Claim Missing Document
Check
Articles

Found 40 Documents
Search

Pola Sensitivitas In Vitro Salmonella Typhi Terhadap Antibiotik Kloramfenikol, Amoksisilin, Dan Kotrimoksazol: Di Bagian Anak RSUD Ulin Banjarmasin Periode Mei-September 2012 Silvan Juwita; Edi Hartoyo; Lia Yulia Budiarti
Berkala Kedokteran Vol 9, No 1 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (236.585 KB) | DOI: 10.20527/jbk.v9i1.915

Abstract

ABSTRACT: Incidence of typhoid fever in children is still considered high, especially in the Paediatric Department of RSUD Ulin Banjarmasin, so the effective and efficient treatment was required. The sensitivity test of organisms which tends to be resistance like Salmonella typhi is very important because each region has different sensitivity pattern of Salmonella and change over time. The purpose of this research was to determine the in vitro sensitivity pattern of Salmonella typhi to antibiotics chloramphenicol, amoxicillin, and cotrimoxazole in patients of Paediatric Department of RSUD Ulin Banjarmasin. This research was laboratoric descriptive.Out of 37 blood samples of typhoid fever patients in Paediatric Department of RSUD Ulin Banjarmasin, 20 samples were positive of Salmonella typhi isolate and the samples had undergone sensitivity test to antibiotic chloramphenicol, amoxicillin, and cotrimoxazole. This research was carried out with Kirby-Bauer diffusion method. Result interpretation was based on the formation radical zone of bacteria growth around antibiotic disk and it was compared to the standards of sensitivity by Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) 2011. The results of this research showed that Salmonella typhi was sensitive to chloramphenicol, (65%); amoxicillin, (15%); and cotrimoxazole, (80%); resistance to chloramphenicol, (10%); amoxicillin, (85%); and cotrimoxazole, (20%); and intermediat to chloramphenicol, (25%). The results of this research suggested that antibiotics chloramphenicol and cotrimoxazole were still sensitive to the bacteria Salmonella typhi, whereas amoxicillin was already resistant. Keywords: amoxicillin, chloramphenicol, cotrimoxazole, Salmonella typhi. ABSTRAK: Angka kejadian demam tifoid pada anak yang masih tinggi khususnya di Bagian Anak RSUD Ulin Banjarmasin, sehingga diperlukan pengobatan yang efektif dan efesien. Uji sensitivitas terhadap organisme yang cenderung mengalami resistensi seperti Salmonella typhi sangatlah penting karena pada masing-masing daerah mempunyai pola sensitivitas Salmonella yang berbeda dan berubah seiring waktu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola sensitivitas in vitro Salmonella typhi terhadap antibiotik kloramfenikol, amoksisilin, dan kotrimoksazol pada pasien yang berada di Bagian Anak RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini bersifat deskriptif laboratorik. Dari 37 sampel darah penderita demam tifoid di Bagian Anak RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan 20 isolat positif Salmonella typhi dan telah dilakukan uji sensitivitas terhadap 3 jenis antibiotik yaitu kloramfenikol, amoksisilin, dan kotrimoksazol. Penelitian ini dilakukan dengan metode difusi Kirby-Bauer. Interpretasi hasil berdasarkan pada terbentuknya zona radikal pertumbuhan bakteri di sekitar disk antibiotik dan dibandingkan dengan standar sensitivitas menurut Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Salmonella typhi sensitif terhadap kloramfenikol, (65%); amoksisilin, (15%); dan kotrimoksazol, (80%); resisten terhadap kloramfenikol, (10%); amoksisilin, (85%); dan kotrimoksazol, (20%); dan intermediat terhadap kloramfenikol, (25%). Hasil penelitian ini menunjukkan antibiotik kloramfenikol dan kotrimoksazol masih sensitif terhadap kuman Salmonella typhi, sedangkan amoksisilin sudah resisten. Kata-kata kunci: amoksisilin, kloramfenikol, kotrimoksazol, Salmonella typhi.
Perbandingan Daya Hambat Ekstrak Etanol Dengan Sediaan Sirup Herbal Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Pertumbuhan Shigella dysenteriae In Vitro Intan Kusuma Dewi; Joharman Joharman; Lia Yulia Budiarti
Berkala Kedokteran Vol 9, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jbk.v9i2.949

