Mikhael Rajamuda Bataona
Universitas Katolik Widya Mandira

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

RELASI KUASA DAN SIMBOL EKONOMI-POLITIK GEREJA DALAM KONTESTASI POLITIK LOKAL PROVINSI NTT Bataona, Mikhael Rajamuda; Bajari, Atwar
Jurnal Kajian Komunikasi Vol 5, No 2 (2017): Accredited by Kemenristekdikti RI SK No. 48a/E/KPT/2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.871 KB) | DOI: 10.24198/jkk.v5i2.8831

Abstract

Studi ini menyingkap relasi kuasa antara aktor atau rezim politik dengan otoritas gereja dalam kontestasi politik lokal di Nusa Tenggara Timur (NTT). Bagaimana relasi kuasa tersebut menyembunyikan barter kepentingan ekonomi-politik. Menggunakan empat pisau analisis, yaitu: Dekonstruksi dari Jaques Derida; Modal, Habitus, Kekuasaan simbolik, dan Kekerasan Simbolik dari Pierre Bourdieu; Relasi Kuasa/Pengetahuan dari Michel Foucault; dan Diskursus dari Jurgen Habermas, studi ini menemukan fakta adanya dominasi dan hegemoni terhadap umat dan adanya motif ekonomi-politik di balik relasi kuasa tersebut. Studi tentang barter kepentingan gereja dan rezim politik di NTT belum pernah dilakukan. Praktik politik ini bahkan telah menjadi sebuah budaya politik di NTT yang terus berulang dalam setiap Pemilu. Kesadaran umat di NTT juga telah dimanipulasi. Baik melalui dominasi langsung, yaitu melalui perintah dan aturan gereja. Maupuan hegemoni, yaitu melalui wacana ideologis yang didistribusikan untuk menormalisasi cara pandang umat. Tujuannya adalah untuk mendapat manfaat elektoral dalam setiap pemilu. Umat akhirnya terus mengalami kekerasan simbolik. Tujuan studi ini adalah untuk menginisiasi sebuah gerakan emansipasi lewat wacana-wacana kontra-hegemoni di ruang-ruang publik di NTT dan advokasi terhadap umat. Sasarannya adalah untuk mentransformasi kesadaran umat dan masyarakat NTT pada umumnya, untuk menjadi lebih demokratis dan manusiawi. 
Anatomi Histeria Publik dan Panopticon: Dekonstruksi Arsitektur Komunikasi di Masa Pandemi Mikhael Rajamuda Bataona
Communicatus: Jurnal Ilmu komunikasi Vol 5, No 1 (2021): Communicatus: Jurnal Ilmu Komunikasi
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/cjik.v5i1.12643

Abstract

This study aims to reveal hidden or marginalized meanings in the metanarrative of the Covid-19 Pandemic. Examine the subject matter with a deeper intention, using the perspective of Jaques Derrida's 'deconstruction' as a frame of mind as well as a framework. This study uses a qualitative approach with a descriptive-critical method specification. The study results show that the pandemic determines how to interact and communicate, even the way citizens exist. The pandemic also gave birth to more significant social problems, namely mass hysteria; A reflection or reflection of the character of the spectacle society. The pandemic presents a new social pathology known as the information pandemic. This pandemic creates images of terror that cause people to be more afraid, frustrated, and stressed because they multiply the fear and trauma in their minds. Prosperous countries practice Panopticon. A gentle and impressive power technique. Discourses, legal codes, norms, rules as well as rituals and symbols displayed by the state apparatus are another power strategy, which is referred to as symbolic violence.Penelitian ini bertujuan mengungkap makna-makna tersembunyi atau terpinggirkan dalam metanarasi Pandemi Covid-19. Menelaah pokok persoalan dengan intensi yang lebih mendalam, menggunakan perspektif ‘dekonstruksi’ Jaques Derrida sebagai kerangka berpikir sekaligus kerangka kerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan spesifikasi metode deskriptif-kritis. Hasil kajian menunjukan bahwa, Pandemi mendeterminasi cara berinteraksi dan berkomunikasi, bahkan cara bereksistensi warga negara. Pandemi juga melahirkan problem sosial yang lebih besar, yaitu histeria massal; Sebuah cerminan atau refleksi dari watak masyarakat tontonan. Pandemi menghadirkan patologi sosial baru yang disebut sebagai pandemi informasi.  Pandemi jenis ini menciptakan imaji teror yang menyebabkan orang semakin takut, frustrasi dan stress, karena menggandakan ketakutan dan trauma dalam pikiran mereka sendiri. Negara sukses mempraktekan Panopticon. Sebuah teknik kuasa yang lembut dan impresif. Wacana, kode-kode hukum, norma, aturan serta ritual dan symbol-simbol yang diperagakan apparatus negara adalah strategi kekuasaan lainnya, yang disebut sebagai kekerasan simbolik.