Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PENGGABUNGAN BUMN SEKTOR PERIKANAN : STRATEGI MEWUJUDKAN KINERJA BUMN YANG EFISIEN DAN EFEKTIF Tenny Apriliani; Mira Mira; Agus Heri Purnomo; Tjahjo Tri Hartono
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 1 (2007): JUNI (2007)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (975.138 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v2i1.5865

Abstract

Kajian mengenai penggabungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor perikanan bertujuan untuk mengkaji kinerja BUMN perikanan sebelum dan setelah dilakukannya kebijakan penggabungan terhadap 4 BUMN Perikanan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari hingga Desember tahun 2006. Tahapan penelitian meliputi pendeskripsian masalah dan perumusan pilihan kebijakankebijakan yang dilakukan secara deskriptif dan penilaian kinerja keuangan dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Hasil penelitian ini diperoleh informasi mengenai kinerja BUMN perikanan sebelum penggabungan dan prediksi kinerja setelah adanya penggabungan. Secara umum, hasil analisis kinerja keuangan keempat BUMN sektor perikanan sebelum penggabungan menunjukkan kinerja buruk. Artinya, perusahaan kesulitan untuk memenuhi kewajiban/utang-utang jangka pendek maupun jangka panjangnya. Kinerja PT Perikanan Nusantara (hasil penggabungan empat BUMN perikanan) pada prinsipnya sangat bertumpu pada unit usaha yang sebelumnya diusahakan oleh PT PSB. Unit usaha ini memiliki bisnis utama (core bussiness) pada kegiatan penangkapan tuna. Disisi lain perkembangan hasil tangkapan ikan tuna yang dilakukan oleh PT. PSB sebagai salah satu satuan unit bisnis PT.Perikanan Nusantara justru mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dua opsi kebijakan yang perlu dipertimbangkan adalah Kebijakan Penguatan Status Hukum dan Kebijakan Pre-Restrukturisasi. Kebijakan yang diusulkan ini selanjutnya diharapkan menjadi landasan dalam mewujudkan langkah-langkah strategis yaitu: (i) Strategi Penajaman Fokus Bisnis; (ii) Strategi Perbaikan Skala Usaha; dan (iii) Strategi Penciptaan Core Competencies. Tittle: The National State Enterprises of Fisheries Sector Merger : Strategy To Realizing Efficient And Effective Government Corporate PerformanceResearch on merging of The National State Enterprises of Fisheries Sector aims to analyze the performance of government corporate on fisheries before and after the merging policy on four governments corporate in Indonesia. This research was conducted from January to December 2006. Methodology used was the problem description and formulation of policy options and followed by assessment of financial performance by financial ratio analysis. The result of the research was information on the performance of government corporate before and after the merger. In general, the financial performance of four governments corporate of fisheries working before merger was poor. The corporations have difficulties to pay short and long term debts. The performance of PT.Perikanan Nusantara (merged corporate of four BUMN), basically it was highly converged on business unit of PT.PSB. This unit has core business on tuna's capture, which experiencing a constant decreasing on its yield. Two policy options should be considered to improve the situation, they are: the law status improvement and pre-restructurization policy. These policies were expected to realize the strategic steps; (i) Sharpening the business focus, (ii) Fixing the business scale and (iii) Core competencies creation.
ASSESSMENT KLASTER PERIKANAN (STUDI PENGEMBANGAN KLASTER RUMPUT LAUT KABUPATEN SUMENEP) Armen Zulham; Agus Heri Purnomo; Tenny Apriliani; Yayan Hikmayani
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 2 (2007): DESEMBER (2007)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2527.211 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v2i2.5870

