Artikel ini membahas mengenai pertimbangan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam upaya perdamaian di Afghansitan, sebuah kebijakan yang dianggap luar biasa karena beberapa hal seperti orientasi kebijakan luar negeri pemerintahan Joko Widodo yang dianggap lebih mempertimbangkan kepentingan domestik dan tidak seperti pendahulunya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang aktif di panggung internasional, dan latar belakang keagamaan Presiden Joko Widodo yang diperspesikan dari kalangan abangan. Di sisi lain, Afghanistan adalah sebuah negara dengan kultur Islam yang sangat kuat dan konflik di Afghanistan sendiri dianggap tidak mudah untuk diselesaikan. Data didasarkan pada studi kepustakaan baik melalui internet maupuin dokumen tercetak. Teori yang dipakai adalah pilihan rasional (rational choice). Artikel berkesimpulan bahwa langkah aktif Presiden Joko Widodo dalam upaya perdamaian di Afghanistan merupakan amanah dari konstitusi di mana Indonesia menganut kebijakan luar negeri yang bebas aktif, yakni bebas dalam pengertian tidak memihak pada blok keamanan, sedangkan aktif berarti terlibat dalam upaya perdamaian intenasional. Pertimbangan lain kemungkinan adalah Presiden Jokowi ingin dipandang memiliki kebijakan Islam yang moderat, dan aktif dalam membela kepentingan umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Afghanistan, sehingga hal ini diharapkan bisa memberi keyakinan pada publik di dalam negeri bahwa Presiden Joko Widodo tidak memiliki kebijakan anti islam.