Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Evaluasi Pengendalian Schistosomiasis oleh Lintas Sektor Tahun 2018 Hayani Anastasia; Junus Widjaja; Anis Nurwidayati
Buletin Penelitian Kesehatan Vol 47 No 4 (2019)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.089 KB) | DOI: 10.22435/bpk.v47i4.1861

Abstract

Abstract In Indonesia, schistosomiasis is caused by Schistosoma japonicum with Oncomelania hupensis lindoensis as the intermediate host. Schistosomiasis can infect humans and all species of mammals. In order to achieve schistosomiasis elimination by 2020, schistosomiasis control including environmental management, has been carried out by multi-sectors. A cross-sectional study was conducted in 2018 to evaluate multi-sectoral schistosomiasis control programs. Data were collected by in-depth interviews with stakeholders, stool survey, snail survey, field observation, and document reviews. About 53.6% of control programs targeted in the schistosomiasis control roadmap were not achieved. Moreover, there was no significant difference between the number of foci area prior to the control programs and that of after the control programs completed in 2018. In addition, the prevalence of schistosomiasis in the humans was 0-5.1% and in mammals was in the range of 0 to 10%. In order to overcome the problems, establishment of a policy concerning schistosomiasis as a priority program beyond the Ministry of Health is needed. Innovative health promotion with interactive media is also needed to be applied. Nonetheless, the schistosomiasis work teams need to be more active to collaborate with other sectors and the Agency of Regional Development of Central Sulawesi Province as the leading sector. Keywords: schistosomiasis, control program, multi-sector, evaluation Abstrak Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda jenis Schistosoma japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis. Schistosomiasis selain menginfeksi manusia, juga menginfeksi semua jenis mamalia. Untuk mencapai eliminasi schistosomiasis pada tahun 2020 dilakukan pengendalian schistosomiasis oleh lintas sektor termasuk di dalamnya pelaksanaan manajemen lingkungan. Upaya pencapaian eliminasi schistosomiasis dilakukan terutama dengan manajemen lingkungan yang direncanakan bersama oleh lintas sektor. Penelitian cross sectional dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan program pengendalian schistosomiasis oleh lintas sektor dan implementasi pengendalian schistosomiasis terpadu untuk eliminasi schistosomiasis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam stakeholder, review dokumen, survei keong, observasi lapangan, dan survei tinja. Hasil penelitian menunjukkan 53,6% kegiatan yang direncanakan dalam roadmap tidak terlaksana tahun 2018. Perbandingan jumlah fokus yang ditemukan pada akhir tahun 2018 tidak jauh berbeda dengan sebelum kegiatan pengendalian. Prevalensi schistosomiasis pada manusia tahun 2018 berkisar 0-5,1%. Prevalensi schistosomiasis pada hewan berkisar 0-10%. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi perlu adanya rekomendasi kebijakan schistosomiasis sebagai kegiatan prioritas di kementerian di luar kesehatan sehingga memungkinkan perencanaan kegiatan yang lebih terarah oleh lintas sektor. Selain itu perlu dilakukan promosi kesehatan yang lebih inovatif dengan menggunakan media yang lebih menarik dan interaktif. Peranan aktif kelompok kerja tim pengendalian schistosomiasis perlu ditingkatkan dengan Bappeda sebagai leading sector. Kata kunci: schistosomiasis, pengendalian, lintas sektor, evaluasi
SITUASI FILARIASIS SETELAH PENGOBATAN MASSAL TAHUN KETIGA DI KABUPATEN MAMUJU UTARA jek managerxot; Made Agus Nurjana; Sitti Chadijah; Ni Nyoman Veridiana; Octaviani Octaviani; Hayani Anastasia; Rosmini Rosmini; Mujiyanto Mujiyanto; Leonardo Taruk Lobo
JURNAL EKOLOGI KESEHATAN Vol 16 No 2 (2017): JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOLUME 16 NOMOR 2 TAHUN 2017
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jek.16.2.361.93-103

