Galuh Hardaningsih
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENGARUH PEMBERIAN FORMULA HIDROLISAT EKSTENSIF DAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI TERHADAP STATUS PERTUMBUHAN ANAK DENGAN ALERGI SUSU SAPI Anindita Rahmasiwi; Galuh Hardaningsih
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (392.507 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18545

Abstract

Latar belakang Alergi susu sapi (ASS) merupakan reaksi yang timbul akibat proses imunologis terhadap protein yang ada dalam susu sapi. Alergi susu sapi memiliki berbagai tatalaksana. Pertumbuhan terdiri dari berbagai aspek dan dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Asupan formula pengganti susu yang alergen dapat mempengaruhi pertumbuhan anak.Tujuan Mengetahui perbedaan pengaruh antara formula terhidrolisat ekstensif dan formula isolat protein soya dengan pertumbuhan (weight for age, WAZ; height for age, HAZ; weight for height, WHZ; head circumference, HC; mid-upper arm circumference, MUAC) anak alergi susu sapi.Metode Penelitian belah lintang dilakukan pada bulan Februari hingga Juni 2016 di Puskesmas, Posyandu, Klinik Kesehatan Anak dan Rumah Sakit di Kota Semarang dan sekitarnya. Pemilihan sampel diperoleh secara judgemental sampling. Orangtua/wali diwawancarai sebagai narasumber dalam mengisi kuisioner. Pengukuran pertumbuhan anak dilakukan 1 kali pemeriksaan. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dengan nilai signifikansi p<0,05.Hasil Didapatkan 50 subyek penelitian (6-60 bulan), 29 laki-laki dan 21 perempuan. Sebanyak 14 (28%) anak mengalami gizi kurang. Formula terhidrolisat ekstensif memberikan nilai weight for age lebih tinggi dibandingkan isolat protein soya. Berdasarkan uji analisis, diperoleh ketidakmaknaan pada HAZ (p=1,00), WHZ (p=0,235), HC (p=0,490), MUAC (p=0,667) dan kemaknaan pada WAZ (p=0,004).Kesimpulan Formula terhidrolisat ekstensif memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap aspek pertumbuhan berat badan menurut umur (weight for age).
PENGARUH GROWTH FALTERING TERHADAP KEJADIAN DEMAM DAN KEJANG DEMAM PADA ANAK PASCA IMUNISASI CAMPAK Umar Muhammad Basalamah; Galuh Hardaningsih
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.224 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.15977

Abstract

Latar Belakang: Kejadian demam dan kejang demam adalah salah satu dari kejadian ikuta pasca imunisasi campak. Growth faltering merupakan salah satu indeks garis pertumbuhan yang dapat diinterpretasikan dalam Kartu Menuju Sehat.Tujuan: Membuktikan pengaruh growth faltering terhadap kejadian demam dan kejang demam pada anak pasca imunisasi campak.Metode: Jenis penelitian ini adalah cohort prospektif. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 96 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 adalah anak dengan riwayat pertumbuhan growth faltering, dan kelompok 2 adalah anak dengan riwayat pertumbuhan normal. Penelitian dilakukan di 4 puskesmas di Semarang pada bulan April – Mei 2016. Sampel diambil secara consecutive sampling. Data diperoleh secara observasi dan wawancara langsung kepada orangtua pasien. Analisis data dilakukan dengan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square.Hasil: Rerata usia anak yang diberi imunisasi campak dan pada sampel penelitian ini adalah 9,52 bulan. Kejadian demam pada kelompok anak growth faltering terdapat 18 anak (37.5%) sedangkan pada anak dengan pertumbuhan normal terdapat 11 anak (22.9%) (p=0.182;OR=2.018;95%CI=0.828-4.921). Kasus kejang demam pasca imunisasi campak ditemukan pada anak-anak dengan riwayat growth faltering sebanyak 4,2% (p=1.000;OR=2.043;95%CI=0.179-23.319) dan semua anak yang terkena kejang demam pasca imunisasi campak memiliki riwayat bayi berat lahir rendah.Kesimpulan: Riwayat growth faltering tidak memberikan pengaruh terhadap kejadian demam dan kejang demam pada anak pasca imunisasi campak, walaupun jumlah anak demam dan kejang demam pada kelompok growth faltering lebih banyak.
DOMINASI ASUPAN PROTEIN NABATI SEBAGAI FAKTOR RISIKO STUNTING ANAK USIA 2-4 TAHUN Dedes Swarinastiti; Galuh Hardaningsih; Rina Pratiwi
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (357.217 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21465

