Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

KANDUNGAN GIZI, ORGANOLEPTIK, DAN UMUR SIMPAN BISKUIT DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG KOMPOSIT (DAUN KELOR, RUMPUT LAUT, DAN PISANG) Hastin Dyah Kusumawardani; Slamet Riyanto; Ismi Setianingsih; Candra Puspitasari; Deni Juwantoro; Cicik Harfana; Palupi Dyah Ayuni
Media Gizi Mikro Indonesia Vol 9 No 2 (2018): Media Gizi Mikro Indonesia Juni 2018
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.88 KB) | DOI: 10.22435/mgmi.v9i2.543

Abstract

Latar belakang. Kebutuhan iodium harian dapat dipenuhi dengan beberapa alternatif diantaranya dengan pembuatan produk pangan dari beberapa macam tepung yang mengandung iodium tinggi. Biskuit merupakan salah satu produk pangan yang sering dikonsumsi masyarakat yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan iodium masyarakat. Agar tujuan pengembangan biskuit untuk mendukung perbaikan asupan iodium tercapai, diperlukan pengembangan terkait iodium. Penggunaan tepung komposit dalam pembuatan biskuit terbukti dapat memperbaiki nilai gizi produk. Uji organoleptik dan umur simpan produk diperlukan untuk menentukan keberhasilan pembuatan biskuit dengan kandungan iodium yang diharapkan. Tujuan. Penelitian bertujuan untuk membuat produk biskuit dengan substitusi tepung komposit dan mengetahui organoleptik, kandungan gizi, serta umur simpannya. Metode. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Balitbangkes Magelang dalam dua tahap sebagai berikut: tahap pertama adalah pembuatan tepung dan analisis zat gizi. Tahap kedua penyusunan formulasi biskuit, pembuatan biskuit dan analisis zat gizi. Uji organoleptik dilakukan untuk memilih komposisi terbaik dan dilanjutkan dengan analisis umur simpan dengan metode pendekatan kadar air kritis. Hasil. Tepung komposit yang digunakan adalah tepung kelor sebagai sumber vitamin C, tepung rumput laut sebagai sumber iodium, dan tepung pisang sebagai sumber vitamin A. Formula biskuit yang terpilih adalah biskuit dengan substitusi tepung komposit 25 persen. Kandungan vitamin A, vitamin C, iodium biskuit terpilih berturut-turut adalah 1388,821 µg/100 g, 77,0761 mg/100 g, 22,3353 µg/g. Umur simpan biskuit dengan kemasan PET adalah 2,14 bulan sedangkan biskuit dengan kemasan VMPET mempunyai umur simpan 4,73 bulan. Kesimpulan. Substitusi tepung komposit yang dapat diterima adalah 25 persen. Substitusi tepung komposit yang memiliki daya terima terbaik adalah biskuit dengan substitusi tepung komposit 25 persen dengan kandungan iodium sebanyak 2233,53 µg/100g, vitamin A 1388,82 µg/100g, vitamin C 77,076 mg/100g, dan zink 0,1106 g/100g, umur simpan biskuit dalam kemasan PET 2,14 bulan, dalam kemasan VMPET 4,73 bulan.
PENGARUH PEMBERIAN KEDELAI DAN SUSU TINGGI KALSIUM TERHADAP FUNGSI TIROID DAN MASSA TULANG PADA TIKUS HIPERTIROID Sri Nuryani Wahyuningrum; Hastin Dyah Kusumawardani; Ismi Setianingsih; alfien susbiantonny; Candra Puspitasari; Catur Wijayanti
Media Gizi Mikro Indonesia Vol 9 No 1 (2017): Media Gizi Mikro Indonesia Desember 2017
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.818 KB) | DOI: 10.22435/mgmi.v9i1.571

