Dedi Irwanto
Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Sriwijaya Jalan Palembang-Prabumulih Km 32, Indralaya, Ogan Ilir

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

BELAJAR DARI SYAKHYAKIRTI: PERGURUAN TINGGI MASA SRIWIJAYA Irwanto, Dedi
RIPTEKSI KEPENDIDIKAN PGRI Februari 2013
Publisher : RIPTEKSI KEPENDIDIKAN PGRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakTulisan ini adalah bagian dari penelitian hibah bersaing yang didapat oleh penulis. Kajian utamanya adalah alam pendidikan pada masa Sriwijaya dengan melihat peranan perguruan tinggi Syakhyakirti sebagai kawasan candradimuka mendidik para bikshu pendeta agama buddha. Peranannya dalam menarik pengunjung, para pelajar di Sriwijaya sangat berkenaan dengan kepentingan untuk memperdalam agama Buddha. Karena faktor agama inilah, para pelajar yang datang ke Sriwijaya untuk belajar di Perguruan Tinggi Syakhyakirti, tidak saja para pelajar lokal tetapi juga, para pelajar Nusantara lainnya, bahkan pelajar dari mancanegara. Perguruan tinggi Syakhyakirti, menposisikan diri sebagai bagian dari transit para pelajar mancanegara, untuk belajar di universitas-universitas lain agama Buddha, di India. Oleh karena itu, ada kewajiban, sebelum belajar ke India, mereka “diharuskan” belajar terlebih dahulu ke Sriwijaya. Datangnya para pelajar ini, menafsirkan bahwa selain tujuan untuk perdagangan, kunjungan mancanegara ke Sriwijaya juga untuk belajar menuntut ilmu.    Kata Kunci: Agama, Syakhyakirti, Dharmapala, Perguruan Tinggi, Tafsir
UJI COBA MODEL RDL & RDED (RESOURCHES DOCUMENTARY LIBRARY & RESOURCHES DATA E-DIGITAL) DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA Syair, H. Alian; Irwanto, Dedi
RIPTEKSI KEPENDIDIKAN PGRI RIPTEKSI KEPENDIDIKAN AGUSTUS 2013
Publisher : RIPTEKSI KEPENDIDIKAN PGRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakTulisan ini berasal dari salah satu bagian penelitian Hibah Fundamental. Tulisan ini berawal dari evaluasi pada mata kuliah Metodologi Sejarah dan Historiografi, sejatinya mata kuliah ini dapat efektif mendorong mahasiswa dalam proses penelitian sejarahnya, namun realitanya mahasiswa ketika diminta membuat skripsi sejarah rata-rata mengalami kesulitan besar. Kesulitan utamanya, terletak pada ketidaktahuan dalam mencari dan melacak sumber sejarah yang akan menjadi tulisan historisnya. Maka dalam mata kuliah ini tidak saja berbentuk teoritis, tetapi praktek. Berdasar hasil penelitian dapat dikatakan Model Resourches Library Documentary & Resourches Data E-Digital (RLD & RDED) yang dieksperimenkan ini dapat menjadi model pembelajaran dalam menulis sejarah historis mahasiswa. Sebab berdasar uji coba lapangan model ini memiliki peran dalam keaktifan dan keefektifan mahasiswa melacak dan mencari sumber sejarah dalam proses heuristik penelitian sejarahnya. Kata Kunci: Mencari Sumber, Melacak Sumber, Menentukan Tema,                     Perpustakaan, Digitalisme
Historiografi dan Identitas Ulu di Sumatera Selatan Dedi Irwanto
MOZAIK HUMANIORA Vol. 18 No. 2 (2018): MOZAIK HUMANIORA VOL. 18 NO. 2
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (713.155 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v18i2.10930

