Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN PEREMPUAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN DEMAK, PROVINSI JAWA TENGAH Esmi Warassih Pujirahayu; Sulaiman Sulaiman; Dyah Wijaningsih; Derita Prapti Rahayu; Untoro Untoro
Masalah-Masalah Hukum Vol 47, No 2 (2018): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3478.926 KB) | DOI: 10.14710/mmh.47.2.2018.157-166

Abstract

Nelayan perempuan sudah lama dikenal di Indonesia. Nelayan perempuan umumnya berkiprah dalam hal pengolahan hasil perikanan. Keberadaan nelayan perempuan sangat membantu kondisi ekonomi keluarga disebabkan aktivitas nelayan yang ditentukan oleh waktu dalam melaut. Penelitian ini ingin menjawab bagaimana perlindungan hukum yang diberikan terhadap nelayan perempuan dalam melaksanakan aktivitasnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-legal, dengan melihat aspek hukum yang tidak terlepas dari berbagai aspek lain seperti ekonomi, politik, dan sosial-budaya. Penelitian ini menemukan bahwa negara belum sepenuhnya melindunginelayan perempuan. Kerangka hukum perlindungan nelayan belum sepenuhnya tersedia. Keterbatasan berbagai fasilitas telah menyebabkan nelayan tidak bisa mendapatkan haknya sebagai warga negara. Penelitian merekomendasikan agar pemerintah kabupaten segeramelaksanakan secara utuh perlindungan nelayan terhadap nelayan perempuan.
ASSESSING FISHERY LEGISLATION FOR GENDER EQUALITY AND EMPOWERMENT IN FISHERY COMMUNITIES IN INDONESIA Ani Purwanti; Dyah Wijaningsih; Muh. Afif Mahfud; Fajar Ahmad Setiawan
Diponegoro Law Review Vol 6, No 2 (2021): Diponegoro Law Review October 2021
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (841.559 KB) | DOI: 10.14710/dilrev.6.2.2021.172-190

Abstract

The research objective was to analyze the problem of fisherwomen empowerment and gender equality based on legal reviews in Indonesia. The research method used is normative legal studies. The results of the study found that there are discriminatory implications in Law Number 7 of 2016 concerning the Protection and Empowerment of Fishermen, Fish Farmers, and Salt Farmers or commonly referred to as the PEF Act (Protection and Empowerment of Fishermen) which is not in line with the empowerment of fisherwomen and is in conflict with gender equality. The findings make it clear that fisherwomen, unlike other economic actors in the fishing industry, are the most overlooked group rooted in socio-cultural prejudice. The PEF Act does not specifically recognize or even mandate any form of affirmative action for fisherwomen to gain equal access to protection and empowerment programs. This causes fisherwomen who have been culturally forcibly placed in households and away from the fishing industry. But instead, the PEF Act dwarfed the position of women as a mere secondary role in fishery households instead of the main breadwinner. Therefore, this study suggests that the government should make a strict amendment to the PEF Act. Namely recognizing gender equality in the role of fisherwomen and followed by reforming gender mainstreaming in the fisheries bureaucracy to accommodate fisherwomen's rights to access community empowerment programs for fishing communities.
The Impact of Indonesian Law No. 6/2014 on Women’s Political Participation in the Politics of Kelurahan: A Study on Kelurahan’s Community Empowerment Institution (LPMK) in Salatiga, Indonesia Ani Purwanti; Dyah Wijaningsih; Fajar Ahmad Setiawan
Jurnal Dinamika Hukum Vol 19, No 2 (2019)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jdh.2019.19.2.2546

Abstract

In Indonesia, decentralization and democratization have prompted the issue of women’s representation to be brought upon local and small-scale communities. One of the examples is the Indonesian Law No.6/2014 (the Village Act) in which the affirmative action for women’s participation is mandated in village’s representative body. Later, the same action is implemented in the urban counterpart to village’s rural that is Kelurahan, with the same Act –mutatis mutandis-. This article explores the implementation of Law No. 6/2014’s affirmative action to the kelurahan’s representative body, the Community Empowerment Institution or Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) in Salatiga. Acknowledging that there are fundamental differences between village and kelurahan, we found that such a maneuver has caused policy and practical inconsistencies where gender equality clause is omitted and the organization’s structure remains unreformed. Thus, it seems that the implementation of affirmative action for women participation in kelurahan’s politics has been withered before blooming.
Implementasi Asas Kesetaraan Gender Dalam Pewarisan Tanah Di Sumatera Barat (Pewarisan Hak Atas Tanah di Nagari Paninggahan, Kecamatan Junjung Sirih, Kabupaten Solok) Puja Anjela; Ana Silviana; Dyah Wijaningsih
Law, Development and Justice Review Vol 4, No 1 (2021): Law, Development & Justice Review
Publisher : Faculty of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ldjr.v4i1.12203

