Fati Aro Zega
Sekolah Tinggi Alkitab Batu, Malang

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Teologi Kesetiaan Allah Berdasarkan Kitab Yosua Fati Aro Zega
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 2, No 2: Juni 2021
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v2i2.21

Abstract

Looking at the current number of Christian life, especially the pandemic that is endemic. So the issue of loyalty becomes a new concern. Is the doctrine of faithfulness still firmly engraved as before, or has there been disturbance or disruption of the faithful's loyalty to their beliefs or loyalty to service, especially loyalty to God. The author describes God's faithfulness in the context of the book of Joshua as a concern for today's believers. By using descriptive qualitative method, in a literature study approach, it can be concluded that the problem in the book of Joshua is not a prophetic book. This book is more historical. But this Book has important theological value both for Israel and for the Church. The inheritance of the Land of Canaan is not only a theological and literal issue for Israel in the past and present, but also a symbolic issue for the Church futurist. The region of Canaanite heredity became a symbol of Christian hope, both spiritually and eschatologically. Thus this paper explains that the Lord God who is worshiped in the name of Jesus Christ is faithful. God is faithful in overcoming every situation and condition of His people no matter how difficult it is. AbstrakMelihat banyaknya kehidupan kekristenan saat ini terlebih adanya pandemi yang mewabah. Maka persoalan terhadap kesetiaan menjadi keprihatinan baru. Apakah ajaran tentang kesetiaan masih kokoh terpatri seperti semula, atau sudah mulai terjadi gangguan atau mendisrupsi kesetian orang beriman terhadap keyakinannya atau kesetiaan kepada pelayanan, utamanya kesetiaan kepada Tuhan. Penulis  mendeskripsikan kesetiaan Allah dalam kontek kitab Yosua menjadi perhatian bagi orang percaya masa kini. Dengan menggunakan metode kualitatif deskrtip, dalam pendekataan studi literature dapat disimpulkan bahwa persoalan di Kitab Yosua bukanlah kitab kenabian. Kitab ini lebih bersifat sejarah. Namun Kitab ini memiliki nilai teologi yang penting baik untuk Israel maupun untuk Gereja. Pewarisan Tanah Kanaan bukan hanya merupakan isu teologis dan literal bagi Israel pada masa lalu dan kini, tetapi juga isu simbolis bagi Gereja secara futuris. Wilayah hereditas Kanaan menjadi suatu lambang pengharapan Kristen, baik secara rohaniah maupun eskatologikal. Dengan demikian tulisan ini menjelaskan bahwa Tuhan Allah yang disembah di dalam nama Yesus Kristus adalah setia. Tuhan setia mengatasi setiap situasi dan kondisi umat-Nya sesulit apa pun.
Alkitab dan Eskatologi dalam Fakta, Signifikansi dan Awasan Fati Aro Zega
DIDASKO: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 1, No 2 (2021): Teologi dan Pendidikan Agama Kristen (Oktober 2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Kristen Diaspora Wamena

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (395.057 KB) | DOI: 10.52879/didasko.v1i2.27