Abstract

; "> Kajian ini suatu usaha untuk merekonsepsikan makna ulu sebagai sebuah identitas masyarakat di pedalamanSumatera Selatan dengan menelaah kembali pada sumber-sumber tulisan tentangnya pada masa lampau.Diyakini bahwa studi tentang identitas lokal merupakan suatu refleksi kecil dari sebuah identitas nasional.Dalam realitas kehidupan sehari-hari, terutama di masa lampau, identitas ulu ini dianggap setara, bahkan tidakjarang diposisikan dibawah identitas ilir. Studi historiografi ini dilakukan dengan menganalisis kembalisumber-sumber kolonial dan juga lokal yang mengkaji tentang dunia ulu tersebut. Berdasarkan hal tersebutakan dilihat konsep-konsep apa yang ada dalam perspektif agama, politik, ekonomi dan budaya tentang uludari tulisan-tulisan tersebut. Perspektif apa yang mendominasi dan menjadi penguat dalam konsep ulutersebut. Mengapa tulisan-tulisan yang ada dapat menjadi sebuah penanda dari identitas ulu tersebut, sehinggaterlihat konsep ulu seperti apa, baik dalam kepala dan pikiran penulis asing dan juga penulis lokal. Sejarahnasional terkait erat dengan legitimasi negara dan identitas nasional, demikian sejarah lokal akan terkaitdengan legitimasi dan identitas sebuah kelokalan yang ada, maka dengan merekonsepsikan kembali konsepulu, akan dapat dilacak identitas ulu tersebut seperti apa. Beberapa fakta tulisan asing dan lokal sendirimenunjukkan bahwa ada usaha penyetaraan terhadap other identitas yang menjadi dikotominya, Ilir. Namun,ternyata ada juga narasi yang justru menjadi “pelemah” dari usaha penyetaraan tersebut, sehingga identitasyang terlihat konsep ulu dalam jangka waktu yang lama selalu dibawah hegemoni konsep ilir.
Malaise dan Lambang Kekayaan Ekonomi Penguasa Lokal di Palembang, 1929–1942 Dedi Irwanto
Lembaran Sejarah Vol 13, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (564.55 KB) | DOI: 10.22146/lembaran-sejarah.33511

Abstract

This is an article on economic history, particularly on the economic growth of Palembang’sUluan local elites. But the main focus of the article is to understand and interpret other phenomenon that appeared as the product of that economic growth; its social-cultural implications that was present as a social reality of those economic conditions. It focuses on the creation of emblems of symbolic power in its political and economic manifestations. The emblems of economic wealth is seen as a symbol. As a symbol, this emblem represented meanings with several important functions, not merely as material collection, but also through a sociocultural lense; as the effort to create and contest with its peers or as an asimilative or adaptive process and a process of resistance to other groups that are ‘above’ its structure. The symbolic emblems of local power changed during the depression era of 1929. In a period where significant amount of wealth was lost, theuluan Palembang bucked the trend and appeared as new money (orang kaya baru) with all their new atributes of wealth.
Pengaruh Bahan Ajar Metodologi Sejarah Terhadap Kecepatan Penulisan Skripsi Mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah Fkip Universitas Sriwijaya Alian Sair; Dedi Irwanto
Criksetra: Jurnal Pendidikan Sejarah Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/jc.v4i1.4772

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Bahan Ajar Metodologi dan Historiografi Sejarah terhadap kecepatan penulisan skripsi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan IPS FKIP Universitas Sriwijaya. Penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Instrumen yang digunakan adalah angket, kuesioner dan dokumentasi. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif dan analisis statistik deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian pada uji coba lapangan terhadap 66 Mahasiswa dalam ujicoba pengembangan bahan ajar Metodologi dan Historiografi Sejarah layak dipergunakan untuk pembelajaran di rumah, selain di kelas, sehingga menuntut kemandirian dan percepatan penelitian dan penulisan skripsi sejarah mahasisiwa. Berdasarkan data komparatif didapat bahwa jika dalam tahun akademik 2012/2013 rata-rata penyelesaian penulisan skripsi sejarah mahasiswa memiliki rentang waktu antara 24-48 Minggu artinya selama 6 bulan sampai satu tahun lebih. Sementara dalam tahun akademik 2013/2014 rata-rata penyelesaian penulisan skripsi sejarah mahasiswa dibantu oleh pemodelan bahan ajar Metodologi Sejarah dan Historiografi hanya berkisar antara 12-24 bulan (kurang lebih 3 bulan) Kata Kunci: Ujicoba, Lapangan Besar, Lapangan Kecil, Bahan Ajar
Simbol Kejayaan Ibukota Sriwijaya dalam Tiga Prasasti Sriwijaya di Palembang Dedi Irwanto Muhammad Santun Dedi Irwanto
MOZAIK HUMANIORA Vol. 13 No. 2 (2013)
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (787.821 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v13i2.3840

