Waqiah Nuryani
Unknown Affiliation

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Kemangkusan Biobakterisida terhadap Penyakit Busuk Lunak (Pseudomonas viridiflava) pada Phalaenopsis Nuryani, Waqiah; Yusuf, Evi Silvia; -, Hanudin; Djatnika, Ika; Marwoto, Budi
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh Pseudomonas viridiflava merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya anggrek Phalaenopsis di Indonesia. Sampai saat ini belum ditemukan teknik pengendalian penyakit tersebut yang paling efektif. Penggunaan biobakterisida sudah diterapkan di luar negeri untuk menekan penyakit busuk lunak pada Phalaenopsis. Tujuan penelitian ialah : (1) jenis bakteri antagonis yang digunakan sebagai bahan aktif biobakterisida, (2) formula biopestisida yang efektif mengendalikan  penyakit busuk lunak (PBL) pada anggrek  Phalaenopsis,  (3) mendapatkan informasi mekanisme penekanan bakteri antagonis, dan (4) memperoleh informasi kerapatan populasi bakteri antagonis yang mengkolonisasi pada daun setelah mendapat perlakuan biobakterisida. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi dan  Rumah Kaca Biokontrol, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung pada Bulan Januari hingga Desember 2011. Isolat bakteri antagonis nomor  B7 dan B30 disuspensikan ke dalam air steril dan bahan pembawa organik yang mengandung karbohidrat  dan  protein minimal, karbohidrat, dan protein optimal.  Selanjutnya formula tersebut masing-masing diaplikasikan pada daun  Phalaenopsis (metode spraying) sehari sebelum atau setelah inokulasi patogen busuk lunak (cara pin pricking). Rancangan yang digunakan  ialah acak kelompok dengan 15 perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  (1) bakteri antagonis no. B7 dan B30 yang digunakan sebagai bahan aktif biobakterisida digolongkan ke dalam genus Bacillus sp., (2) suspensi bakteri antagonis no. B7 dalam bahan organik yang mengandung karbohidrat dan protein minimal dan diaplikasikan 1 hari sebelum inokulasi dapat menekan serangan PBL dengan persentase penekanan sebesar 33,45%, (3) mekanisme penekanan  penyakit oleh biobakterisida dipengaruhi oleh derajat kolonisasi bakteri anatagonis pada daun anggrek dan efek antibiosis, dan (4) kerapatan populasi bakteri antagonis sebelum aplikasi ialah 9+7x102 cfu/g, selanjutnya meningkat menjadi 8+3 x 103 cfu/g daun selama 3 hari. Aplikasi biobakterisida berbahan aktif bakteri antagonis diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani anggrek dan  mendorong pengembangan industri biobakterisida berbasis sumber daya lokal. Soft rot caused by Pseudomonas viridiflava is one of the most important diseases on  Phalaenopsis production in Indonesia. Untill  now, the effective technique to control the disease  has not been found yet. Meanwhile biobactericide has been widely applied in other countries. The objectives of this research were (1) to determine type of antagonist bacteria used as biobactericide active material, (2)  biopesticide formula wich were effective to control soft rot disease, (3) to get information mechanism of suppressing on antagonist bacteria, and (4)  to examine the population density that colonized on Phalaenopsis orchid leaves  having treated. The study was conducted at Bacteriology Laboratory and Biocontrol Glasshouse of the Indonesian Ornamental Plant Research Institute, started from January to December 2011. Antagonist bacteria isolates no. B7 and B30 were suspended on the sterile water and the organic materials containing minimum or optimum of protein and carbohydrates, respectively. Then those biobactericides were applicated by spraying to the leaves of Phalaenopsis orchids  the day before or after the soft rot inoculation (by pin pricking method). A randomized block design with 15 treatments and three replications  was used in this study. The results showed that (1) antagonist bacteria no. B7 and B30  used as biobactericide active material were grouping in to the Bacillus sp. genus (2) antagonist bacteria isolate no. B7 that suspended in an organic material  containing minimum of carbohydrate-protein was applied 1 day before inoculation (treatment of a1f1 b7) was effective to control P. viridiflava with suppressing at 33.45%, (3) suppressing  mode rate of action of this treatment to suppress this pathogen  was  influenced by the degree of colonization and antibiosis reactions, and (4) the population density of such treatment before application was  9+7 x 102 cfu/g and increased to 8+3 x 103 cfu/g leaf during 3 days. The application of the biobactericides was quite promising  to increase orchids farmers‘ income and to push the development of  national resources  based biobactericide industry.
Potensi Beberapa Fungisida Nabati dalam Mengendalikan Karat Putih (Puccinia horiana Henn.) dan Perbaikan Mutu Krisan Yusuf, Evi Silvia; Nuryani, Waqiah; Djatnika, Ika; -, Hanudin; -, Suhardi; Winarto, Budi
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Puccinia horiana Henn. merupakan patogen penting penyebab penyakit karat putih yang menimbulkan kerugian signifikan dalam budidaya krisan, baik bunga potong atau tanaman pot. Aplikasi fungisida sintetik yang sering diandalkan oleh petani dan pengusaha tidak hanya memerlukan biaya yang lebih mahal, namun juga berdampak pada kerusakan lingkungan. Oleh karena itu pemanfaatan fungisida nabati yang lebih murah dan ramah terhadap lingkungan dapat menjadi alternatif pemecahannya. Beberapa fungisida nabati seperti Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, dan Sitron-E berbahan aktif minyak atsiri cengkih, nimba, kayu manis, serai wangi, dan asam salisilat telah diproduksi dan dikomersialisasikan oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Aplikasi fungisida tersebut diduga berpengaruh positif dalam menekan penyakit karat putih. Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi keefektifan empat produk fungisida nabati tersebut dalam  mengendalikan penyakit karat putih dan meningkatkan kualitas pertumbuhan  krisan. Penelitian dilakukan di Rumah Plastik di Poncokusumo, Malang, Jawa Timur sejak Bulan Januari hingga Desember 2010. Bahan tanaman yang digunakan ialah Dendranthema grandiflora cv. Swarna Kencana. Perlakuan yang diuji ialah 3 ml/l untuk Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, dan Sitron-E, serta 1,5 ml/l Amistartop 35 EC sebagai kontrol positif dan air sebagai kontrol negatif. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua fungisida nabati yang diuji efektif mengendalikan penyakit karat pada krisan. Perlakuan tersebut menurut uji statistik memiliki kemampuan yang sebanding dengan Amistartop. Penurunan intensitas karat putih oleh  perlakuan Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, Sitron-E, dan Amistartop berturut-turut  sebesar  49; 37,74; 32,43; 29,78; dan 48,33%.  Aplikasi  Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, dan Sitron-E tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, diameter bunga, dan vaselife bunga. Aplikasi hasil penelitian ini dapat memberi manfaat  untuk petani dan pengusaha dalam menurunkan biaya produksi serta meningkatkan pendapatan petani dan pengusaha karena harga keempat biofungisida murah dan tanpa dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Controlling white rust disease (Puccinia horiana Henn.) on chrysanthemum with some biofungicides P. horiana Henn. is important pathogen causing white rust disease  that may  lead to a significant lost in chrysanthemum cultivation (both for cut flower and pot plant). Synthetic fungicide commonly applied by farmers are causing not only high production costs, but also endangering the environment.  Confronting to this situation, the use of biofungicide that are considered cheaper and more environmental friendly has become  a relevant and promising alternative. Several biofungicides such as Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, and Sitron-E with active ingredient of clove oil, neem, cinnamon, citronella, and salicylic acid have been commersialized by the Indonesian Medical and Spice Crops Research Institute. In this study those  biofungicides were hypothesized to have great potential in control the white rust  disease. The main objective of this study was to obtain information regarding  the efficacy of  four  biofungicides in controlling white rust disease on  chrysanthemum. The  experiment was conducted at Plastichouse in Poncokusumo, Malang, East Java from January to December 2010 by using Dendranthema grandiflora cv. Swarna Kencana as planting materials. The treatments were consisted of 3 ml/l application of Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, and Sitron-E 1.5 ml/l application of difenokonazol + azoxistrobin (Amistartop 35 EC) as a positive control  and water as negative control. The experiment was set up  using a randomized block design with six treatments and four replications. The results showed that all tested biofungicides  were quite effective in  controlling white rust disease on chrysanthemum and had similar effectiveness in  reducing  disease intensity compared to  Amistartop. Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, Sitron-E, and Amistartop had been able to reduce the white rust disease intensity by 49; 37.74; 32.43; 29.78; and 48.33% respectively. In the meantime, those biofungicides did not show significant effect on plant height, stem diameter, flower diameter, and flower vaselife. The use of biofungicides seems potentially promising to increase farmers income because the price of biofungicides were cheap and maintain environmental sustainability.
Biopestisida Organik Berbahan Aktif Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium pada Anyelir Hanudin, -; Nuryani, Waqiah; Yusuf, Evi Silvia; Marwoto, Budi
Jurnal Hortikultura Vol 21, No 2 (2011): JUNI 2011
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Anyelir (Dianthus caryophillus  L.) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Penyakit utama yang menyerang tanaman ini ialah layu Fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. dianthi dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman sekitar 20-60%.  Pengendalian yang selama ini dilakukan oleh petani bertumpu pada penggunaan  pestisida kimia sintetik. Namun penggunaan bahan kimia tersebut tidak mampu mengeradikasi patogen secara sempurna, terutama pada lapisan tanah yang agak dalam. Salah satu cara pengendalian berwawasan lingkungan ialah menggunakan musuh alami.  Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Hias (1.100 m dpl.), sejak Mei sampai Desember 2009. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh Bacillus subtilis dan Pseudomonas  fluorescens yang diformulasi dalam bentuk biopestisida organik cair dalam pengendalian layu Fusarium pada tanaman anyelir. Rancangan yang digunakan ialah acak  kelompok dengan 10 perlakuan, yaitu 10% ekstrak kascing + 10% molase + B. subtilils + P. fluarescens (BP) dan 10% ekstrak pupuk kandang kuda + 10% molase + BP masing-masing konsentrasi 0,1, 0,3, 0,5, dan 0,7%, dazomet 0,2%, serta kontrol (air ledeng), dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi bakteri antagonis setelah dilakukan proses fermentasi selama 3 minggu,  meningkat dibandingkan sebelum fermentasi.  Rerata populasi awal sebelum fermentasi bakteri antagonis  107-109 cfu/ml meningkat menjadi 1010-1012 cfu/ml pada 3 minggu setelah fermentasi. Populasi kedua agens biokontrol tersebut setelah penyimpanan selama 2 bulan cenderung stabil berkisar antara 1010-1011 cfu/ml.  Perlakuan B. subtilis dan P. fluorescens  yang disuspensikan ke dalam ekstrak kascing + molase pada taraf konsentrasi 0,5% kemudian difermentasikan dalam biofermentor selama 3 minggu secara konsisten dapat menekan serangan F. oxysporum f. sp. dianthi pada anyelir. Implikasi hasil penelitian ini dapat meningkatkan daya saing komoditas tanaman hias melalui pemanfaatan sumber daya alam nasional secara optimal berkelanjutan untuk mendukung industri tanaman hias yang berdaya saing tinggi.Carnation (Dianthus caryophillus  L.) is one of the most economically important cut flowers in Indonesia. The crops is commonly cultivated in the highland areas of the country. Cultivations of the crops in the production center areas have faced various problems, especially wilt disease caused by Fusarium oxysporum  f. sp. dianthi as the most important one. Based on the field observation it is known that the disease could reduce plant production and its yield quality up to 20-60%. To control the disease, farmers usually use a synthetic chemical pesticides.  However the control measures are not sufficiently effective to overcome the diseases problems.  Therefore, an alternative control measures which are more environmentally friendly is necessary. The use of biocontrol agents is nowdays bring popular to be recommended to  control the disease.  A study on the control of fusarial wilt disease on carnation was carried out  in the Laboratory and Glasshouse of Indonesian Ornamental Crops Research Institute (1,100 m asl.) from May to December 2009, using Bacillus subtilis and Pseudomonas  fluorescens  formulated in the liquid organic pesticide.  The study was arranged in a randomized block design, with 10 treatments i.e. 10% vermi compost + 10% molase + BP and 10% horse manure + 10% molase + BP consentration 0.1, 0.3, 0.5, 0.7% resfectively, dazomet 0,2% and control with four replications. The results showed that population of antagonistic bacterial was increased from  107-109  to 1010-1012 cfu/ml  after 3 weeks fermentation in the organic carrier.  The population of two antagonistic bacteria  was likely stable on 1010-1011 cfu/ml after storing 2 months. The treatments of B. subtilis and P.  fluorescens suspended in the vermi compost extract and molases on the concentration level of  0.5% and formulated in the biofermentor for 3 weeks  were consistenly effective in reducing Fusarium wilt on carnation. The implication of research results could be increase commodity competitive ability of ornamental plants by using national nature resource on a continuity for support the ornamental plants industry with high competitiveness.
Perbandingan Teknik Inokulasi Puccinia horiana dan Seleksi Bakteri Antagonis untuk Mengendalikan Penyakit Karat Putih pada Krisan Hanudin, -; Nuryani, Waqiah; Yusuf, Evi Silvia; Djatnika, Ika; Soedarjo, Muchdar
Jurnal Hortikultura Vol 21, No 2 (2011): JUNI 2011
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyakit karat pada krisan (Dendranthema grandiflora) yang disebabkan oleh Puccinia horiana, merupakan kendala utama dalam budidaya krisan.  Kehilangan hasil krisan oleh patogen tersebut dapat mencapai 100%. Penelitian ini bertujuan (1) mendapatkan teknik inokulasi P. horiana yang efektif menimbulkan gejala penyakit dan (2) mendapatkan bakteri antagonis yang secara efektif dapat mengendalikan penyakit karat putih pada tanaman krisan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Hias (1.100 m dpl.) sejak Juni sampai  dengan Desember 2009. Penelitian terdiri dari dua kegiatan. Rancangan yang digunakan pada masing-masing kegiatan ialah acak kelompok dengan 11 perlakuan yaitu pustul karat direndam dalam air, pustul karat pecah direndam dalam air, pustul karat direndam dalam air disimpan 10oC 12 jam, pustul karat pecah direndam dalam air10oC 12 jam, pustul ditempel di atas daun, pustul pecah ditempel di atas daun, pustul ditempel di bawah daun, pustul pecah ditempel dibawah daun, tanaman plus pustul disimpan di samping tanaman uji disungkup, tanaman pustul pecah disimpan di samping tanaman uji disungkup, dan kontrol dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode inokulasi P. horiana  isolat yang paling efektif menimbulkan gejala penyakit karat putih pada krisan ialah perlakuan peletakan tanaman yang terinfeksi P. horiana  dengan pustul yang belum maupun telah pecah di samping tanaman sehat.  Dari hasil uji antagonistik diketahui bahwa isolat bakteri antagonis Corynebacterium-2, merupakan isolat yang paling efektif mengendalikan P. horiana. Kemangkusan bakteri antagonis tersebut dalam menekan P. horiana sebanding dengan fungisida sintetik berbahan aktif azoksistrobin 0,1%. Isolat Corynebacterium-2 berpotensi untuk digunakan lebih lanjut sebagai bahan aktif biopestisida yang efektif untuk mengendalikan penyakit karat putih pada krisan. Pegembangan biopestisida tersebut diharapkan dapat menekan penggunaan pestisida sintetik.White rust disease caused by P. horiana is one of the serious problems on chrysanthemum cultivation. The pathogen causes yield losses  up to 100%. The research was aimed (1) to determine the effective inoculation technique and (2) to select antagonistic bacteria  for effectively controlling the pathogen. The research was carried out  in the Laboratory and  Glasshouse of Indonesian Ornamental Crops Research Institute (IOCRI), from June to December 2009.  The research consisted of two experiments. Each experiments was arranged in a randomized completely block design with 11 treatments i.e. rust pustuls dipped in water, mature rust pustuls dipped in water, rust pustuls dipped in water and stored at 10oC during 12 hours, mature rust pustuls dipped in water and stored at 10oC during 12 hours, pustuls adhered on the leaf, mature pustuls adhered on the leaf, pustuls adhered beneath the leaf, mature rust pustuls adhered beneath the leaf, the plant + pustuls stored beside tested plants covered by transparent plastic, mature pustuls plants stored beside tested plants covered by transparent plastic, and control with three replications. The results indicated that the most effective inoculation technique for the pathogen was locating and infected plant with immature or mature pustuls  surounding  a healthy plant. The effective antagonistic bacteria against the pathogen was Corynebacterium-2. The effectiveness of  the antagonistic bacteria in suppressing P. horiana  was equivalent to synthetic fungicide  azoksistrobin 0.1%. The Corynebacterium-2 isolate will be potentially used as an active ingredient of biopesticide for controlling white rust disease on chrysanthemum. The development of the biopesticide is expected to decrease to utilization of synthetic pesticides.
Uji Efektivitas Bioinsektisida Berbahan Aktif Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin terhadap Kutudaun Macrosiphoniela sanborni pada Krisan Yusuf, Evi Silfia; Sihombing, Donald; Handayati, Wahyu; Nuryani, Waqiah; Saepuloh, -
Jurnal Hortikultura Vol 21, No 3 (2011): SEPTEMBER 2011
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kutudaun Macrosiphoniela sanborni merupakan salah satu hama penting yang menimbulkan kerugian yang cukup serius pada budidaya krisan. Untuk mengendalikannya petani biasa menggunakan pestisida kimia sintetis. Selain itu pengendalian hayati berpotensi dapat menekan hama. Beauveria bassiana merupakan agens pengendali hayati  yang memiliki potensi besar untuk mengendalikan beberapa hama penting tanaman hias. Biorama 1, 2, dan 3 merupakan bioinsektisida berbahan aktif  B. bassiana dengan kepadatan1010 konidia per g bahan pembawa dengan bahan pembawa yang berbeda (tepung jagung, sekam, dan talk) yang dibuat di Laboratorium Biokontrol, Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi). Bioinsektisida tersebut terbukti efektif mengendalikan trips pada tanaman krisan. Penelitian bertujuan mengetahui efektivitas bioinsektisida Biorama 1, 2, dan 3 dalam mengendalikan kutudaun krisan. Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik Balithi Segunung sejak bulan Juli hingga November 2008. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Dendranthema grandiflora kultivar Sakuntala. Perlakuan yang diuji yaitu Biorama 1 (1010 konidia/g tepung jagung), Biorama 2 (1010 konidia/g arang sekam), dan  Biorama 3 (1010 konidia/g talk) masing-masing dengan konsentrasi aplikasi 5 g/l, suspensi B. bassiana dengan kepadatan 1010 konidia/ml, Natural BVR adalah bioinsektisida komersial berbahan aktif B. bassiana (1010 konidia/g bahan pembawa) dengan konsentrasi aplikasi 5 g/l sebagai kontrol positif dan air sebagai kontrol negatif. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok terdiri atas enam perlakuan dan lima ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioinsektisida Biorama 1, 2, dan 3  efektif mengendalikan kutudaun M. sanborni dan efektivitasnya tidak berbeda nyata dibandingkan dengan Natural BVR dan suspensi  Beauveria. Perlakuan tersebut mampu menekan serangan M. sanborni, masing-masing dengan 68,58,  60,59, dan  54,37 % secara berurutan. Bioinsektisida memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas kutudaun. Biorama 1 dan 2 menunjukkan keefektifan yang paling tinggi  (22,30 dan 24,20%) dalam menekan kerusakan bunga  dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol. Implikasi dari penelitian ini ialah Biorama memiliki potensi yang besar diaplikasikan sebagai pestisida hayati ramah lingkungan pada budidaya krisan.Macrosiphoniela sanborni is one of the important pests causing serious losses on Chrysanthemum. Beauveria bassiana is a biological control agents, which has great potential to control several important pests on ornamental plants. Biorama 1, 2, and 3 are bioinsecticides containing B. bassiana as an active ingredient and made in Biological Control Laboratory of Indonesian Ornamental Crops Research Institute (IOCRI). The bioinsecticides were successfully tested and gave significant effect on controlling Chrysanthemum thrips. The study was aimed to determine the effectiveness of Biorama 1, 2, and 3 on controlling Chrysanthemum aphids. The experiment was conducted at the Plastichouse of  IOCRI from July to November 2008. Plant material used in this study was Dendranthema grandiflora cv. Sakuntala. The treatments tested were Biorama 1 (1010 conidia/g corn powder), Biorama 2 (1010 conidia/g activated-carchoal), and  Biorama 3 (1010 conidia/g talk) respectively with a concentration of 5 g/l, B. bassiana suspension with a density of 1010 conidia/ml, Natural BVR is a bioinsecticide with active ingredient B. bassiana, which has been commercialized as positive control in concentration 5 g/l and water as negative control. The experiment was arranged by a randomized complete block design consisted of  six treatments and five replications. The results showed that Biorama 1, 2, and 3 were effective to control  M. sanborni and the results did not give significant difference compared to  Natural BVR and Beauveria suspension. They reduced Chrysanthemum aphids up to 68.58, 60.59, and 54,37% respectively. Bioinsecticide provide real impact on the mortality of aphids. The Biorama 1 and 2 indicated the highest effectiveness (22.3 and 24.2% respectively) on lowering to flower damage compared to other treatments and control. This results indicated that Biorama have high potential applied as an environmental friendly biopesticide on Chrysanthemum cultivation.
Perbandingan Teknik Inokulasi Puccinia horiana dan Seleksi Bakteri Antagonis untuk Mengendalikan Penyakit Karat Putih pada Krisan Hanudin, -; Nuryani, Waqiah; Yusuf, Evi Silvia; Djatnika, Ika; Soedarjo, Muchdar
Jurnal Hortikultura Vol 21, No 2 (2011): JUNI 2011
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v21n2.2011.p173-184

Abstract

Penyakit karat pada krisan (Dendranthema grandiflora) yang disebabkan oleh Puccinia horiana, merupakan kendala utama dalam budidaya krisan.  Kehilangan hasil krisan oleh patogen tersebut dapat mencapai 100%. Penelitian ini bertujuan (1) mendapatkan teknik inokulasi P. horiana yang efektif menimbulkan gejala penyakit dan (2) mendapatkan bakteri antagonis yang secara efektif dapat mengendalikan penyakit karat putih pada tanaman krisan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Hias (1.100 m dpl.) sejak Juni sampai  dengan Desember 2009. Penelitian terdiri dari dua kegiatan. Rancangan yang digunakan pada masing-masing kegiatan ialah acak kelompok dengan 11 perlakuan yaitu pustul karat direndam dalam air, pustul karat pecah direndam dalam air, pustul karat direndam dalam air disimpan 10oC 12 jam, pustul karat pecah direndam dalam air10oC 12 jam, pustul ditempel di atas daun, pustul pecah ditempel di atas daun, pustul ditempel di bawah daun, pustul pecah ditempel dibawah daun, tanaman plus pustul disimpan di samping tanaman uji disungkup, tanaman pustul pecah disimpan di samping tanaman uji disungkup, dan kontrol dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode inokulasi P. horiana  isolat yang paling efektif menimbulkan gejala penyakit karat putih pada krisan ialah perlakuan peletakan tanaman yang terinfeksi P. horiana  dengan pustul yang belum maupun telah pecah di samping tanaman sehat.  Dari hasil uji antagonistik diketahui bahwa isolat bakteri antagonis Corynebacterium-2, merupakan isolat yang paling efektif mengendalikan P. horiana. Kemangkusan bakteri antagonis tersebut dalam menekan P. horiana sebanding dengan fungisida sintetik berbahan aktif azoksistrobin 0,1%. Isolat Corynebacterium-2 berpotensi untuk digunakan lebih lanjut sebagai bahan aktif biopestisida yang efektif untuk mengendalikan penyakit karat putih pada krisan. Pegembangan biopestisida tersebut diharapkan dapat menekan penggunaan pestisida sintetik.White rust disease caused by P. horiana is one of the serious problems on chrysanthemum cultivation. The pathogen causes yield losses  up to 100%. The research was aimed (1) to determine the effective inoculation technique and (2) to select antagonistic bacteria  for effectively controlling the pathogen. The research was carried out  in the Laboratory and  Glasshouse of Indonesian Ornamental Crops Research Institute (IOCRI), from June to December 2009.  The research consisted of two experiments. Each experiments was arranged in a randomized completely block design with 11 treatments i.e. rust pustuls dipped in water, mature rust pustuls dipped in water, rust pustuls dipped in water and stored at 10oC during 12 hours, mature rust pustuls dipped in water and stored at 10oC during 12 hours, pustuls adhered on the leaf, mature pustuls adhered on the leaf, pustuls adhered beneath the leaf, mature rust pustuls adhered beneath the leaf, the plant + pustuls stored beside tested plants covered by transparent plastic, mature pustuls plants stored beside tested plants covered by transparent plastic, and control with three replications. The results indicated that the most effective inoculation technique for the pathogen was locating and infected plant with immature or mature pustuls  surounding  a healthy plant. The effective antagonistic bacteria against the pathogen was Corynebacterium-2. The effectiveness of  the antagonistic bacteria in suppressing P. horiana  was equivalent to synthetic fungicide  azoksistrobin 0.1%. The Corynebacterium-2 isolate will be potentially used as an active ingredient of biopesticide for controlling white rust disease on chrysanthemum. The development of the biopesticide is expected to decrease to utilization of synthetic pesticides.
Biopestisida Organik Berbahan Aktif Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium pada Anyelir - Hanudin; Waqiah Nuryani; Evi Silvia Yusuf; Budi Marwoto
Jurnal Hortikultura Vol 21, No 2 (2011): JUNI 2011
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v21n2.2011.p152-163

Abstract

Anyelir (Dianthus caryophillus  L.) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Penyakit utama yang menyerang tanaman ini ialah layu Fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. dianthi dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman sekitar 20-60%.  Pengendalian yang selama ini dilakukan oleh petani bertumpu pada penggunaan  pestisida kimia sintetik. Namun penggunaan bahan kimia tersebut tidak mampu mengeradikasi patogen secara sempurna, terutama pada lapisan tanah yang agak dalam. Salah satu cara pengendalian berwawasan lingkungan ialah menggunakan musuh alami.  Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Hias (1.100 m dpl.), sejak Mei sampai Desember 2009. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh Bacillus subtilis dan Pseudomonas  fluorescens yang diformulasi dalam bentuk biopestisida organik cair dalam pengendalian layu Fusarium pada tanaman anyelir. Rancangan yang digunakan ialah acak  kelompok dengan 10 perlakuan, yaitu 10% ekstrak kascing + 10% molase + B. subtilils + P. fluarescens (BP) dan 10% ekstrak pupuk kandang kuda + 10% molase + BP masing-masing konsentrasi 0,1, 0,3, 0,5, dan 0,7%, dazomet 0,2%, serta kontrol (air ledeng), dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi bakteri antagonis setelah dilakukan proses fermentasi selama 3 minggu,  meningkat dibandingkan sebelum fermentasi.  Rerata populasi awal sebelum fermentasi bakteri antagonis  107-109 cfu/ml meningkat menjadi 1010-1012 cfu/ml pada 3 minggu setelah fermentasi. Populasi kedua agens biokontrol tersebut setelah penyimpanan selama 2 bulan cenderung stabil berkisar antara 1010-1011 cfu/ml.  