Abstract

ABSTRACT: Sour carambola (Averrhoa bilimbi, L) fruit has antibacterial effect to Shigella dysenteriae. Shigella dysentriae is Gram-negative bacteria caused shigellosis and bloody diarrhea in human. Sour carambola can be used as extract and herbal syrup. This research aims to compare the inhibitory effect between ethanol extract and herbal syrup of sour carambola fruit to against Shigella dysenteriae in vitro. The concentration of ethanol extract and herbal syrup were 60 %,70%, 80% and 90%. Antibacterial effect was tested by Kirby- Bauer diffusion method on Mueller Hinton media and measure the inhibitory zone of  Shigella dysenteriae. The result of inhibitory zone was tested by Kruskal-Wallis and Mann-Whitney post hoc tests with 95% significance level showed  that ethanol extract and herbal syrup of sour carambola showed the differences in concentration of 60% (p < 0,05). The phytochemical screening result showed that ethanol extract of sour carambola contains  flavonoid, saponin, alkaloid and steroid. Keywords: Averrhoa bilimbi, L., ethanol extract, herbal syrup, Shigella dysenteriae ABSTRAK: Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap Shigella dysenteriae. Shigella dysenteriae merupakan bakteri penyebab shigellosis atau disentri basiler. Buah belimbing wuluh dapat digunakan dalam bentuk ekstrak dan sirup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan daya hambat antara ekstrak etanol dengan sediaan sirup herbal buah belimbing wuluh dalam menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae in vitro. Konsenterasi ekstrak etanol dan sirup herbal buah belimbing wuluh yang digunakan adalah 60%, 70%, 80% dan 90%. Uji antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi Kirby-Bauer dengan media Mueller- Hinton dan dilakukan pengukuran zona hambat Shigella dysenteriae. Hasil zona hambat yang terbentuk diuji menggunakan Kruskal Wallis dan post hoc Mann Whitney dengan tingkat kepercayaan 95% dan menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan sediaan sirup herbal buah belimbing wuluh memiliki perbedaan bermakna dalam menghambat Shigella dysenteriae pada konsenterasi 60% (p<0,05). Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol buah belimbing wuluh menunjukkan adanya kandungan flavonoid, saponin, alkaloid dan steroid.  Kata-kata kunci: Averrhoa bilimbi, L., ekstrak etanol, Shigella dysenteriae, sirup herbal
Uji Sensitivitas Isolat Bakteri Pasien Urolithiasis di Ruang Perawatan Bedah Rsud Ulin Banjarmasin terhadap Antibiotik Terpilih Strata Pertiwi; Eka Yudha Rahman; Lia Yulia Budiarti
Berkala Kedokteran Vol 10, No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jbk.v10i1.929