Abstract

Program pengobatan massal filariasis telah dilakukan selama tiga tahun berturut-turut di KabupatenMamuju Utara, namun penilaian terhadap keberhasilan pelaksanaan pengobatan tersebut belum pernahdilakukan. Untuk mengetahui perubahan situasi filariasis serta perubahan pengetahuan, sikap dan perilakumasyarakat pasca tiga tahun pelaksanaan pengobatan massal, telah dilakukan Survei Darah Jari (SDJ) danwawancara pada masyarakat setempat dari bulan Maret sampai dengan November 2015. Survei darah jaridilakukan di dua desa terpilih pada masyarakat yang berusia lima tahun keatas (≥ 5 tahun), dan wawancaradilakukan pada masyarakat di 30 desa terpilih yang berusia lima belas tahun keatas (≥ 15 tahun). Hasilpenelitian menunjukkan bahwa angka microfilaria rate di Kabupaten Mamuju Utara sebesar 1,39%, dengan spesies Brugia malayi. Hasil wawancara terhadap 1.586 responden menunjukkan bahwapengetahuan tentang penyakit filariasis dan kegiatan pengobatan massal masih rendah, demikian halnyadengan perilaku masyarakat terkait pencegahan dan konsumsi obat massal. Sebaliknya masyarakatcenderung bersikap positif terhadap kegiatan pencegahan, pengendalian dan pengobatan filariasis. Angkamicrofilaria rate yang masih diatas 1% (≥1%), serta pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang penyakitfilariasis dan perilaku masyarakat terkait pencegahan dan konsumsi obat massal masih kurang, hal inimenunjukkan pelaksanaan POMP belum menunjukan hasil seperti yang diharapkan. Disarankan kegiatanpengobatan massal filariasis di Kabupaten Mamuju Utara masih perlu dilanjutkan sampai dengan limatahun, sesuai dengan prosedur dan dilakukan pemantauan yang ketat terhadap daerah dengan kasus kronisdan positif mikrofilaria.
Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue di Tiga Kabupaten/Kota Sulawesi Tengah Tahun 2015-2016 Hayani Anastasia
Jurnal Vektor Penyakit Vol 12 No 2 (2018): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.358 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v12i2.834

Abstract

Abstract Dengue is a major public health problem in Indonesia including Central Sulawesi. In the past, Palu was the only city reported high dengue cases. Then, dengue outbreaks were also reported from several districts in Central Sulawesi. The Provincial Health Office suspected over-reporting of dengue infection. This reviewed article was aimed to identify whether the clinical diagnosis was the cause of over-reporting of dengue infection. Data of dengue cases from three districts/city in 2015-2016 were analyzed descriptively. The results showed that there was an over-reporting of dengue infection by 51.7%. The over-reporting occurred because the diagnosis of cases was not strictly followed the guideline for dengue infection classification by the Ministry of Health. Therefore, it is necessary for the health practitioners to understand fully the guideline of dengue infection classification used in Indonesia. Abstrak Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia, termasuk di Sulawesi Tengah. Kota Palu merupakan daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) utama di Sulawesi Tengah. Namun, dalam beberapa tahun terakhir kejadian luar biasa DBD dilaporkan di beberapa kabupaten. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah menduga adanya kemungkinan over-reporting kasus DBD yang menyebabkan meningkatnya laporan kasus DBD setiap tahunnya. Review ini bertujuan untuk mengidenfikasi kemungkinan adanya over-reporting kasus DBD di tiga kabupaten/kota di Sulwesi Tengah. Data kasus DBD tahun 2015-2016 dianalisis secara deskriptif untuk melihat adanya over-reporting. Hasil menujukkan bahwa terdapat kelebihan 51,7% kasus DBD yang disebabkan karena diagnosis tidak mengikuti kriteria diagnosis klinis sesuai panduan klasifikasi infeksi dengue yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Oleh karena itu sangat penting bagi klinisi untuk memahami kriteria diagnosis infeksi dengue yang digunakan di Indonesia.
Detection of Leptospira spp. in kidney tissues isolated from rats in the Napu and Bada Highlands of Poso District, Central Sulawesi Province Gunawan Gunawan; Tri Wibawa; Mahardika Agus Wijayanti; Hayani Anastasia
Jurnal Vektor Penyakit Vol 14 No 1 (2020): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (965.201 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v14i1.1965

Abstract

Leptospirosis is still a global health problem because it affects human health in rural and urban areas, both in industrialized and developing countries. The aim of the study was to detect Leptospira spp. bacteria in kidney tissues isolated from rats in the Napu and Bada Highlands of Poso District, Central Sulawesi Province. Kidneys sample from 63 rats were collected from Napu and Bada Highlands of Poso District, Central Sulawesi Province in MayJune 2018. Polymerase Chain Reaction (PCR) was used to detect Leptospira. The molecular characterizations were conducted based on the 16SrRNA and LipL32 genes. Data were analyzed descriptively to describe the presence of pathogenic Leptospira DNA. Analysis phylogenetic was performed using MEGA 6.2 software. A total of 63 rats was successfullycaught during the study consisting of males and female for 36 (57.1%) and 27 (42.9%), respectively. The species of rats were R. exulans, R. tanezumi, R. argentiventer, R. norvegicus, M. Musculus, Paruromys dominator, Maxomys sp., and Rattus sp. The pathogenic of Leptospira DNA was detected in rats with R. argentiventer and Paruromys dominatorspecies using the 16S rRNA and LipL32 gene. Sample sequences using LipL32 target gene is a close similarity with L. interrogans serovar Hardjo, serovar Autumnalis, Lai, Icterohaemorrhagiae, Balico, Grippotyphosa, Mini, Canicola, Hebdomadis; L. noguchii serovar Pomona and L. kirschneri whereas the sample sequence using 16S rRNA targetgene showed similarity with L. interrogans serovar Canicola, Copenhagen, Autumnalis, Pyrogenes, Javanica, Icterohaemorrhagiae, Manilae, Bratislava, Linhae, Hebdomadis, and L. kirschneri serovar Grippotyphosa. The PCR method with the target gene 16SrRNA and LipL32 are able to detect Leptospira spp. in rats R. argentiventer and P. dominator species Keywords: Leptospira, 16S rRNA, LipL32, PCR, Kidney’s Rat Leptospirosis masih merupakan masalah kesehatan global karena mempengaruhikesehatan manusia di daerah pedesaan dan perkotaan, baik di negara industri maupun mnegara berkembang. Tujuan penelitian adalah untuk mendeteksi bakteri Leptospira spp di jaringan ginjal dari tikus di Dataran Tingi Napu dan Bada Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Ginjal tikus sebanyak 63 sampel dikoleksi dari Dataran Tinggi Napu dan Bada Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan Mei – Juni 2018. PCR digunakan untuk mendeteksi Leptospira. Karakterisasi molekuler dilakukan berdasarkan gen 16SrRNA dan LipL32. Data dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan keberadaaN Leptospira yang patogenik. Analisis filogenetik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Mega 6.2. Sebanyak 63 tikus berhasil ditangkap selama penelitian yang terdiri dari jantan dan betina, masing masing 36 ekor (75,1%) dan 27 ekor (42,9%). Spesies tikus adalah R. exulans, R. tanezumi, R. argentiventer, R. norvegicus, M. Musculus, Paruromys dominator, Maxomys sp, dan Rattus sp. DNA Leptospira patogenik terdeteksi pada tikus dengan spesies R. argentiventer dan Paruromys dominator menggunakan gen 16SrRNA dan LipL32 Sekuen sampel dengan target gen LipL32 menunjukkan kesamaan dengan L. interrogans serovar Hardjo, serovar Autumnalis, Lai, Icterohaemorrhagiae, Balico, Grippotyphosa, Mini, Canicola, Hebdomadis; L. noguchii serovar Pomona dan L. kirschneri. Sedangkan sekuen sampel dengan target gen 16S rRNA menunjukkan kesamaan dengan L. interrogans serovar Canicola,Copenhagen, Autumnalis, Pyrogenes, Javanica, Icterohaemorrhagiae, Manilae, Bratislava, Linhae, Hebdomadis, dan L. kirschneri serovar Grippotyphosa. Metode PCR dengan target gen 16SrRNA dan LipL32 mampu mendeteksi Leptospira spp. pada tikus dengan spesies R. argentiventer dan P. dominator. Kata kunci: Leptospira, 16S rRNA, LipL32, PCR, Ginjal Tikus
Deteksi Penyakit Schistosomiasis Melalui Identifikasi Telur Cacing Pada Feses Manusia Menggunakan Probabilistic Neural Network (PNN) windy rusma astuti; Hayani Anastasia; R Ratianingsih; J. W. Puspitaa; samarang samarang
Jurnal Vektor Penyakit Vol 14 No 1 (2020): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.53 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v14i1.2013

Abstract

Abstract Schistosomiasis is a zoonotic disease caused by a blood worm in the Trematode class of the genus Schistosoma that lives in a vein. This disease is one of the oldest and most important diseases in the world. In Indonesia, Schistosomiasis is caused by Schistosoma Japonicum Sp. This study focused on the detection of Schistosomiasis disease through identification of worm eggs found in human feces. Based on the result of the observations of the Schistosomiasis Laboratory in Kaduwaa and Dodolo Villages in North Lore Subdistrict, Poso Regency it was found the worm eggs of other species in feces of resident in Kaduwaa and Dodolo villages, namely Ascaris Lumbricoides worm eggs and Ancylostoma Duodenale worm eggs. Principal Component Analysis (PCA) and Linear Discriminant Analysis (LDA) methods are used to extract the egg image for the identification process, while Probabilistic Neural Network (PNN) methods were used to classify the species of the egg. The identification results are influenced by image capture techniques, image cutting techniques, the pixel size in the image, smoothing parameter values, and the number of sample images that used to train and test the data. The average accuracy of worm egg images identification using PNN is 98% with using the value of smoothing parameters 0,2. This result also shows that the Probabilistic Neural Network (PNN) method could be applied to identify the image of worm eggs found in human feces. Abstrak Schistosomiasis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh cacing darah kelas Trematoda dari genus Schistosoma yang tinggal dalam pembuluh darah vena. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit tertua dan paling penting di dunia. Di Indonesia, Schistosomiasis disebabkan oleh cacing Schistosoma Japonicum Sp. Penelitian ini berfokus pada deteksi penyakit Schistosomiasis melalui identifikasi telur cacing yang terdapat pada feses manusia. Hasil observasi di Laboratorium Schistosomiasis desa Kaduwaa dan Desa Dodolo Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso memperlihatkan ditemukannya pula telur cacing dari spesies lain pada feses masyarakat desa Kaduwaa dan Desa Dodolo, yaitu telur cacing Ascaris Lumbricoides dan Ancylostoma Duodenale. Metode Principal Component Analysis (PCA) dan Linear Discriminant Analysis (LDA) digunakan untuk ekstraksi citra telur dalam proses identifikasi, sementara metode Probabilistic Neural Network (PNN) digunakan untuk klasifikasi spesies telur. Hasil identifikasi dipengaruhi oleh teknik pengambilann citra, teknik pemotongan citra, besarnya piksel pada citra, nilai smoothing parameter, serta jumlah citra sampel yang digunakan untuk data pelatihan dan pengujian. Akurasi rata-rata identifikasi citra telur cacing menggunakan PNN tertinggi yaitu dengan menggunakan nilai smoothing parameter . Hal ini menunjukkan bahwa metode Probabilistic Neural Network (PNN) dapat diterapkan untuk identifikasi citra telur cacing yang terdapat pada feses manusia.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Posyandu di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah Rosmini Rosmini; Hayani Anastasia; Made Agus Nurjana; Ni Nyoman Veridiana; Riri Arifah Patuba
Publikasi Penelitian Terapan dan Kebijakan Vol 9 No 2 (2015): Jurnal Pembangunan Manusia
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pola Spasial Temporal Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011-2016 Mujiyanto Mujiyanto; Made Agus Nurjana; Yuyun Srikandi; Hayani Anastasia; Ni Nyoman Veridiana; Ade Kurniawan; Nurul Hidayah; Sitti Chadijah; Rosmini Rosmini
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 32 No 2 (2022)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v32i2.2617

Abstract

Dengue Fever is a disease neglected tropical diseases are still a major problem in the field of public health, especially the tropics and subtropics. The spatial distribution of dengue fever cases and a location-based early warning system have not yet been developed properly. Modeling the spatial epidemiology of dengue is one of the applications of Geographic Information Systems (GIS). GIS can be used to determine the spatial patterns of temporal occurrence of dengue cases. The purpose of this study is to determine the spatial-temporal patterns of dengue cases based on the spatial statistical analysis in Palu 2011-2016. This study was an observational study with the cross-sectional design. . Samples of dengue cases were all reported from 2011 to June 2016 and were analyzed statistically using the averagenearest neighbor and space-time permutation. Estimation The results showed the spatial pattern of dengue cases from 2011- June 2016 tend to cluster. Clustering of dengue cases from 2011-2016 obtained two regions with significant clusters. The first cluster region has a p-value of 0.021.Time occurrence of dengue cases that have significant value from 1 March to 30 November 2011 with a total of 25 cases. Furthermore, for the second cluster showed a p-value of 0.037 with a span of the case from 1 May - June 30, 2013, with 17 cases. The main cluster locations or those that are spatially and temporally significant are located in six villages and become a priority in dengue controlling. The implementation of the eradication of dengue mosquito nests with the 3M plus movement and the one house one inspector movement was carried out intensively by prioritizing areas with significant clusters. Surveillance of cases and disease vectors should be improved and developed using GIS. Abstrak Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah utama di bidang kesehatan masyarakat khususnya negara-negara tropis dan subtropis. Distribusi spasial kasus demam berdarah dan sistem kewaspadaan dini berbasis lokasi sampai saat ini belum dikembangkan dengan baik. Pemodelan spasial epidemiologi DBD merupakan salah satu aplikasi dari Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG dapat digunakan untuk menentukan pola spasial temporal kejadian kasus DBD. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pola spasial-temporal kasus DBD berdasarkan analisis spasial statistik di Kota Palu Tahun 2011-2016. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan studi potong lintang. Sampel kasus DBD adalah semua yang dilaporkan dari tahun 2011 sampai dengan Juni 2016 dan dianalisis secara spasial statistik menggunakan average nearest neighbour dan space-time permutation. Estimation. Hasil penelitian menunjukkan pola spasial kasus DBD Tahun 2011- Juni 2016 cenderung mengelompok. Untuk pengelompokan kasus DBD Tahun 2011-2016 secara spasial-temporal didapatkan dua daerah dengan klaster yang signifikan. Wilayah klaster tersebut memiliki p-value 0,021 untuk wilayah pertama. Waktu kejadian kasus DBD yang memiliki nilai signifikan tersebut antara rentang waktu 1 Maret – 30 November 2011 dengan jumlah 25 kasus. Selanjutnya untuk klaster kedua didapatkan hasil p-value 0,037 dengan rentang waktu kasus 1 Mei – 30 Juni 2013 dengan jumlah 17 kasus. Lokasi klaster utama atau yang signifikan secara spasial temporal terdapat di enam kelurahan dan menjadi prioritas dalam pengendalian DBD. Pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk DBD dengan gerakan 3M plus dan gerakan satu rumah satu jumantik secara intensif dilakukan dengan memprioritaskan daerah dengan klaster yang signifikan. Surveilans kasus dan vektor penyakit harus ditingkatkan dan dikembangkan dengan memanfaatkan SIG.
Infeksi Soil Transmitted Helminths di Dataran Tinggi Bada, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Tahun 2018 Anis Nur Widayati; Yuyun Srikandi; R Risti; N Nelfita; Intan Tolistiawaty; Hayani Anastasia
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2020: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (817.067 KB)