Abstract

Klaster adalah strategi pengembangan wilayah untuk memanfaatkan potensi ekonomi. Wacana klaster perikanan tidak lepas dari strategi tersebut, tujuannya untuk mendorong pengembangan sentra industri perikanan. Penelitian dilakukan bulan Mei 2007 pada lokasi pengembangan rumput laut di Kabupaten Sumenep yang merupakan contoh daerah sasaran pengembangan klaster rumput laut. Tujuan dari kajian ini adalah: i) mengidentifikasi dan mempelajari berbagai karakteristik konsep klaster dalam hubungannya dengan pengembangan industri perikanan; ii) mempelajari karakteristik dan hubungan unit usaha pada sentra perikanan terkait dengan pengembngan klaster perikanan dan iii) merumuskan strategi pengembangan klaster rumput laut di Sumenep. Penelitian dilakukan dengan survey melalui wawancara dengan responden. Responden yang diwawancara meliputi: pejabat pemerintah, pembudidaya rumput laut, pedagang, pengolah dan eksportir rumput laut, pengusaha jasa transportasi dan tokoh masyarakat setempat. Hasil kajian ini menunjukkan di Sumenep telah ada komponen-komponen pembentuk klaster rumput laut. Penelitian ini juga menunjukkan tejadi konflik horizontal pada usaha perdagangan dan industri pegolahan produk primer menjadi intermediate product. Pada sisi lain hubungan vertikal antar komponen usaha industri rumput laut cenderung mendorong terjadi asimetris informasi terutama antara pembudidaya rumput laut dengan pedagang. Pengkajian ini merekomendasikan kluster rumput laut di Sumenep harus dibangun berdasarkan prinsip: consumer oriented, klaster harus bersifat kolektif, dan kumulatif. Tittle: Assesment of Fisheries Cluster (Development Case of Seaweed Cluster in Sumenep District).Cluster is a strategy for regional development to support local economic potency. The opinion of fisheries cluster will be developed closed to that strategy, with aiming to establish fisheries industrial complex. Research was conducted in Sumenep (Madura) on May 2007as the target area for the establishment of the fisheries cluster complex. The purposes of this research were: i) to identify and study the fisheries industrial cluster complex characteristics related to the development of fisheries industry, ii) to study the characteristic and pattern linkages among industrial units in fisheries center related to institutional development, and iii) to generate suggested recommendation for seaweed cluster industrial complex in Sumenep district. Data were collected through survey in the respected area; the respondents covered the local government officers, seaweed farmers, seaweed processors, local traders, exporters, local transportation services and local leaders. The research findings were: there were many seaweed industry units in Sumenep which can be used as the main component to organize the establishment of the seaweed industrial cluster complex, in order to get horizontal conflict among traders and seaweed processors were existed the seaweed from the farmers. On the other hand, the vertical relationship among industrial units tend to make asymmetric information on price and product criteria between traders and seaweed farmers. This research recommends the seaweed cluster industrial complex in Sumenep can be developed on the basis of: consumer oriented, collective and cumulative approach.
IDENTIFIKASI STRATEGI INTERVENSI SISTEM USAHA PERIKANAN UNTUK MENINGKATKAN PASOKAN IKAN DI LOKASI RAWAN PANGAN Yayan Hikmayani; Rani Hafsaridewi; Agus Heri Purnomo
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 1 (2010): Juni (2010)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1839.566 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v5i1.5791

Abstract

Penelitian terkait dengan pengembangan sistem usaha perikanan dalam rangka mendukung ketahanan pangan telah dilakukan pada Tahun 2009, di lokasi-lokasi yang mewakili wilayah-wilayah yang oleh Badan Ketahanan Pangan dikategorikan sebagai rawan pangan. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi kasus, dengan data yang dikumpulkan menggunakan metode survey. Responden terdiri dari pelaku usaha budidaya ikan dan masyarakat yang dipilih secara purposif masing-masing dari satu desa di kabupaten-kabupaten yang dinyatakan paling rawan pangan terpilih. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan modeling, untuk mengetahui strategi dalam pengembangan usaha budidaya guna pemenuhan konsumsi ikan ideal oleh masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan perlu adanya pembedaan strategi pengembangan sistem usaha perikanan di setiap lokasi, tergantung potensi lokasi masing-masing. Strategi pertama dilakukan dengan mengembangkan usaha perikanan mencakup sistem usaha budidaya mulai dari pembenihan sampai pembesaran serta penumbuhan usaha penyedia jasa input. Strategi lainnya yaitu dengan meningkatkan usaha perikanan yang ada di darah lain terdekat guna mensuplai kebutuhan ikan untuk konsumsi ikan di lokasi rawan pangan. Strategi intervensi dimaksud dapat dilakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi usaha budidaya. Tittle: Development Strategy of Fisheries Farming System to Support Food Security at Food Shortage AreasThis research was to assess fisheries farming system development in supporting food security program in selected food shortage areas according to definition of the Food Security Agency, the Ministry of Agriculture. Research was conducted in 2009 and used survey method. Respondent was selected by using purposive sampling method. Primary and secondary data were used in this study. Data processing was carried out descriptively by using the System Dynamics Modeling Approach to find out appropriate strategy for developing fisheries farming system. Results showed that the fisheries farming system development at each location has different strategy depending on its potential resource. The first proposed strategy is to provide fisheries farming system, starting from seed production to nursery and grow-out culture activities, as well as to develop provider of business inputs. Another strategy is to improve existing fisheries farming system in the areas nearby to supply the needs of fish consumption in food shortage locations.
NILAI EKONOMI PERIKANAN CUCUT DAN PARI DAN IMPLIKASI PENGELOLAANNYA Agus Heri Purnomo; Tenny Apriliani
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 2 (2007): DESEMBER (2007)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1020.458 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v2i2.5867