Abstract

ABSTRACT: Urinary tract infection (UTI) is defined as the presence of microorganisms in urine which is marked with significants bacteriuria. Urinary tract infection is very common condition that occurs in both women and men in all ages. Urinary tract stone (Urolithiasis) can lead to the development of bacteriuria. Bacterial resistance to antibiotics has long recovery from UTI. The aim of this research was to find out bacterial sensitivity urinary tract infection in patients urolithiasis to selected antibiotic in Surgical Treatment Ulin General Hospital Banjarmasin period Juni-Agustus 2013. The selected antibiotics were ceftriaxone, levofloxaxin and gentamicin. The research was a descriptional research. The subject of this research is all patients urolithiasis with complication urinary tract infection in Surgical Treatment Ulin General Hospital Banjarmasin period Juni-Agustus 2013. The sampling technique in this research was consecutive method. The sensitivity test to antibiotic test in the research used Kirby-Bauer method and analyzed according to CLSI 2011 standard. Based of the research can be concluded that bacteria that sensitive to selected antibiotics in succession is levofloxaxin 61,54%, seftriaxone 15,38% and gentamicin 15,38%. Percentage of bacteria that resisten to antibiotic seftriaxone 23,8%. Keywords: bacteriuria, gentamicin, urinary tract infection (UTI), in vitro, levofloxaxin, seftriaxone, urolithiasis ABSTRAK: Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme dalam urin yang ditandai dengan bakteriuria bermakna. Infeksi saluran kemih merupakan kondisi yang sangat umum terjadi baik pada wanita maupun pria pada semua usia. Batu saluran kemih (urolithiasis) dapat menyebabkan perkembangan bakteriuria. Resistensi bakteri terhadap antibiotik menyebabkan lamanya penyembuhan dari ISK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas bakteri penyebab ISK pada pasien urolithiasis terhadap antibiotik terpilih di Bagian Perawatan Bedah RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus 2013. Antibiotik terpilih yaitu seftriakson, levofloksasin dan gentamisin. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif murni sensitivitas isolat bakteri Escheriachia coli, pseudomonas sp., dan proteus sp. dari pasien urolithiasis dengan ISK terhadap antibiotik uji terpilih. Subjek penelitian ini adalah seluruh pasien urolithiasis dengan komplikasi infeksi saluran kemih di ruang perawatan bedah RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus 2013. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah consecutive method. Uji sensitivitas antibiotik pada penelitian ini menggunakan metode Kirby-Bauer dan dianalisa sesuai dengan standar CLSI 2011. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bakteri yang sensitif terhadap antibiotik terpilih secara berturut-turut adalah levofloksasin 61,54%, seftriakson 15,38%, dan gentamisin 15,38%. Persentase bakteri yang resisten terhadap antibiotik seftriakson 23,8%. Kata-kata kunci: bakteriuria, infeksi saluran kemih (ISK), in vitro, levofloksasin, gentamisin, seftriakson, urolithiasis
Perbandingan Sensitivitas Bakteri Aerob Penyebab Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna Aktif Tahun 2008 Dan 2012 Hafizah Hafizah; Nur Qamariah; Lia Yulia Budiarti
Berkala Kedokteran Vol 9, No 1 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.21 KB) | DOI: 10.20527/jbk.v9i1.920

Abstract

ABSTRACT: Active benign chronic suppurative otitis media (ABCSOM) was a chronic infection of middle ear with the perforation of tympanic membrane and history of  drainage (otorrhea) for more than 2 months. The aim of this research is to compare the bacteria sensitivity to the antibiotic between 2008 and 2012. The antibiotics used for this research are ciprofloxacin, gentamicin, chlorampenicol and polymixyn B. This is an observational analytic research. The bacteria sensitivity was examined with Kirby-Bauer diffusion method and were converted using the standard of CLSI. The data were analyzed with Kolmogorov smirnov and Fisher test. The results has showed that in 2012 ciprofloxacin has 100% sensitivity, gentamicin has 98.2%,  chloramphenicol has 81,9% and polymyxin B has 30,8%, while the result in 2008 showed chloramphenicol has 86,1% sensitivity, gentamicin has 40,3% and polymyxin B has 13,8%. Data analysis using Kolmogorov smirnov and Fisher test with 95% confidence level showed that there is significant difference between the sensitivity of Pseudomonas aureginosa and Staphylococcus aureus to gentamicin and there is no significant difference in the other comparisons. It has been concluded that the most sensitive antibiotics in 2012 is ciprofloxacin and there is a significant difference in sensitivity of Staphylococcus aureus and Pseudomonas aureginosa to gentamicine in 2008 and 2012. Keywords : CSOMBA,  sensitivity of antibiotics, resistence of antibotics, sensitivity test of bacteria ABSTRAK: Otitis Media Supuratif Kronik tipe Benigna Aktif (OMSKBA) adalah infeksi kronis pada telinga dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya otorea lebih dari 2 bulan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan sensitivitas bakteri penyebab OMSKBA terhadap beberapa antibiotik pada tahun 2008 dan 2012. Antibiotik yang digunakan adalah siprofloksasin, gentamisin, kloramfenikol dan polimiksin B. Penelitian ini bersifat observasional analitik. Sensitivitas bakteri diuji dengan metode Kirby Bauer dan hasilnya dikonversikan dengan standar CLSI. Hasil penelitian pada tahun 2012 didapatkan sensitivitas dari siprofloksasin 100%; gentamisin 98,2%; kloramfenikol 81,9%; dan Polimiksin B 30,8%. Hasil Penelitian pada tahun 2008 didapatkan sensitivitas dari kloramfenikol 86,1%; gentamisin 40,3%; dan polimiksin B 13,8%. Hasil analisis data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan Fisher dengan tingkat kepercayaan 95% memperlihatkan adanya perbedaan pada sensitivitas bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aureginosa terhadap gentamisin, sedangkan pada hasil lainnya tidak didapatkan adanya perbedaan. Dapat simpulkan bahwa antibiotik yang paling sensitif pada tahun 2012 adalah siprofloksasin dan pada uji analisis terdapat perbedaan sensitivitas yang bermakna pada bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aureginosa terhadap antibiotik gentamisin pada tahun 2008 dan 2012. Kata-kata Kunci : OMSKBA, resistensi antibiotik, sensitivitas antibiotik, uji sensitivitas bakteri
Jumlah Bakteriuri Pada Pasien Dengan Kateterisasi Uretra: Di Bagian Bedah Rsud Ulin Banjarmasin Periode Mei-Agustus 2012 Tinjauan Terhadap Jumlah Bakteriuri Sebelum Dan Dengan Pemasangan Kateter Uretra Menetap Selama 1 X 24 Jam Dan 2 X 24 Jam Nafilah Syella; Eka Yudha Rahman; Lia Yulia Budiarti
Berkala Kedokteran Vol 9, No 1 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.964 KB) | DOI: 10.20527/jbk.v9i1.925

