Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Onset response of bupivacaine 0.5% which has been added with sodium bicarbonate on epidural block Marwoto, Marwoto; Raharjo, Sigit P.
Medical Journal of Indonesia Vol 14, No 1 (2005): January-March
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.657 KB) | DOI: 10.13181/mji.v14i1.167

Abstract

There are many advantages in using epidural anesthesia technique. However, there are also some constraints, such as the relatively long onset, particularly in the case of bupivacaine. Whereas the need of a rapid onset of anesthesia technique for emergency cares is increasing lately. The objective of this study was to find a method to hasten the onset of bupivacaine. This is a cross sectional randomized double blind controlled clinical trial performed on 40 patients who would undergo lower abdomen and extremity surgery with epidural block. We evaluated the onset of action of bupivacaine which has been added with sodium bicarbonate. Consecutive sampling method was applied to get the sample. The criteria of sample are ASA I – II patient, aged of 20-60 years old, 50-60 kg of weight, 150-170 cm of height. Patients were allocated randomly into two groups. The treatment group would get epidural block using mixture of 20 cc of bupivacaine 0,5 % + 0.5 cc of sodium bicarbonate 1.4 %, whereas the control group received 20 cc bupivacaine 0.5 % + 0.5 cc aqua bides. Time to reach sensoric block at the level of thoracal 10 dermatome using the pinprick method and time to reach motoric blockade using the bromage scale was recorded. The result of this study showed a significant shortening of the onset of sensory blockade (p<0.05) in the treatment group (10.2±1.4 minutes) compared with the control group (19.5±1.3 minutes). The onset of motor blockade had also a significant shortening (p<0.05) in the treatment group(13.3±1.6 minutes) compared with the control group (23.0±1.2 minutes). It was concluded that the addition of sodium bicarbonate can hasten the onset of bupivacaine on epidural block. (Med J Indones 2005; 14: 7-10)Keywords : onset response, bupivacaine 0.5%, sodium bicarbonate, epidural block
Efikasi Cendawan Entomopatogenik Untuk Mengendalikan Ulat Bulu Prayogo, Yusmani; Marwoto, Marwoto; Suharsono, Suharsono
JURNAL BIOLOGI INDONESIA Vol 8, No 1 (2012): JURNAL BIOLOGI INDONESIA
Publisher : Perhimpunan Biologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jbi.v8i1.3068

Abstract

The efficacy of entomopthogenic fungus for Tussock Moth Caterpillars Control. The occurrence of Tussock Moth Caterpillar (TMC) out break reported in some areas in East Java at Probolinggo, Malang, Batu and other districts were worried. The high caterpillar population not only attacking mangos, cherry, and wild watercress, but also migrating to living house before pupation. The available control of these caterpillar is chemical pesticide. However, thechemical will kill the natural enemies and other beneficial insects. A laboratory experiment to study the efficacy of five entomopathogenic fungus against TMC and pupae was conducted at the Entomology Laboratory of Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute (ILETRI) in April 2011. Our experiment was arranged using completely randomized design (CRD) with three replicates using five entomopthogenic fungus. The efficacy was determined by the mortality of caterpillar/larva and pupae infected by the fungus. Result showed that these five fungus had not effectively kill the caterpillar, as the dense setae in integument acted as a mechanical barrier to fungus infection. The pupal stage was more susceptible to fungus infection. It was found that Paecilomyces fumosoroseus and Lecanicillium lecanii fungus were more effective than Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana and Nomuraea rileyi repectively. These two fungus could kill 90% of pupae and also were easier to be cultured in a wide range of natural media. Therefore P. fumosoroseus and L. lecanii are potentially used as a biological control agent against TMC out break.Keywords: Entomopathogenic fungus, hairy caterpillar, incubation period, colonization
MAKNA SPIRITUAL “KLIWONAN” PADA MAKAM SUNAN KALIJAGA KADILANGU- DEMAK Marwoto, Marwoto
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Arsitektur ARCADE Juli 2018
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (522.654 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v2i2.63

