Relly Yanuari Primariawan
Departemen Obstetri Dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Tingginya Infeksi Chlamydia trachomatis pada Kerusakan Tuba Fallopi Wanita Infertil Wafirotus Sariroh; Relly Yanuari Primariawan
Majalah Obstetri dan Ginekologi Vol. 23 No. 2 (2015): Mei - Agustus 2015
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.1 KB) | DOI: 10.20473/mog.V23I22015.69-74

Abstract

Tujuan: Untuk mengetahui gambaran infeksi C. trachomatis pada kerusakan tuba fallopi wanita infertil.Bahan dan Metode: Penelitian ini melibatkan 42 wanita yang menjalani laparoskopi dalam tata laksana infertilitasnya. Infeksi C. trachomatis diperiksa menggunakan metode PCR dari usapan endoserviks dan IgG C. trachomatis diperiksa menggunakan metode ELISA dari darah vena. Kondisi tuba fallopi dilakukan evaluasi saat laparoskopi.Hasil: Didapatkan C. trachomatis sebesar 14,29% dari PCR usapan endoserviks dan 38,10% dari IgG C. trachomatisdi darah. Sebagian besar tuba fallopi pada subyek dengan infeksi C. trachomatis menunjukkan kerusakan, ditandai adanya adhesi perituba, oklusi tuba, fimosis fimbria atau hidrosalping saat laparoskopi. IgG C. trachomatis berbeda signifikan pada kerusakan tuba fallopi (p = 0. 01), sedangkan endometriosis dan riwayat operasi sebagai faktor risiko tidak didapatkan perbedaan yang signifikan (p = 0. 26 dan p = 0. 27). Subyek dengan IgG C. trachomatis memiliki OR: 5. 5 (95% CI 1. 42-21. 7)untuk terjadi kerusakan tuba fallopi. IgG C. trachomatis memiliki sensitifitas 62,5%, spesifisitas 81,25%, PPV 62,5% dan NPV 81,25% dalam mendeteksi kerusakan tuba fallopi bila dikonfirmasi dengan hasil laparoskopi.Simpulan: Angka kejadian infeksi C. trachomatis pada wanita infertil cukup tinggi. Pemeriksaan IgG C. trachomatis dapat menjadi penanda adanya kerusakan tuba fallopi.
Penurunan Skala Nyeri Penderita Endometriosis Sebelum dan Sesudah Pembedahan Laparoskopi Konservatif dengan atau Tanpa Diikuti Terapi Medikamentosa di RSUD Dr. Soetomo Aida Musyarrofah; Relly Yanuari Primariawan
Majalah Obstetri dan Ginekologi Vol. 23 No. 1 (2015): Januari - April 2015
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.845 KB) | DOI: 10.20473/mog.V23I12015.10-16

Abstract

Tujuan: Mengetahui perubahan keluhan nyeri penderita endo-metriosis sebelum dan sesudah pembedahan laparoskopi konservatif dengan atau tanpa diikuti terapi medikamentosa di RSUD dr. Soetomo.Bahan dan Metode: Studi ini merupakan penelitian deskriptif analitik pada penderita dengan keluhan nyeri panggul yang dicurigai menderita endometriosis dan akan dilakukan pembedahan laparoskopi konservatif serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek penelitian dievaluasi skala keluhan nyeri panggul kronik, dismenorea, dan dispareunia sebelum dilakukan laparoskopi dan setelah dilakukan laparoskopi pada bulan ke-1, bulan ke-2 dan bulan ke-3 dengan menggunakan skala numerik verbal mulai 0 sampai 10. Terapi medikamentosa yang diterima penderita setelah laparoskopi konservatif juga dicatat. Studi ini dilakukan si RSUD dr.Soetomo bulan Juli sampai Desember 2013.Hasil: Didapatkan 28 penderita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta dilakukan pembedahan laparoskopi konservatif, 2 penderita putus uji dan 26 penderita diikuti sampai bulan ke-3 pascapembedahan. Rata-rata skor r-AFS endometriosis 26,27 (rentang 3-60). Berdasarkan uji Wilcoxon, pada 1 bulan pertama didapatkan perubahan rata-rata skala nyeri panggul kronik 0,92 ± 0,24 (p:0,002), dismenorea 2,77 ± 0,33 (p:0,000) dan dispareunia 0,15 ± 0,07 (p:0,046). Pada interval bulan 1 dan bulan 2, didapatkan perubahan rata-rata skala nyeri panggul kronik 0,23 ± 0,10 (p:0,02), dismenorea 0,85 ± 0,19 (p:0,001). Pada interval bulan 2 dan bulan 3, didapatkan perubahan rata-rata skala nyeri panggul kronik 0,15 ± 0,09 (p:0,10), dismenorea 0,31 ± 0,10 (p:0,014).Simpulan: Tidak didapatkan perubahan skala dispareuni pada interval bulan 1 dan bulan 2 maupun bulan 2 dan bulan 3. Penurunan bermakna skala nyeri kronik terjadi sampai 2 bulan, penurunan bermakna skala dismenorea terjadi sampai 3 bulan, dan penurunan bermakna skala dispareuni terjadi sampai 1 bulan setelah pembedahan laparoskopi konservatif.
RADIATION EFFECT OF WIRELESS FIDELITY (Wi-Fi) ON OOCYTE NUMBER OF OOCYTE STIMULATION IN MICE (Mus Musculus) Anita Nurbayatin; Widjiati Widjiati; Relly Yanuari Primariawan; Bambang Poernomo; Sulistiawati Sulistiawati; Rina Yudiwati
Folia Medica Indonesiana Vol. 53 No. 3 (2017): September 2017
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (171.449 KB) | DOI: 10.20473/fmi.v53i3.6440