Abstract

ABSTRACT: Procedure of urethral catheterization caused damage of mucosal lining that disturbed normal barrier and caused colonization of bacteria. The aim is to determine the ratio of bacteriuria before and during indwelling urethral catheter in Department of Surgery RSUD Ulin Banjarmasin. The method uses an observational analytic cross-sectional approach with 30 people as sample. The population of this study were all hospitalized patients with catheterization in Department of Surgery RSUD Ulin Banjarmasin. Sample of this study was urine of patient before and during indwelling urethral catheter which has been selected in the culture media in Microbiology Laboratory of UNLAM Medical Faculty Banjarbaru. The instruments used include data obtained from urine cultures of patients with urethral catheterization. The collected data were analyzed using a Wilcoxon test then compared with a 95% confidence interval. The results of Wilcoxon test showed that there were significant difference in the number of bacteriuria. This study proved that there was a change of bacteriuria number before and during indwelling urethral catheter.Listen                                          Read phoneticallyKeywords: urinary tract infection, urethral catheter,surgery patientABSTRAK: Pemasangan kateter bisa menyebabkan kerusakan lapisan mukosa yang mengganggu barier alami dan menyebabkan kolonisasi bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan jumlah bakteriuri sebelum dan dengan pemasangan kateter uretra pada pasien di Bagian Bedah RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Populasi dari penelitian adalah seluruh pasien dengan kateterisasi di Bagian Bedah RSUD Ulin Banjarmasin. Sampel penelitian adalah urin pasien sebelum dan dengan pemasangan kateter urin di Bagian Bedah RSUD Ulin Banjarmasin yang telah dikultur pada media terpilih di Laboratorium Mikrobiologi FK UNLAM Banjarbaru. Instrument yang digunakan meliputi data yang diperoleh dari kultur urin pasien dengan kateterisasi. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan uji Wilcoxon kemudian dibandingkan dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji Wolcoxon menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah bakteriuri yang bermakna. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perubahan gambaran jumlah bakteriuri sebelum dan dengan pemasangan kateter menetap. Kata-kata kunci: bakteriuri, kateter urin, pasien bedah
Pola Resistensi Bakteri Kontaminan Luka Pasien di Bangsal Bedah Ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin Periode Juli-September 2013: Tinjauan In Vitro Pola Resistensi Isolat Bakteri Kontaminan Asal Swab Luka Pasien di Bangsal Bedah Ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin Terhadap Gentamisin, Kloramfenikol, Sefotaksim dan Seftriakson Akbar Rihansyah; Husna Dharma Putera; Lia Yulia Budiarti
Berkala Kedokteran Vol 10, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jbk.v10i12.964