Abstract

Latar belakang. Hipertiroid merupakan masalah gangguan hormonal yang cukup banyak terjadi, disamping diabetes melitus dan osteoporosis. Hipertiroid memiliki risiko kejadian 2-5%. Kasus hipertiroid di Klinik Litbang GAKI semakin bertambah tiap tahun, terdapat 141 kasus (29,9%) di tahun 2014 dan 181 kasus (39,5%) di tahun 2015. Kondisi hipertiroid menyebabkan hipermetabolisme pada tulang, antara lain meningkatkan proses penggantian tulang hingga dua kali lipat dan meningkatkan risiko hilangnya mineral tulang. Tujuan. Membuat formula pangan dari bahan dasar kedelai dan susu, kemudian menilai pengaruh formula tersebut terhadap fungsi tiroid dan massa tulang pada tikus hipertiroid. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian pre-klinis eksperimental menggunakan hewan coba tikus putih Galur Wistar betina, usia tiga bulan, berat badan 200±50 gram. Tikus diadaptasikan selama satu minggu, kemudian dibuat hipertiroid menggunakan euthyrax secara oral dengan dosis 50 µg/hari, selama enam minggu. Kondisi hipertiroid pada tikus diketahui dengan analisis kadar TSH dan fT4. Tikus dibagi empat kelompok secara random, yaitu: (1) kelompok kontrol positif, (2) kelompok Propiltiourasil (PTU), (3) kelompok formula pangan (FP), (4) kelompok PTU+FP. Tiap kelompok diberi perlakuan selama enam minggu. Formula dibuat dengan perbandingan kedelai : susu yaitu 2,7 : 3. Kadar TSH, fT4, PTH dan kalsitonin dianalisis dengan metode ELISA, sedangkan densitas massa tulang dianalisis menggunakan metode digital microradiography. Hasil. Penelitian ini mendapatkan formula dengan kandungan kalsium 0,92%, protein 28%, fosfor 0,53%, iodium 24,2 ppm, genistein 94,4 mg/g dan daidzein 36,1 mg/g. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kadar TSH, FT4, kalsitonin dan densitas massa tulang antar kelompok pada saat sebelum dan sesudah intervensi, namun densitas massa tulang pada kelompok yang diberikan formula menunjukkan tren peningkatan paling tinggi. Terdapat perbedaan bermakna kadar hormon paratiroid, dimana tren peningkatan paling tinggi terdapat pada kelompok yang diberikan formula. Kesimpulan. Formula yang diberikan selama enam minggu belum dapat memperbaiki fungsi tiroid dan densitas massa tulang pada tikus hipertiroid.
KANDUNGAN IODIUM DALAM KELOMPOK BAHAN MAKANAN DI DAERAH PEGUNUNGAN DAN PANTAI Hastin Dyah Kusumawardani; M Arif Musoddaq; Candra Puspitasari
Media Gizi Mikro Indonesia Vol 8 No 2 (2017): Media Gizi Mikro Indonesia Juni 2017
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.893 KB) | DOI: 10.22435/mgmi.v8i2.998