Abstract

Latar Belakang: Stunting telah menjadi prioritas masalah kesehatan global akibat morbiditas dan mortalitas yang besar. Indonesia termasuk negara dengan prevalensi kejadian stunting yang tinggi sekitar 37,2 % berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Defisiensi protein berperan menyebabkan stunting. Dominasi asupan protein nabati dapat menjadi salah satu faktor risiko kejadian stunting akibat kandungan asam amino esensialnya yang tidak lengkap.Tujuan: Menganalisis dominasi asupan protein nabati sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 2-4 tahun.Metode: Rancangan penelitian bersifat analitik observasional dengan desain kasus-kontrol, dilakukan di Semarang periode Mei-Agustus 2017 dengan subyek penelitian adalah anak usia 2-4 tahun. Analisis data bivariat menggunakan uji Chi-Square dan Fisher’s Exact, sedangkan uji multivariat dengan uji Regresi Logistik.Hasil: Responden 114 anak, yang terbagi menjadi 2 kelompok kasus dengan 57 anak stunting dan kelompok kontrol dengan 57 anak berperawakan normal. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan signifikan untuk asupan jenis protein nabati kedelai (p=0,047; OR = 4,49) dan tingkat pendapatan keluarga (p=0,032; OR = 2,35) sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 2-4. Hubungan tidak signifikan ditemukan pada kejadian stunting dengan faktor lain seperti : dominasi asupan protein nabati, tingkat pendidikan ibu, riwayat pemberian ASI, serta faktor demografi. Hasil uji multivariat didapatkan tidak ada variabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat, stunting (p>0,05).Simpulan: Dominasi asupan protein nabati tidak merupakan faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 2-4 tahun
PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 2-3 TAHUN Noverian Yoshua Prihutama; Farid Agung Rahmadi; Galuh Hardaningsih
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.303 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21288

Abstract

Latar Belakang Stunting atau perawakan pendek merupakan kondisi terhambatnya pertumbuhan tubuh akibat salah satu bentuk kekurangan gizi yang ditandai dengan tinggi badan menurut umur di bawah standar deviasi (<-2SD) dengan referensi World Health Organization (WHO) tahun 2006.Tujuan Menganalisis peran pemberian makanan pendamping air susu ibu dini sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 2-3 tahun.Metode Penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian kasus-kontrol. Sampel terdiri dari 104 anak umur 2-3 tahun di wilayah kerja Puskesmas Rowosari Kota Semarang selama periode Maret-Agustus 2017. Uji statistik menggunakan uji komparatif Chi-square.Hasil Berdasarkan 104 subjek kasus-kontrol di wilayah Puskesmas Rowosari Semarang, didapatkan hubungan bermakna pada pemberian MP-ASI dini (p=0,000). Hubungan tidak bermakna didapatkan pada jenis MP-ASI (p=0,680), konsistensi MP-ASI (p=0,290), pendapatan orang tua (p=1,000).Kesimpulan Pada penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan pada variabel pemberian MP-ASI dini terhadap stunting. Selain itu terdapat hubungan yang tidak signifikan pada variabel jenis MP-ASI, konsistensi MP-ASI, dan pendapatan orang tua.
PENGARUH PEMBERIAN AIR ALKALI TERIONISASI TERHADAP KUALITAS HIDUP ANAK ASMA Yustina Wahyuningtiyas; Nahwa Arkhaesi; Galuh Hardaningsih
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.996 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.16034

Abstract

Latar belakang: Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang paling banyak menyerang anak. Asma ditandai dengan gejala episodik berulang berupa batuk, sesak, mengi dan nafas pendek. Gejala asma tak terkontrol dapat menurunkan kualitas hidup anak. Hal ini diakibatkan kondisi saluran nafas dan pH darah yang cenderung asam. Salah satu yang dapat mempengaruhi keasaman darah ialah air alkali terionisasi.Tujuan: Mengetahui kualitas hidup anak asma sebelum dan sesudah pemberian air alkali terionisasi serta menilai perbedaan kualitas hidup anak sebelum dan sesudah pemberian air alkali terionisasi.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis dengan menggunakan rancangan one group pre and posttest design. Subyek adalah anak asma usia 6-14 tahun yang pernah berobat di BKPM wilayah Semarang dan diberikan perlakuan dengan pemberian minum air alkali terionisasi selama 14 hari. Pengambilan data kualitas hidup menggunakan kuesioner PedsQL sebelum dan sesudah perlakuan. Analisis statistik dilakukan dengan uji hipotesis t-berpasangan.Hasil: Jumlah subyek sebanyak 36 orang. Rerata nilai kualitas hidup anak sebelum dan sesudah pemberian air alkali adalah 71,77 ± 13,21 dan 82,69 ± 10,25. Hasil analisis menunjukkan nilai signifikansi (p=0,000) terhadap perbedaan kualitas hidup sebelum dan sesudah minum air alkali terionisasi.Simpulan: Pemberian air alkali terionisasi memiliki perbedan yang bermakna terhadap peningkatan kualitas hidup anak asma.