Abstract

ABSTRACT: Surgery, trauma, burns, and other factors can affect the defense/skin barrier against bacterial contamination that can cause infection. The risk of infection must be remained of the rational use of prophylactic antibiotics. Rational use of antibiotic susceptibility test results obtained by antibotic against bacteria. The aim of this research was to figure out the resistance pattern of bacteria contaminant in patient’s wound at Orthopaedic Ward of RSUD Ulin Banjarmasin to selected antibiotics i.e. gentamicin, chloramphenicol, cefotaxime and ceftriaxone from July-September 2013. This was descriptive research. The samples were taken with consecutive sampling technique according to inclusion criteria. This research used wound swab bacteria contaminant isolates i.e. Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, and Streptococcus sp. Antibiotic susceptibility test was done in vitro with Kirby-Bauer diffusion method. The radical zones were measured and compared to CLSI 2011 standard. The antibiotic susceptibility test result showed that Staphylococcus aureus was sensitive to gentamicin (100%) and cefotaxime (66,67%), resistant to chloramphenicol (44,44%); Staphylococcus epidermidis was sensitive to cefotaxime (28,75%), resistant to gentamicin (85,71%) and chloramphenicol (57,14%); Pseudomonas aeruginosa was sensitive to cefotaxime (33,33%), resistant to ceftriaxone (66,67%); Streptococcus sp. was sensitive to cefotaxime (50%), resistant to gentamicin (50%), chloramphenicol (100%) and ceftriaxone (50%). Key words:   Antibiotic susceptibility, wound bacterial contaminant. ABSTRAK: Tindakan operasi, trauma, luka bakar dan beberapa faktor lain dapat mempengaruhi pertahanan/barier kulit terhadap kontaminasi bakteri yang dapat menyebabkan infeksi. Risiko terjadinya infeksi harus tetap diwaspadai dengan penggunaan antibiotik profilaksis yang rasional. Penggunaan antibiotik rasional didapatkan berdasarkan hasil uji kepekaan antibotik terhadap bakteri penyebab. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola resistensi bakteri kontaminan pada luka pasien di Bangsal Bedah Ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin terhadap beberapa antibiotik yaitu gentamisin, kloramfenikol, sefotaksim dan seftriakson periode Juli-September 2013. Penelitian ini bersifat deskriptif. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling menurut kriteria inklusi. Penelitian ini menggunakan isolat bakteri kontaminan hasil swab luka pasien yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, dan Streptococcus sp. Uji kepekaan keempat jenis bakteri tersebut dilakukan secara in vitro dengan metode difusi Kirby-Bauer. Zona radikal yang terbentuk diukur dan dibandingkan dengan standar CLSI 2011. Hasil uji kepekaan antibiotika menunjukkan bahwa Staphylococcus aureus sensitif terhadap gentamisin (100%) dan sefotaksim (66,67%), resisten terhadap kloramfenikol (44,44%); Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap sefotaksim (28,75%), resisten terhadap gentamisin (85,71%) dan kloramfenikol (57,14%); Pseudomonas aeruginosa sensitif terhadap sefotaksim (33,33%), resisten terhadap seftriakson (66,67%); Streptococcus sp. sensitif terhadap sefotaksim (50%), resisten terhadap gentamisin (50%), kloramfenikol (100%) dan seftriakson (50%). Kata-kata kunci : Kepekaan antibiotika, bakteri kontaminan luka.
Identifikasi Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Urolithiasis di Ruang Perawatan Bedah RSUD Ulin Banjarmasin Periode Juni-Agustus 2013 Sri Hayati Nufaliana; Eka Yudha Rahman; Lia Yulia Budiarti
Berkala Kedokteran Vol 10, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jbk.v10i12.960

