Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

THE CONCEPT OF JUSTICE IN THE MANAGEMENT AND UTILIZATION OF NATURAL RESOURCES BASED ON THE 1960 BASIC AGRARIAN LAW M. Yazid Fathoni
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 1, No 1 (2013): DIALEKTIKA KEPASTIAN HUKUM DAN KEADILAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (319.826 KB) | DOI: 10.12345/ius.v1i1.225

Abstract

The Agrarian Law of 1960 is  basic rule for managing and exploiting natural resources  in Indonesian which one it’s aim is to create justice to both state and  citizen. Even though justice has been  established as it’s aim, but still the justice as stipulated in Agrarian Law of 1960 is unclear such as it’s definition, standing and position, function, as well as it’s profile and character. Such vagueness impacts on variety of things including the final purpose to which the law directs. Nevertheless, theoretically, the justice on the perspective of Agrarian Law of 1960 is relatively closer to utilitarianism theory has i.e. to create the happiness and welfare for the greatest number of Indonesian people. Finally, according to utilitarianism perspective, the happiness and welfare supposes to be enjoyed and possessed  by every body, or if it can’t be realized,  at least by the greatest number of people.  Keywords: Natural Resources, Managing,  Justice
PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM PEMBEBASAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Sahnan Sahnan; M. Yazid Fathoni; Musakir Salat
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 3, No 3 (2015): HAK MENGUASAI (Monopoli) NEGARA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (173.527 KB) | DOI: 10.12345/ius.v3i9.257

Abstract

Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan yang terus mengalami peningkatan, menyebabkan kebutuhan tanah semakin meningkat. Kebutuhan tanah untuk kepentingan umum tidak jarang menimbulkan permasalahan karena dalam proses pembebasan jarang ditemukan ada kesepakatan langsung antara pemilik tanah (pemegang hak) dengan pemerintah atau pihak yang membutuhkan mengenai besaran ganti rugi. Penerapan prinsip keadilan seringkali dilanggar dan disimpangkan oleh pemerintah atau pihak-pihak yang membutuhkan tanah.  Pihak pemilik tanah mempunyai pandangan bahwa besaran ganti rugi cenderung tidak memberikan nilai keadilan dan kehidupan yang lebih sejahtera. Penelitian ini bertujuan adalah: (1). Untuk mengkaji dan menganalis penerapan prinsip keadilan dalam pembebasan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum,  dan (2). Mengkaji dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam  penerapan prinsip keadilan dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum dan upaya-upaya yang dilakukan pihak-pihak yang terkait khususnya pemerintah. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang mengkaji Asas/prinsip keadilan hukum, mengkaji norma-norma dan konsep-konsep hukum yang mengatur tentang pembebasan tanah atau pengadaan tanah. Dari hasil penelitian dapat dikemukakan  bahwa: Penerapan prinsip keadilan dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum dalam realitasnya masih belum menyentuh rasa keadilan masyarakat karena bentuk dan besaran ganti rugi yang diberikan kepada masyarakat masih jauh dari kelayakan.
Peran BPN Lombok Barat Dalam Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Antara Masyarakat Dengan Investor Di Atas Tanah Yang Terindikasi Terlantar M. Yazid Fathoni; Diangsa Wagian
Jatiswara Vol 33 No 2 (2018): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.371 KB) | DOI: 10.29303/jatiswara.v33i2.163