Abstract

Infertility is a problem experienced by some women and men around the world. Most infertility problems in women is caused by impaired reproductive organs or disrupted ovulation.. One factor that causes impaired oocyte maturation is wireless fidelity (Wi-Fi) radiation which has a radio frequency field of 2.45 GHz. The radiation may increase the activity of free radical cells through the fenton reaction pathways that cause infertility because of the disrupted oocyte development. This study aimed to determine the effect of Wi-Fi radiation on the number of oocytes. This was an experimental study using control group design. The subjects were 32 female mice selected through complete random sampling and divided into two groups: control (R0) and exposure (R1). Each group consisted of 16 mice. The Wi-Fi radio frequency used was 2.5 GHz. Mice (R1) were placed closer to Wi-Fi source (± 15cm), and there were two types of laptop PCs and 3G mobile phones connected to internet placed next to mice for 15 hours/28 days. The mice underwent a simultaneous cycle with intraperitoneal injection of PMSG and HCG. Furthermore, the mice were mated with vasectomized male monomatingly to induce ovulation. The fertilization pouch in both oviducts were observed for oocyte collection. The number of oocytes was calculated using an inverted microscope. There was a difference in the number of oocytes between control and exposure group. Statistical tests were analyzed using Mann Whitney U and resulted in significant values (p value = 0.00). No oocytes count in exposure group. In other words, the group underwent anovulation. In conclusion, Wi-Fi radiation affected the number of oocyte stimulation in mice. Therefore, it was important to minimize the risk factors that trigger electromagnetic radiation on reproductive health.
Evaluasi Penggunaan Antibiotik menggunakan Indeks ATC/DDD dan DU90% pada Pasien Operasi TAH BSO dengan Infeksi Daerah Operasi: Studi Retrospektif di RSUD Dr. Soetomo Claudia Devina Herdianti; Relly Yanuari Primariawan; Dwi Rahayu Rusiani; Ivonne Soeliono
Jurnal Sains Farmasi & Klinis Vol 7, No 3 (2020): J Sains Farm Klin 7(3), Desember 2020
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (299.332 KB) | DOI: 10.25077/jsfk.7.3.188-193.2020

Abstract

TAH BSO adalah salah satu tindakan bedah ginekologi untuk menghilangkan uterus, serviks, kedua tabung tuba, dan ovarium. Tindakan bedah TAH BSO dapat meningkatkan risiko terjadinya Infeksi Daerah Operasi (IDO). IDO menjadi penyebab utama dari morbiditas, rawat inap yang berkepanjangan, dan kematian sehingga penggunaan antibiotik diperlukan pada pasien yang mengalami IDO. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik dengan metode ATC/DDD dan DU 90% pada pasien operasi TAH BSO dengan kasus IDO di Ruang Merak RSUD Dr. Soetomo. Metode penelitian dilakukan secara observasional dan pengambilan data secara retrospektif berdasarkan rekam medik dengan mengambil waktu selama bulan Januari 2015 sampai Desember 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotik metronidazol memiliki nilai DDD tertinggi yaitu sebesar 25,00 DDD/100 pasien-hari artinya diestimasikan dari 100 pasien TAH BSO dengan IDO ada 25 pasien yang menerima metronidazol 1,5 gram per hari. Sedangkan antibiotik yang termasuk dalam DU 90% yaitu metronidazol (47%), seftriakson (18,16%), amikasin (8,87%), levofloksasin (8,01%), dan gentamisin (6,41%). Untuk selanjutnya, evaluasi penggunaan antibiotik dengan metode Gyssens dapat dilakukan untuk mengetahui ketepatan penggunaan antibiotik.
PERBEDAAN PROFIL ANALISIS SEMEN PADA PRIA DI POLI ANDROLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOETOMO BERDASARKAN KRITERIA INDEKS MASSA TUBUH Williana Suwirman; Zakiyatul Faizah; Relly yanuari Primariawan; Judie Hartono; R Haryanto Aswin
JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia Vol 6 No 1 (2018): JIMKI : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia Volume 6.1 Edisi April - Sep
Publisher : BAPIN-ISMKI (Badan Analisis Pengembangan Ilmiah Nasional - Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang : Hubungan antara indeks massa tubuh dengan kualitas semen masih kontroversial. Tujuan penelitian ini adalah menilai hubungan antara indeks massa tubuh dengan kualitas sperma di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Indonesia. Metode : Penelitian ini adalah penelitian observasional yang menggunakan desain penelitian retrospektif-cross sectional. Sampel penelitian yang digunakan adalah 502 pria yang dibagi kedalam 4 kelompok berdasarkan indeks massa tubuhnya, yaitu kurus (<18.5), normal (18.5-25), kelebihan berat badan (25.1-27), and obesitas (>27). Data dianalisis menggunakan Fisher’s exact test. Hasil : Tidak ada perbedaan signifikan di antara tiap kelompok berdasarkan seluruh parameter analisis semen yang meliputi konsentrasi, motilitas, dan morfologi sperma. Kesimpulan : Tidak ada perbedaan profil analisis semen yang signifikan di antara setiap kelompok indeks massa tubuh.