Susilawati Endah Peni Adji
Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

DIASPORA-INDONESIAN LITERATURE WORKS OF INDONESIAN IMMIGRANTS IN AMERICA IN THE 2010s Adji, Peni; Mulyani, Sri; Rosiandani, Ni Luh Putu
International Journal of Humanity Studies (IJHS) Vol 1, No 2 (2018): March 2018
Publisher : Sanata Dharma University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1004.323 KB) | DOI: 10.24071/ijhs.v1i2.979

Abstract

Diaspora literature studies have been extensively conducted in the world of literature. However, Indonesian diaspora literature has not been conducted widely in the Indonesian literature studies. To begin with, this study will examine the diaspora literature written by Indonesian immigrants in America in the 2010s. The first genre of Indonesian diaspora literature by Indonesian immigrants in America in the 2010s includes the history novel, Only a Girl: Menantang Phoenix (by Lian Gouw) which talks about the history of Chinese society in the Dutch-Indonesian era until the Indonesian independence and Candik Ala 1965 (by Tinuk R. Yampolsky) which tells the history of G/30/S/PKI. The second is the short story genre, which is Mantra Maia (by Sofie Dewayani) and the third are memory stories, which is This is America, Beibeh (by Dian Nugraheni) both of which raise the issue of Indonesian migrant communities in America. Diaspora problems are always related to the identity construction. The identity in Only a Girl: Menantang Phoenix is the migratory tendency and avoidance of racial conflicts inherent in Chinese people, who migrated to Indonesia, and who eventually migrated to America. The identity in Candik Ala 1965 is the Indonesian political migrant in America who position themselves as the victims of violence in the Suharto regime. The identity contained in the Mantra Maia short stories collection is a new world (America) that makes the migrants experience the psychological tension between success and failure of adaptation. The identity depicted in the memory stories of This is America, Beibeh is the identity of the Indonesian migrants who are able to adapt positively, by always comparing their new experiences with their old experiences in Indonesia.DOI: https://doi.org/10.24071/ijhs.2018.010201
POWER RELATIONS IN TWO CONTEMPORARY INDONESIAN NOVELS WITH POLITICAL THEMES Adji, Susilawati Endah Peni
International Journal of Humanity Studies (IJHS) Vol 4, No 1 (2020): September 2020
Publisher : Sanata Dharma University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/ijhs.v4i1.2788

Abstract

Since Indonesia began its political reform in 1998, Indonesians have enjoyed increased freedom of expression, and as such it has been possible for long-censored themes such as politics to be freely discussed in contemporary Indonesian literature. This article examines two such novels, (1) Junaedi Setiono's Dasamuka (2017), which deals with Javanese politics during the Diponegoro War; and (2) Arafat Nur's Lolong Anjing di Bulan (Dogs Howling at the Moon, 2018), which deals with Acehnese politics during the Military Operations Era.This article borrows its theoretical framework from Fairclough, Bourdieu, and Gramsci, using the concept of power relations to investigate the novels Dasamuka and Lolong Anjing di Bulan. It finds that such power relations are strongly evident in both novels, particularly in their depictions of: (1) language as capital, (2) dominance and hegemony, and (3) opposition to outside dominance.This study finds that, in these novels, power relations have economic roots. Power is exerted, for instance, through (1) the taxation of civilians by the Yogyakarta Palace and the Dutch colonial government; (2) the land rental system implemented by the British and Dutch colonial regimes, which resulted in all profits flowing to these regimes, the Palace becoming economically dependent on these regimes, and the common people being reduced to laborers, and (3) natural gas exploration in Aceh, with all profits flowing to the Indonesian and American governments. Power relations in these novels, thus, are structured by economic factors, reflecting a Marxist paradigm. This reflects the Marxist view that economic factors are foundational for the class structure of society.
Karya Religius Danarto: Kajian Kritik Sastra Feminis S. E. Peni Adji
Humaniora Vol 15, No 1 (2003)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (75.457 KB) | DOI: 10.22146/jh.771