Abstract

The number of untrue news in Christian life about the coming of the Lord is a problem and theological debate that never ends, but in fact the eschatological reality will occur, both individually and cosmically, starting with the second coming of Christ. The certainty of Christ's return is confirmed by God itself and many texts in the New Testament. Although various opinions and interpretations arise in interpreting the biblical descriptions of the event, the certainty will not be delayed or interrupted by anything or anyone. Using descriptive qualitative methods in a literature study approach, it can be concluded that the importance of this teaching about the coming of the Lord Jesus is primarily to provide comfort, which motivates the faithful to persist, be faithful and serve. Reminders to be careful in setting priorities in life and maintaining clean behavior. This teaching also encourages God's people to grow and become God's witnesses in the world. As for those who have drifted away, they are invited to turn around and repent. However, this teaching also needs to be given caution, so as not to be trapped in extreme attitudes, maniacs or phobias. Every Bible truth must be accepted and needs to be examined with care and vigilance, so that God's people do not lose their blessings.AbstrakBanyaknya berita yang tidak benar dalam kehidupan kekristenan tentang kedatangan Tuhan menjadi permasalahan dan perdebatan teologis yang tak pernah selesai, namun sejatinya Realitas eskatologis akan terjadi, baik secara individual maupun kosmis, dimulai dari kedatangan Kristus yang kedua. Kepastian kembalinya Kristus itu ditegaskan oleh Tuhan sendiri dan banyak teks dalam Perjanjian Baru. Sekalipun berbagai silang pandangan dan tafsiran muncul dalam menafsirkan gembaran-gambaran Alkitab tentang peristiwa itu, namun kepastiannya tidak akan ditunda atau diinterupsi oleh apa pun atau siapa pun. Menggunakan metode kualitatif deskriptif dalam pendekatan studi literatur dapat disimpulkan bahwa pentingnya ajaran tentang kedatangan Tuhan Yesus ini yang terutama adalah memberi penghiburan, yang memotivasi umat beriman untuk tetap bertahan, setia dan melayani. Mengingatkan untuk berhati-hati dalam menetapkan prioritas hidup dan menjaga tingkah laku yang bersih. Pengajaran ini juga mendorong umat Tuhan untuk bertumbuh dan menjadi saksi Tuhan di dunia. Sedangkan bagi orang-orang yang sudah menjauh diajak untuk berbalik dan bertobat. Namun ajaran ini juga perlu diberi awasan, agar jangan terjebak kepada sikap yang ekstrem, maniak atau fobia. Setiap kebenaran Alkitab harus diterima dan perlu ditelisik dengan hati-hati dan berwaspada, agar umat Tuhan tidak kehilangan berkat-berkatnya. 
Vista Siklus Apostasi dan Kuasa Doa dalam Kitab Hakim-hakim untuk Intensi Relevansional Fati Aro Zega
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 1, No 2 (2021): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (526.855 KB) | DOI: 10.54403/rjtpi.v1i2.18

Abstract

Abstrak: Gambaran kebejadan dan apostasi manusia itu terlihat dengan jelas di dalam Kitab Hakim-hakim. Kitab ini menjadi catatan sejarah dan metafora tentang tendensi di setiap zaman dan setiap generasi terhadap fenomena apostasi. Apostasi terjadi bukan karena tidak mengakui adanya Tuhan tetapi memercayai sesuatu selain Tuhan. Ternyata satu-satunya yang dipelajari dari sejarah adalah tidak mempelajari sejarah. Mengunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi literatur didapatkan kesimpulan bahwa dosa kemurtadan membuat semua prestasi manusia sia-sia. Semua hasil kerja keras tidak dapat dinikmati. Dosa merampas apa pun yang diperoleh. Bahkan akan mendatangkan bencana kemanusiaan, sampai mereka bertobat. Tetapi, jika mereka sungguh-sungguh bertobat, mencari Tuhan, dan berdoa memohon belas kasihan-Nya, maka sesuai dengan wahyu di Kitab Hakim-hakim, Tuhan akan mendatangkan kelegaan, kesembuhan. Hakim yang definitf, Yesus Krustus, akan turun tangan mengatasi apa pun yang tidak bisa dilakukan manusia. Prinsip penting yang muncul dalam Kitab Hakim-hakim sebagai sebuah kebenaran alkitabiah, “dosa apostasi mengasilkan sengsara, doa dan pertobatan melahirkan kesejahteraan. Allah di tambah ketaatan akan mengasilkan kuasa, kasih karunia Tuhan lebih besar dari segala dosa. Abstract: The description of human depravity and apostasy can be seen clearly in the Book of Judges. This book is a historical record and a metaphor for the tendency in every age and every generation to the phenomenon of apostasy. Apostasy occurs not because of not acknowledging the existence of God but believing in something other than God. It turns out that the only thing to learn from history is not to study history. Using a descriptive qualitative method with a literature study approach, it is concluded that the sin of apostasy makes all human achievements in vain. All the results of hard work cannot be enjoyed. Sin takes whatever is gained. It will even bring disaster to humanity, until they repent. However, if they truly repent, seek God, and pray for His mercy, then according to the revelation in the Book of Judges, God will bring relief, healing. The definitive Judge, Jesus Christ, will intervene in anything that humans cannot do. An important principle that appears in the Book of Judges as a biblical truth, “the sin of apostasy produces suffering, prayer and repentance beget prosperity. God plus obedience will produce power, God's grace is greater than all sin.
Misi Afirmatif Allah Tritunggal Dalam Misi Kristus Vista Matius 3:13-17 Fati Aro Zega
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 3 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i3.40

