Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Hilangnya Hak Istri Untuk Meminta Cerai Ketika Suami Terinfeksi Covid-19 Pandangan Imam Hanafi Diky Faqih Maulana; Abdul Rozak; Musta'in Billah
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 7 No 1 (2020)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v7i2.16169

Abstract

Tidak terpenuhinya hak nafkah istri menurut mayoritas ulama menyebabkan istri memiliki hak untuk menggugat cerai suaminya. Lalu apakah istri berhak menceraikan suami yang sedang kesulitan dengan alasan terpapar covid-19? Penelitian ini merupakan penelitian pustaka bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan perceraian ketika dalam kondisi sulit karena terinfeksi Covid-19 menurut Imam Hanafi tidaklah bermoral dan tidak manusiawi. Istri tidak dapat menggunakan hak fasakh-nya ketika suami tidak dapat menunaikan kewajibannya atau dalam kondisi terpuruk. Alasan Imam Hanafi, (1) suami menafkahi istri semampunya, (2) suami mempunyai hak untuk memperbaiki keadaan sehingga istri perlu bersabar. Hal ini sesuai dengan nilai yang terkandung dalam surat At-Thalaq ayat 7 dan menggunakan metode Istihsan adh-Dharuriyat.
KOMUNIKASI LINTAS AGAMA: Modal Sosial Pembentukan Masyarakat Sipil Abdul Rozak
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 9, No 1 (2008)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7571.763 KB)

Abstract

Struktur masyarakat Indonesia bersifat majemuk. Masyarakat majemuk, kata Furnivall sebagaimana disitir Shepsle, adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen dan tatanan sosial yang hidup berdampingan tetapi tidak berintegrasi dalam satu kesatuan politik. Kemajemukan tersebut merupakan kekayaan bangsa yang sangat bernilai, namun pada sisi yang lain pluralitas tersebut dapat menjadi hambatan yang serius bagi integrasi sosial dan pembangunan nasional. Terlebih jika stratifikasi sosial berbenturan dengan differensiasi sosial, maka konflik yang eksesif seringkali tidak dapat dielakkan. Selain itu, sebagaimana diungkap oleh Ted Gurr, sebagai negara yang sedang berada dalam tahap awal demokrasi, Indonesia memiliki resiko tinggi untuk menghadapi konflik  kekerasan. Negara yang sedang dalam masa transisi menunju demokrasi berada dalam periode tidak stabil dan pada banyak hal tidak fungsional sehingga kehilangan kapasitas represif untuk menciptakan ketertiban. Karena itu, tahap transisi seringkali dianggap sebagai tahap yang diwarnai oleh ketidak-pastian dan dipenuhi oleh pergesekan antar berbagai kepentingan, termasuk berdasarkan kepentingan agama.
Istihsan as a Finding Method of Progressive Islamic Law in the Industrial Revolution Era 4.0 Diky Faqih Maulana; Abdul Rozak
El-Mashlahah Vol 11, No 2 (2021)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/elma.v11i2.2981

