Herri S Sastramihardja
Department Of Pharmacology And Therapy, Faculty Of Medicine, Universitas Islam Bandung, Bandung

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Peran Kedelai (Glycine Max L) dalam Pencegahan Apoptosis pada Cedera Jaringan Hati Tejasari, Maya; Shahib, Nurhalim; Iwan, Djanuarsih; Sastramihardja, Herri S
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Pada liver injury akibat berbagai sebab, terjadi apoptosis sel yang sangat banyak yang dapat memengaruhi fungsi metabolik hati.  Isoflavon kedelai telah diketahui dapat mencegah apoptosis sel pada folikel ovarium dan osteoblas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kedelai pada pencegahan apoptosis sel pada jaringan hati mencit yang diinduksi CCl4.  Penelitian dilakukan menggunakan 30 ekor mencit jantan galur DDY berumur 8─10 minggu yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan.  Kelompok 1 merupakan kontrol positif yang hanya diberi makanan pelet standar selama 3 minggu kemudian diberi 0,2 mL larutan CCl4 per oral selama 4 hari. Kelompok 2 merupakan kontrol negatif yang hanya diberi makanan pelet standar dan tidak diberi CCl4, sedangkan kelompok 3─6 merupakan kelompok uji yang selain diberi makanan pelet standar juga diberi kedelai dengan kadar berturut-turut 145,6 mg/hari, 218,4 mg/hari, 291,2 mg/hari dan 364 mg/hari selama 3 minggu kemudian diberi 0,2 mL larutan CCl4 peroral selama 4 hari.  Seluruh kelompok kemudian dikorbankan dan diambil organ hatinya untuk dilakukan pemeriksaan histokimia terminal deoxynucleotidyl transferase-mediated dUTP Nick end labeling (TUNEL).  Parameter yang diukur adalah jumlah apoptosis sel pada sayatan jaringan hati mencit menggunakan mikroskop cahaya.  Data disajikan dan dianalisis secara statistik menggunakan uji analysis of varians (ANOVA) untuk menganalisis perbedaan antar kelompok. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dari hasil pemeriksaan imunohistokimia TUNEL tampak jumlah sel yang mengalami apoptosis pada kelompok yang diberi kedelai lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi kedelai. Analisis uji ANOVA antara kelompok tersebut menunjukan perbedaaan yang signifikan dengan nilai p<0,05. Simpulan, bahwa pemberian kedelai dapat mencegah apoptosis sel pada jaringan hati mencit yang diinduksi CCl4.  Kata kunci : Apoptosis,  CCl4, isoflavon, kedelai, liver injury, TUNEL Soy (Glycine max L.) Prevent Apoptotic Cells in Liver Tissue Injury Abstract In the state of liver injury by any cause there are numerous apoptotic cells influencing metabolic function of the liver.  Soy isoflavone (Glycine max L.) known to have effect that inhibit apoptotic cells in follicle and osteoblast.  The aim of this study is to evaluate whether soy has anti apoptotic effect of  CCl4 induced liver  injury in mice. This study use 30 male DDY mice 8─10 weeks old, divided into 6 groups.   Group I acted as positive control, received standard pellet for 3 weeks and induced by 0,2 mLCCl4 per oral.  Group II, the negative control, received only standard pellet.  Group III─VI received standard pellet and treated by soybean extract 145.6 mg, 218.4 mg, 291.2 mg and 364 mg per day respectively administrated orally for 3 weeks and then induced by 0.2 ml CCl4 per oral.  After 4 days of CCl4 induced, the effect of soybean extract was evaluated using histo-chemistry evaluation Terminal deoxynucleotidyl transferase-mediated dUTP nick end labeling (TUNEL).  The identification and quantification of the apoptotic cells in mice liver tissue were done using light microscopy and showed that the TUNEL immune-histochemical examination. The results showed that the number of cells undergoing apoptosis in the group treated by soybean extract were less than the group that was not treated. The results enhanced by analysis of varians (ANOVA)  between the groups showed a significant difference with p<0.05. In conclusion, soy administrated orally could  prevent apoptotic cells in liver tissue.   Key words:  Apoptotic, CCl4, isoflavone, liver injury, soybean, TUNEL 
Evaluasi Kualitas Hidup dengan Kuesioner EQ-5D pada Pasien Kanker Serviks Rawat Inap Sebelum dan Setelah Kemoterapi Fudholi, Achmad; Suwendar, Suwendar; Andayani, Tri Murti; Sastramihardja, Herri S
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (454.998 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.1.1