Abstract

Abstract: The tomb of Sunan Kalijaga has a sacred nature for the pilgrims. The existence of the background story, legend and even myth makes the tomb brought many pilgrims from various quarters because the belief will be able to bring blessing to the life of the community. The strength of the grave artifact of a religious figure (Wali) indicates to certain people who still believe in a supernatural relationship, thus assigning value to the sacred place. The position of the tomb has an important meaning is to give impact on the pilgrims of life activities. Every Friday Kliwon the tomb of Sunan Kalijaga has significance in the eyes of the pilgrims. The research method is descriptive based on observations and interviews of pilgrim respondents. The results of research on the tomb of Sunan Kalijaga explain about the relation of transcendental ritual between the pilgrims with the object of the tomb. Keyword: Religious Pilgrimage, Spiritual, Tomb of Saints, Friday of Kliwon Abstrak: Makam Sunan Kalijaga memiliki sifat sakral bagi para peziarah. Adanya latar cerita sejarah, legenda bahkan mitos menjadikan makam tersebut banyak mendatangkan para peziarah dari berbagai kalangan karena keyakinan akan dapat membawa keberkahan terhadap kehidupan masyarakatnya. Kekuatan artefak makam dari seorang tokoh religius (Wali) mengindikasikan pada masyarakat tertentu  masih yang percaya pada hubungan yang bersifat supranatural, sehingga memberi nilai dengan sebutan tempat keramat. Kedudukan makam memiliki arti penting yaitu memberikan dampak pada para peziarah terhadap aktivitas kehidupannya. Setiap Jumat Kliwon makam Sunan Kalijaga memiliki arti penting di mata para peziarah. Metoda penelitian bersifat deskriptif berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara terhadap responden peziarah. Hasil riset pada makam Sunan kalijaga menjelaskan tentang hubungan ritual yang bersifat transendental antara para peziarah dengan objek makam Kata Kunci: Ziarah Religi, Spiritual, Makam Wali, Jumat Kliwon
ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOL KRAPYAK - SRONDOL , SEMARANG marwoto, marwoto; Yulipriyono, Epf Eko; Siswato, Joko
Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Sipil volume18, Nomer 1, April 2008
Publisher : Department of Civil Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.082 KB)