Abstract

ABSTRACTThe rapid development of generations and science raises various new problems that are not only solved by the legal sources of the Qur'an and Hadith. Istihsan is a way of finding Islamic law, which is used as a proposition (dalil) in Hanafi fiqh. The article examined the role of istihsan as a finding method of progressive Islamic law. The research was descriptive-analytical with a normative approach. Istihsan is another most decisive option in finding Islamic law, because many contemporary things in the era of the industrial revolution 4.0, such as eye transplant law, buying and selling without qabul lafdzi at mini markets, and transactions on vending machines and online shops have been completed using the istih}san method, as well as establishing the laws. The essential goal of istih}an is to eliminate madorot (harm) and achieve maslahah (benefits). While maslahah is the goal of value in the establishment of progressive Islamic law. istihsan is very possible to be developed and modified as a method of establishing the law that is dynamically and develops following the times.Keywords: Istihsan, Progressive Islamic Law, Industrial Revolution Era 4.0.ABSTRAKPesatnya perkembangan generasi dan ilmu pengetahuan, menimbulkan berbagai problem baru yang tidak hanya diselesaikan dengan sumber hukum al-Qur’an dan Hadis. Istihsan adalah cara menemukan hukum Islam yang dijadikan dalil dalam fiqih Hanafi. Tulisan ini akan mwngkaji peran istih}san sebagai metode menemukan hukum Islam yang progresif. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan normatif. Istihsan menjadi opsi lain yang paling menentukan dalam menemukan hukum Islam, karena banyak hal kontemporer di era revolusi industri 4.0 seperti hukum pencangkokan mata, transaksi jual beli tanpa ijab qabul lafdzi pada mini market, transaksi pada vending machine dan transaksi online shop telah diselesaikan dengan metode istihsan dan hukum yang ditetapkan. Tujuan esensial dari istihsan adalah menghilangkan madorot dan mencapai maslahah. Sedangkan kemaslahatan adalah nilai yang ingin dicapai dalam pembentukan hukum Islam yang progresif. istihsan sangat memungkinkan untuk dilakukan pengembangan dan modifikasi sebagai metode penetapan hukum yang bergerak dinamis dan berkembang yang sinkron dengan perkembangan zaman.Kata Kunci: Istihsan, Hukum Islam Progresif, Era Revolusi Industri 4.0.
Istihsan as a Finding Method of Progressive Islamic Law in the Industrial Revolution Era 4.0 Diky Faqih Maulana; Abdul Rozak
El-Mashlahah Vol 11, No 2 (2021)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/elma.v11i2.2981

Abstract

The rapid development of generations and science raises various new problems that are not only solved by the legal sources of the Qur'an and Hadith. Istihsan is a way of finding Islamic law, which is used as a proposition (dalil) in Hanafi fiqh. The article examined the role of istihsan as a finding method of progressive Islamic law. The research was descriptive-analytical with a normative approach. Istihsan is another most decisive option in finding Islamic law, because many contemporary things in the era of the industrial revolution 4.0, such as eye transplant law, buying and selling without qabul lafdzi at mini markets, and transactions on vending machines and online shops have been completed using the istih}san method, as well as establishing the laws. The essential goal of istih}an is to eliminate madorot (harm) and achieve maslahah (benefits). While maslahah is the goal of value in the establishment of progressive Islamic law. istihsan is very possible to be developed and modified as a method of establishing the law that is dynamically and develops following the times.
Pengaruh Pandemi Covid 19 terhadap Perceraian Masyarakat Rembang Berdasarkan Aspek Sosial dan Angka di Pengadilan Abdul Rozak; Mu'tashim Billah; Diky Faqih Maulana
Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum Vol. 6 No. 2 (2021): Al-Ahkam: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum
Publisher : IAIN Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22515/alahkam.v6i2.3757

Abstract

Maintaining the integrity of the household is not easy, the dynamics of life as husband and wife must be lived with patience and caution. However, this circumstances are sometimes seems insufficient to maintain the household. This indication could be seen that number of couples who prefer to end their marital relationship with dissolution. This article attempts to answer two main questions, namely: first, what are the main factors that cause the divorce in Rembang City; second, does the COVID-19 pandemic affect the divorce rate in Rembang City. This article is a qualitative research using a normative-empirical approach. The results of the analysis of this study show that the COVID-19 pandemic does not significantly affect changes in the divorce rate in Rembang City. This is due to the background of the Rembang community which is dominated by santri. Spiritual values ​​are still a solid foundation that can maintain the unity of the household when some couples choose to divorce due to the economic and mental depression that caused by the pandemic.   Mempertahankan keutuhan rumah tangga bukan perkara mudah, dinamika kehidupan sebagai suami dan istri harus dihadapi dengan penuh kesabaran serta kehati-hatian. Akan tetapi, sikap tersebut terkadang dirasa kurang cukup untuk mempertahankan rumah tangga. Hal ini ditandai dengan banyaknya pasangan yang lebih memilih untuk mengakhiri hubungan perkawinannya dengan jalur perceraian. Artikel ini berusaha untuk menjawab dua persoalan utama, yaitu: pertama, apa saja faktor utama yang menjadi alasan perceraian di Kota Rembang; kedua, apakah pandemi COVID-19 berpengaruh terhadap angka perceraian di Kota Rembang. Artikel ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan metode pendekatan normatif-empiris. Hasil dari analisis penelitian ini menggambarkan bahwa faktor yang menyebabkan perceraian di Rembang adalah: kekerasan fisik dan psikologis, perselingkuhan, kurangnya tanggung jawab suami dalam menafkahi istri dan anak serta komunikasi yang buruk sekali pandemi COVID-19 tidak terlalu berpengaruh secara signifikan atas perubahan angka perceraian di Kota Rembang. Hal ini disebabkan oleh latar belakang masyarakat Rembang yang didominasi kalangan santri. Nilai-nilai spiritual masih menjadi landasan kokoh yang dapat mempertahankan keutuhan rumah tangga di saat beberapa pasangan memilih untuk bercerai karena depresi ekonomi dan mental yang disebabkan pandemi. 
KETETAPAN HUKUM DAN REKONSTRUKSI PARAMETER HILAH PADA PRAKTIK PERBANKAN SYARIAH Diky Faqih Maulana; Abdul Rozak
Bilancia: Jurnal Studi Ilmu Syariah dan Hukum Vol. 15 No. 1 (2021): BILANCIA
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24239/blc.v15i1.670