Abstract

Penelitian ini bertujuan menemukan keberadaan konflik penyerobotan tanah terlantar oleh masyarakat, faktor yang menyebabkan terjadinya konflik penyerobotan tanah terlantar dan akhirnya mengetahui peran BPN dalam menyelesaikan konflik penyerobotan tanah terlantar oleh masyarakat di wilayah kerja BPN Lombok Barat. Disamping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menemukan dan menganalisis peran BPN dan model penyelesaian konflik penyerobotan tanah terlantar oleh masyarakat di wilayah kerja di BPN Lombok Barat. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum empiris. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada satupun dari tanah yang ditinggalkan oleh pemegang hak (investor) sebagai tanah terlantar. Tanah-tanah hak tersebut baru hhanya berstatus sebagai tanah yang terindikasi terlantar. Kasus penyerobotan tanah oleh masyarakat terjadi di berbagai lokasi. Akan tetapi, kasus penyerobotan tanah dan berujung pada konflik dengan investor namun belum dilaporkan kepada BPN Lobar baru satu, yaitu dalam kasus PT. Mekaki Indah. Adapun kasus penyerobotan tanah oleh masyarakat yang berujung pada konflik dan telahh dilaporkan ke BPN Lobar juga satu kasus yaitu dalam kasus PT WAH di Gili Terawangan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik tersebut. Pertama: karena adanya konflik kepentingan dalam mengeksploitasi dan menguasai tanah. Masyarakat butuh tanah untuk keperluan bisnis. Kedua, masyarakat mengangggap bahwa tanah yang dikuasai oleh investor merupakann hak milik nenek moyang mereka. Disamping itu, peluang ekonomis juga menjadi salah satu penyebab terjadinya penyerobotan tanah oleh masyarakat.
Pemanfaatan dan Pola Penyelesaian Sengketa Sumber Daya Air di Kecamatan Batulayar Lombok Barat M. Yazid Fathoni; Sahnan -; Diangsa Wagian
Jatiswara Vol 30 No 2 (2015): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.06 KB)

Abstract

This research tries to find out and analyze: factors which bring about dispute or conflict within the making use of water resources in the sub-district of Batulayar and also its settlement. This research discovers that the possession of water resources in Batulayar is on state hand through the public work office (agency) of west Lombok and technically executed by the doorman of the main water dam which locates in the forest area of Pusuk. In relation with its distribution, the doorman of the main water dam refers to the agreement among and the request of Pekaseh (the distributors of water). Yet, however, there is always factor bring about conflict, which finally leads to dispute. Up to now, still, the dispute of water resources in the sub-district of Batulayar can always be settled through non-litigation mechanism.
Tinjauan Hukum Pengaturan Penguasaan Dan Pemanfaatan Tanah Sempadan Pantai Untuk Usaha Kuliner M. Yazid Fathoni; Sahrudin Sahrudin; Lalu Hadi Adha
Jatiswara Vol 35 No 1 (2020): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.127 KB) | DOI: 10.29303/jatiswara.v34i1.223

Abstract

Desa Senteluk merupakan salah satu desa yang mepunyai wilayah pantai di Kecamatan Batulayar. Oleh karena memiliki pantai, Pemerintah Desa Senteluk mengembangkan wilayah tersebut sebagai obyek wisata dengan mengembangkan usaha kuliner sebagai daya tariknya. Usaha-usaha kuliner tersebut didirikan di sepanjang sempadan pantai yang ada di Desa Senteluk dengan cara pemeberian sewa lahan dan tempat ke masyarakat. Karena usaha kuliner tersebut menggunakan sempadan pantai maka peneliti tertarik untuk mengupas lebih jauh mengenai pengaturan pemanfaatan lahan sempadan pantai tersebut dan akibat hukumnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa pada dasarnya tidak terdapat larangan terkait terhadap pemanfaatan sempadan pantai, asalkan pemanfaatannya tidak merusak kondisi lingkungan di sekitar sempadan pantai. Selain itu, terkait dengan perjanjian sewanya karena dibuat dengan cara tidak tertulis, dalam arti para pihak tidak menentukan hak dan kewajiban mereka secara terperinci, maka hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian sewa ini secara hukum ditentukan berdasarkan unsur naturalia.
Sistem Peralihan Hak Atas Tanah Sebelum dan Sesudah Berlakunya UUPA Ditinjau Dari Perspektif Abstract dan Causal System M. Yazid Fathoni; Sahruddin Sahruddin; Zaenal Arifin Dilaga
Private Law Vol. 2 No. 1 (2022): Private Law Universitas Mataram
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.066 KB) | DOI: 10.29303/prlw.v2i1.575