Abstract

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai Ibukota Propinsi Jawa Tengah terletak di pantai utara pulau Jawa, merupakan simpul yang berada pada lintasan antara Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Jawa Timur. Disamping berfungsi sebagai pusat kegiatan pengendalian pemerintahan Propinsi Jawa Tengah, juga sebagai salah satu kota perdagangan, industri, pendidikan dan kota wisata. Keadaan ini menyebabkan kegiatan masyarakat kota Semarang cukup tinggi, sehingga hal tersebut menimbulkan kegiatan transportasi yang cukup dinamis antara demand dan supply transportasi. Sementara kegiatan lalu lintas berkembang, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas akan menjadi masalah di kota-kota besar seperti Semarang. Tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi menimbulkan kemacetan dibeberapa ruas jalan terutama didaerah pusat perdagangan, perkantoran, dan pendidikan yang melibatkan lalu lintas yang masuk, keluar ataupun melewati kota Semarang. Jalan Tol Semarang adalah satu-satunya jaringan jalan tol yang berada di Semarang Propinsi Jawa Tengah yang merupakan bagian dari jaringan jalan umum yang dibuat dengan maksud untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di kota Semarang, terutama lalu lintas yang hanya lewat kota Semarang ( lalu lintas menurun ) dan untuk meningkatkan pemerataan dan efisiensi biaya operasional dan waktu tempuh. Jaringan Jalan Tol Semarang terdiri dari tiga seksi yaitu : Seksi A adalah ruas jalan Krapyak – Jatingaleh sepanjang 8.000 km, dengan tipe jalan dua lajur dua arah, lebar perkerasan 2 х 3,5 meter dan dioperasikan sejak tahun 1987.Seksi B adalah ruas jalan Jatingaleh – Srondol sepanjang 6.000 km, dengan tipe jalan empat jalur dua arah, lebar perkerasan 2 (2 х 3,5) meter dioperasikan sejak tahun 1983.Seksi C adalah ruas jalan Jangli – Kaligawe (Pelabuhan) sepanjang 10.000 km, dengan tipe jalan empat jalur dua arah, lebar perkerasan 2 (2 х 3,5) meter dioperasikan sejak tahun 1997. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini meliputi : Menganalisis kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Jalan Tol Semarang dengan pengalaman dan waktu operasional lebih dari 5 ( lima ) tahun.Mengevaluasi dan menentukan " black spot " (lokasi dengan pengalaman banyak terjadi kecelakaan) yang dikaitkan dengan kondisi geometrik maupun pengaturan lalu lintas (traffic control) jalan.Menetapkan strategi peningkatan keselamatan lalu lintas Jalan Tol. STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian kecelakaan dan kriteria Peraturan pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993 menyatakan bahwa : a)      Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka – sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan yang sedang bergerak dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. b)     Korban kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud diatas dalam ayat (a), dapat berupa : Korban mati.Korban luka berat.Korban luka ringan. c)      Korban mati sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf 1, adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) hari setelah kecelakaan tersebut. d)     Korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (b) huruf 2, adalah korban yang karena luka – lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 ( tiga puluh ) hari sejak terjadi kecelakaan. e)      Korban luka ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (b) huruf 3, adalah korban yang tidak termasuk dalam pengertian ayat (c) dan ayat (d). 2.2 Faktor – faktor Penyebab Kecelakaan Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu kejadian kecelakaan terjadi akibat dari komulatif beberapa faktor penyebab kecelakaan. Penyebab tersebut antara lain adalah: manusia, sarana dan prasarana, alam dan lingkungan. 2.3 Jenis Kecelakaan Jenis kecelakaan dikategorikan berdasarkan mekanisme kecelakaan yang dialami oleh kendaraan yang terlibat. Dari distribusi jenis kecelakaan diharapkan diperoleh gambaran keterkaitan obyek jalan dan lingkungan terhadap kontribusinya sebagai penyebab kecelakaan. 