Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

IMPLIKASI ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PADA PERKEMBANGAN SPASIAL DAERAH PINGGIRAN KOTA (Studi Kasus: Desa Batubulan, Gianyar) A.A Ayu Diah Rupini; Ni Ketut Agusinta Dewi; Ngakan Putu Sueca
Undagi : Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa Vol. 5 No. 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1663.151 KB) | DOI: 10.22225/undagi.5.2.405.9-18

Abstract

ABSTRAK Penggunaan lahan yang semakin meningkat untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat seperti tempat tinggal, tempat usaha dan fasilitas umum akan menyebabkan ketersediaan lahan semakin menyempit. Fenomena ini seing terjadi kawasan urban fringe seperti Desa Batubulan sebagai daerah pinggiran Kota Denpasar. Desa Batubulan memiliki posisi strategis karena secara geografis berada di jalur rute wisata antara Sanur-Sukawati-Celuk-Ubud serta ditunjang oleh keberadaan terminal antar kota yang dibangun sekitar tahun 1984. Hal ini semakin ditunjang dengan program pengembangan kawasan di Bali yang memfokuskan pada empat kota utama di Bali, yaitu Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita) menjadi kota-kota yang merupakan wilayah prioritas Bali Tengah serta merupakan kawasan cepat berkembang. Desa Batubulan berada pada zona pengembangan kawasan Sarbagita dan dinyatakan sebagai kawasan counter magnet (kawasan penyangga) dari Kota Denpasar. Berdasarkan hasil analisis yang didapat, telah terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian yang signifikan, sehingga berdampak pada kondisi fisik, kependudukan dan sosial-ekonomi wilayah di Desa Batubulan. Terjadi perkembangan pola spasial desa ini dari masa ke masa sebagai implikasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan terjadinya aglomerasi ekonomi. Di masa depan, jika tidak ada pengendalian dan perencanaan yang terpadu perkembangan permukiman yang “mencaplok” wilayah pinggiran kota dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia dan keseimbangan ekosistem sekitar. Tulisan ini mengkaji bagaimana perkembangan pola spasial wilayah yang terjadi di Desa Batubulan sebagai Urban Fringe Area (daerah pinggiran kota) yang berawal dari beberapa titik momentum dari masa kerajaan hingga tahun 2016. Metode analisis yang dipergunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yang diperkuat dengan data-data kuantitatif dan teknik overlay mapping (pemetaan). Kata kunci:Alih Fungsi Lahan, daerah pinggiran kota, lahan pertanian, Desa Batubulan ABSTRACT The increase of land use as a settlements, bussiness facilities and public facilities will decrease agricultural area and transform into non agricultural functions. This phenomenon is usually often occurs in urban fringe areas such as Batubulan Village as a suburbs of Denpasar. Batubulan has a strategic position because it is geographically located in the intersection of the tourism attraction route Sanur-Sukawati-Celuk-Ubud, and also supported by the existence of inter-city terminals built around 1984. This is further supported by the program of development of the area in Bali which focuses on four main cities In Bali, namely Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita) into cities that are priority areas of Central Bali as well as a fast growing area. Batubulan located in Sarbagita area development zone and declared as a magnet counter area (buffer zone) of Denpasar City. Based on the results of the analysis obtained, there has been a significant conversion of agricultural land to non-agricultural land that affect the physical condition, population and socio-economic areas in Batubulan. The development of spatial pattern from time to time as an implication of the land conversion and the occurrence of economic aglomeration. If there is no unified control and planning, the development of settlements that "feed" urban fringe areas may pose a threat to human survival and the balance of the surrounding ecosystem. This paper examined how the development of regional spatial patterns that occurred in the Batubulan as urban fringe area which originated from several points of momentum from the empire until 2016. The analysis method which used is descriptive qualitative analysis reinforced by quantitative data and overlay mapping techniques. Keywords:Land conversion, urban fringe area, agrarian land, Desa Batubulan