Makhrus Munajat
Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Respons Minoritas Non-Muslim terhadap Pemberlakukan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat Ahmad Bahiej; Makhrus Munajat; Fatma Amilia
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.2017.51.1.117-130

Abstract

Sistem Diversi dan Restorative Justice dalam Peradilan Pidana Anak di Indonesia Makhrus Munajat
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 50 No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v50i2.243

Abstract

Indonesia sebagai negara hukum telah meratifikasi instrumen internasional hak asasi manusia, terutama Konvensi Hak-Hak Anak. negara wajib melaksanakan perlindungan, penghormatan, dan penegakkan hak-hak anak. Pada kenyataanya banyak anak yang tidak mendapakan keadilan dalam pemenuhan hak-haknya ketika berhadapan dengan hukum. Bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum didasarkan kepada ketentuan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” perlakuan secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, tersedianya petugas pendamping khusus anak, penjatuhan sanksi yang tepat sesuai dengan kepentingan yang terbaik buat anak, penyediaan sarana dan prasarana khusus, penjatuhan sanksi yang tepat dengan didukung melalui proses penyelesaian sebagaian perkara anak diarahkan dengan pengembangan diversi dan restorative justice. Konsep diversi dan restorative justive diterapan dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan pengulangan tindak pidana. Proses peradilan anak selama ini lebih secara yuridis normatif seperti: penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak oleh hakim. Proses penangan anak yang berhadapan dengan hukum belum sepenuhnya menerapkan konsep diversi dan restorative justice. Hal ini disebabkan bahwa tidak ada petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis bagi aparat penegak hukum untuk mengimplementasi penyelesaian perkara anak secara non-litigas.
Respons Minoritas Non-Muslim terhadap Pemberlakukan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat Ahmad Bahiej; Makhrus Munajat; Fatma Amilia
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.323

Abstract

Secara yuridis, Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat merupakan qanun yang merevisi qanun-qanun tentang hukum pidana yang dikeluarkan sebelumnya. Qanun ini mulai berlaku setelah satu tahun sejak diundangkan, yaitu berlaku sejak 22 Oktober 2015. Secara materiel, Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat mengatur tentang tindak pidana khamar (minuman keras), zina, qadzaf (menuduh zina), maisir (perjudian), khalwat (mesum), ikhtilath (percumbuan), pelecehan seksual, pemerkosaan, liwath (homoseks), dan musahaqah (lesbian). Secara yuridiksi personal, Qanun Hukum Jinayat berlaku bagi orang Islam dan orang non-Islam yang melakukan jarimah bersama-sama dengan orang Islam (penyertaan), memilih untuk menundukkan diri secara sukarela pada Qanun Hukum Jinayat, atau melakukan perbuatan jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam KUHP atau ketentuan pidana di luar KUHP tetapi diatur dalam Qanun Hukum Jinayat. Respons umat non-Islam terhadap pemberlakuan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat masih beragam. Beberapa menganggap tidak bermasalah dan menerima kehadirannya karena qanun mengajarkan kebaikan yang diajarkan di semua agama. Bahkan beberapa warga non-muslim memilih untuk menundukkan diri secara sukarela dengan alasan praktis dan cepat selesai dalam pelaksanaan hukumannya. Di pihak lain, beberapa tokoh umat non-muslim di Aceh menyatakan bahwa qanun seharusnya diberlakukan hanya bagi umat Islam. Namun demikian, karena pemberlakuan ini berdasarkan amanat Undang-undang, maka syarat penundukan diri secara sukarela tetap diserahkan kepada pribadi-pribadi umatnya. Proses legislasi Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat melibatkan beberapa tokoh umat non-Islam. Pelibatan ini dimulai saat penyusunan sampai sosialisasinya. Walaupun pelibatan ini masih kurang maksimal karena beberapa alasan, proses sosialisasi pemberlakuan Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat menjadi titik penting sehingga yuridiksi formil,materiel, dan personal qanun ini dapat dipahami dan dimengerti semua pihak di Aceh.