Abstract

ABSTRACT: Urinary tract stone or urolithiasis is a pathological condition which is presented by the existence of the stone in the urinary tract. The existence of this stone may make the normal imunity of urinary tract decrease, so that the bacteria can enter, stay and grow until make urinary tract infection (UTI). Urinary tract infection is diagnosed by finding cases of positive urine culture (>105cfu/ml). The aim of this research was to figure out the type of bacteria in urolithiasis patients with UTI at surgical treatment room of RSUD Ulin Banjarmasin during June-August 2013. This study was a descriptive research with cross sectional approach. The samples were taken with totally sampling methode who fullfilled  inclusion criteria. There were 19 urolithiasis patients at surgical treatment room of RSUD Ulin Banjarmasin. From urine examination, there were 13 patients with UTI. Bacterial identification showed there were 3 types of bacteria, Escherechia coli (53,84%), Pseudomonas aeruginosa (38,46%), and Proteus sp. (7,69%). Keywords: urinary tract infection, urinary tract infection’s bacteria, urolithiasis ABSTRAK: Batu saluran kemih atau urolithiasis adalah suatu kondisi patologis yang ditandai dengan keberadaan batu di sepanjang traktus urinarius. Kehadiran batu ini dapat membuat pertahanan saluran kemih yang normal berkurang, sehingga bakteri dapat masuk, menetap dan berkembang biak yang akhirnya menimbulkan infeksi saluran kemih (ISK). ISK dapat didiagnosis jika ditemukan koloni bakteri (>105cfu/ml). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran jenis bakteri penyebab ISK pada pasien urolithiasis di ruang perawatan bedah RSUD Ulin Banjarmasin selama periode Juni-Agustus 2013. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan totally sampling method menurut kriteria inklusi. Sampel pada penelitian ini adalah 19 pasien urolithiasis di ruang perawatan bedah RSUD Ulin Banjarmasin. Hasil pemeriksaan urine dari 19 pasien urolithiasis diperoleh 13 pasien urolithiasis dengan ISK. Hasil identifikasi bakteri pada 13 pasien urolithiasis dengan ISK didapatkan bakteri penyebab ISK pada pasien urolithiasis yaitu Escherechia coli (53,84%), Pseudomonas aeruginosa (38,46%), dan Proteus sp. (7,69%). Kata-kata kunci: bakteri penyebab ISK, infeksi saluran kemih, urolithiasis
Perbandingan Efektivitas Antibakteri antara Ekstrak Metanol Kulit Batang Kasturi dengan Ampisilin terhadap Staphylococcus aureusin Vitro M. Rizki Valian Akbar; Lia Yulia Budiarti; Edyson Edyson
Berkala Kedokteran Vol 12, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.876 KB) | DOI: 10.20527/jbk.v12i1.350