2.4 Tingkat Kecelakaan Lalu lintas dan Teknik Kontrol Kualitas 2.4.1   Tingkat Kecelakaan lalu lintas MATSON et al ( 1955 ) menyatakan bahwa tingkat kecelakaan didasarkan pada : Populasi (kecelakaan per 100.000 penduduk)Kendaraan yang terdaftar (kecelakaan per 10.000 kendaraan)Kendaraan – km (kecelakaan per 10^6 kendaraan – km) 2.4.2 Teknik Kontrol Kualitas HOQUE ( 1978 ) dalam tesisnya menggunakan teknik statistik kontrol kualitas untul memilih ruas jalan atau lokasi rawan kecelakaan (black spot) dengan panjang dan volume yang berbeda. Pertama kali adalah menentukan harga rata – rata angka kecelakaan untuk sepanjang jalan, kemudian dihitung ambang atas dan ambang bawahnya. Ruas yang memiliki tingkat kecelakaan diatas ambang atas disebut " out of control " atau dengan kata lain adalah ruas jalan yang harus lebih diperhatikan dan memerlukan perhatian. METODOLOGI 3.1   Garis Besar Langkah Kerja Garis besar langkah kerja penelitian ini meliputi : Penetapan tujuan penelitian.Melakukan studi pustaka yang relevan dengan tujuan diatas.Pengumpulan data: Data laporan kecelakaan lalu lintas meliputi catatan kejadian – kejadian kecelakaan dan laporan bulanan kecelakaan lalu lintas.Data teknis dan kondisi jalan tol meliputi data lalu lintas harian rata – rata, geometrik jalan, data pengaturan lalu lintas ( traffic control ). Pengolahan data : Ekstraksi data menurut kebutuhan yang diperlukan.Kompilasi dan penelusuran melalui beberapa tahap untuk memperoleh data yang memadai. Pengamatan lapangan.Analisa dan Pembahasan.Kesimpulan dan saran.                                               Gambar 1. Bagan Alur Penelitian   PRESENTASI DATA 4.1  Umum Pada bab ini dibahas mengenai proses pengumpulan dan pengolahan, kompilasi data sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian ini serta melakukan bahasan awal yang berguna untuk menganalisis hasil yang terfokus. 4.2 Proses Pengumpulan Data Pengumpulan data sekunder yang berkenaan dengan kecelakaan di Jalan Tol seksi A dan B Krapyak – Srondol Semarang yang diperoleh dari PT. Jasa Marga Semarang dan merupakan data time series selama tujuh tahun terakhir, yaitu dari tahun 1994 sampai dengan 2000. Data kecelakaan yang diperoleh sangat rinci baik dari segi jumlah, lokasi, jenis tabrakan, kendaraan yang terlibat, fatalitas, dan volume lalu lintas, selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian guna analisis lebih lanjut. 4.3 Volume Lalu lintas Data volume lalu lintas kendaraan bermotor di Jalan Tol seksi A dan B dari tahun 1994 sampai dengan 2000 mengalami kenaikan yanng cukup berarti. Volume lalu lintas harian rata – rata per tahun di Jalan Tol seksi A dan B adalah sebesar 11.827 kendaraan per hari dengan pertumbuhan rata – rata per tahunnya adalah 11%, sedangkan volume lalu lintas harian rata – rata per tahun di Jalan Tol seksi A dan B adalah sebesar 16.654 kendaraan per hari dengan pertumbuhan rata – rata per tahunnya adalah 11%.. 4.4 Jumlah dan Tingkat Kecelakaan Jumlah dan tingkat kecelakaan relatif ( per juta kendaraan km ) ditujuh tahun   terakhir sejak tahun 1994. Jumlah kecelakaan rata – rata diseksi A mencapai 16 kejadian per tahun dengan tingkat kecelakaan rata – rata sebesar 0,471 per juta kendaraan km, dengan pertumbuhan rata – rata kecelakaan per tahunnya mengalami penurunan sebesar 1%. Sedangkan, jumlah kecelakaan rata – rata diseksi B mencapai 18 kejadian per tahun dan tingkat kecelakaan rata – rata sebesar 0,516 dengan pertumbuhan rata – rata kecelakaan per tahunnya mengalami penurunan sebesar 10%. 4.5 Lokasi Kecelakaan Lokasi kecelakaan dapat dibagi menjadi 2 yaitu: Menurut lokasi STA / penggal per 1 km.Menurut letak arah jalur ( kiri atau kanan ). 4.6 Jenis Tabrakan Jenis tabrakan yang melatarbelakangi terjadinya kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi 8, yaitu : Tabrakan depan – depanTabrakan depan – sampingTabrakan samping – sampingTabrakan depan – belakangMenabrak pejalan kaki yang menyeberangMenabrak pejalan kaki disisi jalanMenabrak penumpang yang jatuh dari angkutan umumKecelakaan tunggal 4.7 Kendaraan Yang Terlibat Untuk seksi A, kendaraan mobil pribadi mendominasi sebanyak 38%, diikuti oleh truk 32%, bus 18% dan pick up 12%. Untuk seksi B, kendaraan mobil pribadi mendominasi sebanyak 38%, diikuti oleh truk 32%, bus 20% dan pick up 10%. 