat bahkan meninggal dunia setelah ditangani dokter dapat saja terjadi, walaupun dokter telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi medis dan standar pelayanan operasional (SOP), sehingga dokter perlu mendapatkan perlindungan atas tindakan medis yang dilakukannya. Rumusan masalah yang akan diteliti dalam penulisan skripsi adalah Bagaimana kelalaian dalam tindakan medis kedokteran dan Bagaimana perlindungan terhadap dokter yang melakukan pengambilan keputusan tindakan medis yang mengakibatkan kematian pasien dalam Putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/PN MDO, Putusan Mahkamah Agung Nomor : 365K/PID/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 79 PK/PID/2013. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan hukum normatif (yuridis normative) dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan (library reseach) yang menitikberatkan pada data sekunder yaitu memaparkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi serta buku-buku, artikel, majalah yang menjelaskan peraturan perundang-undangan dan dianalisis. Seorang dokter dapat dikatakan lalai dalam  melakukan tindakan medis apabila dalam  melaksanakan tugasnya sebagai pelayan kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi dan standar operasional prosedur serta dokter tidak bertindak dengan wajar dan  hati-hati serta mengakibatkan cacat/luka bahkan kematian pada orang lain (Pasien). Berdasarkan tiga putusan yaitu Putusan Pengadilan Negeri, Putusan Kasasi dan Putusan Peninjauan Kembali Perlindungan yang dapat diterapkan kepada dokter yang melakukan pengambilan keputusan tindakan medis yang dapat mengakibatkan kematian pasien ialah apabila dokter sudah bekerja sesuai dengan standar profesi dan standar operasional prosedur tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh dokter tersebut. 1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2 Dosen Pembimbing I, Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara 3Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERJUDIAN ONLINE DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN PN BINJAI NO.268/PID.B/2015/PN/BNJ) ILKHAMUDDIN RAMADHANY; Muhammad Hamdan; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.316 KB)

Abstract

ABSTRAK Ilkhamuddin Ramadhany Siregar (* Muhammad Hamdan (** Mohammad Ekaputra (*** Hukum Positif Indonesia memandang tidak semua perbuatan yang mengandung pertaruhan ataupun perbuatan yang merupakan lucky draw (pengharapan terhadap keberuntungan)yang mengandung unsur uang didalamnya merupakan suatu tindak perbuatan yang merugikan bagi diri sendiri ataupun orang lain. Untuk itu didalam masyarakat tidak semua mengetahui bahwa tindakan berbau lucky draw(pengharapan terhadap keberuntungan) yang mengandung unsur uang didalamnya sebagai suatu perbuatan yang di anggap dan dapat di golongkan kedalam tindak pidana perjudian. Untuk itu perlu dilakukan suatu penyuluhan ataupun tindakan yang jelas dari pemerintah pembuat undang-undang mengenai bahaya dan kerugian apa yang didapatkan dari perbuatan ini. Lebih lagi semakin maraknya tindak pidana perjudian melalui internet (judi online) terutama dalam hal Judi TOGEL Online (Toto Gelap melalui internet). Pada penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui studi pustaka (Library search).Sumber hukum dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum primer, yaitu Undang-undang, bahan hukum sekunder yaitu buku yang relevan dan putusan pengadilan, serta bahan hukum sekunder yang bersumber dari skripsi, artikel, tesis, majalah, internet, dan lain-lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya terhadap pelaku tindak pidana judi online masih diberlakukan pengaturan yang sama dengan perbuatan perjudian pada umumnya (konvensional), yakni pada Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP. Sementara seperti yang kita ketahui bersama bahwa telah ada undang-undang yang lebih khusus mengatur mengenai tindak pidana perjudian online ini, yakni yang telah diatur dalam Pasal 27 ayat (2) dan pidananya didalam Pasal 45 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaki Elektronik, penerapan suatu hukuman pada tindak pidana perjudian ini perlu diberikan hukuman yang berat, yang akan berakibat timbulnya efek jera bagi pelaku maupun masyarakat lain agar tidak terjadinya tindak pidana perjudian ini. Maka dari itu peran pengadilan terkhususnya pada jaksa dan hakim dituntut lebih bijaksana, adil dan jeli dalam memberikan tuntutan dan penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian online ini, tidak hanya melihat dari sisi pelaku saja, namun dari sisi berkelanjutannya tindak pidana ini, terlebih lagi perjudian ini dapat menimbulkan tindak pidana lain apabila telah menjadi maniak didalam perjudian
TINDAKAN KEBIRI KIMIA (CHEMICAL CASTRATION) BAGI PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK MENURUT PERSEPSI APARAT PENEGAK HUKUM DAN HUKUM ISLAM NURLIZA Fitriyani; Muhammad Hamdan; Mohammad Eka
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1349.94 KB)

Abstract

ABSTRAK Dr. Muhammad Hamdan, S.H.,M.H[1] Dr. Mohammad Ekaputra, S.H.,M.Hum[2] Nurliza Fitriyani Br. Angkat[3] Anak adalah generasi penerus bangsa dan peneruspembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanapembangunan dan pemegang kendali masa depan suatunegara, tidakterkecuali Indonesia. Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmurberdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kekerasan seksual terhadap anak perlu mendapatkan perhatian serius mengingat akibat dari kekerasan seksual terhadap anak akan menyebabkan anak mengalami trauma yangberkepanjangan. Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak memaksa pemerintah berfikir keras untuk menemukan solusinya. Hingga akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan tindakan kebiri kimia yang kini telah disahkan menjadi Undang-undang. Terkait hal ini, aparat penegak hukum selaku pihak yang memiliki peran penting dalam proses penegakan hukum turut mendapat sorotan dan harapan dari masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk merumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah pandangan aparatur penegak hukum terhadap tindakan kebiri bagi pelaku tindak pidana kesusilaan terhadap anak?, Apakah kesulitan yang akan di hadapi aparatur penegak hukum jika tindakan kebiri bagi pelaku tindak pidana kesusilaan terhadap anak diterapkan?, Bagaimanakah penjatuhan tindakan kebiri bagi pelaku tindak pidana seksual terhadap anak menurut persepsi hukum islam?. Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Serta menggunakan beberapa alat bantu untuk penelitian ini berupa kuesioner dan wawancara. Adapun hasil penelitian dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah aparat penegak hukum menyatakan bahwa tindakkan kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dipandang tepat untuk dijadikan sebagai hukuman atas kejahatan yang telah dilakukan. Beberapa kesulitan yang ditemukan dalam proses penegakan hukuman ini adalah sulit untuk mencari eksekutor tindakan ini, sulit untuk bekerjasama dengan masyarakat serta sinergitas antar sesama aparat penegak hukum. Sementara itu, berbeda dengan hukum positif Indonesia hukum islam dengan tegas menyatakan bahwa segala bentuk kebiri yang dilaksanakan kepada manusia adalah haram hukumnya. Karena islam juga sudah memiliki pengaturan dan hukuman yang jelas atas segala kejahatan kesusilaan yang   [1]Dosen Pembimbing I [2]Dosen Pembimbing II [3]Penulis/Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara