jek managerxot
Unknown Affiliation

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

IODIUM LINGKUNGAN DAERAH REPLETE DAN NON-REPLETE GAKI, DI KABUPATEN MAGELANG jek managerxot; Muhammad Arif Musoddaq; Ina Kusrini
JURNAL EKOLOGI KESEHATAN Vol 16 No 2 (2017): JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOLUME 16 NOMOR 2 TAHUN 2017
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jek.16.2.359.73-81

Abstract

Salah satu faktor mendasar penyebab munculnya Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalahiodium lingkungan yang rendah. Penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa permasahanGAKI dijumpai di daerah yang dinyatakan sebagai daerah miskin iodium, tetapi tanpa data hasilpengukuran. Di Kabupaten Magelang, terdapat daerah replete, yaitu daerah yang mempunyai riwayatpermasalahan GAKI di masa lalu, dan telah dilakukan intervensi, sehingga diharapkan permasalahantersebut telah dapat diatasi. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kadar iodium lingkungan didaerah replete dan non-replete di Kabupaten Magelang.Disain penelitian adalah potong lintang denganvariabel kadar iodium dalam sampel air permukaan dan air tanah. Jumlah sampel adalah 71 berasal dari 71titik sampling, rincian 17 air permukaan dan 54 air. Analisis kandungan iodium dalam sampel air dilakukandengan metode Sandell-Kolthoff, yang dilakukan di Laboratorium Balai Litbang GAKI Magelang. Hasilmenunjukkan Kadar iodium pada air permukaan berada dalam rentang yang cukup lebar, yaitu 0 sampai22µg/Ldi daerah replete 0 sampai dengan 115µg/Ldi daerah non-replete. Kadar iodium dalam air tanah didaerah replete berkisar antara 0 sampai 77µg/L, di daerah non-replete antara 3 sampai 48µg/L. Terdapatperbedaan kadar iodium yang bermakna antara sampel air yang berasal dari daerah replete dengan nonreplete(P<0,05). Perlu upaya menjaga keberlangsungan kecukupan asupan iodium terutama di daerahreplete.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN BATURAJA LAMA DAN SEKAR JAYA, KECAMATAN BATURAJA TIMUR, KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU), PROVINSI SUMATERA SELATAN jek managerxot; Milana Salim; Yahya Yahya; Tri Wurisastuti; Rizki Nurmaliani
JURNAL EKOLOGI KESEHATAN Vol 16 No 2 (2017): JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOLUME 16 NOMOR 2 TAHUN 2017
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jek.16.2.360.82-92

Abstract

Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) merupakan salah satu wilayah endemis DBD di Provinsi SumateraSelatan. Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penularan DBD adalah dengan melakukanpengendalian vektor nyamuk pada tingkat jentik. Penggunaan insektisida dalam pengendalian vektor DBD,selain dapat menimbulkan resistensi, juga dapat berdampak buruk terhadap kesehatan lingkungan. Saat inipengendalian vektor DBD di Kabupaten OKU dilakukan secara hayati (biological control), yaitu denganmenggunakan ikan pemakan jentik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat partisipasimasyarakat dalam pengendalian vektor DBD menggunakan ikan pemakan jentik. Lokasi penelitian beradadi Kelurahan Baturaja Lama dan Kelurahan Sekar Jaya. Populasi adalah seluruh rumah tangga di keduakelurahan tersebut. Jumlah sampel ditentukan dengan mengacu pada ketentuan WHO mengenai standarminimal sampel survei entomologi DBD yaitu 100 rumah. Jumlah sampel rumah tangga yang berhasildidapatkan sebanyak 217 yang dipilih dengan cara acak. Hasil perhitungan indeks jentik menunjukkanangka HI di Kelurahan Baturaja Lama sebesar 42,1% dan di Kelurahan Sekar Jaya sebesar 48,2%. AngkaCI di Kelurahan Baturaja Lama sebesar 19,2% dan Sekar Jaya sebesar 16,2%. Angka BI di KelurahanBaturaja Lama sebesar 51,4% dan Sekar Jaya sebesar 75,5%. Analisis statistik terhadap perilakumemelihara ikan menunjukkan hubungan bermakna terhadap keberadaan jentik, namun persentase jumlahrumah tangga yang memelihara ikan pada kedua kelurahan masih tergolong rendah yakni kurang dari 10%.Perlu dilakukan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai manfaat dan pengembangan potensi jenisikan pemakan jentik dalam upaya pengendalian DBD.
SITUASI FILARIASIS SETELAH PENGOBATAN MASSAL TAHUN KETIGA DI KABUPATEN MAMUJU UTARA jek managerxot; Made Agus Nurjana; Sitti Chadijah; Ni Nyoman Veridiana; Octaviani Octaviani; Hayani Anastasia; Rosmini Rosmini; Mujiyanto Mujiyanto; Leonardo Taruk Lobo
JURNAL EKOLOGI KESEHATAN Vol 16 No 2 (2017): JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOLUME 16 NOMOR 2 TAHUN 2017
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jek.16.2.361.93-103

Abstract

Program pengobatan massal filariasis telah dilakukan selama tiga tahun berturut-turut di KabupatenMamuju Utara, namun penilaian terhadap keberhasilan pelaksanaan pengobatan tersebut belum pernahdilakukan. Untuk mengetahui perubahan situasi filariasis serta perubahan pengetahuan, sikap dan perilakumasyarakat pasca tiga tahun pelaksanaan pengobatan massal, telah dilakukan Survei Darah Jari (SDJ) danwawancara pada masyarakat setempat dari bulan Maret sampai dengan November 2015. Survei darah jaridilakukan di dua desa terpilih pada masyarakat yang berusia lima tahun keatas (≥ 5 tahun), dan wawancaradilakukan pada masyarakat di 30 desa terpilih yang berusia lima belas tahun keatas (≥ 15 tahun). Hasilpenelitian menunjukkan bahwa angka microfilaria rate di Kabupaten Mamuju Utara sebesar 1,39%, dengan spesies Brugia malayi. Hasil wawancara terhadap 1.586 responden menunjukkan bahwapengetahuan tentang penyakit filariasis dan kegiatan pengobatan massal masih rendah, demikian halnyadengan perilaku masyarakat terkait pencegahan dan konsumsi obat massal. Sebaliknya masyarakatcenderung bersikap positif terhadap kegiatan pencegahan, pengendalian dan pengobatan filariasis. Angkamicrofilaria rate yang masih diatas 1% (≥1%), serta pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang penyakitfilariasis dan perilaku masyarakat terkait pencegahan dan konsumsi obat massal masih kurang, hal inimenunjukkan pelaksanaan POMP belum menunjukan hasil seperti yang diharapkan. Disarankan kegiatanpengobatan massal filariasis di Kabupaten Mamuju Utara masih perlu dilanjutkan sampai dengan limatahun, sesuai dengan prosedur dan dilakukan pemantauan yang ketat terhadap daerah dengan kasus kronisdan positif mikrofilaria.
STUDI EFIKASI DAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGGUNAAN KELAMBU BERINSEKTISIDA DI DESA SUNGAI NYAMUK, PULAU SEBATIK, KALIMANTAN UTARA jek managerxot; Sugiarto Sugiarto; Upik Kesumawati Hadi; Susi Soviana; Lukman Hakim
JURNAL EKOLOGI KESEHATAN Vol 16 No 2 (2017): JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOLUME 16 NOMOR 2 TAHUN 2017
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jek.16.2.362.104-111

Abstract

Dalam upaya melakukan eliminasi malaria, pemerintah berusaha mengendalikan vektor penyakit tersebutmelalui pembagian kelambu berinsektisida. Dalam proses penggunaannya, pengguna kelambu jenis iniperlu melakukan pemeliharaan untuk menjamin efektifitasnya. Penelitian ini dilakukan dengan maksuduntuk menganalisis efektifitas kelambu berinsektisida terhadap nyamuk Anopheles sp. dan mengetahuipengetahuan, sikap, perilaku masyarakat terhadap penggunaan dan pemeliharaan kelambu tersebut.Penelitian dilakukan di Desa Sungai Nyamuk, Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan-Kalimantan Utaradengan desain cross sectional. Data efektivitas kelambu diperoleh dengan cara melakukan Bioassay ConeTest (uji efikasi) terhadap kelambu berinsektisida dan yang tidak berinsektisida di rumah tangga yang telahmenggunakan kelambu lebih dari 6 bulan. Data PSP masyarakat diperoleh dengan cara wawancaraterhadap responden terpilih dengan menggunakan kuesioner. Pengolahan dan analisis data dilakukan secaraunivariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelambu berinsektisida yang paling efektifadalah kelambu telah digunakan selama 6 bulan. Kelambu yang telah digunakan 12-24 bulan sudah mulaitidak efektif. Seluruh responden (100%) setuju dengan pembagian kelambu berinsektisida, tetapi hanya87% yang menyatakan bersedia menggunakannya. Seluruh responden (100%) melakukan pemasangan kelambu dengan benar, dan belum pernah mencuci kelambu yang dibagikan. Dapat disimpulkan bahwakelambu berinsektisida yang telah digunakan lebih dari 12 bulan sudah mulai tidak efektif dalammengendalikan vektor nyamuk Anopheles sp. Hampir seluruh responden tidak merawat/melakukanpencucian kelambu berinsektisida yang dibagikan. Dalam rangka eliminasi malaria di Desa SungaiNyamuk perlu adanya peningkatan partisipasi aktif masyarakat (perawatan kelambu) dalam upayapengendalian vektor (Anopheles sp.).
METODE ALTERNATIF HITUNG IPKM YANG MEMILIKI KORELASI LEBIH TINGGI DENGAN IPM jek managerxot; Roy Nusa; Nunik Kusumawardani
JURNAL EKOLOGI KESEHATAN Vol 16 No 2 (2017): JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOLUME 16 NOMOR 2 TAHUN 2017
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jek.16.2.363.112-120

Abstract

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator multi dimensi penting untuk menilaikesejahteraan masyarakat secara lebih komprehensif (kesehatan, pendidikan dan standar hidup yang layak).Secara khusus untuk bidang kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, KementerianKesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)tahun 2008 dan tahun 2014 yang meliputi 30 indikator kesehatan terpilih. Penelitian ini dilakukan dengantujuan untuk mendapatkan metode alternatif (metode geometrik) dalam menghitung IPKM berdasarkanlaporan IPKM tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Badan Litbang Kesehatan dan data IPM tahun 2013 yangdikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Analisis data dilakukan dengan cara membandingkan nilaikorelasi dan koefisien determinasi antara nilai IPKM tahun 2014 yang dihitung dengan rata-rata aritmatikdan yang dihitung dengan rata-rata geometrik terhadap nilai IPM tahun 2013. Hasil penelitianmenunjukkan adanya perbedaan hasil IPKM antara perhitungan rata-rata geometrik dan perhitungan ratarata aritmatik. Perhitungan rata-rata geometrik menunjukkan korelasi yang lebih tinggi antara nilai IPKMdan IPM dibandingkan dengan perhitungan rata-rata aritmatik. Selain itu perhitungan rata-rata geometrikdalam formulasi IPKM memiliki karakteristik yang stabil terhadap nilai ekstrim pada komponenindikatornya. Hasil perhitungan dengan rata-rata geometrik berimplikasi untuk memperoleh IPKM yangtinggi harus mempertimbangkan semua indikator yang dibangun dengan cara yang lebih setara.
FRONT MATTER JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOL 19 NO.3 TAHUN 2020 jek managerxot
JURNAL EKOLOGI KESEHATAN Vol 19 No 3 (2020): JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOLUME 19 NOMOR 3 TAHUN 2020
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jek.v19i3.4199

Abstract

FRONT MATTER JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOL 19 NO.3 TAHUN 2020
BACK MATTER JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOL 19 NO.3 TAHUN 2020 jek managerxot
JURNAL EKOLOGI KESEHATAN Vol 19 No 3 (2020): JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOLUME 19 NOMOR 3 TAHUN 2020
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jek.v19i3.4200

Abstract

BACK MATTER JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOL 19 NO.3 TAHUN 2020