Abstract

Kajian ini menganalisis aspek sosial ekonomi perikanan cucut dan ikan pari di Indonesia, terkait dengan relevansi aspek tersebut dalam rencana aksi nasional (national plan of action, NPOA) untuk sumberdaya elasmobranchii. Pengambilan data dilakukan pada periode Agustus 2004 - November 2005 di lokasi-lokasi pendaratan utama, yaitu Tanjung Luar (NTB), Kedonganan (Bali), Sungai Kakap (Kalbar), Sungai Liat (Bangka Belitung), Muara Angke (Jakarta) dan Batang (Jateng) serta beberapa lokasi pendukung. Analisis deskriptif tabulatif yang dilakukan terhadap data-data tersebut, menunjukkan bahwa produksi cucut dan ikan pari memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan nelayan, baik yang menangkap cucut sebagai target utama maupun hasil sampingan. Di lokasi dimana cucut atau pari merupakan target utama, yaitu Tanjung Luar, Sungai Liat, dan Sungai Kakap, setiap ABK memperoleh pendapatan berturut-turut sebesar Rp 20,8 juta, Rp 24,1 juta dan Rp 8,5 juta per tahun. Nilai ini sebanding dengan tambahan pendapatan yang diperoleh ABK di lokasi dimana cucut atau pari merupakan hasil samping (Kedonganan dan Batang), yakni sebesar masing-masing Rp 27,7 juta dan Rp 22,4 juta pertahun. Nilai ekonomi perikanan cucut dan pari juga terkait dengan nilai tambah dari aktivitas pengolah, pengrajin, tukang potong, kuli angkut, dsb. Hasil analisis selanjutnya menunjukkan adanya peluang untuk menyusun sebuah NPOA yang selaras dengan kepentingan ekonomi nelayan, misalnya dengan meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan sehingga penurunan volume tangkapan tidak harus menyebabkan turunnya pendapatan. Sejauh ini, nilai tambah perikanan cucut dan pari bervariasi; misalnya, 3,5 % untuk cucut dan 23% untuk pari di Kedonganan, jauh dibawah nilai tambah cucut di Sungai Kakap (290%) dan pari di Batang (75%). Implikasi dari hasil ini adalah pentingnya upaya penciptaan nilai tambah disamping perlunya kajian lanjutan untuk merumuskan mekanisme teknis untuk mengurangi volume produksi sesuai dengan kondisi lapang. Tittle: Economic Value of the Shark and Ray Fishery and their Management ImplicationThis study analyses the socio-economic aspects of Indonesian shark and ray fisheries as related to the relevance of these aspects in a National Plan of Action (NPOA) for elasmobranchii resources. Data were collected in the period of August 2004 to November 2005 in primary shark and ray landing places, namely Tanjung Luar (NTB), Kedonganan (Bali), Sungai Kakap (Kalbar), Sungai Liat (Bangka Belitung), Muara Angke (Jakarta) and Batang (Jateng) and a number of complementary locations. A tabulated-descriptive analysis shows that shark and ray production contributes significantly to the income of the fishers, both who produce shark and ray as main targets and by-catches. In locations where shark or ray is the main target, namely Tanjung Luar, Sungai Liat, dan Sungai Kakap, an individual crew fisher would, respectively, earn as much as Rp 20.8 million, Rp 24.1 million and Rp 8.5 million annually. These values by and large match with the annual additional income earned by every crew producing shark or ray as by-catch in Kedonganan and Batang, who would receive Rp 27.7 million and Rp 22.4 million. A further analysis shows an opportunity to formulate an NPOA which is parallel with the fishers' economic interests, namely through the improvement of added values in such a way that reduction in catch will not necessarily cause decreases in income. So far, the value added for fisheries commodities is various; for example, 3.5 % for shark and 23% for ray in Kedonganan, as compared to shark value added in Sungai Kakap (290%) and ray value added in Batang (75%). The implication of this research is that efforts directed to the creation of value added and the formulation of technical mechanism to reduce production become essential in developing a workable NPOA.
SIKLUS ADAPTIF, RESILIENSI DAN ISU KEBERLANJUTAN DI SEGARA ANAKAN Agus Heri Purnomo; Siti Hajar Suryawati
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2009): DESEMBER (2009)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2745.575 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v4i2.5827

