Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KESIAPAN PEMERINTAH SULAWESI SELATAN DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 DI BIDANG TENAGA KERJA PARIWISATA Dede Rohman
Mandala: Jurnal Ilmu Hubungan Internasional Vol 1, No 1 (2018): Mandala : Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UPN"Veteran"Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (523.662 KB) | DOI: 10.33822/mjihi.v1i1.287

Abstract

The implementation of the economic pillars of the ASEAN Community through an ASEAN Economic Community (AEC), effected on the incoming and outgoing labor freely in the field of tourism between ASEAN countries. To prepare for the enactment of the AEC, the regions throughout Indonesia must, of course, be administratively structural and infrastructure must be prepared in accordance with the agreed of Mutual Recognition Arrangement (MRA) provisions. Through regional autonomy, local governments have the power to raise the quality of local human resources so they can compete with other ASEAN member countries, such as creating new regulations (local regulations) related to the AEC. The study aims to determine the readiness of the Government of South Sulawesi in anticipation of the 2015 ASEAN Economic Community (AEC) and identify factors driving and inhibiting in the face of the ASEAN Economic Community in 2015 in the field of tourism labor force. The method used is descriptive qualitative, pursued through the depiction of the issues examined in the validity of the data of informants who provide information. The data is processed and analyzed by qualitative analysis. The results showed the readiness of South Sulawesi tourism workforce in the face of a shortage in quantity MEA has certified workers, certification bodies, and the number of assessors. Qualitatively, the role of the South Sulawesi government has anticipated the implementation of MEAs through Perda No. 1 of 2011 which have an impact on improving the quality of tourism. Opportunities in the face of relatively large MEA boosted tourism labor supply large institutional competency based education and training according to the standard of work agreed upon during the Mutual Recognition Arrangement (MRA) in MEA. It Challenges from the lack of attention to the regional work units (SKPD) in the process of socialization and the acceleration of professional certification.
Sistem Bagi Hasil Akad Muzara’ah pada Masyarakat Petani Penggarap dan Pemilik Lahan di Kel. Batupapan, Kec. Makale, Kab. Tana Toraja Rachmat Sugeng; Dede Rohmana; Nurviyanti Andang
Indonesian Journal of Business Analytics Vol. 1 No. 2 (2021): October 2021
Publisher : PT FORMOSA CENDEKIA GLOBAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.208 KB) | DOI: 10.55927/ijba.v1i2.26

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sistem bagi hasil akad muzara’ah pada masyarakat petani penggarap dan pemilik lahan di Kel. Batupapan Kec. Makale Kab. Tana Toraja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Dimana tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara langsung dengan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan sistem bagi hasil akad muzara’ah yang dilakukan masyarakat petani penggarap dan pemilik lahan di Kel. Batupapan Kec. Makale Kab. Tana Toraja adalah sebagai berikut : Penerapan akad muzara’ah di Kelurahan Batupapan sudah sesuai dengan sistem yang disyariatkan agama islam khususnya dalam bidang pertanian yaitu bentuk kerja sama dengan sistem bagi hasil muzara’ah. Sistem bagi hasil yang terjadi adalah berdasarkan kesepakatan antara kedua bela pihak. Perjanjian yang dilakukan adalah dengan lisan, dimana antara kedua bela pihak saling mempercayai antar sesama. Bentuk kerja sama dengan sistem bagi hasil dilakukan di Kelurahan Batupapan, karena adanya pemilik lahan yang memiliki lahan pertanian tapi tidak memiliki keahlian untuk bertani, disisi lain ada petani penggarap yang memiliki keahlian untuk bertani tetapi tidak memiliki lahan dan modal. Pembagian hasil yang dilakukan, yakni dengan mengeluarkan terlebih dahulu biaya-biaya operasional. Jika sudah dikeluarkan maka sisa dari hasil persawahan tersebut akan dibagi dua, dengan imbangan 1/2.