M Thoriqul Huda
Institut Pesantren KH Abdul Chalim Mojokerto

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

MEDIA SOSIAL SEBAGAI SARANA MEMBANGUN KERUKUNAN PADA KOMUNITAS YOUNG INTERFAITH PEACEMAKER (YIPC) M Thoriqul Huda; Okta Filla Filla
Religi: Jurnal Studi Agama-agama Vol 15, No 1 (2019)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/rejusta.2019.1501-03

Abstract

Diversity is a reality for the Indonesian nation, one form of diversity, namely religion. Religion is a guide from the creator of how humans can live in differences so as to create an orderly and harmonious life. However, the phenomenon that occurs is just the opposite where religion in fact makes someone to claim the truth of each religion. This certainly becomes a serious conflict for the Indonesian people considering that Indonesia is a plural country and should have an understanding of tolerance. Actually tolerance is not just a concept that must be understood but must be realized in attitudes and behaviors so that a harmony between religious people will be realized. Amid the current global developments, technological sophistication cannot be dammed so that people can easily receive information. Responding to this phenomenon if we especially as youths who basically have an important role in building inter-religious harmony cannot properly take advantage of the existence of social media, it will easily accept and even spread hoax issues, the impact of this will certainly damage the relationship between harmony religious people should be as young people as filtering and wise in the use of social media. Through social media, we as young people can do positive things as well, pour creative ideas to channel talents that we have such as making writings or images so that they can be enjoyed by others, communicating with distant friends or adding friends by joining a social group that later will add insight and foster harmony among others Keywords: Social Media, Harmony, YIPC
Peran Budaya dalam Membangun Hubungan Antara Umat Beragama di Suku Tenger M Thoriqul Huda
Palita: Journal of Social Religion Research Vol 4, No 1 (2019): Palita: Journal of Social Religion Research
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24256/pal.v4i1.527

Abstract

Indonesia is a country that has diversity in ethnicity, ethnicity, race, language, religion, and culture. However, this diversity is capable of causing conflicts both internally and externally. As with many cases that occur in Indonesia. Religion itself is a foothold, belief, and life guide, even as a scapegoat for conflicts in society. But other than the tengger tribe located in Lumajang Regency, Malang Regency, Pasuruan Regency and Probolinggo Regency, there are three religions that coexist in one village namely Islam, Hinduism and Buddhism. In the midst of pluralism, different societies of understanding and belief turned out to be able to have an attitude of tolerance and mutual respect between each other. Religious diversity is not a problem for the agrosari community to interact in carrying out daily activities. Regarding tolerance among religious people has recently become a very sticky issue among academics and the public. Local wisdom and culture are solutions to overcome this problem. Local wisdom in the Tengger tribe community is inseparable from the values of Javanese culture, as well as the cultural heritage of Majapahit which is still developing with mutual respect, tolerance, and respect for ancestral spirits and there are no striking differences in ethnicity other than differences in religious beliefs. Togetherness is manifested in the form of traditional rituals such as the Unan-Unan ceremony, Bari'an (Selamatan). Each religion has its own demands for tolerance in the Tengger tribe is ingrained, the Tengger tribe community also upholds equality and democracy in community life and respects religious leaders and dukun (sepiritual teachers) rather than administrative leaders. Because all are brothers, all families, still peaceful and harmonious, which is the mandate and ancestral heritage.
Media Sosial Sebagai Sarana Membangun Kerukunan Pada Komunitas Young Interfaith Peacemaker (YIPC) M Thoriqul Huda
Religious: Jurnal Studi Agama-Agama dan Lintas Budaya Vol 3, No 1 (2018): VOLUME 3,1
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (550.441 KB) | DOI: 10.15575/rjsalb.v3i1.4099

