Moh. Alfin Sulihkhodin
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

STANDAR KAFA’AH DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT MUSLIM YORDANIA, MAROKO, DAN PAKISTAN PADA ERA KONTEMPORER Moh. Alfin Sulihkhodin; Muhammad Asadurrohman
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 6, No 2 (2021)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/mahkamah.v6i2.9155

Abstract

Kafa’ah merupakan salah satu pertimbangan bagi seseorang saat hendak melakukan proses perkawinan. Secara umum konsep kafa’ah mengacu pada kesetaraan terkait dengan aspek agama, nasab, kecantikan/ketampanan dan materi akan tetapi, konsep sekufu lebih ditekankan pada permasalahan agama. Dalam perkembangannya konsep kafa’ah sebagaimana di negara Maroko, Yordania, serta Pakistan telah bergeser tidak hanya sekadar terpaku pada permasalahan materi, nasab, agama atau paras semata. Akan tetapi, dalam beberapa hal masih tetap berpegang pada pendapat ulama’ madzhab. Kendati bukan sebagai sebuah keharusan bagi seorang calon mempelai, konsep kafa’ah dinilai memiliki sumbangsih bagi tercapainya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Examining the Reality of Kafā’ah in the Muslim Countries of Jordan, Morocco, and Pakistan in the Contemporary Era Moh. Alfin Sulihkhodin
Alhurriyah Vol 6, No 1 (2021): January - June 2021
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v6i1.4195

Abstract

The primary purpose of this research is to investigate and understand the importance of the concept of Kafā’ah in the practice of marriage in Muslim communities in Jordan, Marocco, and Pakistan. Kafā’ah in text or context is understood by the concept of harmony between the two brides to be, both in terms of wealth, nasab, beauty/good looks, especially in religious matters. This research uses a qualitative research approach (library research) to facilitate extracting and analyzing data. The results showed that the concept of Kafā’ah in the Muslim countries of Jordan, Marocco, and Pakistan, in general, is still guided by the view of imam madhhab, especially in Jordan and Pakistan, which is more inclined to the provisions of imam madhhab Hanafi which as the main criteria of Kafā’ah is concerning five basic things, including: religion, descent, hurriyah, the wealth of both brides, as well as the field of work. In contrast, Kafā’ah in the country of Marocco is more inclined to the provisions of the Imam Madzhab Maliki, which emphasizes religious and health aspects, be it a physical or psychic condition of a person. However, in some ways, it has shifted to the standard of Kafā’ah, which includes not only material, nasab, or religion, but on love or affection between the brides and grooms. Thus, the material of family law renewal is expected to be adopted or implemented in legislation, especially related to marriage in Indonesia.  Tujuan utama diadakannya penelitian ini adalah untuk menelisik serta memahami arti penting konsep Kafā’ah dalam praktek perkawinan masyarakat muslim di negara Yordania, Maroko, serta Pakistan. Kafā’ah secara teks ataupun konteks dapat dipahami dengan konsep kesepadanan antara kedua calon mempelai, baik dari segi harta kekayaan, nasab, kecantikan/ketampanan, utamanya dalam permasalahan keagamaan. Penelitian terkait ini penulis lakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian yang bersifat kualitatif (library research) guna memudahkan proses penggalian dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep Kafā’ah di negara muslim Yordania, Maroko, serta Pakistan secara umum masih berpedoman pada pandangan imam madzhab, utamanya di negara Yordania serta Pakistan yang lebih cenderung pada ketentuan Imam madzhab Hanafi yang mana sebagai kriteria utama Kafā’ah adalah menyangkut 5 hal dasar, meliputi: keagamaan, keturunan, hurriyah, harta kekayaan kedua calon mempelai, serta bidang pekerjaan. Secara kontras di negara Maroko lebih condong pada ketentuan Imam madzhab Maliki yang menekankan pada aspek keagamaan serta kesehatan, baik itu secara fisik atau kondisi psikis seseorang. Akan tetapi, dalam beberapa hal telah bergeser pada standar Kafā’ah yang tidak hanya meliputi materi, nasab, ataupun agama saja, melainkan pada rasa cinta atau kasih sayang di antara kedua calon mempelai. Dengan demikian materi pembaruan hukum keluarga yang ada, diharapkan dapat diadopsi atau diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan khususnya terkait perkawinan di Indonesia.
Examining the Reality of Kafā’ah in the Muslim Countries of Jordan, Morocco, and Pakistan in the Contemporary Era Moh. Alfin Sulihkhodin
Alhurriyah Vol 6, No 1 (2021): January - June 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (832.589 KB) | DOI: 10.30983/alhurriyah.v6i1.4195