Abstract

Prinsip Hukum Tanah Nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) UUPA bahwa lakilaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh, mengambil manfaat dan memiliki hak atas tanah, baik untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Namun realitanya sistem kepemilikan tanah adat Minangkabau masih menerapkan sistem kekerabatan Matrilineal dimana menarik garis keturunan yang berasal dari pihak ibu. Hal ini sering berdampak pada sistem pewarisan bahwa ahli waris adalah perempuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji sistem kepemilikan dan pewarisan hak atas tanah khususnya di Nagari Paninggahan sebagai lokasi yang dipilih dalam penelitian ini. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data dikumpulkan dari penelitian lapangan sebagai data primer dan studi kepustakaan sebagai data sekunder. Data yang terkumpul setelah diolah secara sistematis akan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian bahwa di Nagari Paninggahan telah menerapkan asas kesetaraan gender dalam sistem kepemilikan dan pewarisan hak atas tanah dari harta Pusako Tinggi dan Pusako Rendah menurut Adat Minangkabau. Kaum laki-laki tetap memegang kekuasaan dalam kepemilikan tanah harta pusaka.
Optimalisasi Penanganan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Di Kabupaten Wonogiri Dyah Wijaningsih; Esmi Warasih Pudjirahayu; Suteki Suteki; Ani Purwanti; Abdul Djalil; Muh. Afif Mahfud
Administrative Law and Governance Journal Vol 4, No 2 (2021): Administrative Law & Governance Journal
Publisher : Administrative Law Department, Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/alj.v4i2.280-293

Abstract

AbstractThe purposes of this article are to analyze the causing factors of violance against woman and children in Wonogiri regency and optimization treatment over violance against woman and child in Wonogiri regency. This is a sociolegal research with primary data. Those data are collected through focus group discussion and brainstorming to related stakeholders. Based on analysis, it can be concluded that there are several influential factor in violance against woman and children in Wonogiri Regency, namely : (1) social factor; (2) economical factor; (3) additional role; (4) wandering parent. Efforts in countermeasuring violance agains woman and children are : (1) integration and socialization; (2) make educational website and youtube channel; (3) training of early childhood education teacher; (4) premarital education and (5) treatment of childen whose parent in wandering. Keywords : Violance, Victim, Women, Child Abstrak Penelitian ini hendak menelaah mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Wonogiri dan upaya-upaya yang dilakukan untuk optimalisasi penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini merupakan penelitian socio legal. Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui focus group discussion dan brainstorming terhadap para stakeholder perlindungan perempuan dan anak di Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan analisis disimpulkan bahwa : pertama, faktor penyebab kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah ; (1)  faktor sosial; (2) faktor ekonomi; (3) faktor peran tambahan bagi orang tua sebagai pendamping pembelajaran; (4) faktor orang tua di perantauan. Kedua, upaya penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak ; (1) keterpaduan dan sosialisasi; (2) pembuatan website dan channel youtube untuk pembelajaran; (3) pelatihan bagi guru PAUD, (4) pendidikan pranikah; (5) penanganan anak yang orang tuanya merantau Kata kunci : Kekerasan, Korban, Perempuan, Anak 
Pembuatan Sistem Informasi Geografis Potensi Dan Aset Desa Untuk Menunjang Pembangunan Desa Dumpil Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati Abdi Sukmono; Besar Tirto Husodo; Dyah Wijaningsih
Jurnal Pasopati : Pengabdian Masyarakat dan Inovasi Pengembangan Teknologi Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemerintah Desa sebagai unit pemerintahan terkecil di Indonesia memiliki perananan yang sangat penting dalam Pembangunan Nasional. Seiring dengan muncunya Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, memberikan akses yang cukup besar pada desa untuk melaksanakan pembangunan. Selain itu sebagai wujud pelaksanaan UU Desa, pemerintah saat ini juga telah memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap desa dengan memberikan Dana Desa untuk peningkatan infrastruktur desa. Pembangunan desa ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Pelaksanaan pembangunan infrastruktur pedesaan sangat membutuhkan informasi spasial untuk menunjang perencaaan pembangunan yang baik. Sesuai amanah UU Desa Pasal 17 ayat 2 disebutkan tentang informasi spasial berwujud peta desa yang menunjukkan batas wilayah desa.  Peta Desa ini dapat dituangkan dalam bentuk Peta cetak maupun sistem informasi geografis secara online. Untuk memperkuat kebijakan tersebut, Spesifikasi teknis peta desa telah dikeluarkan oleh Badan Informasi Gespasial melalui Perka No 3 Tahun 2016 tentang spesifikasi teknis penyajian peta desa. Namun dalam pelaksanaannya dengan jumlah SDM Informasi Geospasial di Tingkat Daerah yang masih terbatas, belum tentu semua pemerintah daerah telah menyusun Peta Desa. Pemerintah Desa Dumpil sebagai Pelaksana Pemerintahan Desa di Kabupaten Pati menyadari pentingnya informasi spasial dalam perencanaan pembangunan dan publikasi potensi desa. Akan tetapi keterbatasan pengetahuan dasar penyusunan informasi geospasial menjadi salah satu permasalahan utama. Menilik hal tersebut, Universitas Diponegoro sebagai salah satu universitas yang berkomitmen dalam pengembangan masyarakat desa berusaha menjembatani permasalahan tersebut melalui program pengabdian kepada masyarakat untuk menmbuat Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil Program pengabdian kepada masyarakat ini berupa Sistem Informasi Geografis (SIG) Potensi dan Aset Desa Dumpil yang dapat diakses secara online dan diintegrasikan dalam website Desa Dumpil. Keberadaan SIG Potensi dan Aset Desa ini mampu menjadi sarana rujukan perencanaan pembangunan dan publikasi potensi Desa Dumpil.
STUDI KASUS KONFLIK ANTAR NELAYAN AKIBAT PENGGUNAAN ARAD DI PERAIRAN KECAMATAN TEGAL BARAT KOTA TEGAL Muhamad Hanif Yasyfi; Suteki Suteki; Dyah Wijaningsih
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (732.883 KB)