Abstract

Keberagaman adalah realitas bagi bangsa Indonesia, salah satu bentuk keberagamannya yakni agama. Agama merupakan petunjuk dari sang pencipta bagaimana manusia bisa hidup dalam perbedaan sehingga menciptakan kehidupan yang teratur dan harmonis. Akan tetapi fenomena yang terjadi justru sebaliknya dimana agama pada kenyataanya membuat seseorang untuk mengklaim kebenaran dari tiap-tiap agamnya. Hal ini tentu menjadi konflik yang serius bagi bangsa Indonesia mengingat Indonesia adalah negara yang plural dan sudah seharusnya memiliki pemahamann akan toleransi. Sebenarnya toleransi bukan hanya sekedar konsep yang harus dipahami akan tetapi harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku sehingga akan terwujud suatu kerukunan antar umat Beragama. Ditengah arus perkembangan global saat ini kecanggihan teknologi tidak dapat dibendung sehingga masyarakat dapat dengan mudah menerima informasi. Menanggapi fenomena tersebut apabila kita khusunya sebagai pemuda yang pada dasarnya memiliki peran penting dalam membangun kerukunan antar umat beragama tidak bisa dengan baik memanfaatkan adanya media sosial maka akan dengan mudah menerima bahkan menyebarkan isu-isu hoax, dampak dari hal tersebut tentunya akan merusak hubungan kerukunan antar umat beragama maka sebaiknya sebagai pemuda harus memfilter dan bijak dalam penggunaan sosial media. Melalui sosial media kita sebagai pemuda bisa melakukan hal positif seperti halnya, menuangkan ide-ide kreatif menyalurkan bakat yang kita miliki seperti membuat tulisan atau gambar sehingga dapat dinikmati oleh orang lain, berkomunikasi dengan teman yang jauh atau menambah teman dengan bergabung dalam sebuah grup sosial yang nantinya akan menambah wawasan dan menumbuhkan kerukunan antar sesama
Pluralisme Dalam Pandangan Pemuda Lintas Agama di Surabaya M Thoriqul Huda; Isna Alfi Maghfiroh
Satya Widya: Jurnal Studi Agama Vol 2 No 1 (2019): Satya Widya: Jurnal Studi Agama
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/swjsa.v2i1.50

Abstract

Pluralisme merupakan suatu paham yang mengajarkan akan keragaman baik dari suku, bahasa, budaya, ras, dan agama yang mana tidak ada diskriminasin didalamya Sehingga pluralisme itu dilandasi dengan sikap toleransi antar sesama manusia. Pluralisme mengajarakan bahwa tidak ada agama yang sama, akan tetapi pluralisme lebih menekankan pada sikap keterbukaan antar sesama. Dalam hal ini sikap toleransi yang lebih di utamakan adalah sikap saling menghargai, saling menghormati, saling tolong-menolong, saling menjaga, dan saling tenang tidak saling terganggu antar sesama manusia dalam skala global dan universal. Pada hakikatnya semua agama itu mengajarkan akan cinta kasih yang disebarkan dengan perdamaian tanpa harus ada peperangan. Dan realitas pluralisme bangsa Indonesia tergolong dalam tingkat yang baik akan tetapi masih perlu untuk ditingkatkan lagi. Hal ini dikarenakan akhir-akhir ini banyak konflik-konflik yang terjadi baik itu konflik sosial, budaya, politk, bahkan agama. Konflik atas isu agama sangat mudah muncul kepermukaan, sebagai bentuk rasa emosioanal yang tidak dapat dibendung. Konflik-konflik tersebut merupakan peristiwa yang harus dihindari bahkan seharusnya tidak terjadi. Karena disetiap ada konflik baik yang mengatasnamakan negara, politik, sosial, budaya, maupun agama pastilah akan menimbulkan kekacauan, kerusakan, kehancuran bahkan kehilangan jiwa raga. Oleh karena itu kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus mampu menjaga kesatuan dan persatuan umat, agar tidak mudah untuk dipecah belah. Dengan bersatu padunya remaja dalam membagun negara maka akan tercipta suatu keinginan luhur bangsa yaitu dapat hidup rakun, damai, aman, tentram, dan nyaman dalam perbedaan. Karena perbedaan membuat kita mengerti dan memahami akan keberagaman. Dan keragaman merupakan suatu hal terindah yang diciptakan Tuhan
Teologi Toleransi Agama Khonghucu di Klenteng Boen Bio Surabaya M Thoriqul Huda
Satya Widya: Jurnal Studi Agama Vol 2 No 2 (2019): Satya Widya: Jurnal Studi Agama
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/swjsa.v2i2.350