Abstract

Laguna Segara Anakan merupakan sebuah ekosistem yang sangat dinamis, dengan interaksi yang kuat antara aspek sosial dan ekologis. Oleh karena itu, laguna tersebut dapat dijadikan kasus acuan yang sempurna bagi kalangan ilmiah maupun pengambil kebijakan dalam rangka merumuskan kebijakan pengelolaan bagi keberlanjutan sumber daya dan lingkungan. Sejalan dengan itu, sebuah penelitian dilaksanakan dengan fokus pada penggambaran interaksi sosial-ekologis dari laguna. Tulisan ini merupakan bagian dari penelitian tersebut, yang dilaksanakan dengan pendekatan sistem sosial-ekologis. Data dikumpulkan pada Bulan Juli-Desember 2009 dengan pendekatan kasus pada 3 (tiga) dusun, terutama melalui wawancara terhadap responden-responden kunci yang ditentukan secara purposif. Dusun-dusun tersebut dipilih berdasarkan keterwakilan dominansi masyarakat di laguna, yaitu masyarakat petani (Dusun Bugel), masyarakat pembudidaya (Dusun Bondan), dan masyarakat campuran (Dusun Lempong Pucung). Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui siklus adaptif sosialekologi, penyesuaian sosial telah berlangsung mengikuti dinamika ekologis yang ada. Jenis dan struktur mata pencaharian terus berkembang menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Sementara itu, visi masyarakat mengalami perubahan; sebagian dari masyarakat mengalami transformasi dari 'manusia maritim' menjadi 'manusia darat'. Hasil yang diperoleh juga menunjukkan adanya indikasi yang kuat bahwa dalam konteks sosial, perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari perubahan aspek ekologi laguna; produktivitas kelautan menurun, kegiatan di daratan menjadi meningkat. Sejauh ini, teridentifikasi sejumlah pilihan kebijakan, termasuk di antaranya beberapa pendekatan rekayasa fisik dan sosial yang dimaksudkan untuk menghentikan degradasi lingkungan yang berlanjut. Tittle: Adaptive Cycle, Resilience and Sustainability Issue in Segara Anakan.Segara Anakan Lagoon represents one of the nation's most rapidly changing natural resource base and environments, and where in ecological dynamics interact intensively with the social aspects. This makes the lagoon a perfect case for the scientific communities and development agents to draw lessons and syntesize policy recommendation related to resource and environmental issues, particularly those pertaining to the frequently raised issue of sustaibable development. In line with it, a study which focuses on portraying the social-ecological interactions of the lagoon is carried out. This paper is a part of the study, presenting a result, which draws upon the social-ecological system methodological approach. Data were collected through a series of survey involving side visits to 3 dusuns and interviews with key respondents from the dusuns, carried out in July to December 2009. The dusuns were selected to represent locations in the lagoon inhabited respectively by predominant farming communities (Dusun Bugel), aquaculture communities (Dusun Bondan), and mixed communities (Dusun Lempong Pucung). In general, the study shows that through social-ecological adaptive cycles, social adjustments have been taking place following the existing ecological dynamics. Livelihood types and structure are constantly developing to adjust to the changing environment. Meanwhile, people's visions are no longer the same; part of the communities obviously is transforming from 'maritime people' to 'terrestrial people'. On the other part, the study also shows strong indications that such changes in the social context is starting to impact on the ecological aspect of the lagoon; marine productivity is declining while terrestrial outputs are inreasing. At this stage, we can make it clear that a number of public policy options are available, including some social and physical engineering approaches directed toward stopping further environmental degradation.
STRATEGI PENINGKATAN DAN ALOKASI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK UNTUK PENINGKATAN OPERASIONAL LAYANAN PELABUHAN PERIKANAN Siti Hajar Suryawati; Yayan Hikmayani; Agus Heri Purnomo
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 2 (2010): DESEMBER (2010)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.126 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v5i2.5802