Abstract

Kualitas hidup merupakan salah satu acuan keberhasilan dari upaya pengobatan termasuk kemoterapi pada pasien kanker. Pasien kanker yang menjalani kemoterapi dapat mengalami perubahan pada kualitas hidupnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kualitas hidup pasien kanker serviks dengan menggunakan kuesioner EQ-5D sebelum dan setelah mendapatkan kemoterapi. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental bersifat analitik menurut perspektif pasien dengan teknik pengumpulan data secara prospektif. Subjek penelitian adalah pasien kanker serviks rawat inap kelas 3 yang memenuhi kriteria inklusi. Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Data yang digunakan adalah data pasien dari bulan Juni sampai Desember 2015. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner EQ-5D. Selanjutnya dilakukan perhitungan persentase permasalahan pasien, nilai indeks EQ-5D (utility) dan nilai EQ-5D VAS. Nilai utility dan EQ-5D VAS dianalisis secara statistik dengan uji Wilcoxon (α=5%) untuk melihat terjadinya perubahan kondisi yang bermakna sebelum dan setelah kemoterapi. Hasil menunjukkan bahwa setelah kemoterapi siklus pertama, persentase masalah kemampuan berjalan/bergerak dan kegiatan yang biasa dilakukan mengalami peningkatan, rasa sakit/ tidak nyaman dan rasa cemas/depresi mengalami penurunan, sedangkan perawatan diri tidak mengalami perubahan. Berdasarkan hasil uji statistik, setelah kemoterapi siklus pertama, nilai utility dan EQ-5D VAS mengalami peningkatan dan menunjukkan peningkatan bermakna (nilai T hitung masing-masing 2,0 dan 4,5) pada pasien stadium I.  
Effect of ESAT-6 on Phagocytosis Activity, ROS, NO, IFN-γ, and IL-10 in Peripheral Blood Mononuclear Cells of Pulmonary Tuberculosis Patients Dicky Santosa; Dida Akhmad Gurnida; Herri S. Sastramihardja; Anas Subarnas
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 10, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (351.913 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v10i2.9797

Abstract

Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis (MTB) that lives intracellularly. MTB can inhibit lysosomal enzymes and phagolysosomal fusion, which is challenging to eliminate. These are due to ESAT-6/CFP-10 originating from the RD1 region genome that expresses the Esx-1 type VII secretion system. Esx-1 encodes Esx-A (ESAT-6) and Esx-B (CFP-10), potential vaccine candidates still under research and development. ESAT-6/CFP-10 is predicted to affect macrophage phagocytic activity, IFN-γ, ROS/NO, and IL-10 levels. Several studies have begun to focus on the ESAT-6 antigen due to the high levels of ESAT-6 antibody found in pleural effusion and granuloma fluid. They can last up to 1 year compared to CFP-10 in experimental animals. This study aimed to analyze the effect of ESAT-6 on the phagocytic activity of macrophages, ROS/NO, IFN-γ, and IL-10 in peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) cultures of pulmonary TB patients. It is experimental laboratory research with a post-test-only control group design with PBMCs from October 2019 to December 2020 in the Aretha Laboratory Bandung. There were two groups: the negative group (without ESAT-6) and the positive group (with ESAT-6). Six subjects were sampled at the Pindad Hospital in Bandung, and the research was carried out at the Aretha Laboratory in Bandung. Statistical analysis using paired t test. There was a significant difference between the negative and positive groups (p<0.05). ESAT-6 can decrease macrophage phagocytic activity, intracellular ROS/NO, and IFN-γ but increase IL-10 levels.
PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANTARA WARM PACK BELT DENGAN KOMPRES AIR HANGAT DALAM MENURUNKAN DEMAM ANAK USIA 1 ̶ 5 TAHUN DI PUSKESMAS LEGON KULON KABUPATEN SUBANG TAHUN 2021 Karimah Karimah; Hidayat Wijayanegara; Yeni Mahwati; Ma’mun Sutisna; Sri Komalaningsih; Herri S Sastramihardja
Bunda Edu-Midwifery Journal (BEMJ) Vol 4 No 2 (2021): September 2021
Publisher : Akademi Kebidanan Bunga Husada Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54100/bemj.v4i2.46