4.8 Jumlah Kecelakaan Menurut Waktu Kejadian Jumlah kecelakaan yang terjadi pada Jalan Tol seksi A dan B memiliki karakteristik waktu kejadian. Waktu kejadian tersebut terbagi atas 4 ( empat ) periode waktu dalam satu hari, yaitu jam 00.00 sampai dengan 06.00, 06.00 sampai dengan 12.00, 12.00 sampai dengan 18.00 dan 18.00 sampai dengan 24.00. 4.9 Kondisi Geometrik Jalan Geometrik Jalan Tol Semarang dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada seksi A, kelandaian jalan terkecil adalah 0,50% pada Sta: 7 + 500 – 8 + 000 dengan kelandaian terbesar adalah 6,47% pada Sta: 5 + 450 – 6 + 200, sedangkan Radius ( R ) tikungan jalan terkecil adalah 230 meter pada Sta: 0 + 860 dan Radius ( R ) jalan terbesar adalah 1200 meter pada Sta: 5 + 593 dan Sta: 7 + 276. Pada seksi B, kelandaian jalan terkecil adalah 0,34 % pada Sta: 12+650 – 13+350 dengan kelandaian terbesar adalah 7,09 % pada Sta: 9+750 – 11+210, sedangkan Radius (R) tikungan jalan terkecil adalah 300 meter pada Sta: 8+270 dan Radius jalan terbesar adalah 10.000 meter pada Sta: 13+100 dan Sta: 13+600. 4.10  Kondisi Jalan Kondisi bahu jalan pada seksi A pada umumnya baik, kecuali pada STA 02+000– 04+000 permukaan jalan sedikit retak ( hair crack ). Pada STA 04+000 – 06+000 kondisi permukaan jalan bergelombang dan ditempat tertentu terjadi ambles ( patah ). Untuk seksi B, kondisi bahu jalan cukup baik, kecuali pada STA 10+000 – 11+000 permukaan jalan bergelombang pada bagian tengah kiri dan kanan. Pada STA 11+000 – 12+000 kondisi permukaan jalan sedikit bergelombang dan retak ( hair crack ). ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengaruh Banyaknya Lajur Terhadap Jumlah KecelakaanTinjauan Hubungan Variabel Kecelakaan Terhadap STA ( Lokasi Kejadian )Jenis Tabrakan dan STA (Lokasi kejadian)Waktu Kejadian dan STA (Lokasi kejadian)Tahun Kejadian dan STA (Lokasi kejadian).Identifikasi Variabel Kecelakaan Yang SignifikanPenentuan Lokasi Rawan Kecelakaan (Black Spot)Hubungan Kondisi Fisik Jalan dengan Black Spot. KESIMPULAN DAN SARAN Agar tingkat kejadian kecelakaan dapat dikurangi, maka perlu dilakukan upaya penanganan jangka pendek dan jangka panjang, antara lain : Penambahan fasilitas lalu lintas ( Delinator, Rambu Pendahulu Penunjuk Jurusan, Rambu Peringatan ) pada lokasi black spot.Melakukan perbaikan kondisi perkerasan jalan pada STA yang sudah rusak.Mengubah desain geometrik jalan dengan kelandaian ≤ 5 % pada STA 5+000 – 6+000 dan STA 9+000 – 11+000. DAFTAR PUSTAKA Cariawan, U. Et al. 1990. Kendaraan dan kecelakaan lalu lintas di jalan Tol (Studi kasus di jalan tol Jakarta – Cikampek). Fouirth Annual Conference on Road Engineering. Directorat General of Highways. Hulbert, S. 1991. Effects of Driver Fatique (ed). Human Factors in Highway Traffic Safety Research. Michigan State University East Lansing. Hobbs, F.D., 1979. Traffic Planning and Engineering. Second edition, Edisi Indonesia, 1995, terjemahan Suprapto T.M. dan Waldiyono. Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas. Edisi kedua, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Iskandar, et al. 2000. Karakteristik Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan Usulan Pemecahannya. Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Matson, T.M.et al. 1995. Traffic Engineering. Mc. Graw Hill. Nelson, J. 1969. The Human Element in Highway Safety. Proc. of the Highway Safety Conf. Blacksbury, Virginia.
ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOL KRAPYAK - SRONDOL , SEMARANG marwoto, marwoto; Yulipriyono, Epf Eko; Siswato, Joko
Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Sipil Volume 12, No 1, Tahun APRIL 2003
Publisher : Department of Civil Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.488 KB)

