Supardin Supardin
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Produk Pemikiran Hukum Islam di Indonesia Supardin Supardin
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 4 No 2 (2017)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v4i2.5695

Abstract

Produk pemikiran hukum Islam di Indonesia terdiri dari produk pemikiran fikih, produk pemikiran fatwa ulama, produk pemikiran keputusan pengadilan (yurisprudensi), produk pemikiran undang-undang. Produk pemikiran fikih merupakan jenis produk pemikiran hukum Islam di Indonesia yang melahirkan berbagai jenis buku yang dipedomani. Produk pemikiran fatwa ulama merupakan jenis produk pemikiran hukum Islam di Indonesia yang berasal dari pemikiran ulama secara kolektif, yang dituangkan dalam bentuk fatwa untuk menetapkan hukum, Produk pemikiran keputusan pengadilan (yurisprudensi) merupakan jenis produk pemikiran hukum Islam di Indonesia yang berasal dari pemikiran majelis hakim, kemudian dihimpun dan dijadikan sebagai keputusan pengadilan. Produk pemikiran undang-undang merupakan jenis produk pemikiran hukum Islam di Indonesia yang berasal dari pemikiran para pakar hukum, akademisi, politisi, dan instansi terkait. Produk pemikiran hukum Islam tentunya diberlakukan dan ditegakkan secara komprehensip.
Kedudukan Lembaga Fatwa dalam Fikih Kontemporer Supardin Supardin
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v5i2.7106

Abstract

Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI sebagai suatu keputusan tentang masalah ijtihadiyah yang terjadi di Indonesia. Fatwa itu dijadikan sebagai pegangan atau dasar hukum terhadap pelaksanaan ibadah umat Islam di Indonesia. Persoalan-persoalan hukum Islam itu bukan hanya masalah ibadah, tetapi juga menyangkut persoalan lain seperti mu’amalah. Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa banyak kasus yang dihadapi oleh umat Islam yang memerlukan jawaban dari lembaga yang berwewenang. Adanya lembaga resmi seperti MUI, umat Islam tidak kehilangan arah untuk meminta fatwa menyangkut hukum Islam kontemporer.The fatwa issued by the MUI as a decision on the issue of ijtihadiyah occurred in Indonesia. The fatwa is used as a basis or legal basis for the implementation of Muslim worship in Indonesia. The issues of Islamic law are not only a matter of worship but also involve other issues such as trade relations. An undeniable fact is that many cases faced by Muslims need answers from authorized institutions. The existence of official institutions such as the MUI, Muslims do not lose direction to ask for a fatwa concerning contemporary Islamic law
Fikih Etimologi Inna’ wa Ahwātuhā dalam memahami Ayat-ayat Hukum Supardin Supardin
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 6 No 1 (2019)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v6i1.9490

Abstract

Penelitian ini membahas tentang Fikih Etimologi Inna’ wa Aḳwātuhā dalam memahami ayat-ayat hukum dalam al-Quran. Melakukan penyisiran ayat-ayat hukum dalam al-Quran yang terdapat Inna’ wa Aḳwātuhā selanjutnya memberikan penjelasan tentang fungsi dan peranannya.Inna’ wa Aḳwātuhā berfungsi me-nasab-kan isim yang  berasal dari mubtada’, dan juga me-rafa’-kan khabarnya yang berasal dari   khabar mubtada. Inna dan kawan-kawannya itu terdiri atas  ليت، كأن، لكن، أن، إن  dan لعل. Dan setiap mubtada’ yang dimasuki oleh Inna’ wa Aḳwātuhā   disebut  إسم إن  sedangkan setiap khabar mubtada yang dimasuki oleh Inna’ wa Aḳwātuhā disebut خبر إن .Dalam ayat-ayat al-Qur’an Inna’ wa Aḳwātuhā  memiliki makna yang terkandung di dalamnya pada dasarnya terdiri atas tiga macam, yakni penguat, susulan dan harapan (do’a).This study discusses about Fiqh Etimology Inna 'wa Aḳwātuhā in understanding the verses of the law in the Koran. Sweeping the verses of the law in the Koran which is Inna 'wa Aḳwātuhā then provides an explanation of its functions and roles. Inna 'wa Aḳwātuhā functions to recite the term that originates from mubtada ’, and also ratifies the khabarnya from the mubtada khabar. Inna and his friends consisted of ليت ، كأن ، لكن ، أن ، إن and لعل. And each mubtada 'entered by Inna' wa Aḳwātuhā is called إسم إن while each mubtada khabar is entered by Inna ’wa Aḳwātuhā called خبر إن. In the verses of the Qur'an Inna 'wa Aḳwātuhā has the meaning contained therein basically consists of three types, namely reinforcement, follow-up and hope (do'a)
Kaidah Pembagian Harta Warisan Masyarakat di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone dalam Pandangan Hukum Islam Tarmizi Tarmizi; Supardin Supardin; Kurniati Kurniati
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 7 No 2 (2020)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v7i2.15330

