Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kebijakan Pengelolaan Tambang dan Masyarakat Hukum Adat yang Berkeadilan Ekologis Nugroho, Wahyu; Imamulhadi, Imamulhadi; Nugroho, Bambang Daru; Nurlinda, Ida
Jurnal Konstitusi Vol 15, No 4 (2018)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.616 KB) | DOI: 10.31078/jk1547

Abstract

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimana kebijakan pengelolaan sumber daya pertambangan berdasarkan undang-undang pertambangan mineral dan batubara? Kedua, bagaimana kebijakan pengelolaan sumber daya pertambangan perspektif masyarakat hukum adat yang berkeadilan ekologis? Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pertama, kebijakan pengelolaan sumber daya pertambangan berdasarkan undang-undang pertambangan mineral dan batubara saat ini hendaknya disesuaikan dengan putusan-putusan mahkamah konstitusi dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam konteks perizinan. Pemerintah daerah provinsi sekarang ini mengambil alih kewenangan pemerintah kabupaten/kota untuk mengeluarkan izin tambang berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 yang sebenarnya masih bersifat semi sentralistik dan secara kewilayahannya dalam konteks tambang masih berada di kabupaten, sementara pemerintah provinsi sebagai wakil dari pemerintah pusat; kedua, Kebijakan pengelolaan sumber daya pertambangan perspektif masyarakat hukum adat yang berkeadilan ekologis terletak pada konsep kearifan masyarakat hukum adat dalam pengelolaan sumber daya alam, dalam hal ini tambang yang menjadi hak penguasaan negara. Terdapat hubungan timbal balik antara manusia dengan alam, dimana masyarakat hukum adat selalu menempatkan keseimbangan alam dalam pengelolaan lingkungan (participerend cosmisch), sehingga keadilan ekologis dapat dirasakan semua unsur alam, selain manusia.The problems in this paper are: first, what are the mining resource management policies based on mineral and coal mining laws? and second, how is the mining resource management perspective of the ecological justice community indigenous people? This research method uses normative legal research with the classification of secondary data including primary legal materials including legislation in the fields of mineral and coal mining, environmental protection and management, and regional government. Secondary legal material in the form of books and journals, while secondary legal material in the form of online news. Data analysis using qualitative juridical analysis. The results of this study are first, current mining resource management policies based on mineral and coal mining laws should be adjusted to the decisions of the constitutional court and Law No. 23 of 2014 concerning Regional Government in the context of licensing. The provincial government is currently taking over the authority of the district / city government to issue mining permits under Law No. 23 of 2014 which are actually still semi-centralistic and in the territory in the context of mines still in the district, while the provincial government is the representative of the central government; secondly, the policy of managing mining resources from the perspective of indigenous peoples with ecological justice lies in the concept of indigenous peoples’ wisdom in managing natural resources, in this case mining which is the state’s right of control. There is a reciprocal relationship between humans and nature, where customary law communities always place natural balance in environmental management (participerend cosmisch), so that ecological justice can be felt by all elements of nature, other than humans.
HAK WARIS ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN WARGA KAMPUNG ADAT CIREUNDEU DENGAN ORANG LUAR KAMPUNG ADAT CIREUNDEU DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM WARIS ADAT HC, Intan Netty; Judiasih, sonny Dewi; Nugroho, Bambang Daru
ACTA DIURNAL Vol 2, No 1 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 1, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

ABSTRAKPerkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan kepada Ketuhanan yang maha esa. Perkawinan yang di lakukan oleh masyarakat adat penganut agama Sunda Wiwitan, tanpa di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam masyarakat disebut “Kawin di bawah Tangan”. Perkawinan yang tidak dianggap tidak pernah ada dan akibatnya pihak istri, anak dan keluarga dari pihak istri lainnya tidak dapat menuntut hak-haknya secara hukum kepada suami. Hal ini sudah disadari sepenuhnya oleh warga masyarakat adat kampung Cirendeu dan sampai saat ini pelaksanaan pernikahan masih dilangsungkan dengan mengacu kepada hukum adat.Konsekwensi dari sebuah perkawinan adalah adanya Anak, harta benda yang didapat dalam masa perkawinan serta pewarisan. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui keabsahan perkawinan warga kampung masyarakat adat Cirendeu serta Perlindungan hukum dan kedudukan berdasarkan hukum waris adat terkait sengketa yang akan timbul menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang menekankan pada norma hukum dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan pada tesis ini, kemudian spesipikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu peneliti menggambarkan dan memberikan penjelasan terhadap suatu peristiwa yang sedang diteliti dan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat untuk memperoleh kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suatu kesimpulan bahwa Perkawinan yang dilakukan oleh Warga kampung adat cireundeu dengan warga luar kampung tidak Sah berdasarkan UU Perkawinan untuk Perlindungan hukum dan Kedudukan Anak yang dilahirkan dari Perkawinan tesebut berdasarkan Putusan MK No.46/PUU-XIII/2010 memberikan hak keperdataan terkait dengan Status anak, hak anak dan Waris serta Putusan MK No.97/PUU-XIV/2016 memberikan Perlindungan hukum dengan diperbolehkannya Pengisian Kolom Agama dengan Penghayat Kepercayaan sehingga Pernikahannya dapat dicatatkan serta implikasi terhadap kelahiran anak mendapat perlindungan hukum.Kata kunci: adat Cireundeu; perkawianan.ABSTRACTMarriage is internal and external bond between a man and a woman as husband and wife designed to establish a happy, lasting family (household) based on the One God. Marriage executed by traditional community adhering Sunda Wiwitan religion without any registry according to the current regulations and law is called “Marriage under Hand.” It is marriage considered never be present and, as a result, wife, children and family of other wife can’t sue for their legal rights to husband. This is realized completely by traditional Cireundeu village members and up to now the marriage is even implemented by referring to customary law. As a consequence of a marriage is the presence of children, property earned in period of marriage and inheritance. The aim of this study is to know the validity of a marriage in traditional Cireundeu village community member and legal protection and position based on traditional legacy law concerned with dispute emerging in Law Number 1 Year 1974 about Marriage. Method used in this study is normative juridical approach, the research placing pressure on legal norm by examining literatures related to problems in this thesis, while the specification of study used is analytical descriptive, the research describing and giving the explanation of an event under study and the construction of systematic, factual, accurate description to get conclusion. Based on the results of the study, it may be concluded that marriage established by traditional Cireundeu village member and outsider of the village is not valid based on Law of Marriage for Legal Protection and Child Position born by the marriage. The Decision of MK No. 46/PUU-XIII/2010 provide civil rights in relation to child status, child rights and legacy, and the Decision of MK No. 97/PUU-XIV/2016 provide legal protection by allowing the Filling in Religious Column by Confidence Lifer so that the marriage may be registered and have implications for the birth of child produce legal protection.Keywords: adat Cireundeu; Marriage.
Judge Optics on Environmental Dispute Dispute Objects, Expiration And Community Participation Principles In The Issuance Of Environmental Document Processing On The Case Of Kendeng Wahyu Nugroho; Ida Nurlinda; Bambang Daru Nugroho; Imamul Hadi
Jurnal Cita Hukum Vol 5, No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jch.v5i2.7093

Abstract

Different ways of access to justice in Indonesia for minority or homogeneous communities in certainareas that utilize natural resources as part of their lives. Examples of this group are people in themountains kendeng Rembang regency Central Java Province who mostly work as farmers andplanters, against the Governor of Central Java and PT Semen Gresik (Persero) Tbk. upon the issuanceof Central Java Governor Decree No. 660.1 / 17/2012 on Environmental Permit for Mining andConstruction of Cement Plant by PT Semen Gresik (Persero) Tbk. in Rembang District, Central JavaProvince dated June 7, 2012. Kendeng community took three levels of court lane, namely the StateAdministrative Court of Semarang, the State Administrative High Court of Surabaya and the JudicialReview Review. The case is interesting to examine and a good example of access to justice inIndonesia over the issue of environmental permit issuance, in the context of the development ofenvironmental law studies and state administrative law, in particular judge optics as well as stateadministrative officials on the understanding and interpretation of the General Principles ofGovernance the Good (AUPB). DOI: 10.15408/jch.v5i2.7093