Abstract

Penelitian ini merupakan analisa tentang upaya meningkatkan penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) pelabuhan perikanan yang dilakukan pada bulan Juni – Agustus 2009. Penelitian dilakukan denganpendekatan studi kasus, yang didasarkan pada hasil pengamatan dan analisis pada pelabuhan perikanan sampel yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS). Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) dan Pelabuhan Perikanan pantai (PPP). Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Analisis data menggunakan metode SWOT (at). Hasil penelitian ini menghasilkan identifikasi strategi peningkatan layanan melalui optimal strength, Weakness, Opportunity, There sasi PNBP pelabuhan perikanan. Dari hasil analisis, teridentifikasi beberapa strategi kunci untuk peningkatan PNBP yaitu: (a) memaksimalkan kualitas layanan jasa dengan sarana prasarana yang ada; (b) perbaikan dan penambahan sarana-prasarana pelabuhan; © peningkatan kapasitas sumberdaya manusia; (d) meningkatkan kerjasama dengan institusi terkait; dan (e) peningkatan pengawasan serta perbaikan aturan serta implementasinya. Implikasi dari hasil kajian ini adalah perlunya kebijakan pengalokasian dana PNBP yang memberikan prioritas pada hal-hal yang tercakup dalam daftar strategi kunci tersebut. Tittle: Strategy to Increase and to Optimize Allocation of Non-Tax State Revenues for Better Services of Fishing Ports,This research is analysis on strategy to increase and optimize allocation of non-tax state revenue (PNBP). It uses a case-study approach combining with observation on selected fishing ports according to their classification: Oceanic Fishing Port (PPS), Inter-island Fishing Port (PPN), and Fish Landing Place (PPI). This research collects primary and secondary data while analytical method use a ‘SWOT’. Results show that four strategies to increase and optimize allocation of non-tax state revenue were identified, namely: (a) maximizing the quality of services using the existing facilities and infrastructure; (b) improving and adding the port facilities and infrastructure; (c) improving the capacity of human resources; (d) enhanching collaboration among related institution; and (e) improving surveillance and improving the regulations and their implementation. It then recommends allocation policy of PNBP by prioritizing services.
DAMPAK PEMBERITAAN PENYALAHGUNAAN FORMALIN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Yayan Hikmayani; Siti Hajar Suryawati; Agus Heri Purnomo; Zahri Nasution
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 1 (2007): JUNI (2007)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (147.091 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v2i1.5864