Abstract

Abstract:Kasturi as a typical plant in South Kalimantan is one fruit that has many benefits. The barks of kasturi has proved to have benefits, especially to inhibit the activity of Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus is a gram positive bacteria that cause pneumonia, mastitis, and urinary tract infections. The bark of kasturi can be used in extract form. The objective of this research is to know the difference between the preparations of inhibition kasturi’s bark extract and ampicillin 30μg in inhibiting the growth of Staphylococcus aureus in vitro. This study used an experimental method consisting of 9 treatments with 3 repetitions. Treatment test in the methanol extract of the bark of kasturi 25%, 37.5%, 50%, 62.5%, 75%, 87.5% and 100%. The control group used ampicillin and 70% methanol. Bacterial test was done by using a diffusion method. The parameter measured was the amount of inhibition zone (mm) which grown on media MH. Analysis of study data used One way Annova test and Post Hoc LSD test at α=0,05. The results showed that there were significant differences between the treatment kasturi’s bark extract 25%, 50%, 62.5%, 75%, 87.5% and 100% concentration different compared to ampicillin. Meanwhile, at the concentration of 37.5% (p <0.05) was not significant. The antibacterial effectiveness was obtained from the concentration of 100%. Key words: the bark of kasturi, methanol extract, Staphylococcus aureus, inhibition zone. Abstrak: Kasturi sebagai salah satu tanaman khas yang ada di Kalimantan Selatan merupakan salah satu buah yang memiliki banyak khasiat. Kulit batang kasturi terbukti memiliki manfaat terutama dapat menghambat aktivitas Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang menyebabkan penyakit pneumonia, mastitis, dan infeksi saluran kemih. Kulit batang kasturi dapat digunakan dalam bentuk ekstrak. Tujuan penelitian ini mengetahui perbedaan daya hambat antara sediaan ekstrak kulit batang kasturi dengan ampisilin 30µg dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang terdiri dari 9 perlakuan dengan 3 kali pengulangan. Perlakuan yang di uji adalah ekstrak metanol kulit batang kasturi 25%, 37,5%, 50%, 62,5%, 75%, 87,5% dan 100%. Dan kontrol perlakuan dengan ampisilin dan metanol 70%. Uji bakteri dilakukan menggunakan metode difusi. Parameter yang diukur adalah besaran zona hambat (mm) yang tumbuh pada media MH. Analisis data penelitian mengunakan uji One way ANNOVA dan uji Post Hoc LSD pada α=0,05. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan bermakna diantara perlakuan ekstrak kulit batang kasturi 25%, 50%, 62,5%, 75%, 87,5% dan 100% konsentrasi yang beda di bandingkan dengan ampisilin. Sedangkan pada konsentrasi 37,5% (p<0,05) tidak bermakna. Efektivitas antibakteri yang terbesar di peroleh dari konsentrasi 100%.Kata-kata kunci: kulit batang kasturi, ekstrak metanol, Staphylococcus aureus, zona hambat.
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTIFUNGI ANTARA EKSTRAK METANOL KULIT BATANG KASTURI DENGAN KETOKONAZOL 2% TERHADAP Candida albicans IN VITRO Muhammad Baihaqi Siddik; Lia Yulia Budiarti; Edyson Edyson
Berkala Kedokteran Vol 12, No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.094 KB) | DOI: 10.20527/jbk.v12i2.1877

Abstract

Abstract: Candida albicans is the most common cause of candidacies. Ketoconazole is one of the main options treatment of candidiasis, but is reported to have experienced resistance and hepatotoxic. Extract methanol bark of kasturi contains the same active substance with, Mango that is phenolic groups, terpenoids, and saponins that are antifungal. The purpose of this study was to determine differences in the concentration of the methanol extract of the bark of kasturi with ketoconazole 2% against Candida albicans in vitro. This study was true laboratory experimental  by using randomize post test-only group designs, which consisted of 9 treatments, ie EMKBK concentration of 25%, 50% to 37.5%, 62.5%, 75%, 87.5%, 100%, ketoconazole 2% and 70% methanol (control) repetition 3 times with diffusion test. Data analysis using ANOVA and post hoc LSD test (α = 0.05). The result showed mean inhibition zone the methanol extract of the bark of kasturi against Candida albicans at a concentration of 25%, 37.5%, 50%, 62.5%, 75%, 87.5% and 100% is 7 mm; 9 mm; 10 mm; 12 mm; 16 mm; 19 mm, 22 mm and ketoconazole 2% is 15 mm and there is a significant difference between the treatment EMKBK with ketoconazole 2%. Keywords: antifungal, extract methanol bark of kasturi, ketokonazole 2%, Candida albicans  Abstrak: Candida albicans merupakan penyebab tersering kandidiasis. Ketokonazol merupakan salah satu pilihan utama untuk mengobati kandidiasis, tetapi dilaporkan telah mengalami resistensi dan bersifat hepatotoksik. Ekstrak metanol kulit batang kasturi mengandung zat aktif yang sama dengan mangga yaitu golongan fenolik, terpenoid, dan saponin yang merupakan antifungi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan konsentrasi ekstrak metanol kulit batang kasturi dengan ketokonazol 2% terhadap Candida albicans In Vitro. Penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni dengan mengunakan randomize post test- only group designs , yang terdiri dari 9 perlakuan, yaitu EMKBK konsentrasi 25 %, 37,5 % 50 %, 62,5 %, 75 %, 87,5 %, 100 %, ketokonazol 2% dan metanol 70% (kontrol) pengulangan 3 kali dengan uji difusi. Analisis data mengunakan uji ANOVA dan uji post hoc LSD (α=0,05). Hasil penelitian didapatkan rerata zona hambat ekstrak metanol kulit batang kasturi terhadap Candida albicans pada konsentrasi 25%, 37,5%, 50%, 62,5%, 75%, 87,5% dan 100% adalah 7 mm; 9 mm; 10 mm; 12 mm;16 mm; 19 mm, 22 mm dan ketokonazol 2% adalah 15 mm dan terdapat perbedaan bermakna antara perlakuan EMKBK dengan ketokonazol 2%. Kata – kata kunci: antifungi, ekstrak metanol kulit batang kasturi, ketokonazol 2%, Candida albicans
Perbandingan Perubahan Kepekaan Staphylococcus aureus ATCC 25923 Pada Pemaparan Amoksisilin-Asam Klavulanat Dan Eritromisin Kadar Subinhibisi In Vitro Diah Puspita Rifasanti; Lia Yulia Budiarti; Alfi Yasmina
Berkala Kedokteran Vol 9, No 2 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jbk.v9i2.943