Abstract

Many Islamic bank products and contracts are not in accordance with sharia principles. This research will discuss in detail the related hilah in Islamic banking practices and the differences in bank interest with margins, fees, and profit sharing on Islamic bank financing. This research is a qualitative research which is literature study. The results showed that the use and parameters of hilah in syari'ah banking were different and it could be measured to what extent the practice violated the principles of syari'ah or not. Basically, the profit-sharing system, fees and margins are designed to bridge anti-usury groups, but not a few of the syari'ah banks use law to wrap a product or contract with the syari'ah label because in practice it is far from theory and principle. shari'ah. The standard of hilah, where a contract or product must meet Qasd al-shari ', Qasd al-mukallaf, Wasa'il, Maslahah, Rukhsoh and Azimah. If a contract or product meets the five parameters above then it is categorized as masyru'ah (which is permissible), but if it does not fulfill it, even the opposite, it is classified as mazmumah (which is prohibited).
ZAKAT BAGI PEMILIK RUMAH KOS DENGAN PENDEKATAN QIYAS SEBAGAI METODE ISTINBAT HUKUM Abdul Rozak; Diky Faqih Maulana
Al Maqashidi : Jurnal Hukum Islam Nusantara Vol. 4 No. 2 (2021): Al Maqashidi : Jurnal Hukum Islam Nusantara
Publisher : UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (941.002 KB) | DOI: 10.32665/almaqashidi.v4i2.913

Abstract

Sebagai salah satu metode penggalian hukum Islam, qiyas memberi porsi yang sama,baik pada akal maupun teks. Akal digunakan untuk menalar „illat dan teks sebagai landasan dan sandarannya. Qiyas bisa menjadi jalan keluar dalam menentukan kasuskasus hukum kontemporer yang belum ada dalil nashnya. Operasionalisasi Qiyas bisa dilihat dari keharaman sabu-sabu karena diqiyaskan dengan khamr dengan „illatmemabukkan. Kemudian keharaman memukul orang tua karena diqiyaskan dengan larangan berkata kasar atau uf kepada orang tua dengan „illat menyakiti orang tua.Adapun zakat bagi pemilik rumah kos dihukumi wajib karena diqiyaskan dengan māl zakawiy (harta yang wajib dizakati). Karena aṣl-nya disamakan dengan tijārah(dagangan), atau dengan ṡimār (buah-buahan) yang memiliki „illat al-namā‟ (tumbuh atau berkembang). Disamakan dengan dagangan karena rumah kos termasuk bentuk muamalat dengan akad ijarah (sewa-menyewa) yang memiliki nilai ekonomis dan memberi penghasilan kepada pemiliknya. Disamakan dengan buah-buahan karena pendapatan yang didapat bisa berkali-kali dalam setahun, diibaratkan memiliki tanah lalu menanaminya dengan rumah atau deretan kamar-kamar. Adapun ukuran zakat yang dikeluarkan disamakan dengan ketentuan zakat perdagangan atau buah-buahan.