Abstract

Riset dampak pemberitaan penyalahgunaan formalin di sektor kelautan dan perikanan telah dilakukan pada tahun 2006. Riset ini bertujuan untuk melihat sejauhmana dampak yang ditimbulkan akibat pemberitaan tentang penyalahgunaan formalin di sektor kelautan dan perikanan pada produsen dan konsumen. Pendekatan studi digunakan melalui analisis kebijakan. Data primer dan sekunder dirumuskan sesuai keperluan analisis kebijakan ini yaitu penelusuran terhadap dampak pemberitaan formalin terhadap produsen dan konsumen di sektor kelautan dan perikanan. Kemudian data hasil verifikasi dan survey lapang yang berasal dari kuesioner dan catatan lapangan (field notes) diolah secara deskriptif untuk mendapatkan interpretasi logis. Lokasi studi ditetapkan secara sengaja (purposive) dengan kriteria tersebut merupakan sentra penanganan dan pengolahan produk perikanan dan diberitakan banyak menggunakan bahan kimia formalin yaitu Jawa Barat (Karawang), Jawa Tengah (Semarang), DKI Jakarta dan Bandar Lampung. Hasil studi menunjukkan bahwa bagi produsen yang meliputi nelayan, pengolah dan pembudidaya ikan dampak negatif dari pemberitaan formalin adalah menurunnya permintaan ikan hasil tangkapan dan olahan sehingga pendapatan nelayan dan pengolah menjadi berkurang, sedangkan bagi konsumen dampak negatifnya konsumen jadi takut mengkonsumsi ikan laut dan hasil olahan sehingga lebih memilih mengkonsumsi tempe/tahu dan telur. Dampak positifnya bagi produsen baik nelayan dan pengolah yaitu sebagian dari mereka jadi mengetahui bahwa formalin tersebut membahayakan dan berusaha tidak menggunakan lagi. Dampak positif bagi konsumen bertambah pengetahuan tentang bahaya formalin sehingga mereka akan lebih hati-hati dalam mengkonsumsi ikan dan untuk sementara konsumsi ikan mereka dialihkan ke ikan hasil budidaya yang banyak dijual dalam kondisi hidup. Tittle: The Impact of Announcement on The Mis-used of Formalin in Marine and Fisheries SectorResearch on impact of mis-used of formalin in marine and fisheries sector have been done in 2006. The aim of the research was to show the impact of announcement on the mis-used of formalin to producers and consumers. Policy analysis approach was used as the method of study. Primary and secondary data were formulated accordingly to meet the requirement of the policy analysis, that is impact of media release on both side of producers and consumers. Verified data and field survey processed descriptively to build logical interpretation.The locations of study were specified in purpose to represent the center of handling and processing of fisheries product indicated with formalyn abuse. These location were West Java (Karawang), Central Java (Semarang), DKI Jakarta and Bandar Lampung. The results of study showed that the negative impacts of the news on formalin abuse to the producers were decreasing on demand of catch and processed fish products, which in turn reduce the income of the fisherman and fish processors. On the other side, the consumer shift their preference to other products such as tempe, tofu and eggs. The positive impacts to the fisherman and fish processors were the knowledge of the danger of formalin abuse on their products and they avoid to use the chemical. The positive impact on fish consumers were the awareness on formalin use on health arose and temporary their fish consumption shifted to the aqucultured fish which sold in living form.
EFEK KESEJAHTERAAN DARI KESEPAKATAN KEMITRAAN EKONOMI BILATERAL INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT TERKAIT PERDAGANGAN HASIL PERIKANAN Tajerin Tajerin; Agus Heri Purnomo; Sastrawidjaja Sastrawidjaja
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 1 (2010): Juni (2010)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (622.776 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v5i1.5793

Abstract

Momentum liberalisasi perdagangan akhir-akhir ini semakin menguat, sehingga mendorong Indonesia melakukan kesepakatan kemitraan ekonomi bilateral dengan negara mitra dagangnya seperti Amerika Serikat. Penelitian mengenai aspek kesejahteraan (surplus konsumen, surplus produsen dan surplus agregat) dari kesepakatan kemitraan ekonomi bilateral antara Indonesia dengan Amerika Serikat (Indonesian and United States of American Economic Partnership Agreement / IUSEPA) terkait dengan perdagangan hasil perikanan dilakukan pada tahun 2009. Data yang digunakan bersumber dari basis set data terintegrasi dari tiga database perdagangan dunia yang dimiliki WTO, TRAINS-UNCTAD dan UNSDCOMTRADE melalui penggunaan software WITS yang dikembangkan World Bank. Analisis dilakukan dengan pendekatan “SMART Model” dengan bantuan Software WITS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IUSEPA memberikan efek positif terhadap kesejahtaraan berupa surplus konsumen, surplus produsen dansurplus agregat. Besaran efek surplus produsen baru terlihat efeknya pada pemotongan tarif impor perikanan sebesar 80% dan 100%, masing-masing sebesar US$ 40,437 ribu dan sebesar US$ 704,162 ribu. Demikian pula dengan efek surplus agregat, pada pemotongan tarif impor perikanan tersebut masingmasing memberikan efek total kesejahteraan sebesar US$ 28,033 ribu dan sebesar US$ 234.748 ribu. Dari perspektif sektoral, khususnya terkait dengan perdagangan hasil perikanan dalam kerangka IUSEPA, Indonesia perlu mengusulkan pemotongan tarif impor 80-100% atau pemberlakuan tarif impor 0 – 7%kepada pihak Amerika Serikat. Tittle: Welfare Effect of Indonesia and United States of America Economic Bilateral Partnership Agreement Related with Fishery Trade.The intensified momentum of trade liberalization requires Indonesia to develop bilateral economic partnership agreement with its trading partners such with the United States. This research is an evaluation welfare aspects (consumer surplus, producer surplus and the aggregate surplus) of fishery products from bilateral economic partnership agreement between Indonesia and the United States of America (Indonesian and United States of American Economic Partnership Agreement /IUSEPA) in 2009. This research use integrated set database from three world trade databases (WTO, TRANS-UNCTAD and UNSD COMTRADE) with applying WITS software developed by the World Bank. It applied Smart Model approach using WITS software for analysis. The results of this research showed that IUSEPA has a positive effect on welfare in the form of consumer, producer and the aggregate surplus. Reducing import tariff by 80 and 100 per cent provided significant effect on producer surplus by US$ 40,437 and US$ 704,162 respectively. Similarly, the reduction resulted aggregate surplus and welfare effect by US$ 28,033 and US$ 234.748 respectively. From the sectoral perspective, Indonesia need to negotiate reduction tariff for fishery product up 80-100 per cent or put the import tariff into effect 0-7 per cent for United States under the IUSEPA framework.
ANALISIS EX-ANTE KEBERLANJUTAN PROGRAM MINAPOLITAN Siti Hajar Suryawati; Agus Heri Purnomo
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2011): Juni (2011)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2791.018 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v6i1.5756

Abstract

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus – Desember 2010, bertujuan untuk: (i) menentukan indeks keberlanjutan program minapolitan di lokasi sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri No. KEP 32/MEN/2010, (ii) mengidentifikasi atribut pengungkit, dan (iii) menyusun arahan kebijakan. Indeks keberlanjutan diukur untuk enam (6) dimensi keberlanjutan minapolitan, yang jenisnya ditetapkan berdasarkan pendalaman literatur: ekologi, ekonomi, politik, sosial-budaya, hukumkelembagaan, dan teknologi-infrastruktur. Data primer dari hasil mail survey ke 197 kabupaten/ kota dianalisis dengan teknik ordinasi Multidimensional Scalling (MDS) menggunakan perangkat RAP-Minapolitan, yang dimodifikasi dari perangkat RAPFISH (Rapid Appraisal for Fisheries). Analisis ini digunakan untuk menduga prospek keberlanjutan berdasarkan pengukuran variabel-variabel kini. Hasil analisis menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan program minapolitan untuk keenam dimensi adalah sebagai berikut : ekologi kurang berkelanjutan; ekonomi kurang berkelanjutan; politik sangat berkelanjutan; sosial-budaya cukup berkelanjutan; hukum-kelembagaan sangat berkelanjutan; teknologi-infrastruktur kurang berkelanjutan. Hasil kajian menunjukkan bahwa atribut pengungkit untuk masing-masing dimensi memerlukan prioritas kebijakan untuk meningkatkan peluang keberlanjutan program minapolitan. Atribut-atribut tersebut adalah: Jarak lokasi usaha perikanan dengan pemukiman, kejadian kekeringan, produktivitas usaha (dimensi ekologi); Ketersediaan SDM perikanan (dimensi ekonomi); Sinkronisasi kebijakan pusat – daerah, trend politik lokal dan dominasi kelompok politik tertentu (dimensi politik); Akses masyarakat terhadap perikanan dan peran masyarakat adat (dimensi sosial-budaya); Ketersediaan industri pengolahan limbah (dimensi teknologi-infrastruktur). Tittle: Ex-ante Analysis of the Minapolitan Program SustainabilityThis research was conducted in August – December 2010, and aimed to (i) determine the sustainability index of minapolitan programs in locations referred to in the Ministerial Decree No. KEP 32/MEN/2010, (ii) identifying leverage factors (attributes), and (iii) formulate the relevant policy direction. The sustainability indexes were measured for six (6) minapolitan sustainability dimensions, based on literature reviews of ecology, economy, politics, social and culture, legal and institution, and technology and infrastructure dimensions. Primary data collected from the mail survey to 197 districts/municipalities listed in the decree were analysed following the multidimensional scalling (MDS) approach using the RAP-Minapolitan software, which was a modification of the RAPFISH (Rapid Appraisal for Fisheries) software. This analysis method can be used to assess sustainability prospects based on the measurement of current conditions of relevant variables. Results of this research show that the sustainability indice of the minapolitan program for the six dimension are: ecology less sustainable; economy less sustainable; politics very sustainable; social and culture fairly sustainable; legal and institution very sustainable; and technology and infrastructure (less sustainable). Results of this research show that leverage factors (attributes) of each dimension need prioritized policy to impove sustainability prospect of the minapolitan program. These are: distance between fisheries business center and residence complexes, business productivity (ecologic dimension); fishery human resources (economy dimension); state – region policy synchronization, trend of local politics and domination of particular political groups (political dimension); people access to fishery and customary community role (social-culture imension); availability of waste treatment facility (technology and infrastructure dimension).
SALURAN, MARGIN DAN EFISIENSI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI SENTRA KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN SUMBAWA Hikmah Hikmah; Agus Heri Purnomo
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 3, No 2 (2017): DESEMBER 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2152.88 KB) | DOI: 10.15578/marina.v3i2.7325