Abstract

Demam merupakan kondisi suhu tubuh yang meningkat melebihi 36°C. Demam pada anak dapat diatasi secara non farmakologi dilakukan dengan Warm Pack Beltdan kompres air hangat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan sebelum dan sesudah diberikan Warm Pack Belt dan kompres air hangat dalam menurunkan demam serta menganalisis efektifitas Warm Pack Belt dengan kompres air hangat dalam menurunkan demam anak usia 1-5 tahun di Puskesmas Legon Kulon Kabupaten Subang tahun 2021. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Legon Kulon Kabupaten Subang pada tanggal 11-31 Maret 2021. Penelitian ini merupakan quasi eksperimen dengan pendekatan pretest-posttest with control group dengan responden sebanyak 80 orang usia 1-5 tahun yang mengalami demam. Efektifitas diukur menggunakan Uji N-Gain, variabel terikat Demam diukur memakai skala ukur nominal, sedangkan perbandingan efektifitas antara Warm Pack Beltdengan kompres air hangat dalam menurunkan demam anak usia 1-5 tahun dianalisis menggunakan Uji Paired Sampel T Test. Hasil penelitian menunjukkan pada hari ke 1-3 nilai p value = 0,000 semua nilai p value kurang dari 0,05 menunjukkan adanya perbedaan efektifitas antara Warm Pack Beltdengan kompres air hangat dalam menurunkan demam anak usia 1-5 tahun. Dimana penurunan suhu tubuh anak sebelum diberikan kompres air hangat pada yaitu 37,91°C dan setelah diberikan menjadi 36,63°C, sedangkan pada kelompok Warm Pack Belt yaitu sebelum diberikan suhu tubuh anak 37,79°C dan setelah diberikan menjadi 35,83°C. Terdapat perbedaan penurunan yaitu 1,28°C untuk kelompok kompres hangat dan 1,96°C untuk kelompok Warm Pack Belt. Simpulan, terdapat perbedaan suhu tubuh anak usia 1-5 tahun yang diberikan treatment. Warm Pack Belt lebih efektif dibandingkan dengan kompres air hangat terhadap demam pada anak usia 1-5 tahun di Puskesmas Legon Kulon Kabupaten Subang.
Death Receptor Fas as Molecular Target of Soursop Leaves Novel Isolate in Liver Cancer Targeted Therapy Maya Tejasari; Dwi Prasetyo; Siti Aminah Abdurachman; Herri S. Sastramihardja
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (99.843 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v8i2.6169