Abstract

Peralihan hak atas tanah di indonesia merupakan persoalan klasik yang sampai saat ini belum memiliki pengaturan yang tidak begitu jelas dalam sistem hukum positif di Indonesia. berkaitan dengan hal itu, penelitian ini bertujuan untk untuk menelusuri sejarah pengaturan dan perkembangan terkait peralihan hak atas tanah di Indonesia dengan coba menjawab perumusan masalah: Bagaimanakah perbedaan mekanisme peralihan hak atas tanah melalui perjanjian baik sebelum dan sesudah diberlakukan UUPA? Dan Bagaimanakah sistem peralihan hak atas tanah jika dilihat dari abstract system dan causal system peralihan hak kebendaan sebelum dan sesudah berlakunya UUPA?. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan statute approach, analytical approach, dan comparative approach. Peralihan Hak atas tanah sebelum diberlakukan UUPA, khususnya pada saat zaman pendudukan Belanda, pengaturan peralihan hak atas tanah secara tertulis tunduk kepada ketentuan Overschrijvings Ordonantie 1834. Untuk peralihan hak atas tanah, perpindahan/balik namanya harus melalui overschrijving ambtenaar. Jika melihat konsep dan pola yang diterapkan dalam peralihan hak atas tanah sebelum diberlakukan UUPA maka sangat jelas pola yang diterapkan dalam menentukan keabsahan peralihan hak atas tanah adalah pola campuran mix causal-abstract system. Berbeda dengan hal tersebut, setelah diberlakukan UUPA, peralihan hak atas tanah secara normatif mengacu pada PP Nomor 24 Tahun 1997 yang menegaskan bahwa peralihan hak atas tanah hanya dapat dibuktikan dengan akta PPAT sehingga konsepnya ini lebih dekat dengan konsep abstract system.
PENYULUHAN HUKUM TENTANG TATA CARA PERKAWINAN DAN PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 M. Yazid Fathoni; Sahruddin Sahruddin; Diangsa Wagian
Jurnal Abdi Insani Vol 6 No 1 (2019): Jurnal Abdi Insani Universitas Mataram
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/abdiinsani.v6i1.199

Abstract

Walaupun telah di undangkan hampir selama 40 tahun, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 masih saja asing bagi sebagian masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perkawinan yang dilakukan hanya secara adat dan tidak menghiraukan ketentuan-ketentuan formal dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, khususnya mengenai batas umur dan pencatatan perkawinan. Akibatnya lebih jauh, mereka kesulitan ketika akan menghadapi berbagai urusan yang bersinggungan dengan hal-hal yang bersifat administratif, seperti pembuatan akta kelahiran anak dan lainnya. Di lokasi yang akan dijadikan penyuluhan ditemukan selain banyak terjadi pernikahan sirri juga banyak terjadi pernikahan di bawah umur, yang rata –rata dilakukan pada usia Sekolah Menengah Atas. Umumnya yang melakukan pernikahan dibawah umur ini di lokasi penyuluhan adalah perempuan. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan keterampilan dalam mehami subtansi dan administrasi pencatatan perkawinan. Kegiatan ini menghasilkan pemahaman, penguasaan, dan keterampilan pengurusan administrasi perkawinan untuk mendapatkan keabsahan perkawinan. Kesimpulan dari kegiatan ini kesadaran hukum masyarakat sangat kurang sehingga upaya peningkatan ke arah itu perlu ditingkatkan.
Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Lahan Antara Pemilik Dengan Pihak Bumdes Di Kawasan Wisata Senggigi Tanjung Bias M. Yazid Fathoni; Sahruddin Sahruddin; H. Zaenal Arifin Dilaga
Private Law Vol. 2 No. 3 (2022): Private Law Universitas Mataram
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/prlw.v2i3.1631

Abstract

The utilization of the coastal border area for business in Senteluk Village Batulayar District usually make a conflict, especially between the businessman and the people who claim to be land owners, in a lease agreement legal relationship. Based on this case, the study's purpose is to find out the status of the land or lease agreement object in the coastal border area. The research method in this research is normative-legal research. The result of this study showed that first, land or lease agreement objects in Tanjung Bias could be analyzed based on two perspectives. In the first perspective, If we analyze the legislation, the land is a coastal border, it is meant that the area should be possessed and managed by the state. In the second perspective, the coastal border is the private land owner and not the state owner because the owner has a certificate or authentic evidence to prove her land. The court decision showed that the land or lease agreement object at the coastline border area is the owner of the plaintiff or individual rights. If the party default so the lessee or the landowner has the right to null and void the lease agreement or they could make another legal action based on the legislation