Abstract

Mutual respect and mutual appreciation is an attitude that must be possessed by everyone to realize tolerance. Tolerance is the most important aspect of living in a community. Where in living in society, of course, everyone wants a life that is safe, peaceful and peaceful. However, it is undeniable that many differences will be found in society, ranging from the nature, behavior, culture, ethnicity, even different religions of others. Differences can lead us to two opposite things, namely hostility and peace. Differences can be hostile if we cannot respond to differences themselves, and can truly be peaceful if we can accept and respect these differences. Many religious differences cause conflict, but today many religious people are aware of differences and begin to instill tolerance within themselves. As in Confucianism, this ethnic Chinese religion also upholds tolerance. This is done on the grounds that differences do exist and differences are not to destroy each other but to complement. Like the Confucian religion in Indonesia, they appreciate diversity. Chinese ethnicity is aware that Indonesia is a diverse country, and Indonesia was born from these differences. That proves that differences bring unity, not even bring destruction. In Confucianism, it was also taught about tolerance, which was later implicated in community life which was full of diversity. For example, in the Boen Bio temple area in Surabaya, they respect, respect and understand each other with the surrounding community who have different beliefs with them.
TOLERANSI DAN PRAKTIKNYA DALAM PANDANGAN AGAMA KHONGHUCU M Thoriqul Huda; Rikhla Sinta Ilva Sari
Jurnal Studi Agama Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Studi Agama
Publisher : Program Studi Studi Agama Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/jsa.v4i1.6159

Abstract

Saling menghargai dan saling menghormati adalah suatu sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk terwujudnya suatu toleransi. Toleransi merupakan aspek terpenting dalam hidup bermasyarakat. Dimana dalam hidup bermasyarakat tentu semua orang menginginkan hidup yang aman, tentram, dan damai. Namun, tidak dapat dipungkiri juga bahwasanya dalam bermasyarakat akan banyak di jumpai perbedaan, mulai dari sifat, perilaku, budaya, etnis, bahkan agama orang lain yang berbeda. Perbedaan dapat membawa kita pada dua hal yang berlawanan yakni permusuhan dan perdamaian. Perbedaan dapat menjadi permusuhan jika diri kita tidak mampu untuk menyikapi perbedaan itu sendiri, dan justru dapat menjadi perdamaian jika kita dapat menerima dan menghormati perbedaan tersebut. Perbedaan agama banyak menimbulkan konflik, namun dewasa ini banyak orang beragama yang sadar akan perbedaan dan mulai menanamkan sikap toleransi didalam dirinya. Seperti halnya didalam agama Khonghucu, agama etnis Tionghoa ini juga menjunjung tinggi rasa toleransi. Hal tersebut dilakukan dengan alasan bahwa perbedaan merupakan hal yang pasti adanya dan perbedaan seharusnya tidak untuk memecah belah melainkan untuk saling melengkapi. Seperti halnya pemeluk agama Khonghucu yang ada di Indonesia, mereka sangat menghargai perbedaan. Etnis Tionghoa itu sadar bahwa Indonesia adalah suatu Negara yang beragam, dan Indonesia lahir dari adanya perbedaan tersebut. Hal itu membuktikan bahwa perbedaan membawa persatuan, bukan malah membawa kehancuran. Dalam agama Khonghucu juga diajarkan mengenai toleransi, yang mana hal tersebut kemudian diimplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan keberagaman. Misalkan saja di dalam kawasan klenteng Boen Bio di Surabaya, mereka menghargai, menghormati, dan saling memahami dengan masyarakat sekitar yang berbeda keyakinan dengan mereka. Kata kunci: Toleransi, Agama Khonghucu, Klenteng Boen Bio
Relasi Sosial Masjid Baitul Falah Dengan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Rock Di Surabaya M Thoriqul Huda; Bisma Dwi Anggana
Al-Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian Vol 14, No.2, November 2019
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/ai.v14i2.1221

Abstract

The relation between Islam and Christianity is indeed endless to study, perhaps these two religions often occur in the dynamics of inter-religious conflict. The Bethel Indonesia Rock Church and the Baitul Falah Mosque have succeeded in establishing harmonious relations which can be as an example of a form of harmony in the equality of states. The wealth of pluralism possessed in this country in fact shows that it has played a major role in building relationships that can build relationships and cooperation between religions. The Muslim-Christian network that took place by the Baitul Falah Mosque and Bethel Rock Church in Surabaya has succeeded in proving the importance of relations between religions such as Muslims and Christians. Social activities carried out together can be used as a benchmark in maintaining harmony between religious groups. Various forms of social activities can be said to be the beginning of an effort to not divide the problems that occur in the problem of religious people. In their efforts to shape these social activities, these two places of worship have indirectly established good relations with the scope of dialogue. This might happen because between GBI Rock and Baitul Falah Mosque, they participate in all activities in which they take care of each other's houses of worship without any disturbance. The two places of worship have carried out a form of life dialogue that reconciles Muslims and Christians through experiences of living together in close proximity to places. In this case, it can be understood that it is important to develop cooperation in maintaining harmony through establishing good social relations between religious communities, hence the creation of a peaceful and happy world even lives in the reality of a multi-religious society.