Abstract

Arad merupakan salah satu Alat Penangkapan Ikan (API) yang dilarang dioperasikan di seluruh jalur penangkapan ikan dan di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik indonesia (WPPNRI) melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016 (Permen KP Nomor 71 Tahun 2016 karena tergolong ke dalam pukat hela dasar berpapan (otter trawls). Akan tetapi, pelarangan tersebut tidak dipatuhi oleh nelayan tradisional Tegal Barat sehingga menimbulkan konflik antara nelayan pengguna arad dan nelayan pengguna jaring tradisional (rampus). Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini yaitu pendekatan socio legal dengan jenis data kualitatif-kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Hasil penelitian di dalam penulisan hukum ini antara lain: Pertama, alasan nelayan menggunakan arad antara lain karena ketersediaan ikan yang tidak selalu ada, kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi ketika musim paceklik, dan sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan masyarakat. Kedua, dampak penggunaan arad antara lain mengancam kepunahan biota dan kerusakan habitat, menyangkut jaring rampus hingga rusak, menurunkan hasil tangkap sehingga pendapatan nelayan menurun dan menyebabkan konflik yang berwujud ketidaksetujuan secara terang-terangan berupa pernyataan tegas tentang gagasan yang bertolak belakang dan saling menentang, serta kerapkali beradu mulut pada saat konflik terjadi. Ketiga, model penyelesaian konflik yang dilakukan antara lain arbitrasi, kompromi, dan eliminasi, yang mana ketiganya dilakukan secara beriringan sehingga menyebabkan konflik menjadi mereda.
MANIFESTASI SISTEM EKONOMI KERAKYATAN DALAM BUILD OPERATE TRANSFER (BOT) GUNA MEWUJUDKAN KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL MELALUI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PUBLIK DI INDONESIA Imroatun Akromah; Budi Santoso; Dyah Wijaningsih
Diponegoro Law Journal Vol 7, No 2 (2018): Volume 7 Nomor 2, Tahun 2018
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.133 KB)