Abstract

ABSTRACT In Indonesia, design and planning of transportation facilities generally is based on IHCM 1997. The important and frequently value is passenger car equivalent (pce). In term of local characteristics of this value, surveyed only in the most of big city of Indonesia, its more usage is probably not suitable to small cities such as Kendal. The study conducted in term of the case. Because of the significant volume of motorcycle’s driver, the effect is not notable. The value of pce for motorcycle is important to calculate link and intersection capacities. Driver’s behavior especially at signalized intersection proposes a variety of pce to each intersection. The aim of the study is to determine and analyze the value of pce and the real value of congested flow in Kendal. The locatioan of the study is cited at two : the western arm to the intersection of Jalan Raya Kendal- Jalan Masjid, and the eastern arm to the intersection of Jalan Pemuda-Jalan Pahlawan. The data is aided by camera video. The study formd that the characteristic of motorcycle driver’s behavior tends to congregate at the front of the queue in the intersection. Of the causes, motorcycle usually tends to easy make maneuver an intrude among other kinds of  vehicles. The observation noticed that at least 50% of driver placed in the first third of green time. The rest varies equally to the other time sections. Using linear regression the value of pce for motorcycle noted in the case of Kendal City is 0.414. the model of cross relation between congested flow and road width is a linear model of S = 84 1.1 W – 3150.7 in term of 10 in and II in for road width. S is a dependent variable representing congested flow in pcu/green time while W is meter for road width.
ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOL KRAPYAK - SRONDOL , SEMARANG marwoto, marwoto; Yulipriyono, Epf Eko; Siswato, Joko
Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Sipil Volume 12, No 1, Tahun APRIL 2003
Publisher : Department of Civil Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.488 KB)