Abstract

AbstrakSriwijaya adalah salah satu kerajaan “tertua” di Nusantara serta salah satu kerajaan terbesar yang pernah hadir secara politis di tanah air. Namun, sebetulnya Kerajaan Sriwijaya justru kerajaan“termuda” di Nusantara secara penemuannya, karena nama Kerajaan Sriwijaya baru “tergali” dan muncul ke permukaan di sekitar awal abad ke-20 setelah ditemukannya beberapa prasasti. Tulisan ini mencoba memaknai secara semiotis prasasti-prasasti tinggalan Sriwijaya yang ada di Kota Fo-shih, Musi, Wijaya, Palembang. Penelitian sebelumnya mengenai prasasti Kedukan Bukit, Telaga Batu, dan Talang Tuwo belum banyak membahas tentang makna di balik bentuk fisik prasasti-prasasti tersebut. Dengan menggunakan metode semiotika, penelitian ini berusaha mengungkapkan makna berbagai bentuk prasasti yang selama ini sangat bernilai dalam menguak kota Palembang di masa Kerajaan Sriwijaya. Hasil analisis semiotis pada bentuk prasasti Kedukan Bukit mengungkapkan ibukota Sriwijaya sebagai Kota Dagang, Kota Agama dan Kota Pelajar yang dikunjungi banyak orang. Bentuk prasasti Telaga Batu menandakan simbol Kota Pemerintahan yang bersih, serta bentuk prasasti Talang Tuwo menandakan simbol Kota Wisata yang makmur dan beruntung. Dengan segala pujian seperti ini, dapat dikatakan bahwa Kota Fo-shih sebagai ibukota Sriwijaya adalah kota metropolis pada masanya.Kata kunci: ibukota, prasasti, semiotika, Sriwijaya
The Relationship between Buddhist education in Sriwijaya and Buddhist education in India Diah Wicahyah; Alvian Kisna Asyari; Dedi Irwanto; LR Retno Susanti
Ilomata International Journal of Social Science Vol 3 No 3 (2022): July 2022
Publisher : Yayasan Ilomata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (453.989 KB) | DOI: 10.52728/ijss.v3i3.483

Abstract

Development Buddhist education on the island of Sumatra, specifically in the Srivijaya Kingdom, began in the seventh century. At the time, there was a city big a Chinese Buddhist monk I'Tsing who came see that Buddhism was very developed in life Public Srivijaya as well as he said many activity students who come to Srivijaya for study. The purpose of writing this is to have a deeper understanding of the entwined relationship between the Srivijaya Kingdom and India, particularly in the sphere of education. This article will not only analyze the relationship between education and Buddhism in South Sumatra, but will also describe Buddhist education, the relationship that exists between Kingdom Srivijaya and other countries in numerous fields, and provide proofactual links of cooperation in the sphere of Buddhist education that were previously connected The introduction of Hindu-Buddhist culture to Indonesia had a significant impact, such as the beginning of the development of religion and culture imported from India. This method of research is used in article writing to gather knowledge and resources in the form of articles, journals, books, and ebooks. As a result of the research, more detailed information about the entry and development of Buddhism in South Sumatra, as well as the types of relationships and physical evidence, is available.
The Educational Relations and Agrarian Life Orientation in the Majapahit Period Rieca Nona Mutia; Nara Shakti Salsabillah; LR Retno Susanti; Dedi Irwanto
Cetta: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 5 No 3 (2022)
Publisher : Jayapangus Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37329/cetta.v5i3.1852