Abstract

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui urgensi manifestasi sistem ekonomi kerakyatan dalam Build Operate Transfer (BOT) sehingga pembangunan infrastruktur publik dilakukan demi kepentingan masyarakat guna mewujudkan pemerataan pembangunan sehingga tercipta keadilan dan kesejahteraan sosial. Berdasarkan hasil penelitian bentuk manifestasi sistem ekonomi kerakyatan dalam Build Operate Transfer (BOT) berupa pendataan infrastruktur publik yang ada maupun yang bersifat penting bagi kepentingan publik. Selain itu juga diperlukan pengadaan inisiatif solicited proposal oleh pemerintah daerah yang pembangunannya dilakukan melalui proyek yang bersifat komersial sesuai kebutuhan dan potensi daerah. Pembangunan infrastruktur dilakukan dengan prinsip transparansi sesuai aspirasi publik dan memberdayakan tenaga kerja lokal yang dilakukan sesuai dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan pembangunan infrastruktur publik. Build Operate Transfer (BOT) seharusnya dipayungi regulasi secara khusus untuk menjamin kepastian hukum bagi swasta dalam pembangunan infrastruktur publik tetapi harus tetap berpihak pada kepentingan rakyat.
KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENANGGULANGI PROSTITUSI DI KABUPATEN BELITUNG PROVINSI BANGKA BELITUNG Gunawan Prakoso*, Ani Purwanti, Dyah Wijaningsih
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (503.11 KB)

Abstract

Prostitusi dikalangan masyarakat merupakan bentuk penyimpangan hubungan seksual. Masalah-masalah sosial terkait dengan prostitusi terus berkembang, salah satunya prostitusi liar di daerah Kabupaten Belitung yang begitu cepat berkembang dan menjamur dalam kehidupan masyarakat. Fenomena prostitusi ini sangat menarik untuk dikaji, dikarenakan dari dulu hingga sekarang tetap berlangsung. Prostitusi merupakan suatu perbuatan yang keberadaannya dianggap sebagai perbuatan yang melanggar norma-norma kesopanan, norma-norma adat dan dilarang agama. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengatahui mengapa Peraturan Daerah diperlukan dalam menanggulangi prostitusi dan untuk mengetahui upaya dan hambatan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Belitung dalam mengatasi permasalahan prostitusi. Metode pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis, yakni pendekatan yang menganalisis tentang bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. Selain itu metode ini merupakan sebagai cabang ilmu sosial, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan bersama manusia dengan sesamanya, yaitu pergaulan hidup, dengan kata lain mempelajari masyarakat khususnya gejala hukum dari masyarakat tersebut. Hasil penelitian ini, menujukkan bahwa Peraturan Daerah yang ada belum mampu menanggulangi masalah prostitusi di Daerah Kabupaten Belitung, sehingga diperlukan Peraturan Daerah yang baru. Karena diharapkan dapat mengatasi masalah prostitusi diantaranya persoalan kesehatan, pembinaan dan pengentasan. Upaya dalam menanggulangi prostitusi tersebut diatas adalah kerjasama yang baik antara Satuan Polisi Pamong Praja (SatpolPP), Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Kepolisian dan Masyarakat guna meminimalisir penyebaran Prostitusi. dan Kendala dalam mengatasi masalah prostitusi tersebut diatas yaitu belum maksimalnya implementasi Peraturan Daerah yang mengatur prostitusi dengan demikian Dinas terkait juga tidak dapat melaksanakan program-programnya dengan baik.
OPTIMALISASI ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENANGGULANGI KEMISKINAN (STUDI DI DUSUN TANON DESA NGRAWAN KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG) Rizky Syahid Jamaludin*, Ani Purwanti, Dyah Wijaningsih
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 1 (2017): Volume 6 Nomor 1, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1082.958 KB)

Abstract

Hukum sebagai tatanan sosial mempunyai peranan sebagai pembuat rekayasa sosial yakni sesuai fungsinya sebagai “a tool of social engineering”. Hukum sebagai sarana rekayasa sosial menurut Prof. Satjipto Rahardjo, dapat digunakan untuk mengarahkan  pada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang dipandang tidak perlu lagi dan juga menciptakan pola- pola perilaku baru. Kebudayaan menjadi salah satu variabel yang dapat menjalankan fungsi hukum tersebut sekaligus menjadi solusi dari permasalahan sosial dan juga dalam  mewujudkan era kemenangan masyarakat.  Kemiskinan menjadi salah satu masalah penting yang harus dituntaskan dan dengan menggunakan fungsi hukum sebagai “tool of social engineering” dan menjadikan kebudayaan sebagai salah satu senjatanya, maka permasalahan kemiskinan akan dapat terurai sedikit- demi sedikit.