Abstract

In the past few decades, no effective systemic therapeutic modalities established in the unresectable liver cancer stage, so the prognosis remains poor. Apoptotic dysregulation of cancer cells through Fas gene expression linked to tumor development, progression, and resistance to treatment. Soursop plants believed to have potent anticancer activity. It hypothesized that active compounds in the soursop leaves would induce apoptosis by interfering with Fas gene expression in liver cancer cells. The study objective was to explore the role of an isolated from soursop leaves against Fas gene expression in liver cancer cells. This study used the HepG2 cell line culture, and treatment groups were given novel isolate (SF-1603) from soursop leaves with three different doses which conducted in Bandung in 2017. Observations assessed in hours 0, 24, 48, and 72. Measurement of gene expression was done with real-time PCR and apoptosis detection by the TUNEL method. The results showed that the novel isolate (SF-1603) from soursop leaves stimulate Fas optimum expressions to initiate apoptosis with 0.5×inhibitory concentration 50 (IC50) dosage at observation hour 48. There was a strong correlation between Fas gene expression with the apoptosis level. It concluded that the novel isolate (SF-1603) from soursop leaves is a potent anticancer that affects Fas gene expression in apoptosis induction on the liver cancer cell. It can be used as a candidate for a new therapeutic agent for liver cancer treatment. RESEPTOR FAS SEBAGAI SASARAN MOLEKULER NOVEL ISOLAT DAUN SIRSAK PADA TERAPI BERTARGET KANKER HATIDalam beberapa dekade terakhir, tidak ada modalitas terapi sistemik yang efektif untuk pengobatan kanker hati tahap lanjut sehingga prognosisnya buruk. Disregulasi apoptosis sel kanker melalui ekspresi gen Fas terkait dengan perkembangan, perkembangan tumor, dan resistensi terhadap pengobatan. Tanaman sirsak dipercaya memiliki aktivitas antikanker yang kuat. Senyawa aktif dalam daun sirsak secara hipotesis dapat menginduksi apoptosis dengan memengaruhi ekspresi gen Fas pada sel kanker hati. Tujuan penelitian adalah mengeksplorasi peran isolat daun sirsak terhadap ekspresi gen Fas pada sel kanker hati. Penelitian ini menggunakan kultur sel kanker HepG2 dan kelompok perlakuan diberi isolat baru (SF-1603) daun sirsak dengan 3 dosis berbeda. Pengamatan dinilai pada jam ke-0, 24, 48, dan 72. Pengukuran ekspresi gen dilakukan dengan PCR real-time dan deteksi apoptosis dengan metode TUNEL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa novel isolat (SF-1603) daun sirsak menstimulasi ekspresi optimal Fas untuk inisiasi apoptosis dengan dosis 0,5×inhibitory concentration 50 (IC50) pada pengamatan 48 jam. Terdapat korelasi yang kuat antara ekspresi gen Fas dan tingkat apoptosis. Disimpulkan bahwa isolat baru (SF-1603) daun sirsak adalah antikanker kuat yang memengaruhi ekspresi gen Fas dalam induksi apoptosis pada sel kanker hati sehingga dapat digunakan sebagai kandidat agen terapi baru untuk pengobatan kanker hati.
High ESAT-6 Expression in Granuloma Necrosis Type of Tuberculous Lymphadenitis Wida Purbaningsih; Djatnika Setiabudi; Herri S. Sastramihardja; Ida Parwati
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 6, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (106.992 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v6i2.3987

Abstract

A granuloma is one of host cellular immune response form to intracellular and persistent pathogens, and result in the aggregation of several activated immune cells. Intracellular pathogens manipulate host immune responses to avoid immune reactions. M. tuberculosis is the intracellular and persister pathogen, which can stimulate granuloma formation. The formation this granulomas still have different opinions, whether it is the host's way to isolate M. tuberculosis, or how these pathogens are to escape immune responses. Early secretory antigenic target (ESAT)-6 is a typical secretory protein produced by the locus of the gene region of difference (RD)-1 M. tuberculosis. ESAT-6 plays a role in the immunopathogenesis of tuberculosis. This study aims to compare ESAT-6 antigen expression from M. tuberculosis between granulomas with necrosis and granulomas without necrosis. This study was an analytic observation study with a cross-sectional design. Forty-six lymph node paraffin blocks from tuberculous lymphadenitis patients in Department of Anatomical Pathology, Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung in 2017 were made in preparations and stained by hematoxylin eosin to assess the presence of necrosis in granulomas, immunohistochemical using ESAT-6 antibodies, then it was quantified using histoscore. Histoscore for ESAT-6 not normally distributed, so it uses Mann-Whitney test used. The results showed that there were 31 granulomas with necrosis (histoscore mean=27.6%) and 15 granulomas without necrosis (histoscore mean=15.1%), there was a significant difference with p<0.05 (p=0.03). The conclusion of this study there is a high histoscore ESAT-6 expression in granuloma type of necrosis tuberculous lymphadenitis. EKPRESI ESAT-6 TINGGI PADA GRANULOMA LIMFADENITIS TUBERKULOSIS TIPE NEKROSISGranuloma merupakan salah satu bentuk respons imun seluler pejamu terhadap patogen intraseluler. Patogen intraseluler memanipulasi respons imun pejamu untuk menghindari reaksi imun. M. tuberculosis adalah patogen intraseluler dan persister yang dapat menstimulasi pembentukan granuloma. Terbentuknya granuloma masih memberikan pendapat yang berbeda, apakah merupakan cara tubuh untuk mengisolasi M. tuberculosis atau cara patogen ini untuk menghindari respons imun. Early secretory antigenic target (ESAT)-6 adalah protein sekretori khas yang dihasilkan oleh lokus gen region of difference (RD)-1 M. tuberculosis. ESAT-6 berperan dalam imunopatogenesis tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan ekspresi antigen ESAT-6 M. tuberculosis antara granuloma dengan nekrosis dan granuloma tanpa nekrosis. Penelitian ini merupakan penelitian observasi analitik dengan desain cross sectional. Blok parafin kelenjar getah bening didapat dari pasien yang didiagnosis limfadenitis tuberkulosis di Departemen Patologi Anatomi, RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2017. Blok parafin tersebut dibuat blangko preparat dan diwarnai dengan hematoksilin eosin untuk menilai nekrosis pada granuloma serta imunohistokimia menggunakan antibodi ESAT-6. Kemudian, sediaan preparat imunohistokimia tersebut dikuantifikasi menggunakan metode histoscore sehingga didapatkan data berupa nilai skor dari pewarnaan ESAT-6. Selanjutnya, dilakukan uji beda antara histoscore granuloma dengan nekrosis dan granuloma tanpa nekrosis tersebut dianalisis karena nilai skor ESAT-6 berdistribusi tidak normal sehingga menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 31 granuloma dengan nekrosis (histoscore rerata=27,6%) dan 15 granuloma tanpa nekrosis (histoscore rerata=15,1%), serta terdapat perbedaan signifikan dengan p<0,05 (p=0,03). Simpulan, ekspresi ESAT-6 tinggi pada granuloma limfadenitis tuberkulosis dengan nekrosis.
Peran Kedelai (Glycine max L.) dalam Pencegahan Apoptosis pada Cedera Jaringan Hati Maya Tejasari; Nurhalim Shahib; Djanuarsih Iwan; Herri S. Sastramihardja
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3043.981 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v2i1.1525

