Muhammad Alif Agisa
Universitas Singaperbangsa Karawang

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Analisis semiotika Roland Barthes mengenai pseudobulbar affect dalam film Joker Muhammad Alif Agisa; Fardiah Oktariani Lubis; Ana Fitriana Poerana
ProTVF Vol 5, No 1 (2021): March 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/ptvf.v5i1.29064

Abstract

Sebuah film pastilah mempunyai pesan-pesan serta makna yang akan disampaikan kepada penotonnya. Pesan dan makna tersebut tidak selalu terlihat secara langsung, dan berbeda penafsirannya. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari makna denotasi, konotasi, dan mitos dari pseudobulbar affect (PBA) tokoh Arthur Fleck dalam film Joker. Film Joker mengisahkan seorang komedian bernama Arthur Fleck yang mengidap penyakit pseudobulbar affect (PBA), yaitu gangguan neurologis yang menyebabkan penderita kehilangan kontrol emosi secara sementara. Arthur Fleck adalah seorang pria dewasa dengan berbagai masalah yang menimpanya, sehingga membuat Arthur menjadi penjahat yang bernama Joker. Analisis semiotika Roland Barthes adalah teknik analisis yang peneliti gunakan. Peneliti menggunakan rekaman video film Joker sebagai sumber data, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan beberapa adegan yang berkaitan dengan pseudobulbar affect. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan semiotika Roland Barthes untuk mencari makna denotasi, konotasi, serta mitos yang ada pada adegan tersebut. Diperoleh hasil bahwa makna denotasi dalam film ini adalah mengisahkan seorang komedian bernama Arthur Fleck yang mengidap penyakit pseudobulbar affect (PBA) dengan berbagai masalah yang menimpanya sehingga membuat ia menjadi seorang penjahat yang bernama Joker. Makna konotasinya adalah tertawa Arthur Fleck yang tidak dapat ia kendalikan, diartikan oleh orang-orang sekitarnya sebagai cemoohan, gangguan, hingga ancaman. Mitosnya adalah stigma masyarakat yang negatif terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), membuat ODGJ kesulitan untuk berinteraksi secara sosial, dijauhi, dan diolok-olok.