Abstract

ABSTRACT: Staphylococcus aureus is an organism that causes infections that can spread widely in the human body. The therapy for infection by S. aureus is amoxicillin-clavulanic acid or erythromycin, but resistance has been reported to both of them, and one of the causes was exposure to subinhibitory level of antibiotic. This study was aimed to determine whether there were any changes in the sensitivity of S. aureus ATCC 25923 caused by the exposure to subinhibitory level of amoxicillin-clavulanic acid and erythromycin and to compare the time needed to cause changes in sensitivity between the two antibiotics. It was an experimental study, using a completely randomized design, which consisted of 14 treatments based on duration of exposure, with three repetitions. Kirby Bauer disk diffusion method was used to evaluate the inhibitory effect. The result showed that there were changes in the sensitivity of S. aureus ATCC 25923 after being exposed to subinhibitory level of both antibiotics, and exposure to amoxicillin-clavulanic acid caused faster changes in sensitivity compared with exposure to erythromycin. Data analysis using the Mann-Whitney test indicated that there was a significant difference between the exposure to subinhibitory level of the two antibiotics (p = 0.025). It was concluded that there was a significant difference in changes in sensitivity of S. aureus ATCC 25923 caused by in vitro exposure to subinhibitory level of amoxicillin-clavulanic acid and erythromycin.                                          ListenRead phoneticallyKeywords: amoxicillin-clavulanic acid, erythromycin, sensitivity, Staphylococcus aureus, subinhibitory level ABSTRAK: Staphylococcus aureus merupakan organisme penyebab infeksi yang dapat menyebar luas. Terapi untuk infeksi oleh S. aureus diantaranya adalah antibiotik amoksisilin-asam klavulanat atau eritromisin. Telah dilaporkan adanya resistensi pada kedua antibiotik tersebut dan salah satu penyebabnya adalah akibat pengaruh antibiotik kadar subinhibisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan kepekaan pada S. aureus ATCC 25923 pada pemaparan amoksisilin-asam klavulanat dan eritromisin kadar subinhibisi dan membandingkan waktu yang diperlukan yang dapat menimbulkan perubahan kepekaan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, menggunakan rancangan acak lengkap, terdiri dari 14 perlakuan antibiotik berdasarkan lama pemaparan dan pengulangan sebanyak 3 kali. Metode ujinya adalah metode difusi Kirby Bauer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan kepekaan pada S. aureus ATCC 25923 setelah dipaparkan pada antibiotik kadar subinhibisi, dan pada pemaparan antibiotik amoksisilin-asam klavulanat memerlukan waktu lebih cepat untuk menimbulkan perubahan kepekaan dibandingkan dengan pemaparan kadar subinhibisi eritromisin. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara pemaparan amoksisilin-asam klavulanat dan eritromisin kadar subinhibisi in vitro (p = 0,025). Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan perubahan kepekaan S. aureus ATCC 25923 pada pemaparan amoksisilin-asam klavulanat dan eritromisin kadar subinhibisi in vitro. Kata kunci: amoksisilin-asam klavulanat, eritromisin, kadar subinhibisi, kepekaan, Staphylococcus aureus