Abstract

Pada liver injury akibat berbagai sebab, terjadi apoptosis sel yang sangat banyak yang dapat memengaruhi fungsi metabolik hati. Isoflavon kedelai telah diketahui dapat mencegah apoptosis sel pada folikel ovarium dan osteoblas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kedelai pada pencegahan apoptosis sel pada jaringan hati mencit yang diinduksi CCl4. Penelitian dilakukan menggunakan 30 ekor mencit jantan galur DDY berumur 8─10 minggu yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan.  Kelompok 1 merupakan kontrol positif yang hanya diberi makanan pelet standar selama 3 minggu kemudian diberi 0,2 mL larutan CCl4 per oral selama 4 hari. Kelompok 2 merupakan kontrol negatif yang hanya diberi makanan pelet standar dan tidak diberi CCl4, sedangkan kelompok 3─6 merupakan kelompok uji yang selain diberi makanan pelet standar juga diberi kedelai dengan kadar berturut-turut 145,6 mg/hari, 218,4 mg/hari, 291,2 mg/hari dan 364 mg/hari selama 3 minggu kemudian diberi 0,2 mL larutan CCl4 peroral selama 4 hari. Seluruh kelompok kemudian dikorbankan dan diambil organ hatinya untuk dilakukan pemeriksaan histokimia terminal deoxynucleotidyl transferase-mediated dUTP Nick end labeling (TUNEL). Parameter yang diukur adalah jumlah apoptosis sel pada sayatan jaringan hati mencit menggunakan mikroskop cahaya.  Data disajikan dan dianalisis secara statistik menggunakan uji analysis of varians (ANOVA) untuk menganalisis perbedaan antar kelompok. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dari hasil pemeriksaan imunohistokimia TUNEL tampak jumlah sel yang mengalami apoptosis pada kelompok yang diberi kedelai lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi kedelai. Analisis uji ANOVA antara kelompok tersebut menunjukan perbedaaan yang signifikan dengan nilai p<0,05. Simpulan, bahwa pemberian kedelai dapat mencegah apoptosis sel pada jaringan hati mencit yang diinduksi CCl4. SOY (GLYCINE MAX L.) PREVENT APOPTOTIC CELLS IN LIVER TISSUE INJURYIn the state of liver injury by any cause there are numerous apoptotic cells influencing metabolic function of the liver. Soy isoflavone (Glycine max L.) known to have effect that inhibit apoptotic cells in follicle and osteoblast.  The aim of this study is to evaluate whether soy has anti apoptotic effect of CCl4 induced liver  injury in mice. This study use 30 male DDY mice 8─10 weeks old, divided into 6 groups. Group I acted as positive control, received standard pellet for 3 weeks and induced by 0,2 mLCCl4 per oral. Group II, the negative control, received only standard pellet. Group III─VI received standard pellet and treated by soybean extract 145.6 mg, 218.4 mg, 291.2 mg and 364 mg per day respectively administrated orally for 3 weeks and then induced by 0.2 ml CCl4 per oral. After 4 days of CCl4 induced, the effect of soybean extract was evaluated using histo-chemistry evaluation Terminal deoxynucleotidyl transferase-mediated dUTP nick end labeling (TUNEL). The identification and quantification of the apoptotic cells in mice liver tissue were done using light microscopy and showed that the TUNEL immune-histochemical examination. The results showed that the number of cells undergoing apoptosis in the group treated by soybean extract were less than the group that was not treated. The results enhanced by analysis of varians (ANOVA) between the groups showed a significant difference with p<0.05. In conclusion, soy administrated orally could  prevent apoptotic cells in liver tissue. 
Folic Acid Usual Doses Decrease the Buccal Micronucleus Frequency on Smokers Yuktiana Kharisma; Meta Maulida Damayanti; Fajar Awalia Yulianto; Santun Bhekti Rahimah; Winni Maharani; Meike Rachmawati; Herri S. Sastramihardja; Muhammad Alief Abdul ‘Aziiz; Muhammad Ilham Halim
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 7, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (89.007 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v7i2.4414