Abstract

The Bible begins with the statement that God exists, He lives and works. Creator of all creation. From Genesis to Revelation He reveals Himself as a Triune God working in three Persons who brought about not only together in creation, but also in the program of providence and redemption, saving mankind who had fallen into sin. The Triune God carries out a common mission as missio Dei, that is, a mission that is rooted directly from the essence of God Himself. Using descriptive qualitative, it can be concluded that God can use various means and means, from its preparation to the affirmation and perfect execution of His mission. In all the activities of missio Dei, the three persons of the Trinity are involved in a complementary way, so that missio Dei is the missio trinitarian. Even though they differ in the implementation of tasks, each person acts in a unified mission objective. One of the missions of the Triune God is described in Matthew 3:13-17. In this mission the Father as the authority proclaimed the Son. Jesus, the Son, carried out His incarnate mission, and the Holy Spirit confirmed the Son's mission by dwelling in the Son, who gave power without limits. Through the procession of Jesus' baptism, the Triune God has a mission by affirming Christ's mission in God's program of salvation.Alkitab dimulai dengan pernyataan Allah itu ada, Dia hidup dan bekerja. Pencipta segala ciptaan. Mulai dari Kitab Kejadian sampai Wahyu Dia menyatakan diri sebagai Allah Tritunggal yang bekerja dalam tiga Pribadi yang melantaskan bukan hanya bersama dalam penciptaan, bahkan juga dalam program providensia dan menebus, menyelamatkan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Allah Tritunggal melaksanakan misi bersama  sebagai missio Dei, yaitu misi yang berakar langsung dari hakikat Allah sendiri. Menggunakan kualitatif deskritif  dapat disimpulkan bahwa Allah dapat memakai berbagai cara dan sarana, mulai dari persiapannya sampai pada penegasan dan pelaksanaannya secara sempurna misi-Nya. Dalam semua aktivitas missio Dei, ketiga oknum Tritunggal terlibat secara komplementer, sehingga missio Dei adalah missio trinitaris. Sekalipun berbeda dalam pengimplementasian tugas,  namun masing-masing Oknum bertindak dalam satu kesatuan tujuan misi. Salah satu misi Allah Tritunggal terdeskripsi di dalam Matius 3:13-17.  Dalam misi ini Bapa sebagai pemegang otoritas memproklamasikan Anak. Yesus, Sang Anak, menjalankan misi inkarnasi-Nya, dan Roh Kudus meneguhkan misi Anak dengan tinggal berdiam di dalam Anak, yang memberikan kuasa tanpa batas. Melalui prosesi baptisan Yesus, Allah Tritunggal bermisi dengan mengafirmasi misi Kristus dalam program keselamatan Allah. 
Visi Dan Vista Cinta-Kasih Menurut Kitab Rut Dan Implikasinya Kekinian Fati Aro Zega
Jurnal Lentera Nusantara Vol 1, No 1 (2021): Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kanaan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (399.461 KB) | DOI: 10.59177/jls.v1i1.132

Abstract

The book of Ruth is a literary work with insight that provides the best example of love. It has historically been a bridge between the ages that illustrates the loyalty that tempers ungodliness. It doctrinally teaches God's redemptive reach beyond the Jewish nation, and morally proclaims high standards of integrity in all relationships. Using descriptive qualitative methods, it can be concluded that Ruth's love, which ignores challenges and fears, shows a vision and vision of her love which sees what others don't see and does what others don't, becoming an example and divine message across time that God pays attention to all aspects. the daily life of each of His people.AbstrakKitab Rut adalah karya sastra dengan wawasan yang memberi contoh cinta kasih terbaik. Secara historis menjadi jembatan antar-zaman yang menggambarkan kesetiaan yang meredam ketidaksalehan. Secara doktrinal mengajarkan jangkauan penebuasan Allah di luar bangsa Yahudi, dan secara moral menyatakan standar integritas tinggi dalam segala bentuk relasi. Menggunkan metode kualitatif deskritif maka dapat disimpulkan bahwa Cinta kasih Rut yang mengabaikan tantangan dan ketakutan menunjukkan visi dan vista tentang kasihnya yang melihat apa yang tidak dilihat orang lain dan melakukan yang tidak dilakukan orang lain, menjadi teladan dan pesan ilahi lintas waktu bahwa Allah memperhatikan segala segi kehidupan sehari-hari masing-masing umat-Nya.