Abstract

Membaca tulisan Danarto, yang berjudul "Refleksi Perempuan" dalam Republika (1993), menyebabkan penulis berpikir ulang tentang makna karya-karya Danarto yang selama ini hanya dinilai mengungkapkan permasalahan religiusitas. Dalam tulisan itu, terlihat bahwa Danarto memiliki perhatian dan juga keprihatinan yang sangat besar terhadap kaum perempuan. Menurutnya, masalah perempuan itu bervariasi dan dipengaruhi oleh kelas mereka. Perempuan kelas atas lebih mempunyai wewenang untuk menentukan dan mengatur diri sendiri. Sementara, perempuan kelas menengah dan bawah lebih banyak tertekan dalam kehidupan mereka. Perhatian dan keprihatinan Danarto ini merupakan bagian dari pandangan dunianya sebagai pengarang yang tentu saja sangat mewarnai karya-karya yang diciptakannya, juga pada cerpen-cerpennya yang dicipta setelah tahun 1980-an. Kritik-kritik yang menilai bahwa karya Danarto mengungkapkan perenungan religiusitas yang meliputi pantheisme dan mistik telah dilakukan oleh Teeuw (1989), Tjitrosubono dkk. (1985:8), Sriwidodo (dalam Eneste, 1983:146-161), Pujiharto (1996), dan Zamzanah (1998). Selain itu, karya Danarto oleh Toda (1984: 41-47) dinilai menggunakan bentuk kreativitas baru yang bersifat nonkonvensional. Sementara oleh Prihatmi (1989) karya Danarto dinilai banyak mengungkapkan fantasi. Dari penilaian-penilaian tersebut, terlihat bahwa kritik yang mengungkapkan perempuan dalam karya-karya Danarto belum pernah dilakukan. Padahal, cerpen-cerpen Danarto yang dicipta setelah tahun 1980-an banyak mengungkapkan permasalahan tersebut, khususnya sikap dan posisi perempuan dalam masyarakat (patriarki). Selain itu, penggambaran perempuan tersebut juga mencerminkan adanya sikap implied author dalam menanggapai masalah patriarkhi dan masalah isu gender.
STRATEGI DOMINASI DALAM NOVEL MARYAM KARYA OKKY MADASARI: PERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU Maria Novenia; Yoseph Yapi Taum; Susilawati Endah Peni Adji
Sintesis Vol 13, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/sin.v13i2.2298

Abstract

Penelitian ini menganalisis tentang jejaring sosial dan kajian alur menurut teori Franco Moretti serta analisis strategi dominasi menurut perspektif Pierre Bourdieu dalam novel Maryam karya Okky Madasari. Hasil analisis pendekatan objektif, yakni jejaring sosial dan kajian alur adalah sebagai berikut. Dalam novel Maryam, terdapat empat simpul yang memiliki relasi aktif dan intens, yakni Maryam, Pak Khairuddin, Umar, dan Zulkhair. Empat simpul tersebut membentuk jaringan sosial dan relasi (tepi) yang berbeda-beda. Alur dalam novel Maryam menggunakan alur campuran, karena cerita tidak berurutan dan sering menceritakan masa lampau. Hasil analisis pendekatan diskursif tentang strategi dominasi memperlihatkan lima kesimpulan sebagai berikut. 1) Perbedaan kelas dalam novel Maryam terbagi menjadi tiga, yakni kelas dominan, kelas borjuasi baru, dan kelas borjuasi kecil. 2) Modal ekonomi, sosial, dan simbolik kelompok Ahmadiyah lebih besar daripada kelompok Islam. Akan tetapi, modal budaya (agama) kelompok Islam lebih kuat. 3) Arena dalam novel Maryam adalah arena agama dan arena ekonomi. 4) Dominasi simbolik dilakukan kelompok Islam dalam bentuk poligami. 5) Kelompok Ahmadiyah yang termasuk kelas dominan justru mengalami dominasi karena dalam arena agama mereka termasuk dalam kelompok minoritas dan dianggap sesat.
DOMINASI MASKULIN DALAM NOVEL DUA IBU KARYA ARSWENDO ATMOWILOTO: PERSPEKTIF PIERRE BOURDIEU Brigitta Winasis Widodo; Susilawati Endah Peni Adji
Sintesis Vol 13, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/sin.v13i2.2297

Abstract

Artikel ini membahas bentuk dominasi maskulin yang terdapat dalam novel Dua Ibu karya Arswendo Atmowiloto. Penelitian ini menggunakan paradigma Abrams, yaitu pendekatan mimetik serta pendekatan diskursif. Kerangka berpikir yang digunakan adalah perspektif Pierre Bourdieu mengenai dominasi maskulin. Bentuk dominasi maskulin yang ditemukan paling banyak dalam ranah domestik, yaitu dalam hal (1) pernikahan, yaitu dalam bentuk perselingkuhan suami terhadap istri, perkawinan untuk meningkatkan modal simbolik perempuan, pengabdian istri; (2) pengutamaan pendidikan anak laki-laki; (3) pembagian kerja secara seksual; dan di luar ranah domestik yaitu (4) aktualisasi diri perempuan yang menegaskan feminitasnya dan subordinasinya terhadap laki-laki.