Abstract

The Majapahit Kingdom is one of the major Hindu-Buddha kingdoms in the Nusantara. The kingdom that has been around for a long time certainly has a lot of history that deserves to be studied, such as the education system, and the system of economic life. Both certainly have an inseparable relationship, between education and the agrarian system of life. The purpose of this study was to determine the relationship between non-formal education and agrarian life in the Majapahit kingdom, both in terms of the economic system and knowledge of the people at that time in their agrarian life, besides that the purpose of this study was to educate readers about informal education. During the Majapahit era and its relationship with the orientation of the agrarian life of the Majapahit kingdom, this discussion is expected to further broaden the reader's insight into the history of the Nusantara. This study uses qualitative methods and historical data collection in order to describe an event, social activity, thought, belief either individually or in groups. As for the results obtained from this study, the Majapahit kingdom was an agrarian kingdom, where the economic sector was in the agricultural sector. The technology used in agriculture has existed since ancient times, but it is still simple. Based on the discussion with this method, we come to a conclusion that, Majapahit was a very developed kingdom in its time, both in terms of education and agrarian life and the relationship between the two was very closely related.
Sejarah Jembatan Ampera sebagai Ikon Kota Palembang Zuliani Putri; Nike Aryanti; Syarifuddin Syarifuddin; Dedi Irwanto
Historia Madania: Jurnal Ilmu Sejarah Vol 6, No 2 (2022): Historia Madania: Jurnal Ilmu Sejarah
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/hm.v6i2.18548

Abstract

This study aims to describe the history of the Ampera Bridge as one of the icons of the city of Palembang. Ampera Bridge is a transportation infrastructure that connects the two areas of this city, namely Seberang Ilir and Seberang Ulu. Ampera Bridge also shows the effort to equalize the economy between the two sides of the city of Palembang. The method used in writing this article is the historical method. The historical method is a method that is carried out by collecting data and interpreting the symptoms of events that have occurred in the past, the interpretation critically describes all the facts or the truth of the events that occurred. The steps in the historical method include heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. Approximately 100 tributaries pass the city of Palembang throughout the city. The number of tributaries originates from the largest river that separates the city of Palembang and is divided into two parts, namely the area known as the Ilir area and the Ulu area. In April 1962, construction of the bridge over the Musi River began, and the construction of this bridge used the Reimbursement Fund from the Japanese War. The Musi Bridge is called the Bung Karno Bridge to show the gratitude of the people of Palembang to President Soekarno for the construction of a bridge over the Musi River which is much needed and awaited by the people of Palembang. Bung Karno Bridge changed its name to Ampera Bridge during the Orde Baru era. Since its inauguration, the Ampera Bridge has become one of the symbols that form the identity or characteristic of the city of Palembang.
Balek Andon Sujud sebagai Tradisi Khitanan pada Masyarakat Prabumulih Dian Hafiz Andeska; Ichlasul Amal Taufik; Syarifuddin Syarifuddin; Dedi Irwanto
LOKABASA Vol 13, No 2 (2022): Vol. 13 No. 2, Oktober 2022
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v13i2.47093

Abstract

Kebudayaan di Sumatera Selatan beraneka ragam, salah satunya terletak di Kota Prabumulih yang mempunyai tradisi balek andon sujud ketika khitanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan menggunakan studi keliteraturan. Penelitian ini membahas pengertian khitan, sejarah lokasi tradisi balek andon sujud, makna tradisi balek andon sujud, pelaksanaan tradisi balek andon sujud. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tradisi balek andon sujud dan memastikan bahwa tradisi balek andon sujud masih dilestarikan oleh masyarakat Prabumulih.