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan kaidah pembagian harta warisan masyarakat di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone dan selanjutnya dikaji dalam pandangan hukum Islam. Jenis penelitian ini adalah field research deskriptif kualitatif dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu teologis normatif (syar’i), yuridis formal dan sosiologi. Sumber data utama yaitu wawancara terhadap tokoh agama, tokoh masyarakat dan masyarakat di Kecamatan Tellu Siattinge. Selanjutnya data dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan studi dokumen. Data kemudian diolah dan dianalisis dengan tiga tahapan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kaidah pembagian harta warisan masyarakat di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone ada dua yaitu mendahulukan kesepakatan daripada penentuan mutlak seperti dalam hukum kewarisan Islam dan mendahulukan ahli waris yang membutuhkan daripada hak-hak yang mutlak diperoleh dari ahli waris yang lain kemudian prinsip ini belaku melalui kesepakatan bersama antara ahli waris. Kaidah pembagian harta warisan masyarakat di Kecamatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone tidak sesuai menurut hukum Islam terutama dalam fikih mawāriṡ, namun karena kaidah pembagiannya dilakukan atas dasar kesepakatan bersama (islah) dan saling membantu, sedang hal tersebut dibolehkan dalam Islam, maka hal itu dibolehkan dengan catatan selama hak-hak setiap ahli waris diperhatikan dan tidak terjadi konflik dalam pembagian harta warisan.
Rumah sebagai Bagian Anak Perempuan dalam Tradisi Warisan di Kecamatan Ponre Kabupaten Bone (Telaah Atas Hukum Waris Islam) Ihsan Musafir; Usman Jafar; Supardin Supardin
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 7 No 2 (2020)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v7i2.16176

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan rumah sebagai bagian anak perempuan dalam tradisi pembagian harta warisan di Kecamatan Ponre Kabupaten Bone dan selanjutnya ditelaah menurut hukum waris Islam. Jenis penelitian ini adalah field research deskriptif kualitatif dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu teologis normatif (Syar’i/‘Urf), sosiologi dan yuridis formal. Sumber data utama yaitu masyarakat yang terlibat langsung serta pihak-pihak yang dianggap berkompeten untuk memberikan informasi. Data dikumpulkan melalui studi dokumen, observasi, wawancara dan dokumentasi. Kemudian data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan tiga tahapan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi rumah sebagai bagian anak perempuan, secara eksplisit tidak sesuai dengan hukum farāiḍ dan secara tekstual bertentangan dengan nash, tetapi berkaitan dengan hukum kewarisan Islam karena secara kontekstual tujuannya sama yakni untuk kemaslahatan. Kemudian rumah diperuntukkan kepada anak perempuan karena beberapa alasan yang dijadikan pertimbangan, yakni (1) Karena tinggal bersama orang tua (2) Mengikuti tradisi (3) Tidak mampu membikin rumah sendiri (4) Pertimbangan orang tua yang disepakati para ahli waris (5) Ahli waris lain telah mapan (6) Karena belum menikah (7) Ahli waris laki-laki telah mengambil bagiannya. Adapun bentuk keadilannya, yaitu (1) Dilakukan berdasarkan kesepakatan (2) Bagian yang diperoleh sewajarnya (3) Tradisi kewarisan yang dianggap baik (4) Anak perempuan lebih banyak berperan dalam merawat orang tua (5) Memberikan peluang yang sama bagi para ahli waris untuk mewarisi rumah. Selain itu, dalam pelaksanaannya mengutamakan prinsip assitujungeng, asitinajang, assisompungeng lolo untuk mewujudkan rasa keadilan.
Analisis Hukum Islam Terhadap Teori Hazairin Tentang Penetapan Ahli Waris Pengganti Dalam Sistem Hukum Kewarisan Islam Haslinda Sabdah; Supardin Supardin
Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum Januari
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/shautuna.v2i1.17434

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaiman system pembagian warisan menurut teori Hazairin, jika ahli waris telah meninggal lebih dahulu dari pada pewarisnya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah pembagian warisan terhadap ahli waris pengganti. Ada beberapa pokok permasalahan yang dijabarkan adalah : 1). Apa yang dimaksud dengan ahli waris pengganti menurut Hazairin, 2). Apa dasar hukum yang digunakan oleh Hazairin dalam menetapkan ahli waris pengganti, 3). Bagaimana teori Hazairin tentang ahli waris pengganti memengaruhi system hukum kewarisan Islam. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh beberapa hasil yaitu berdasarkan teori Hzairin, ahli waris pengganti berhak mendapatkan warisan sesuai dengan yang diperoleh Bapak/Ibunya seandainya masih hidup, tanpa ada diskriminasi antara cucu laki-laki ataupun cucu perempuan. Dan bagian untuk masing-masing ahli waris pengganti atau mawali menurut Hazairin sesuai dengan jumlah bagian ahli waris yang digantinya dengan mempertimbangkan posisi mereka masing- masing.  Selanjutnya  atas kesamaan keduduukan, ahli waris pengganti laki-laki dengan ahli waris pengganti perempuan 2 : 1. Dengan adanya teori Hazairin dalam menetapkan ahli waris pengganti, maka kepada masyarakat muslim khususnya di Indonesia diharapakan sudah tidak ada lagi permasalahan mengenai warisan karena teori tersebut sudah sangat jelas pembagiannya dan dirasakan  sudah cukup adil
Adultery Criminalization Spirit in Islamic Criminal Law: Alternatives in Indonesia’s Positive Legal System Reform Supardin Supardin; Abdul Syatar
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v5i2.9353

Abstract

This study aims to provide new ideas in the criminal law reform discourse in Indonesia, especially concerning the adultery issue, by employing a socio-legal approach and Islamic criminal law. The socio-legal approach was performed by combining normative analysis and non-legal scientific tactics in observing the applicable law. Meanwhile, the Islamic criminal law was used to assess and contribute new ideas to the Indonesian legal system in the future, presuming criminal law reforms are implemented. The results indicated fundamental weaknesses in Article 284 of the Criminal Code (KUHP) in terms of defining adultery and the prescribed sanctions. Hence, the community’s need for efforts to reform the adultery penalty following the national culture is inevitable. The best solution is that the spirit of adultery sanctions in Islamic criminal is expected to be an alternative to renew Indonesia’s criminal law system in the future. Although some elements of the nation may not expect the form of adultery sanction in Islamic penalties, the spirit in it aims to have strong legal certainty and maintain human life