Abstract

ABSTRAKKomoditas rumput laut merupakan salah satu komoditas yang mampu meningkatkan ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan devisa, namun mengalami permasalahan pada aspek pemasaran terutama menyangkut lembaga, saluran, dan jaringan serta pola pemasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola saluran, margin dan efisiensi pemasaran yang diperoleh masing-masing lembaga. Data dikumpulkan dengan observasi dan wawancara, di mana populasi dalam penelitian ini adalah pembudiaya rumput laut, pengumpul rumput laut, eksportir dan industri pengolahan rumput laut di daerah Kabupaten Sumbawa. Pemilihan sampel (responden) pembudidaya rumput lautdigunakan metode purposive sampling, sedangkan sampel pedagang digunakan metode snowball sampling. Analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif berdasarkan analisis biaya danmargin pemasaran serta perhitungan pangsa (farmer’s share). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola saluran pemasaran rumput laut di sentra kawasan minapolitan Kabupaten Sumbawa terbagi menjaditiga, dimana saluran pemasaran saluran 1 lebih panjang dibanding saluran pemasaran 2 dan 3. Saluran yang paling efisien terjadi pada saluran pemasaran 2 dimulai dari pembudidaya dijual ke pengumpullokal 2 diteruskan pedangang besar di Lombok kemudian ke eksportir Surabaya dan berakhir di pabrik mancanegara. Pada saluran ini merupakan saluran yang relatif lebih pendek dan margin yang kecil13,3 % atau Rp. 1000,- (per kilogram) serta nilai farmer’s share (86,67 %) yang paling besar dibanding saluran 1 dan 2. Untuk itu, perlu dukungan kebijakan untuk menguatkan saluran pemasaran 2 denganmeningkatkan keberpihakan terhadap pembudidaya rumput laut yang tercermin dari besaran farmer’s  shere.Title: SeaweedMarketing Channels, Margin and Efficiency in The Minapolitan Area of Sumbawa DistrictSeaweed is a commodity that could improve the community economic, absorb labor and increase foreign exchange. However, problems occur in marketing particularly related to institutions, channels, networks and marketing patterns. This study aims to determine the channel patterns, margins and marketing efficiency obtained by each institution. Data was collected by observations and interviews toward seaweed growers, seaweed collectors, exporters and seaweed processing industries in theSumbawa Regency. Samples (respondents) of seaweed cultivators were selected using purposive sampling method, while the merchant samples were selected using snowball sampling method. Quantitative descriptive approach was used to analyzed the data based on analysis of marketing costs and margins as well as share calculations (farmer’s share). The study suggests that the seaweed marketing channel pattern in minapolitan area of Sumbawa Regency was divided into three, wheremarketing channel 1 were longer than marketing channel 2 and 3. The most efficient channel occurred in marketing channel 2 starting from farmers to local collectors 2, forwarded to wholesellers in Lombok, then to Surabaya exporters and ended up in foreign factories. This is a relatively shorter channel with small margin of 13.3% or Rp. 1000, - (per kilogram) and has the highest value of farmer’s share (86.67%)compared to channel 1 and 2. Therefore, policy is necessary to strengthen marketing channel 2 by supporting seaweed farmers as reflected in farmer’s share percentages.