Abstract

ABSTRACT In Indonesia, design and planning of transportation facilities generally is based on IHCM 1997. The important and frequently value is passenger car equivalent (pce). In term of local characteristics of this value, surveyed only in the most of big city of Indonesia, its more usage is probably not suitable to small cities such as Kendal. The study conducted in term of the case. Because of the significant volume of motorcycle’s driver, the effect is not notable. The value of pce for motorcycle is important to calculate link and intersection capacities. Driver’s behavior especially at signalized intersection proposes a variety of pce to each intersection. The aim of the study is to determine and analyze the value of pce and the real value of congested flow in Kendal. The locatioan of the study is cited at two : the western arm to the intersection of Jalan Raya Kendal- Jalan Masjid, and the eastern arm to the intersection of Jalan Pemuda-Jalan Pahlawan. The data is aided by camera video. The study formd that the characteristic of motorcycle driver’s behavior tends to congregate at the front of the queue in the intersection. Of the causes, motorcycle usually tends to easy make maneuver an intrude among other kinds of  vehicles. The observation noticed that at least 50% of driver placed in the first third of green time. The rest varies equally to the other time sections. Using linear regression the value of pce for motorcycle noted in the case of Kendal City is 0.414. the model of cross relation between congested flow and road width is a linear model of S = 84 1.1 W – 3150.7 in term of 10 in and II in for road width. S is a dependent variable representing congested flow in pcu/green time while W is meter for road width.
RESPON KACANG HIJAU (VIGNA RADIATA L.) VARIETAS KUTILANG DAN VIMA 2 TERHADAP JENIS PUPUK ORGANIK Nome, Erton; Sutoyo, Sutoyo; Marwoto, Marwoto
Fakultas Pertanian Vol 7, No 3 (2019)
Publisher : Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Efforts to maintain and increase the production of green beans, in the aspect of crop cultivation requires the use of organic fertilizers and superior varieties. This research aims to study the response of mung bean varieties to the use of organic fertilizer. This research was conducted in Tlogomas, Lowokwaru District, Malang City, East Java Province, from April 2019 to June 2019. Experiments using the RAK nested consisting of 2 factors, factor 1, finches and vima 2 varieties, factor 2 types of petroganic organic fertilizer, compost, cow dung and bioogene. The results showed that the use of organic fertilizers affected plant height, number of leaves, number of branches and age of flowering, but did not significantly affect the number of pods per plant, pod length, seed dry weight per plant and 100 seed dry weight. Variety of combination with the type of organic fertilizer affects plant height, number of leaves, number of branches, but does not significantly affect flowering age, number of pods per plant, pod length, seed dry weight per plant and 100 seed dry weight. Plant height finches variety combined types of fertilizer manure 41,28 cm, the number of leaves of finches variety combination type of compost fertilizer 20,00 strands, the number of branches of finches variety combination type of compost fertilizer 4,78, the number of pods finite variety finches combination type of compost fertilizer 8,33, the length of the vima variety 2 pods combination of 8,60 cm petroganic fertilizer, the number of seeds per pod of the vima variety 2 compost type 8,84 compost, the dry weight of the variety finches variety of biogreen fertilizer 3,47 g, the weight of 100 seeds of the finches variety combination biogreen fertilizer 7,01 g. Upaya mempertahankan dan meningkatkan produksi kacang hijau, dalam aspek budidaya tanaman diperlukan penggunaan pupuk organik dan varietas unggul. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon varietas kacang hijau terhadap penggunaan jenis pupuk organik. Penelitian ini dilaksanakan di Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur, mulai April 2019 sampai Juni 2019. Percobaan menggunakan RAK tersarang yang terdiri dari 2 faktor, faktor 1 varietas kutilang dan vima 2, faktor 2 jenis pupuk organik petroganik, kompos, kotoran sapi dan bioogren. Hasil penelitian menunjukkan Penggunaan jenis pupuk organik berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, dan umur berbunga, Namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman, panjang polong, berat kering biji per tanaman dan berat kering 100 biji. Varietas kombinasi dengan jenis pupuk organik berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, Namun tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, jumlah polong per tanaman, panjang polong, berat kering biji per tanaman dan berat kering 100 biji. Tinggi tanaman varietas kutilang kombinasi jenis pupuk kotoran sapi 41,28 cm, jumlah daun varietas kutilang kombinasi jenis pupuk kompos 20,00 helai, jumlah cabang varietas kutilang kombinasi jenis pupuk kompos 4,78, jumlah polong varietas kutilang kombinasi jenis pupuk kompos 8,33, panjang polong varietas vima 2 kombinasi jenis pupuk petroganik 8,60 cm, jumlah biji per polong varietas vima 2 kombinasi jenis pupuk kompos 8,84, berat kering varietas kutilang kombinasi jenis pupuk biogreen 3,47 g, berat 100 biji varietas kutilang kombinasi jenis pupuk biogreen 7,01 g.
NUANSA TEMPAT SAKRAL DI KOTA DEMAK Marwoto, Marwoto
Sinektika: Jurnal Arsitektur Vol 17, No 1: Januari 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (973.585 KB) | DOI: 10.23917/sinektika.v17i1.10865

Abstract

Kota Demak sarat dengan nilai-nilai yang bersifat inspiratif bagi para peziarah. Adanya artefak masjid dan makam Wali menjadi pertanda bahwa Kota Demak memiliki simbol religius sejak peradaban Islam berkembang di tanah Jawa. Nilai tradisi mewarnai bentuk budaya masyarakat setempat dan menjadi bagian dalam pelestarian peninggalan sejarah di Kota Demak. Perkembangan Kota Demak telah mengalami kemajuan dan perubahan yang memungkinkan terjadinya pergeseran makna dan simbol kota. Kondisi ini menjadi isu penting untuk diangkat berupa pertanyaan sampai kapan nilai-nilai kesakralan Kota Demak akan tetap bertahan? Melalui pendekatan analisa diakronik dalam bentuk penelusuran sejarah perkembangan Kota Demak dan interpretasi terhadap tata ruang, akan dikaji dan menemukan makna ruang atau tempat yang bersifat sakral. Area atau lokus penelitian dibatasi pada tempat dengan daya tarik terkuat bagi para peziarah. Hasil dari tulisan ini mengetengahkan bahwa terdapat makna simbol spiritualyang sangat kuat pada makam Sunan Kalijaga dibandingkan keberadaan simbol-simbol lain yang bersifat teraba (tangible) seperti pada bangunan Masjid Agung Demak
EFIKASI CENDAWAN ENTOMOPATOGENIK UNTUK MENGENDALIKAN ULAT BULU Prayogo, Yusmani; Marwoto, Marwoto; Suharsono, Suharsono
JURNAL BIOLOGI INDONESIA Vol 8, No 1 (2012): JURNAL BIOLOGI INDONESIA
Publisher : Perhimpunan Biologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jbi.v8i1.3068