Abstract

Cigarette contains toxic chemical compounds that trigger DNA instability. Initial genotoxic oral cavity characterized by the appearance of micronucleus (MN) in the buccal mucosa. Folate is needed in maintaining DNA stability. This study aimed to compare the effects of folic acid usual doses (400 mcg and 1.000 mcg) on the MN frequency of buccal mucosa in active smokers. It is a clinical trial conducted in November 2018 in the Laboratory of the Faculty of Medicine, Universitas Islam Bandung of 53 active smokers who divided into two treatment groups. Group A was administered by 400 mcg and group B 1,000 mcg folic acid supplementation within three weeks. The buccal mucosa smear stained with hematoxylin-eosin (HE) and observed through a light microscope with 100× and 400× magnification. Data were analyzed by the Wilcoxon test statistically. The results showed that there was a significant decrease (p=0.00) in MN frequency in folic acid supplementation for three weeks, namely group A=6.39±3.92 and group B=6.93±5.82 in pre-supplementation, and group A=3.80±2.66 and group B=3.31±2.71 post-supplementation of folic acid. Giving a dose of 400 mcg and 1,000 mcg for three weeks did not provide significant results (p=0.94) with Kruskal-Wallis test. In conclusion, administration of folic acid at usual dose give results to a decrease in the buccal mucosa MN frequency in active smokers. ASAM FOLAT DOSIS LAZIM MENURUNKAN FREKUENSI MIKRONUKLEUS MUKOSA BUKAL PADA PEROKOKAsap rokok mengandung senyawa kimia toksik yang memicu ketidakstabilan DNA. Deteksi genotoksik awal  rongga mulut ditandai dengan kemunculan mikronukleus (MN) pada mukosa bukal. Folat diperlukan dalam menjaga kestabilan DNA. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek asam folat dosis lazim (400 mcg dan 1.000 mcg) terhadap frekuensi MN mukosa bukal pada perokok aktif. Penelitian ini merupakan uji klinis yang dilakukan pada bulan November 2018 di Laboratorium Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Bandung terhadap 53 perokok aktif yang dibagi ke dalam dua kelompok perlakuan. Kelompok A mendapatkan suplementasi asam folat 400 mcg dan kelompok B mendapatkan suplementasi asam folat 1.000 mcg selama tiga pekan. Apus mukosa bukal diwarnai dengan hematoxylin-eosin (HE) dan diamati melalui mikroskop cahaya dengan pembesaran 100× dan 400x. Data dianalisis dengan uji Wilcoxon secara statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan frekuensi MN yang signifikan (p=0.00) terhadap suplementasi asam folat selama tiga minggu, yaitu kelompok A=3,80±2,66 dan kelompok B=3,31±2,71 pada pre-suplementasi, serta kelompok A=6,39±3,92 dan kelompok B=6,93±5,82 pascasuplementasi asam folat. Pemberian dosis 400 mcg dan 1.000 mcg selama tiga minggu tidak memberikan hasil yang bermakna (p=0,94) berdasar atas Uji Kruskal-Wallis. Simpulan, pemberian asam folat dosis lazim memberikan hasil baik terhadap penurunan frekuensi MN mukosa bukal pada perokok aktif.
A Comparative Evaluation of Community Periodontal Index (CPI) and the Presence of Nicotine Stomatitis among Smokers after Oral Hygiene Instruction Meta Maulida Damayanti; Yuktiana Kharisma; Fajar Awalia Yulianto; Santun Bhekti Rahimah; Winni Maharani; Meike Rachmawati; Herri S. Sastramihardja; Muhammad Alief Abdul ‘Aziiz; Muhammad Ilham Halim
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 8, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1150.723 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v8i1.5915