Abstract

Infeksi kecacingan atau Soil Transmitted Helminths masih menjadi masalah kesehatan di negara tropis dan sub tropis, salah satunya di Indonesia. Penyakit kecacingan di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu antara 45-65%. Infeksi STH disebabkan oleh tiga jenis cacing, yaitu cacing gelang, cacing tambang, dan cacing cambuk. Infeksi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak usia sekolah. Tujuan penelitian untuk menentukan tingkat infeksi STH pada penduduk di empat desa di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Desain yang digunakan adalah potong lintang. Survei dilakukan pada bulan Maret – November tahun 2018. Dilakukan pengumpulan tinja penduduk dan selanjutnya diperiksa dengan metode Kato-Kat’z. Hasil penelitian menunjukkan infeksi STH disebabkan cacing tambang dan cacing gelang sebesar 16,92% dan 1,74%. Infeksi gabungan juga ditemukan yaitu cacing gelang dengan cacing tambang, sebesar 1,49%. Infeksi ditemukan pada penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 51% dan pada perempuan sebesar 49%. Hal tersebut terkait dengan pekerjaan masyarakat yang sebagian besar adalah petani. Berdasarkan hasil survei dapat disimpulkan bahwa infeksi STH di Dataran Tinggi Bada masih tinggi. Perlu dilakukan upaya pengobatan serta penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat.
Keragaman Tikus di Daerah Endemis Schistosomiasis di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Malonda Maksud; Hayani Anastasia; S Samarang; Intan Tolistiawaty; Ade Kurniawan
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2020: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (469.232 KB)

Abstract

Schistosomiasis merupakan penyakit endemik di Sulawesi Tengah dan masih merupakan masalah kesehatan. Keberadaan hewan reservoir seperti tikus, menjadi salah satu kendala dalam mengendaliakan schsitososmiasis yang dilakukan sejak tahun 1974. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi jenis tikus yang ada di sekitar fokus keong Oncomelania hupensis lindoensis di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain pontong lintang. Penangkapan tikus dilakukan dengan menggunakan 100 perangkap per desa yang disebar di seluruh fokus keong perantara schistosomiasis. Perangkap yang digunakan adalah perangkap mati (snap trap) yang dipasang pada sore hari mulai pukul 16.00 dan diambil keesokan harinya antara pukul 06.00 – 09.00 yang dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Hasil penelitian menemukan sebanyak 84 ekor tikus yang teridiri atas 10 spesies yang terdistribusi dalam lima genus. Spesies yang paling banyak ditemukan adalah Rattus tanezumi (32 ekor), Bunomys fratorum (22 ekor), dan yang paling sedikit Mus musculus (1 ekor). Indeks keragaman Shannon-Wiener menunjukkan bahwa tingkat keragaman tikus di Kecamatan Lore Barat tergolong sedang (1,6).
Infeksi Soil Transmitted Helminths di Dataran Tinggi Bada, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Tahun 2018 Anis Nur Widayati; Yuyun Srikandi; R Risti; N Nelfita; Intan Tolistiawaty; Hayani Anastasia
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2020: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (818.247 KB)

Abstract

Infeksi kecacingan atau Soil Transmitted Helminths masih menjadi masalah kesehatan di negara tropis dan sub tropis, salah satunya di Indonesia. Penyakit kecacingan di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu antara 45-65%. Infeksi STH disebabkan oleh tiga jenis cacing, yaitu cacing gelang, cacing tambang, dan cacing cambuk. Infeksi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak usia sekolah. Tujuan penelitian untuk menentukan tingkat infeksi STH pada penduduk di empat desa di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Desain yang digunakan adalah potong lintang. Survei dilakukan pada bulan Maret – November tahun 2018. Dilakukan pengumpulan tinja penduduk dan selanjutnya diperiksa dengan metode Kato-Kat’z. Hasil penelitian menunjukkan infeksi STH disebabkan cacing tambang dan cacing gelang sebesar 16,92% dan 1,74%. Infeksi gabungan juga ditemukan yaitu cacing gelang dengan cacing tambang, sebesar 1,49%. Infeksi ditemukan pada penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 51% dan pada perempuan sebesar 49%. Hal tersebut terkait dengan pekerjaan masyarakat yang sebagian besar adalah petani. Berdasarkan hasil survei dapat disimpulkan bahwa infeksi STH di Dataran Tinggi Bada masih tinggi. Perlu dilakukan upaya pengobatan serta penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat.