Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

PENERAPAN MENDENGARKAN AL-QUR’AN SURAT AL WAQI’AH DAN TERJEMAHANNYA UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN ELEKTIF BEDAH DIGESTIF Sandra Sandra; Debie Dahlia; Liya Arista; Yunisar Gultom
Jurnal Ners Indonesia Vol 11, No 2 (2021): MARET 2021
Publisher : Fakultas Keperawatan, Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31258/jni.11.2.181-191

Abstract

Kecemasan dapat menjadi komplikasi sebelum pembedahan dan dapat memengaruhi pemulihan pasca operasi sehingga menambah lamanya hari rawatan pasien di rumah sakit. Kecemasan sebelum operasi, mengubah status metabolisme pasien dan memengaruhi respon stres perioperatif. Tujuan evidence based nursing (EBN) untuk mengidentifikasi efektifitas mendengarkan Al-Qur’an surat Al Waqi’ah dan terjemahannya dalam mengurangi kecemasan pada pasien bedah digestif. EBN ini menggunakan quasi eksperimen yang melibatkan 8 partisipan di ruang perawatan bedah digestif dengan penilaian pre dan post intervensi, serta 30 menit sebelum pasien ke kamar operasi. Hasil analisis uji independent t-test, bahwa ada perbedaan signifikan rerata tingkat kecemasan berdasarkan STAI dengan p=0,03 (CI 95%). Kesimpulan: Mendengarkan Al-Qur’an surat Al Waqi’ah dan terjemahannya dapat dijadikan intervensi keperawatan manajemen menurunkan tingkat kecemasan pada pasien sebelum menjalani bedah digestif
Perbaikan Klinis Kaki Diabetik Menggunakan Terapi Akupunktur Tommy Indra; Dewi Gayatri; Debie Dahlia; Liya Arista
Jurnal Keperawatan Silampari Vol 5 No 2 (2022): Jurnal Keperawatan Silampari
Publisher : Institut Penelitian Matematika, Komputer, Keperawatan, Pendidikan dan Ekonomi (IPM2KPE)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.878 KB) | DOI: 10.31539/jks.v5i2.3481

Abstract

This study aims to identify and analyze the effect of acupuncture therapy on diabetic foot disorders. The design of this study was a systematic review by searching five scientific databases to obtain relevant sources related to specific problems related to acupuncture therapy in reducing disorders of the diabetic foot, namely Pubmed, Scientidirect, Springer Journals, Scopus, and Sage Journals. The research results were 3103 articles, and five articles were relevant and met the criteria. The use of acupuncture therapy affects disorders of the diabetic foot, namely a significant reduction in symptoms such as a prickling sensation or burning feet, numbness, to pain, and as an alternative therapy option in diabetic neuropathy sufferers. In conclusion, acupuncture effectively treats diabetic foot disorders and can be applied to nursing care as a non-pharmacological therapy. Keywords: Acupuncture, Diabetic Foot, Neuropathy
Penerapan Program Pemberdayaan Keluarga Sebagai Upaya Meningkatkan Status Fungsional Klien dan Kesiapan Keluarga Merawat Klien Stroke Liya Arista; Elly Nurachmah; Tuti Herawati
Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia Vol 10 No 04 (2020): Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Volume 10 Nomer 04 Tahun 2020 : Keperawatan Kelu
Publisher : STIKIM Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.661 KB) | DOI: 10.33221/jiiki.v10i04.811

Abstract

Introduction: Stroke is a condition of brain function loss due to disturbance in cerebral blood flow that occurs more than 24 hours. The difficulties and dysfunction are caused by brain damage entail long-term disorders of physical and mental balance, so that the patients depend on their families. Objective: The aim of this study was to assess the impact of the family empowerment program on the functional status of patients after stroke and also family preparedness to taking care the patients at home. Method: The study design was a quasi-experiment design with pretest-posttest control group approach using 25 respondents. Groups were divided into a control group (n=12) and intervention group (n=13). Results: The results showed that is no significant difference between functional status in both groups after the intervention, but there is a significant difference in family preparedness to taking care for stroke survivors between the control and intervention groups (p = 0.004 at α = 0.05). Conculsion: Based on the results, the provision of family empowerment program as a preparation for discharge planning could be one of the nursing interventions for families to giving a care for stroke survivors at home
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS HIDRASI MAHASISWA PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Liya Arista; Abdul Aziz Wahyudin
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah Vol. 4 No. 2 (2021): November 2021
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32584/jikmb.v4i2.669

Abstract

Stunting atau tinggi badan di bawah normal masih menjadi masalah kesehatan anak diIndonesia. Stunting merupakan Melakukan aktivitas di daerah tropis memerlukan asupancairan harian yang cukup. Asupan cairan sangat diperlukan karena memiliki fungsi pentingseperti berperan dalam pelarut berbagai senyawa dan molekul, berperan dalam pengaturansuhu tubuh, sebagai pelumas pada sendi, sebagai media transportasi, dan juga untukmempertahankan struktur dan fungsi normal sel. Apabila hidrasi tubuh mengalamiketidakseimbangan kurang cairan (dehidrasi) atau kelebihan cairan (overhidrasi) akanmenyebabkan terganggunya kesehatan (Sulistomo et al,. 2014). Dehidrasi didefinisikansebagai keadaan defisit air di dalam tubuh, yakni ketika tubuh kehilangan cairan melebihi daricairan yang di konsumsi (Sembulingam, 2012). Keseimbangan cairan tubuh merupakanjumlah cairan yang masuk dan keluar dalam porsi yang seimbang. Melalui mekanismekeseimbangan, manusia berusaha supaya cairan dalam tubuh selalu berada dalam jumlahyang tetap (Almatsier, 2009).
Isometric Exercise of Quadriceps and Gluteal Muscle in Patient with Close Femur Fracture Sri Wirayuni; Liya Arista
J I K O (Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi) Vol 5, No 1 (2021): JIKO (Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi)
Publisher : LPPM AKPER FATMAWATI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46749/jiko.v5i1.56

Abstract

Femur fracture is a fracture in the largest bone in the body. The femur requires significant force to fracture. One of the treatments for femoral fracture is reduction and immobilization using traction. Immobilization in traction-attached patients before preoperatively requires isometric exercises to maintain muscle strength. Isometric exercise is a muscle contraction exercise, the patient contracts the muscles without moving the muscles to maintain muscle and prevent atrophy. The purpose of this paper is to identify the effectiveness of isometric exercises to increase isometric muscle strength in patients with lower limb fracture. The methodology used is a case study. The application of isometric exercises can increase muscle strength in patients with skin traction attached. Nurses need to pay attention to factors that can affect the patient's ability to perform isometric exercises so that the results obtained can be more optimal and the patient experiences an increase in the ability of his limbs. Keywords : Isometric Exercises; Muscle Strength, lower limb fracture
Improvement of Obesity Events Through Online Fast Food Dating Patterns at University X Students in Depok City Yasmin Az Zahrah; Liya Arista
J I K O (Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi) Vol 5, No 1 (2021): JIKO (Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi)
Publisher : LPPM AKPER FATMAWATI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46749/jiko.v5i1.55

Abstract

The fast-food online diet can outweigh obesity. The research was conducted on students because students were at the stage of adulthood where metabolism slows down and the trend of ordering food online is mostly done by students. This study identified the relationship between fast food online diet, physical activity, and genetic history with obesity. The research design used was cross sectional with a population of all University X students class 2016-2019 and a total sample of 164 respondents. Data obtained from the FFQ and IPAQ questionnaire sheets through the online G-form. The results of the bivariate analysis with the Chi-Square test showed that there was no significant relationship between online fast food eating patterns and BMI / obesity (p> 0.005), likewise for physical activity variables also did not show a significant relationship with obesity (p = 0.746) However, for genetic history, there was a significant association with obesity (p
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORTALITAS PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR COSTA: Literature Review Anna Tri Wahyuni; Masfuri - Masfuri; Liya - Arista
Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Ilmu Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52020/jkwgi.v6i2.4151