Abstract

Smoking can cause periodontal disease as well as lesions in the oral mucosa. Nicotine stomatitis is inflammation caused by heat stimuli injury on the hard and soft palate of the oral cavity; smokers commonly suffer from this condition. Knowledge of how oral hygiene affects the health of dental and oral cavity. The purpose of this study was to describe the differences in community periodontal index (CPI) and nicotine stomatitis in smokers after oral hygiene instruction. The study subjects were 54 men who have a history of active smoking for more than five years. The experiment was carried out in the Biomedical Laboratory of Faculty of Medicine Universitas Islam Bandung in September 2018–January 2019. Dental examination initiated before and after dental health instructions. CPI and nicotine stomatitis tests performed on all subjects by dentists using dental instruments. After six weeks of information about oral hygiene, all subjects re-examined. The results show that there is a statistically significant difference in the average CPI value in smokers before and after dental instruction with a p value<0.001 (p≤0.05). In contrast, the condition of nicotine stomatitis remains the same. CPI value influenced by oral and dental hygiene showed that dental health instruction is very effective. However, stomatitis has not healed as long as the cause is not eliminated. EVALUASI KOMPARATIF COMMUNITY PERIODONTAL INDEX (CPI) DAN STOMATITIS NIKOTIN DI KALANGAN PEROKOK SETELAH INSTRUKSI KEBERSIHAN MULUTMerokok dapat menyebabkan penyakit pada periodontal maupun lesi pada mukosa mulut. Stomatitis nikotin merupakan inflamasi yang disebabkan oleh panas yang terdapat pada palatum keras dan lunak; perokok umumnya menderita kondisi ini. Pengetahuan mengenai tata cara kebersihan mulut memengaruhi kesehatan gigi dan rongga mulut. Tujuan penelitian ini menilai perbedaan community periodontal index (CPI) dan stomatitis nikotin pada perokok setelah instruksi kebersihan mulut. Subjek penelitian adalah 54 pria yang memiliki riwayat merokok aktif selama lebih dari lima tahun. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Bandung pada bulan September 2018–Januari 2019. Pemeriksaan dental dilakukan sebelum dan setelah instruksi kesehatan gigi. Pemeriksaan CPI dan stomatitis nikotin dilakukan kepada seluruh subjek oleh dokter gigi menggunakan instrumen gigi. Setelah enam minggu mendapatkan penyuluhan mengenai kebersihan mulut, seluruh subjek diperiksa kembali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna secara statistik nilai CPI rerata pada perokok sebelum dengan setelah dilakukan instruksi kesehatan gigi dengan p<0,001 (p≤0,05). Sebaliknya, kondisi stomatitis nikotin tetap sama. Nilai CPI dipengaruhi oleh kebersihan gigi dan mulut sehingga instruksi kesehatan gigi sangat efektif. Akan tetapi, stomatitis tidak dapat sembuh selama penyebabnya tidak dihentikan.
Pengaruh Fraksi Jahe Gajah terhadap Kadar HDL dan LDL Mencit Model Dislipidemia Fenda Khafidhotenty; Santun Bhekti Rahimah; Maya Tejasari; Miranti Kania Dewi; Herri S. Sastramihardja; Arief Budi Yulianti
Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains Vol 1, No 1 (2019): Jurnal Integrasi Kesehatan dan Sains
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jiks.v1i1.4324

Abstract

Penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya adalah penyakit kardiovaskular dengan salah satu faktor risiko dislipidemia. Dislipidemia ditandai dengan peningkatan kadar LDL dan penurunan HDL. Salah satu bahan tradisonal yang digunakan sebagai terapi dislipidemia adalah jahe gajah (Zingiber officinale). Senyawa flavonoid pada jahe gajah memiliki kandungan antioksidan dan menekan aktivitas enzim HMG-CoA reduktase sehingga memiliki efek terhadap profil lipid tubuh. Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh fraksi air jahe gajah terhadap kadar HDL dan LDL pada mencit model dislipdemia. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Farmasi Institut Teknologi Bandung dan Laboratorium Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung periode April–Juni 2018. Penelitian eksperimental ini menggunakan 15 ekor mencit jantan tua (45–49 minggu) yang terbagi menjadi 5 kelompok. Kelompok kontrol positif diberikan pakan standar dan pelarut fraksi, kelompok kontrol negatif diberikan pakan tinggi lemak dan pelarut fraksi, kelompok perlakuan 1 diberikan fraksi air jahe gajah 19,9 mg/20 gBB/hari, kelompok perlakuan 2 diberikan fraksi air jahe gajah 39,8 mg/20 gBB/hari, dan kelompok perlakuan 3 diberikan fraksi air  jahe gajah 79,6 mg/20 gBB/hari. Perlakuan dilakukan selama 28 hari. Hasil rerata kadar HDL setelah perlakuan adalah: 54,33 mg/dL; 35,00 mg/dL; 79,00 mg/dL; 81,57 mg/dL; dan 79, 67 mg/dL, sedangkan rerata kadar LDL adalah 6,53 mg/dL; 11,67 mg/dL; 33,33 mg/dL; 35,00 mg/dL, dan 21,33 mg/dL. Analisis statistik dengan one-way ANOVA pada pengukuran HDL bermakna signifikan (p<0,05) dan pengukuran LDL tidak signifikan (p>0,05) kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol positif dan negatif. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh fraksi air jahe gajah terhadap kadar HDL namun tidak terdapat pengaruh terhadap kadar LDL. THE EFFECT OF GINGER FRACTION ON HDL AND LDL LEVELS IN MICE WITH DYSLIPIDEMIA The main cause of death among non-communicable diseases every year is cardiovascular disease, with one of the risk factors is dyslipidemia. Dyslipidemia is characterized by increased levels of LDL and decreased HDL. Ginger (Zingiber officinale) is one of the traditional herbs used as a therapy in dyslipidemia. Flavonoid compounds in ginger contain antioxidants and suppress the activity of the enzyme HMG-CoA reductase that it has an effect on the body’s lipid profile. The purpose of this study was to determine the effect of ginger fraction on HDL and LDL levels in mice with dyslipidemia. This experimental study used 15 old male mice (45–49 weeks). Mice are divided into 5 groups. The positive control group was given standard diet and fraction solvents, the negatif control group was given high fat diet and fraction solvents, the group 1 was given the ginger  fraction 19.9 mg/20gBB/day, the group 2 was given ginger  fraction 39.8 mg/20 gBB/day, and the group 3 was given a fraction of ginger  79.6 mg/20 gBB/day. The treatment was carried out for 28 days. The average of HDL levels was: 54.33 mg/dL; 35.00 mg/dL; 79.00 mg/dL: 81.57 mg/dL; and 79, 67 mg/dL. While the average of LDL was 6.53 mg/dL; 11.67 mg/dL; 33.33 mg/dL; 35.00 mg/dL, and 21.33mg/dL. Statistical analysis with one-way ANOVA on HDL measurements was significant (p <0.05) and non-significant LDL measurements (p> 0.05) between treatment group and control groups. The conducted study showed an effect of the ginger water fraction on HDL levels and no effect on LDL levels.