This Author published in this journals
All Journal Sari Pediatri
Anggraini Alam
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Profil Pasien Tuberkulosis Anak dengan Anti-tuberculosis Drug Induced Hepatotoxicity di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung Zara Shafira; Sri Sudarwati; Anggraini Alam
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (944.946 KB) | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.290-4

Abstract

Latar belakang. Dalam pengobatan tuberkulosis anak diperlukan kombinasi obat, seperti isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid. Ketiga obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa anti-tuberculosis drug induced hepatotoxicity (ADIH). Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pasien tuberkulosis (TB) anak dengan ADIH.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif potong lintang. Data diambil dengan metode total sampling dari rekam medis pasien TB anak yang mengalami gejala hepatotoksisitas dan telah menjalani pengobatan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, dari Januari 2014-Mei 2017.Hasil. Di antara 709 pasien TB anak di RSHS, 48 pasien mengalami ADIH. Enampuluh satu persen pasien berusia  ≤5 tahun, terdiri atas 15 laki-laki dan 21 perempuan, 24 (67%) pasien mengalami gizi buruk. Duapuluh delapan pasien (78%) mengalami ikterus, 17 (47%) mengalami mual muntah, 24 (67%) ditemukan hepatomegali. Peningkatan SGPT ditemukan pada 25 (69%) pasien. Tujuhpuluh empat pasien mengalami peningkatan bilirubin  ≥1 U/L. Seluruh pasien ADIH dihentikan terapinya. Enampuluh tujuh persen kasus ADIH timbul di fase awal terapi obat anti tuberkulosis (OAT) dan 56% pasien membaik selama 15-30 hari.Kesimpulan. Gejala ADIH yang muncul pada anak berupa ikterus, mual dan muntah. Dari pemeriksaan fisik, sebagian besar mengalami hepatomegali. Pada pemeriksaan fungsi liver, terjadi peningkatan SGOT/SGPT dan bilirubin. Gejala ADIH kebanyakan muncul di fase awal terapi OAT
Validitas Pemeriksaan Antigen P24 HIV Metode Rapid Immunochromatography Terhadap Viral Load RNA HIV Metode PCR Yanti Yanti; Ida Parwati; Agnes Rengga Indrati; Anggraini Alam
Sari Pediatri Vol 16, No 5 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp16.5.2015.347-50

Abstract

Latar belakang. Bayi yang dilahirkan oleh ibu pengidap HIV/AIDS akan mengandung antibodi HIV ibudalam darahnya, terdeteksi sampai usia 18 bulan. Pemeriksaan virologi (RNA/DNA HIV dan antigen p24HIV) sesuai standar WHO adalah pemeriksaan HIV pada bayi dan anak <18 bulan terlahir dari ibu HIV/AIDS.Tujuan. Mengetahui validitas pemeriksaan antigen p24 HIV metode rapid immunochromatogrpahy terhadapviral load RNA HIV metode PCR pada bayi dan anak <18 bulan dengan ibu HIV/AIDS.Metode. Penelitian dilakukan di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dan RSK Dharmais Jakarta, periodeApril-September 2013. Subjek penelitian adalah 72 bayi dan anak berusia <18 bulan yang lahir dari ibuHIV/AIDS.Hasil. Sembilan (12,5%) dari 72 subjek penelitian terdeteksi HIV pada pemeriksaan viral load RNA HIV, 2(22,2%) di antaranya positif pada pemeriksaan antigen p24 HIV. Didapatkan sensitivitas 22,2%, spesifisitas100%, dan akurasi 90,3%.Kesimpulan. Pemeriksaan antigen p24 HIV metode rapid immunochromatography memiliki spesifisitastinggi, sensitivitas rendah sehingga pemeriksaan antigen p24 HIV metode rapid immunohromatographyini dapat digunakan sebagai alat diagnostik.
Kejadian Meningitis Bakterial pada Anak usia 6-18 bulan yang Menderita Kejang Demam Pertama Anggraini Alam
Sari Pediatri Vol 13, No 4 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.509 KB) | DOI: 10.14238/sp13.4.2011.293-8

Abstract

Latar belakang. Kebijakan melakukan pungsi lumbal pada anak yang menderita kejang demam pertama sudah di tinggal kan di negara maju seiring dengan penurunan kejadian meningitis bakterial sebagai keberhasilan imunisasi terhadap Haemophilus influenzaetipe B (Hib) dan Streptococcus pneumonia.Namun cakupan kedua jenis imunisasi tersebut di negara berkembang masih sangat rendah, sehingga kebijakan melakukan prosedur pungsi lumbal pada penderita kejang demam pertama masih perlu dipertimbangkan. Tujuan.Mengetahui kejadian meningitis bakterial pada pasien yang mengalami kejang demam pertama pada usia 6-18 bulan. Metode.Penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang dilaksanakan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, dari 1 November 2007 sampai dengan 31 Desember 2010. Subyek penelitian adalah anak usia 6–18 bulan yang mengalami kejang demam pertama. Semua subyek dilakukan pungsi lumbal, diagnosis meningitis bakterial ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan likuor cerebrospinal (LCS) adalah jumlah sel >7/mm3, perbandingan kadar gula dengan serum <0,4; protein > 80 mg/dL, apus Gram ditemukan bakteri atau hasil biakan positif. Hasil.Di antara 183 subyek penelitian, 72 (39,3%) pasien menderita meningitis bakterial yang terutama ditemukan pada kelompok umur 6–12. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok meningitis dan bukan, yaitu lama kejang ≥15 menit (p=0,001), frekuensi kejang/24 jam (p=0,001), penonjolan ubun-ubun besar (p=0,001), keluhan muntah, malas minum (p=0,001), serta pernah mendapat antibiotik sebelumnya (p=0,001). Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa lama kejang ≥15 menit merupakan faktor utama yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian meningitis bakterialis (OR 15,84, IK95% 4,91–51,11, p=0,001). Kesimpulan.Kejadian meningitis bakterial pada kejang demam pertama usia 6–18 bulan masih cukup tinggi terutama pada usia 6–12 bulan. Lama kejang ≥15 menit secara bermakna berhubungan dengan kejadian meningitis bakterial. Disarankan pemeriksaan pungsi lumbal tetap harus dilakukan pada setiap anak usia kurang dari 18 bulan yang menderita kejang demam pertama terutama apabila mengalami kejang lebih dari 15 menit.