Abstract

The efficacy of entomopthogenic fungus for Tussock Moth Caterpillars Control. The occurrence of Tussock Moth Caterpillar (TMC) out break reported in some areas in East Java at Probolinggo, Malang, Batu and other districts were worried. The high caterpillar population not only attacking mangos, cherry, and wild watercress, but also migrating to living house before pupation. The available control of these caterpillar is chemical pesticide. However, thechemical will kill the natural enemies and other beneficial insects. A laboratory experiment to study the efficacy of five entomopathogenic fungus against TMC and pupae was conducted at the Entomology Laboratory of Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute (ILETRI) in April 2011. Our experiment was arranged using completely randomized design (CRD) with three replicates using five entomopthogenic fungus. The efficacy was determined by the mortality of caterpillar/larva and pupae infected by the fungus. Result showed that these five fungus had not effectively kill the caterpillar, as the dense setae in integument acted as a mechanical barrier to fungus infection. The pupal stage was more susceptible to fungus infection. It was found that Paecilomyces fumosoroseus and Lecanicillium lecanii fungus were more effective than Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana and Nomuraea rileyi repectively. These two fungus could kill 90% of pupae and also were easier to be cultured in a wide range of natural media. Therefore P. fumosoroseus and L. lecanii are potentially used as a biological control agent against TMC out break.Keywords: Entomopathogenic fungus, hairy caterpillar, incubation period, colonization
PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA TANAMAN KEDELAI Indiati, Sri Wahyuni; Marwoto, Marwoto
Buletin Palawija Vol 15, No 2 (2017): Buletin Palawija Vol 15 No 2, 2017
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (176.586 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v15n2.2017.p87-100

Abstract

Pengendalian Hama Terpadu, memberi ruang dan hak kehidupan bagi semua komponen biota ekologi, tanpa terjadinya kerusakan pada tanaman yang dibudidayakan. Sasaran pengendalian hama terpadu  adalah mengurangi penggunaan pestisida dengan memadukan teknik pengendalian hayati dan pengendalian kimiawi.  Pada tahun 1986 Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 yang menjadi Tonggak sejarah PHT di Indonesia,  diawali dengan instruksi presiden nomor 3 tahun 1986 tentang larangan penggunaan 57 formulasi pestisida untuk tanaman padi. Perkembangan selanjutnya adalah UU No 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman yang menyatakan bahwa “ Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).Pengendalian hama pada tanaman kedelai hingga kini masih tertumpu pada penggunaan insektisida, cara pengendalian yang lain masih belum banyak di lakukan.  Penggunaan insektisida secara berlebihan berdampak timbulnya resurgensi hama sasaran, dan pencemaran lingkungan pertanian, sehingga Pengendalian Hama Terpadu (PHT) perlu di lakukan  Pengendalian Hama Terpadu pada tanaman kedelai merupakan teknik pengelolaan keseimbangan lingkungan pertanian melalui ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Strategi PHT adalah mensinergikan semua teknik atau metode pengendalian hama dan penyakit yang kompatbel didasarkan pada asas ekologi dan ekonomi. Prinsip operasional yang digunakan dalam PHT adalah 1) Budidaya tanaman sehat, 2. Penyeimbangan komponen ekobiota lingkungan, 3) Pelestarian musuh alami, 4) Pemantauan ekosistem secara terpadu, 5) Mewujudkan petani aktif sebagai ahli PHT.Â