Abstract

Latar belakang. Iodium merupakan mikronutrien penting dan dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Manusia tidak dapat membuat iodium dalam tubuhnya, tetapi harus mendapatkan dari luar tubuh melalui serapan iodium yang terkandung dalam makanan serta minuman. Makanan merupakan kontributor utama asupan iodium. Analisis kandungan iodium dalam bahan makanan dapat memberikan informasi tentang variasi asupan iodium dalam diet seseorang. Tujuan. Untuk mengetahui kandungan iodium dalam bahan makanan di berbagai area geografis. Metode. Penelitian ini dilakukan di empat wilayah kecamatan di Kabupaten Wonosobo, yaitu di Kecamatan Kertek, Selomerto, Garung dan Kejajar mewakili daerah dataran tinggi dan pegunungan serta Kabupaten Bantul yaitu di wilayah Kecamatan Sanden, Kretek, Piyungan dan Dlingo mewakili daerah dataran rendah dan pantai. Metode penelitiannya dengan mengambil sampel bahan makanan dari bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat di lokasi penelitian dan hidup di lokasi tersebut. Dari tiap-tiap kecamatan diambil bahan makanan dari golongan sayuran, serealia, umbi, ikan, telur dan unggas, tanah dan air yang diambil langsung dari lokasi penelitian. Sampel bahan makanan kemudian dipreparasi dengan menggunakan microwave digestive, selanjutnya dianalisis secara duplo dengan metode spektrofotometri. Hasil. Kandungan iodium dalam bahan makanan di daerah pegunungan berbeda dengan daerah pantai, akan tetapi tidak berbeda antara dataran tinggi dan dataran rendah. Kandungan iodium bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan bervariasi, dengan kisaran antara 0,73-4,09 µg/g. Susu dan daging sapi mempunyai kandungan iodium tertinggi, 9.89±3.78 µg/g dan 9.2±9.14 µg/g. Kandungan iodium dalam telur antara 0,97-1,98 µg/g. Ikan air tawar mengandung iodium 0,42-1,13 µg/g. Daging unggas mengandung iodium sebanyak 0,69-2,97 µg/g. Tanah di lokasi penelitian mengandung iodium 0,41-4,11 µg/g, sedangkan kandungan iodium dalam air antara 0-23,36 µg/L. Kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan kandungan iodium dalam bahan makanan berbeda-beda menurut letak geografisnya, dan bervariasi meskipun dalam golongan bahan makanan yang sama.
GAMBARAN PERILAKU WANITA PEKERJA SEKS TIDAK LANGSUNG DI TEMPAT HIBURAN MALAM TERKAIT TINGGINYA HIV/AIDS DI DENPASAR Candra Puspitasari; Made Nyandra; Nyoman Suarjana
Seminar Ilmiah Nasional Teknologi, Sains, dan Sosial Humaniora (SINTESA) Vol 2 (2019): PROSIDING SINTESA
Publisher : LPPM Universitas Dhyana Pura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.598 KB)

Abstract

ABSTRACTData from the Ministry of Health in 2013 showed that Bali was ranked third in HIV / AIDS in Indonesiaand Denpasar is the highest ranked city with HIV / AIDS case in Bali. Bali is an island that is famousas a tourist destination so that there are many entertainment venues including nightclubs such as,cafes, discos, and karaoke that are vulnerable to sex transactions. Female sex workers are dividedinto two types, they are direct and indirect sex workers. Female sex workers do not directly sellthemselves independently and covertly. HIV / AIDS transmitted through risky sex and changingpartners. The research using qualitative methods with the design of the case study was conductedwith the aim to find out the description of the behavior of female indirect sex workers in nightclubsrelated to the high HIV / AIDS in Denpasar. The description of this behavior concerns thecharacteristics of the informant, the perceptions of the informant, the drive to act, and the motivesof the informant to plunge into the prostitution. The results of in-depth interviews with informantsbroadly showed that all informants showed positive behavior towards the spread of HIV / AIDS.Keyword: behavior, indirect female sex worker, nightclubs, HIV/AIDSABSTRAKData dari Dinas Kesehatan pada Tahun 2013 menunjukkan bahwa Bali menduduki peringkatketiga HIV/AIDS di Indonesia dan Denpasar adalah kota dengan HIV/AIDS tertinggi di Bali. Balimerupakan pulau yang terkenal sebagai destinasi wisata sehingga banyak tersedia tempat hiburantermasuk tempat hiburan malam seperti club malam, café, discotic, dan karaoke yang rawan sebagaitempat transaksi seks. Wanita pekerja seks terbagi atas dua jenis yaitu wanita pekerja seks langsungdan wanita pekerja seks tidak langsung. Wanita pekerja seks tidak langsung menjajakan dirinyasecara mandiri dan terselubung. Penularan HIV/AIDS salah satunya adalah dengan melakukanhubungan seks berisiko dan bergonta-ganti pasangan. Penilitian menggunakan metode kualitatifdengan rancang bangun studi kasus ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaranperilaku wanita pekerja seks tidak langsung di tempat hiburan malam terkait tingginya HIV/AIDS diDenpasar. Gambaran perilaku ini menyangkut karakteristik informan, persepsi informan, doronganuntuk bertindak, dan motif informan untuk terjun ke dunia prostiusi. Hasil dari wawancara secaramendalam dengan informan secara garis besar menunjukkan bahwa seluruh informan menunjukkanperilaku positif terhadap penyebaran HIV/AIDS.Kata kunci : perilaku, wanita pekerja seks tidak langsung, tempat hiburan malam, HIV/AIDS.