Abstract

The primary purpose of this research is to investigate and understand the importance of the concept of Kafā’ah in the practice of marriage in Muslim communities in Jordan, Marocco, and Pakistan. Kafā’ah in text or context is understood by the concept of harmony between the two brides to be, both in terms of wealth, nasab, beauty/good looks, especially in religious matters. This research uses a qualitative research approach (library research) to facilitate extracting and analyzing data. The results showed that the concept of Kafā’ah in the Muslim countries of Jordan, Marocco, and Pakistan, in general, is still guided by the view of imam madhhab, especially in Jordan and Pakistan, which is more inclined to the provisions of imam madhhab Hanafi which as the main criteria of Kafā’ah is concerning five basic things, including: religion, descent, hurriyah, the wealth of both brides, as well as the field of work. In contrast, Kafā’ah in the country of Marocco is more inclined to the provisions of the Imam Madzhab Maliki, which emphasizes religious and health aspects, be it a physical or psychic condition of a person. However, in some ways, it has shifted to the standard of Kafā’ah, which includes not only material, nasab, or religion, but on love or affection between the brides and grooms. Thus, the material of family law renewal is expected to be adopted or implemented in legislation, especially related to marriage in Indonesia.  Tujuan utama diadakannya penelitian ini adalah untuk menelisik serta memahami arti penting konsep Kafā’ah dalam praktek perkawinan masyarakat muslim di negara Yordania, Maroko, serta Pakistan. Kafā’ah secara teks ataupun konteks dapat dipahami dengan konsep kesepadanan antara kedua calon mempelai, baik dari segi harta kekayaan, nasab, kecantikan/ketampanan, utamanya dalam permasalahan keagamaan. Penelitian terkait ini penulis lakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian yang bersifat kualitatif (library research) guna memudahkan proses penggalian dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep Kafā’ah di negara muslim Yordania, Maroko, serta Pakistan secara umum masih berpedoman pada pandangan imam madzhab, utamanya di negara Yordania serta Pakistan yang lebih cenderung pada ketentuan Imam madzhab Hanafi yang mana sebagai kriteria utama Kafā’ah adalah menyangkut 5 hal dasar, meliputi: keagamaan, keturunan, hurriyah, harta kekayaan kedua calon mempelai, serta bidang pekerjaan. Secara kontras di negara Maroko lebih condong pada ketentuan Imam madzhab Maliki yang menekankan pada aspek keagamaan serta kesehatan, baik itu secara fisik atau kondisi psikis seseorang. Akan tetapi, dalam beberapa hal telah bergeser pada standar Kafā’ah yang tidak hanya meliputi materi, nasab, ataupun agama saja, melainkan pada rasa cinta atau kasih sayang di antara kedua calon mempelai. Dengan demikian materi pembaruan hukum keluarga yang ada, diharapkan dapat diadopsi atau diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan khususnya terkait perkawinan di Indonesia.
Stratifikasi Sosial Pada Keluarga Yang Nafkahnya Ditanggung Istri (Studi Kasus di Kelurahan Kedungbunder Kabupaten Blitar) Lukman Budi Santoso; Moh. Alfin Sulihkhodin
Jurnal Intervensi Sosial dan Pembangunan Vol 3, No 2 (2022): EMPOWERMENT
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30596/jisp.v3i2.10324

Abstract

The phenomenon of wives working today is considered to cause changes and shifts in roles in a family. The position that generally places a husband as the head of the family and the main breadwinner, seems to have slowly changed. Its not as different as happened in some families in Kedungbunder Village Blitar Regency, where only the figure of the wife works to provide for the family. This kind of condition puts a wife having a more dominant role in the family. This study was conducted with the aim of examining social stratification among families whose livelihoods are borne by the wife. The method used is a qualitative research approach (field research), where data is collected through an in-depth interview process and parsipatory observation. The results showed that, some families in Kedungbunder Blitar Village where only the wife is working show the rule of law that states that the husband is the head of the family and the wife as a housewife, are considered not always applicable in the existing social reality. In the family, the wife's position is in a high social class because it is the economic source of the family and has more dominant power than other family members.Keywords: Social Stratification, Family, The Wife Works