Abstract

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORTALITAS PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR COSTA: Literature  Review Anna Tri Wahyuni1), Masfuri2),  Liya Arista3)1,2,3 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia  ABSTRAK  Cedera paling umum yang terjadi pada trauma tumpul adalah fraktur costa (patah tulang iga/rusuk) dimana mekanisme cedera berpotensi mengancam jiwa. Pasien fraktur costa yang menunjukkan tingkat keparahan trauma lebih dari 90% melibatkan kepala, perut dan ekstremitas. Nyeri yang dirasakan akibat dari fraktur costa berkontribusi pada gangguan pernafasan, peningkatan resiko pneumonia dan gagal nafas yang meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Pedoman penanganan fraktur costa sangat dibutuhkan untuk terjadinya komplikasi.  Studi literature ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas pada pasien fraktur costa. Metode penulisan artikel ini menggunakan literature review yang didapat melalui 5 online database yaitu Sage Publishing, Science Direct, SpringerLink, Pub Med dan Google Scholar. Kriteria inklusi jurnal terkait meliputi: free fulltext, berbahasa Indonesia atau Bahasa asing lainnya, metode penelitian prospective, retrospective, case-control, cohort dan terbit antara tahun 2004-2021. Kata kunci yang yang digunakan dalam pencarian adalah “Respiratory depression OR Respiratory failure AND fraktur ribs AND Mortality”. Dari pencarian artikel diperoleh hasil akhir sebanyak 7 artikel yang relevan dan dilakukan proses review. Artikel tersebut menunjukkan hasil bahwa angka mortalitas dipengaruhi oleh faktor usia, skor keparahan cedera, jumlah patah tulang rusuk, dan implementasi penanganan infeksi. Faktor usia, tingkat keparahan cedera dan jumlah tulang rusuk yang patah menentukan tinggi rendahnya angka mortalitas pasien fraktur costa. Penanganan yang tepat dan manajemen nyeri yang sesuai dapat mempengaruhi penurunan angka morbiditas dan mortalitas pasien dengan fraktur costa. Pengembangan intervensi perawatan pasien fraktur costa terkait manajemen nyeri dan kontrol infeksi menjadi penelitian menarik selanjutnya.Kata kunci : Depresi pernafasan, gagal nafas, fraktur iga, angka kematian, angka kesakitanABSTRACT The most common injury in blunt trauma is a rib fracture, where the mechanism of injury is potentially life-threatening. Patients with rib fracture whose severity of the injury is greater than 90% are associated with damage to the head, abdomen, and extremities. Pain from rib fractures contributes to respiratory failure, increasing the risk of pneumonia and respiratory failure, which increases morbidity and mortality. Recommendations are needed for the treatment of complicated rib fractures. This literature study aims to analyze the factors that influence mortality in rib fracture patients. The method of writing this article uses a literature review sourced from 5 online databases, namely Sage Publishing, Science Direct, SpringerLink, Pub Med, and Google Scholar. The inclusion criteria for related journals included: free full text, in Bahasa  or another foreign language, prospective, retrospective, case-control, cohort study method, and published between 2004 and 2021. Keywords used in the search were: "respiratory depression OR respiratory failure AND rib fractures AND death." From the article search results, we obtained 7 relevant articles which are the final results and a review process is carried out. The article showed that mortality was influenced by age, injury severity score, number of rib fractures, and infection control practices. The mortality rate of patient with rib fracture is determined by Factors such as age, severity of injury, and number of rib fractures. Appropriate care and adequate pain management can help reduce morbidity and mortality in patients with rib fractures. Another interesting research is the development of interventions in the treatment of rib fracture patients related to pain management and infection control.Key words: respiratory depression; respiratory failure; rib fracture; mortality; morbidity.  Alamat korespondensi: RSUD Dr.Kanujoso Djatiwibowo Jalan MT.Haryono No 656 Ringroad BalikpapanEmail: annazahra30@gmail.com  PENDAHULUAN Fraktur costa adalah cedera pada dada karena trauma tumpul, tajam atau kondisi patologis angka morbiditas dan mortilitas. Berdasarkan Western Trauma Association (WTA) sekitar 10% kematian pada orang dewasa muda disebabkan oleh cedera patah tulang rusuk yang melibatkan kepala, perut dan ekstremitas. Sebaliknya, pasien lanjut usia dengan patah tulang rusuk memiliki setidaknya 20% kematian yang secara langsung menyebabkan gagal napas progresif dan pneumonia (Brasel et al., 2017). Risiko pneumonia meningkat sebesar 27%, dan kematian meningkat sebesar 19% untuk setiap fraktur costa lebih dari 2 pada kelompok lanjut usia (Wanek & Mayberry, 2004).  Pasien dengan trauma dada atau fraktur costa harusnya dilakukan pemantauan ketat sejak masuk rumah sakit, 24 jam pertama merupakan identifikasi awal adanya komplikasi yang menyebabkan depresi pernafasan. Menurut penelitian Coary, et.al (2020) fraktur costa adalah cedera paling serius pada 55% pasien berusia di atas 60 tahun yang menyebabkan kematian karena 90% dari patah tulang rusuk menunjukkan cedera tambahan pada pemeriksaan sistemik. Trauma langsung dan hipoventilasi yang diinduksi nyeri menyebabkan komplikasi pernafasan sehingga menjadi beban morbiditas dan mortalitas. Komplikasi yang sering terjadi adalah pneumotoraks diikuti hemothoraks, kontusio paru dan flail chest.Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang multidimensional dengan fenomena yang berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus) (Bahrudin, 2018). Induksi nyeri pada pasien dengan fraktur costa menyebabkan pasien kesulitan bernafas dimana keparahan memar paru yang mendasarinya signifikan dengan terjadinya hipoksemia atau gangguan pernafasan. Hal ini menyebabkan pasien cenderung membatasi pergerakan dan menjadi tirah baring lama. Kondisi tirah baring lama menyebabkan tubuh mengalami penurunan berbagai fungsi secara sistematis, yang disebut dengan sindroma dekondisi dan rentan terjadinya infeksi (Hashem, Nelliot, & Needham, 2016; Hunter, Johnson, & Coustasse, 2014; Phelan, Lin, Mitchell, & Chaboyer, 2018 dalam Ananta & Fitri, 2020).Fraktur costa atau patah tulang rusuk secara klinis penting disebabkan tiga hal yaitu: sebagai penanda penyakit serius cedera intrathoraks dan perut, sebagai sumber rasa sakit yang signifikan, dan sebagai prediktor untuk kerusakan paru, terutama pada pasien usia lanjut. Organ perut yang paling sering terluka adalah hati dan limpa. Pasien dengan patah tulang rusuk kanan, memiliki 19% hingga 56% kemungkinan cedera hati, sedangkan patah tulang sisi kiri memiliki 22% hingga 28% kemungkinan cedera limpa (Wanek & Mayberry, 2004).  Kematian pada orang dewasa dan lansia cenderung terjadi kemudian (≥72 jam setelah masuk) dan biasanya sebagai akibat dari kegagalan multi-organ yang dipicu oleh insufisiensi pernapasan dan pneumonia sehingga tingkat kematian secara keseluruhan, tanpa memandang usia, diperkirakan antara 10 dan 12% (Wanek & Mayberry, 2004). Tingkat mortalitas untuk pasien trauma usia lanjut yang mengalami patah tulang rusuk lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami cedera toraks (Coary, et.al, 2020). Penelitian yang dilakukan Marini, et.al, (2021) menyatakan indikator penyebab kematian pada pasien fraktur costa dengan atau tanpa trauma kepala dan cedera organ adalah usia, jenis kelamin, ISS (Injury Severe Score), dan GCS (Glasglow Coma Scale).Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan fraktur costa untuk meningkatkan pemahaman tentang penanganan fraktur costa serta mengidentifikasi dari beberapa artikel terkini dalam mengurangi mortalitas. METODE PENELITIAN Metode penulisan artikel ini menggunakan literature review yaitu studi yang berfokus pada hasil penulisan yang berkaitan dengan topik, tema atau variabel penulisan.dan dipakai untuk menghimpun data atau sebuah sintesa sumber-sumber yang  berhubungan dengan topik  penelitian (Nursalam,  2017). Didapatkan   5 database yang dilakukan melalui pencarian elektronik dari yaitu Sage Publishing, Science Direct, SpringerLink, Pub Med dan Google Scholar. Kriteria inklusi telaah jurnal ini adalah free fulltext, berbahasa Indonesia atau bahasa asing lainnya, dengan metode penelitian prospective, retrospective, case-control, cohort dan terbit tahun 2004-2021. Kata kunci yang yang digunakan dalam pencarian adalah “Respiratory depression OR Respiratory failure AND fraktur ribs AND Mortality”. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil studi literature terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi pernafasan pada pasien fraktur costa yang dapat menyebabkan kematian. Terdapat 17.500 artikel yang muncul setelah dilakukan telusur berdasarkan kata kunci dalam google scholar, 10.000 artikel tidak masuk  kriteria inklusi, 350 artikel duplikat dengan database yang lain. Kemudian sisanya disaring kembali berdasarkan hasil abstrak, metode dan hasil temuan sesuai topik peneliti yang diinginkan dan diperoleh 7 artikel yang relevan dan tersedia dalam bentuk fulltext. Beberapa penelitian terkait pencegahan depresi pernafasan pada fraktur costa berfokus pada manajemen nyeri baik secara farmakologis maupun non farmakologis. Penanganan dan pemantauan yang ketat dapat mengurangi komplikasi yang menyebabkan terjadinya depresi pernafasan. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas pada fraktur costa menurut Coary, et.al (2020) yaitu: (1) Usia, pasien berusia > 65 tahun memiliki kematian 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan usia dibawahnya pada kondisi fraktur costa lebih dari dua. Pasien dengan komorbid sering menjadi faktor penyulit ditambah dengan kondisi paru-paru yang buruk (misal: perokok). Faktor pemulihan menjadi terhambat disebabkan osteoporosis, sistem pernafasan yang buruk, gangguan pertukaran gas dan tergambar dari lama rawat inap. (2) Jumlah patah tulang, dari beberapa penelitian meta-analisis diperoleh hasil jumlah absolut fraktur tulang rusuk yang berjumlah >2 maka dua kali lebih mungkin meninggal dunia dibandingkan pasien dengan 1-2 patah tulang rusuk. (3) Posisi anatomi patah tulang, Fraktur costa bilateral memiliki resiko kematian lebih tinggi dimana segmen flail chest menghasilkan gerak paradox yang menyebabkan pergerakan dinding dada mengarah kedalam saat inspirasi sedangkan tulang rusuk yang sehat bergerak keluar sehingga ventilasi tidak adekuat dan terjadi depresi pernafasan dan kematian. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Brasel et al., (2006) faktor yang paling mempengaruhi kematian adalah faktor usia ditandai dengan Injury Severity Score (ISS) jika dikaitkan dengan peningkatan terjadinya pneumonia. Analisis yang menyatakan komorbiditas mempengaruhi kematian hal ini disertai dengan faktor usia bukan karena faktor komorbiditas murni. Komorbiditas yang biasanya menyertai fraktur costa menurut penelitian adalah komorbiditas yang spesifik seperti gagal jantung kongestif, aritmia, gagal ginjal, penyakit hati, kanker metastatik dan  penyakit neurologis.Pada penelitian Bulger et al dalam Wanek & Mayberry, (2004), membandingkan pasien yang berusia minimal 65 tahun keatas dengan usia 18-64 tahun dengan metode cohort pada kasus fraktur costa pada kelompok >65 tahun memiliki dua kali mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Risiko pneumonia meningkat sebesar 27%, dan kematian meningkat sebesar 19% untuk setiap fraktur tulang rusuk tambahan pada kelompok lanjut usia.Nyeri adalah keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dengan fraktur costa. Oleh sebab itu penanganan manajemen nyeri untuk mengontrol nyeri terus-menerus dan mencegah depresi pernafasan harus diberikan terapi yang agresif dengan pendekatan multimodalitas. Penelitian yang dilakukan oleh Peek, et.al, (2019) dengan membandingkan pemberian analgesik dengan 4 metode yaitu analgesia epidural, analgesia intravena, blok paravertebral dan blok intercostal, diperoleh hasil berdasarkan systematic review  dan meta-analysis analgesia epidural signifikan mengurangi rasa sakit dibandingkan intervensi yang lain. Intervensi keperawatan sendiri menekankan pada terapi non farmakologis untuk kontrol nyeri pada pasien fraktur. Terapi nonfarmakologis dengan guided imagery dapat mengurangi intensitas dan skala nyeri pada pasien fraktur. Guided imagery mempengaruhi hampir semua fisiologis sistem kontrol tubuh yaitu pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, tingkat metabolisme dalam sel, mobilitas dan sekresi gastrointestinal, fungsi seksual, dan bahkan respon imun (Rossman, 2000). Intervensi ini juga dapat mempercepat penyembuhan pasien dan mengurangi hari rawat inap (Forward et.al, 2015)           Gambar 1. Algorithma fraktur costa (Brasel K.J, et.al, 2016).Western Trauma Association (WTA) menyatakan algorithma penanganan fraktur costa sebagai suatu observasi atau pemantauan ketat pada fraktur costa lebih dari 2 patah tulang (Brasel et.al, 2017). Berdasarkan algoritma diatas maka pasien dengan patah tulang rusuk >2 dengan usia lebih dari 65 tahun jika pada observasi kurang dari 24 jam menunjukkan peningkatan pada depresi pernafasan maka segera pindahkan ke ICU dan pertimbangkan penggunaan ventilator dan operasi rib fixaxion. Penggunaan terapi analgesia epidural digunakan untuk kontrol nyeri dilanjutkan batuk  efektif, tehnik relaksasi nafas dalam dan mobilisasi dini (Brasel et.al, 2017). Analisis terkait studi literatur untuk memperkuat hasil analisis terdapat pada masing-masing artikel dibawah ini. Tabel 1. Artikel terkait faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi pernafasan pada pasien dengan fraktur costa.Study citationMetode penelitian Desain PenelitianSampel dan Jumlah sampelHasil temuanA multidisciplinary clinical pathway decreases rib fracture–associated infectious morbidity and mortality in high-risk trauma patientsTodd,et.al,(2006)prospective cohort study Non eksperimental150 pasien dari Februari 2002-Oktober 2004 dengan > 45 tahun dan>4 patah tulang rusuk.Diperoleh hasil usia, skor keparahan cedera, dan jumlah patah tulang rusuk, jalur klinis menurunkan mekanisme hari tergantung ventilator, lama rawat inap, morbiditas infeksi, dan mortalitas dengan (interval kepercayaan 95% [CI] P<0.01).Predicting outcome of patients with chest wall injuryPressley, et.al, (2012)retrospectively reviewedNon eksperimental649 pasien (Juni 2008 hingga Februari 2010) termasuk usia, jumlah patah tulang, cedera bilateral, adanya kontusio paru, klasifikasi memar, LOS, masuk ICU, ventilasi mekanikSebuah sistem penilaian sederhana memprediksi kemungkinan bahwa pasien akan memerlukan ventilasi mekanik dan perawatan yang berkepanjangan. Skor 7 atau 8 memprediksi peningkatan risiko kematian, penerimaanke ICU, dan intubasi. Skor 5 memprediksi lama tinggal yang lebih lama dan periode ventilasi yang lebih lama. Factors Affecting Pneumonia Occurring to Patients with Multiple Rib FracturesByun & Kim., (2013).retrospectively reviewedNon eksperimentalData rekam medis 327 pasien laki-laki rata-rata usia 53 tahun dengan fraktur costa akibat kecelakaan dari Januari 2002- Desember 2008.Faktor yang mempengaruhi pneumonia pada pasien dengan fraktur tulang rusuk multipel dalam analisis multivariat termasuk usia (p=0,004), ISS (p<0,001), dan skor tulang rusuk(p=0,038). Penggunaan antibiotik tidak berhubungan dengan kejadian pneumonia (p=0,28).Determinants of Mortality in Chest Trauma PatientsEkpe & Eyo, (2014)Retrospective and prospective Non eksperimental149 pasien dengan trauma thoraks 121 laki-laki, 28 perempuan dari Januari 2007-Desember 2011Variabel bebas, umur, jenis kelamin dan jenis cedera dada tidak terbukti berkorelasi dengan mortalitas dengan nilai P >0,05. Namun adanya cedera organ ekstra toraks terkait, skor MEWS saat masuk tinggi> 9, cedera pada interval presentasi lebih dari 24 jam, dan cedera dada yang parah ditandai dengan keterlibatan dada bilateral yang berkorelasi positif dengan mortalitas dengan nilai P <0,05.The number of displaced rib fractures is more predictive for complications in chest trauma patientsChien et.al, (2017)retrospectively reviewedNon eksperimentalJanuari 2013 -Mei 2015 diperoleh data di rumah sakit dengan total pasien 3151. Pasien yang dirawat dengan trauma dada dan patah tulang rusuk, termasuk cedera otak, limpa, panggul atau hatiJumlah patah tulang rusuk yang bergeser bisa menjadi prediktor kuat untuk berkembangnya penyakit paru-paru komplikasi. Untuk pasien dengan kurang dari tiga patah tulang rusuk tanpa perpindahan tulang rusuk dan paru-paru awal atau cedera organ lainnya, manajemen rawat jalan bisa aman dan efisien.Is the number of rib fractures a risk factor for delayed complications? Flores-Funes, et.al, (2020)Retrospective case–control studyNon eksperimentalPasien yang dirawat dengan diagnosis patah tulang rusuk antara 2010 dan 2014, diperoleh 141 pasien.Tidak ada perbedaan dalam karakteristik dasar pasien (usia, jenis kelamin dan Indeks Komorbiditas Charlson) antara kedua kelompok. Perbedaan ditemukan pada jumlah fraktur pada kelompok tanpa komplikasi p>0,05 (tidak signifikan) pada kelompok dengan komplikasi, (p=0,05) dan pada penurunan kadar hemoglobin  (p=0,01). Hari rawat inap bervariasi pada setiap kelompok tetapi tanpa signifikansi statistik (p=0,11). Kesimpulan: Jumlah fraktur iga yang paling baik memprediksi munculnya komplikasi (delayed pleuro-pulmonary) dan perdarahan yang lebih besar) adalah patah tulang rusuk 3 atau lebihPredictors of mortality in patients with rib fracturesMarini, et.al, (2021) Retrospective review Non eksperimental1188 pasien patah tulang rusuk dan cedera tambahan yang dirawat selama Januari 2013-Desember 2014; 800 laki-laki dan 388 perempuan  Usia, GCS, jenis kelamin laki-laki, dan Injury Severity Score (ISS) tetapi tidak jumlah patah tulang rusuk dan/atau Pulmonary contusion merupakan prediksi kematian. Peningkatan mortalitas pada pasien patah tulang rusuk dimulai pada usia 65-80 tahun tanpa peningkatan lebih lanjut. Jumlah patah tulang rusuk bukan faktor independen peningkatan mortalitas terlepas dari usia. Severe traumatic brain injury adalah penyebab kematian paling umum pada pasien usia 16-65 tahun, dibandingkan dengan komplikasi pernapasan pada pasien berusia 80 tahun atau lebih. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menentukan faktor prediktor kematian pada pasien fraktur costa. Dari 7 artikel di atas terdapat berbagai bukti yang mempengaruhi kematian akibat fraktur costa dengan metode penelitian yang berbeda.Penelitian Chien, et.al, (2017) dan Flores-Funes, et.al, (2020) menunjukkan hasil yang hampir sama dimana jumlah fraktur costa yang >2 akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas dikarenakan faktor komplikasi pada paru. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Marini, et.al, (2021) yang menyatakan jumlah dari fraktur costa tidak memprediksi peningkatan mortalitas terlepas dari usia. Menurut peneliti faktor usia menjadi prediktor utama dalam menentukan angka mortalitas pada pasien dengan fraktur costa, dimana peningkatan mortalitas pada pasien patah tulang rusuk dimulai pada usia 65-80 tahun ke atas.Penelitian yang dilakukan Todd et.al,(2006) menghasilkan hipotesa bahwa usia, skor keparahan cedera, dan jumlah patah tulang rusuk, dan implementasi jalur klinis signifikan dengan penurunan lama perawatan di unit perawatan intensif, lama rawat inap di rumah sakit, infeksi pneumonia, dan mortalitas. Maka semakin lanjut usia, tingkat keparahan yang tinggi dan jumlah patah tulang rusuk bilateral atau >2 dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pasien dengan fraktur costa.Penelitian Pressley et.al, (2012) dilakukan dengan melakukan analisis dengan menggunakan trauma dada scoring system dimana skor >7 memprediksi peningkatan risiko kematian, penerimaan ke ICU, dan intubasi. Penilaian scoring system ini dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan pasien akan memerlukan ventilasi mekanik dan perawatan yang berkepanjangan sehingga dapat memperparah penyakit, menimbulkan infeksi oportunistik dan menyebabkan resiko mortalitas.Penelitian Ekpe & Eyo, (2014) menggunakan system MEWS (modified early warning signs) untuk menganalis faktor prognosis pada pasien dengan trauma dada. Sebagai variabel bebas, umur, jenis kelamin dan jenis cedera dada tidak terbukti berkorelasi dengan mortalitas dengan nilai P >0,05. Namun adanya cedera organ ekstra toraks terkait, skor MEWS saat masuk tinggi> 9, dimana  interval presentasi lebih dari 24 jam dengan cedera dada yang parah ditandai dengan keterlibatan dada bilateral, berkorelasi positif pada mortalitas. Berbeda dengan penelitian sebelumnya Byun & Kim., (2013) dimana faktor umur berpengaruh pada terjadinya infeksi pneumonia dan meningkatkan angka mortilitas dengan atau tanpa diikuti tingkat keparahan pada trauma dada.Berdasarkan analisis diatas terdapat persamaan hasil penelitian dimana rata-rata metode penelitian yang dilakukan dengan menggunakan retrospective review non eksperimental. Peneliti mengamati data rekam medis dari beberapa rentang waktu dengan kriteria inklusi menderita patah tulang rusuk lebih dari dua. Namun, terdapat kriteria yang berbeda-beda pula dimana peneliti memasukkan trauma tambahan seperti brain injury dan cedera pada organ yang lain. Jumlah sampel antara penelitian satu dengan yang lain juga berbeda dari ratusan hingga ribuan data yang dianalisis. Hal ini menyebabkan hasil penelitian yang diperoleh sedikit berbeda antara satu dengan yang lain.Manajemen fraktur costa berfokus pada manajemen nyeri yang adekuat, batuk efektif, relaksasi nafas dalam dan mobilisasi dini (Brasel et al., 2017). Berdasarkan beberapa penelitian manajemen nyeri pada pasien orthopedic terutama pasca operasi adalah dengan guided imagery. The American Holistic Nurses Association menyatakan guided imagery adalah modalitas holistik yang membantu klien dalam menghubungkan pengetahuan batin mereka pada pemikiran, perasaan, dan tingkat penginderaan, mempromosikan penyembuhan bawaan mereka dengan kemampuan bersama-sama memandu klien mengatasi  stres; resolusi konflik; masalah pemberdayaan diri; dan persiapan medis-bedah (Integrative & Review, 2016). Oleh sebab itu, guided imagery tepat jika digunakan pada managemen nyeri non farmakologis yang diterapkan dalam intervensi keperawatan.Dalam teori keperawatan Jean Watson tentang Transpersonal Caring mendefinisikan hubungan manusia yang bersifat caring, bersatu dengan orang lain dengan menghargai klien seutuhnya termasuk keberadaannya di dunia (Alligood, 2014). Watson menyatakan kepedulian transpersonal caring adalah dasar dari teori kepedulian manusia dimana fokus dari kepedulian transpersonal adalah pada peduli, penyembuhan, dan keutuhan, bukan pada penyakit, sakit dan patologi yang mencakup 10 faktor karatif dalam konsep utamanya (Integrative & Review, 2016). Sesuai dengan teori Watson, Guided Imagery (GI) menggabungkan kedua sains (melalui praktik berbasis bukti) dan seni (melalui aplikasi untuk berlatih) untuk mengobati rasa sakit pasien menggunakan imaginasi terbimbing dan teknik relaksasi nafas dalam. Kombinasi dengan terapi obat, GI menyediakan rezim pengobatan holistik untuk manajemen nyeri untuk menenangkan pikiran dan merilekskan tubuh mereka, memberikan kesempatan bagi klien untuk menciptakan lingkungan penyembuhan internalnya sendiri (Integrative & Review, 2016).Intervensi keperawatan untuk batuk efektif dan mobilisasi dini termasuk poin penting dalam manajemen perawatan pasien fraktur costa. Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar dan pasien dapat mengeluarkan dahak secara maksimal untuk mengeluarkan sekret dari saluran pernapasan bawah (Potter dan Perry, 2006). Mobilisasi sendiri dapat menghasilkan outcome yang baik bagi pasien seperti meningkatkan pertukaran gas, mengurangi angka Ventilator Associated Pneumoia (VAP), mengurangi durasi penggunaan ventilator, dan meningkatkan kemampuan fungsional jangka panjang (Green, Marzano, Leditschke, Mitchell, & Bissett, 2016 dalam Ananta & Fitri, 2020). Oleh sebab itu, kedua intervensi ini perlu diteliti lebih lanjut guna mengembangkan riset terkait manajemen pasien fraktur costa. SIMPULAN Pasien dengan usia lanjut dengan patah tulang rusuk atau fraktur costa biasanya menunjukkan tingkat kelemahan, multi-morbiditas, dan kompleksitas medis yang tinggi (Coary, et.al, 2020). Hal ini tentu menjadi penghambat dalam faktor penyembuhan tulang dan dapat meningkatkan angka mortalitas. Pemaparan hasil analisis menggambarkan faktor usia, cedera tulang rusuk atau costa bilateral lebih dari 2, terjadinya komplikasi dan cedera pada organ lain menyebabkan pasien harus dirawat di ruang ICU lebih lama karena resiko infeksi dan komplikasi yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.Terlepas dari faktor usia, tingkat keparahan cedera dan jumlah tulang rusuk yang patah menentukan haluaran pasien yang lebih baik. Penanganan fraktur costa yang tepat yang berfokus pada kontrol kerusakan, manajemen nyeri, fiksasi seleksi, dan kualitas hidup mempengaruhi penurunan angka morbiditas dan mortalitas pasien dengan fraktur costa. Kedudukan dan peran perawat spesialis dalam tugas mengatur asuhan klien dengan kompleksitas tinggi menjadi sangat penting (Masfuri, et.all, 2019) SARAN             Penelitian klinis terkait implementasi keperawatan berbasis kasus masih jarang dilakukan. Implementasi keperawatan pada pasien dengan fraktur costa terkait manajemen nyeri dan kontrol infeksi menjadi penelitian yang menarik untuk dilakukan karena hal ini menjadi indikator faktor yang mempengaruhi angka mortalitas pasien dengan fraktur costa. DAFTAR PUSTAKA  Alligood Raile Martha,2014, Nursing Theorits and their Work, 8th edition, by Mosby, an imprint of Elsevier IncAnanta Tanujiarso, B., & Fitri Ayu Lestari, D. (2020). Mobilisasi Dini Pada Pasien Kritis Di Intensive Care Unit (Icu): Case Study. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 4(1), 59–66.Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7. https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449Brasel, K. J., Guse, C. E., Layde, P., & Weigelt, J. A. (2006). Rib fractures: Relationship with pneumonia and mortality. Critical Care Medicine, 34(6), 1642–1646. https://doi.org/10.1097/01.CCM.0000217926.40975.4BBrasel, K. J., Moore, E. E., Albrecht, R. A., De Moya, M., Schreiber, M., Karmy-Jones, R., Rowell, S., Namias, N., Cohen, M., Shatz, D. V., & Biffl, W. L. (2017). Western trauma association critical decisions in trauma: Management of rib fractures. Journal of Trauma and Acute Care Surgery, 82(1), 200–203. https://doi.org/10.1097/TA.0000000000001301Byun, J. H., & Kim, H. Y. (2013). Factors affecting pneumonia occurring to patients with multiple rib fractures. Korean Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery, 46(2), 130–134. https://doi.org/10.5090/kjtcs.2013.46.2.130Chien, C. Y., Chen, Y. H., Han, S. T., Blaney, G. N., Huang, T. S., & Chen, K. F. (2017). The number of displaced rib fractures is more predictive for complications in chest trauma patients. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine, 25(1), 19. https://doi.org/10.1186/s13049-017-0368-yCoary, R., Skerritt, C., Carey, A., Rudd, S., & Shipway, D. (2020). New horizons in rib fracture management in the older adult. Age and Ageing, 49(2), 161–167. https://doi.org/10.1093/ageing/afz157Ekpe, E. E., & Eyo, C. (2014). Determinants of mortality in chest trauma patients. Nigerian Journal of Surgery : Official Publication of the Nigerian Surgical Research Society, 20(1), 30–304. https://doi.org/10.4103/1117-6806.127107Forward, J. B., Greuter, N. E., Crisall, S. J., & Lester, H. F. (2015). Effect of Structured Touch and Guided Imagery for Pain and Anxiety in Elective Joint Replacement Patients--A Randomized Controlled Trial: M-TIJRP. The Permanente Journal, 19(4), 18–28. https://doi.org/10.7812/TPP/14-236Flores-Funes, D., Lluna-Llorens, A. D., Jiménez-Ballester, M. Á., Valero-Navarro, G., Carrillo-Alcaráz, A., Campillo-Soto, Á., & Aguayo-Albasini, J. L. (2020). Is the number of rib fractures a risk factor for delayed complications? A case–control study. European Journal of Trauma and Emergency Surgery, 46(2), 435–440. https://doi.org/10.1007/s00068-018-1012-xIntegrative, A., & Review, L. (2016). jhn. 1–10.Marini, C. P., Petrone, P., Soto-Sánchez, A., García-Santos, E., Stoller, C., & Verde, J. (2021). Predictors of mortality in patients with rib fractures. European Journal of Trauma and Emergency Surgery, 47(5), 1527–1534. https://doi.org/10.1007/s00068-019-01183-5Masfuri Masfuri, Agung Waluyo, Yati Afiyanti, Achir Yani S. Hamid (2019) Educational background and clinical nursing tasks performed by nurses in Indonesian hospitals. Enfermería Clínica. 29 (2), 418-423. https://doi.org/10.1016/j.enfcli.2019.04.061.Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. (P. P. Lestari, Ed.) (4th ed.). Jakarta: Salemba Medika.Peek, J., Smeeing, D. P. J., Hietbrink, F., Houwert, R. M., Marsman, M., & de Jong, M. B. (2019). Comparison of analgesic interventions for traumatic rib fractures: a systematic review and meta-analysis. European Journal of Trauma and Emergency Surgery, 45(4), 597–622. https://doi.org/10.1007/s00068-018-0918-7Potter&Perry. (2006). Buku ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.Pressley, C. M., Fry, W. R., Philp, A. S., Berry, S. D., & Smith, R. S. (2012). Predicting outcome of patients with chest wall injury. American Journal of Surgery, 204(6), 910–914. https://doi.org/10.1016/j.amjsurg.2012.05.015Rossman, M. L. (2000). G uided I magery and I nteractive G uided I magery. M. L. Guided Imagery for Self Healing: An Essential for Anyone Seeking Wellness, 930.Simon, B. J., Cushman, J., Barraco, R., Lane, V., Luchette, F. A., Miglietta, M., Roccaforte, D. J., & Spector, R. (2005). Pain management guidelines for blunt thoracic trauma. Journal of Trauma - Injury, Infection and Critical Care, 59(5), 1256–1267. https://doi.org/10.1097/01.ta.0000178063.77946.f5Todd, S. R., McNally, M. M., Holcomb, J. B., Kozar, R. A., Kao, L. S., Gonzalez, E. A., Cocanour, C. S., Vercruysse, G. A., Lygas, M. H., Brasseaux, B. K., & Moore, F. A. (2006). A multidisciplinary clinical pathway decreases rib fracture-associated infectious morbidity and mortality in high-risk trauma patients. American Journal of Surgery, 192(6), 806–811. https://doi.org/10.1016/j.amjsurg.2006.08.048Wanek, S., & Mayberry, J. C. (2004). Blunt thoracic trauma: Flail chest, pulmonary contusion, and blast injury. Critical Care Clinics, 20(1), 71–81. https://doi.org/10.1016/S0749-0704(03)00098-8 
Hip Abduction Pillow untuk Menurunkan Resiko Dislokasi pada Pasien Pasca Operasi Total Hip Replacement Luluk Nafisah; Masfuri Masfuri; Liya Arista
Jurnal Penelitian Kesehatan SUARA FORIKES Vol 13, No 3 (2022): Juli 2022
Publisher : FORIKES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33846/sf13303

Abstract

Malposition of the acetabular component is a risk factor for postoperative dislocation. This study aims to identify and review studies related to the effectiveness of the use of a hip abduction pillow in reducing the incidence of dislocation in postoperative total hip replacement patients. The sources used are several online databases, namely Scopus, ScienceDirect, and SpringerLink published from 2000-2021. With keywords “Hip Abduction Pillow”, “Leg Abductor Cushion”, “adductor pillow”, “Concave Hip Abduction”, “Post Total Hip Replacement surgery”, “dislocation post total Hip replacement”, “Hip replacement”, and total hip replacement intervention". It was found that dislocation affects the occurrence of revision surgery. Risk factors that lead to THR revision surgery are younger age, greater comorbidities, diagnosis of avascular necrosis (AVN), larger femoral head size, male gender -male, longer operating time, and smaller size of the femoral head.Hip abduction pillow intervention has been shown to have little effect on the occurrence of dislocations in patients after total hip replacement surgery.Keywords: dislocation; hip abduction pillow; post surgery total hip replacement ABSTRAK Malposisi dari komponen acetabular merupakan salah satu resiko penyebab terjadinya dislokasi pasca operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta meninjau dari penelitian-penelitian yang berkaitan dengan efektifitas penggunaan hip abduction pillow dalam menurunkan kejadian dislokasi pada pasien pasca operasi total hip replacement. Sumber yang digunakan adalah beberapa online database yakni Scopus, ScienceDirect, dan SpringerLink terbitan dari tahun 2000-2021. Dengan kata kunci "Hip Abduction Pillow", “Leg Abductor Cushion”, “adductor pillow”, “Concave Hip Abduction”, “Post Total Hip Replacement surgery”, "dislocation post total Hip replacement", "Hip replacement ", dan total hip replacement intervention". Didapatkan hasil bahwa dislokasi mempengaruhi terjadinya operasi revisi ulang. Faktor risiko yang mengakibatkan tindakan revisi operasi THR adalah usia yang lebih muda, komorbiditas yang lebih besar, diagnosis nekrosis avaskular (AVN), ukuran kepala femoralis yang lebih besar, jenis kelamin laki-laki, waktu operasi yang lebih lama, dan ukuran kepala femoralis yang lebih kecil. Intervensi Hip abduction pillow terbukti tidak banyak mempengaruhi terjadinya dislokasi pada pasien pasca operasi total hip replacement. Kata kunci: dislokasi; hip abduction pillow; pasca operasi total hip replacement
Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9) untuk Skrining Depresi pada Orang dengan HIV Positif: Validitas dan Reliabilitas Instrumen Khumaidi Khumaidi; Sri Yona; Liya Arista; Siti Nurlaelah
Journal of Nursing Innovation Vol 2 No 1 (2023): Journal of Nursing Innovation
Publisher : Infermia Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (283.487 KB)

Abstract

Pendahuluan: HIV/AIDS adalah penyakit kronis yang mengancam jiwa yang dapat berdampak terhadap munculnya masalah pada kesehatan mental salah satunya adalah depresi. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mendeteksi depresi pada orang-orang dengan HIV. PHQ-9 adalah salah satu instrumen yang  dapat digunakan untuk mengskrining depresi pada orang dengan HIV. Tujuan: Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen PHQ-9 dalam menskrining depresi pada pasien yang terdiagnosa HIV. Metode : Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen PHQ-9 memiliki item correlation 0,508 sampai 0,907 yang berarti valid dan nilai Cronbach alpha = 0,936 yang berarti reliabel. Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa PHQ-9 memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang baik dalam menilai depresi pada orang dengan HIV.
Efektifitas Intervensi Manajemen Diabetes Berbasis Pemberdayaan terhadap Kontrol Glikemik: Studi Literatur Muhammad Mulyadi Pranata; Debie Dahlia; Liya Arista
Jurnal Keperawatan Vol 15 No 2 (2023): Jurnal Keperawatan: Juni 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (251.615 KB) | DOI: 10.32583/keperawatan.v15i2.963

Abstract

Penelitian terus berkembang terkait efek positif dari intervensi manajemen diabetes berbasis pemberdayaan yang berdampak pada perubahan perilaku dan kontrol glikemik. Namun, pemahaman tentang bagaimana intervensi ini secara efektif dalam praktik klinis berpengaruh terhadap luaran klinis pasien diabetes melitus masih terbatas. Penulisan studi literatur ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberdayaan pasien terhadap kontrol glikemik diabetes melitus tipe 2. Pencarian literatur menggunakan database ProQuest, Science Direct, PubMed, Embase, dan Scopus dengan kriteria antara lain: diterbitkan dari tahun 2012-2022, teks lengkap, jenis penelitian eksperimen, berbahasa inggris, dan tidak berbayar. Pencarian literatur menggunakan kata kunci empowerment, diabetes mellitus, dan glycemic control. Total artikel yang ditemukan adalah 3.178 artikel dari 5 database dan memilih 7 artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi untuk ditelaah. Hasil studi menunjukkan bahwa intervensi berbasis pemberdayaan secara signifikan meningkatkan kontrol glikemik melalui peningkatan self-efficacy dan perilaku perawatan diri pada penderita diabetes melitus. Intervensi manajemen diabetes berbasis pemberdayaan efektif bagi penderita diabetes melitus sebagai upaya pencegahan komplikasi. Sehingga penderita diabetes melitus dapat mematuhi manajemen obat, manajemen monitoring, manajemen aktifitas, dan manajemen diet dengan baik.