Perlakuan B. subtilis dan P. fluorescens  yang disuspensikan ke dalam ekstrak kascing + molase pada taraf konsentrasi 0,5% kemudian difermentasikan dalam biofermentor selama 3 minggu secara konsisten dapat menekan serangan F. oxysporum f. sp. dianthi pada anyelir. Implikasi hasil penelitian ini dapat meningkatkan daya saing komoditas tanaman hias melalui pemanfaatan sumber daya alam nasional secara optimal berkelanjutan untuk mendukung industri tanaman hias yang berdaya saing tinggi.Carnation (Dianthus caryophillus  L.) is one of the most economically important cut flowers in Indonesia. The crops is commonly cultivated in the highland areas of the country. Cultivations of the crops in the production center areas have faced various problems, especially wilt disease caused by Fusarium oxysporum  f. sp. dianthi as the most important one. Based on the field observation it is known that the disease could reduce plant production and its yield quality up to 20-60%. To control the disease, farmers usually use a synthetic chemical pesticides.  However the control measures are not sufficiently effective to overcome the diseases problems.  Therefore, an alternative control measures which are more environmentally friendly is necessary. The use of biocontrol agents is nowdays bring popular to be recommended to  control the disease.  A study on the control of fusarial wilt disease on carnation was carried out  in the Laboratory and Glasshouse of Indonesian Ornamental Crops Research Institute (1,100 m asl.) from May to December 2009, using Bacillus subtilis and Pseudomonas  fluorescens  formulated in the liquid organic pesticide.  The study was arranged in a randomized block design, with 10 treatments i.e. 10% vermi compost + 10% molase + BP and 10% horse manure + 10% molase + BP consentration 0.1, 0.3, 0.5, 0.7% resfectively, dazomet 0,2% and control with four replications. The results showed that population of antagonistic bacterial was increased from  107-109  to 1010-1012 cfu/ml  after 3 weeks fermentation in the organic carrier.  The population of two antagonistic bacteria  was likely stable on 1010-1011 cfu/ml after storing 2 months. The treatments of B. subtilis and P.  fluorescens suspended in the vermi compost extract and molases on the concentration level of  0.5% and formulated in the biofermentor for 3 weeks  were consistenly effective in reducing Fusarium wilt on carnation. The implication of research results could be increase commodity competitive ability of ornamental plants by using national nature resource on a continuity for support the ornamental plants industry with high competitiveness.
Kemangkusan Biobakterisida terhadap Penyakit Busuk Lunak (Pseudomonas viridiflava) pada Phalaenopsis Waqiah Nuryani; Evi Silvia Yusuf; Hanudin -; Ika Djatnika; Budi Marwoto
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v22n4.2012.p392-399

Abstract

Penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh Pseudomonas viridiflava merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya anggrek Phalaenopsis di Indonesia. Sampai saat ini belum ditemukan teknik pengendalian penyakit tersebut yang paling efektif. Penggunaan biobakterisida sudah diterapkan di luar negeri untuk menekan penyakit busuk lunak pada Phalaenopsis. Tujuan penelitian ialah : (1) jenis bakteri antagonis yang digunakan sebagai bahan aktif biobakterisida, (2) formula biopestisida yang efektif mengendalikan  penyakit busuk lunak (PBL) pada anggrek  Phalaenopsis,  (3) mendapatkan informasi mekanisme penekanan bakteri antagonis, dan (4) memperoleh informasi kerapatan populasi bakteri antagonis yang mengkolonisasi pada daun setelah mendapat perlakuan biobakterisida. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi dan  Rumah Kaca Biokontrol, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung pada Bulan Januari hingga Desember 2011. Isolat bakteri antagonis nomor  B7 dan B30 disuspensikan ke dalam air steril dan bahan pembawa organik yang mengandung karbohidrat  dan  protein minimal, karbohidrat, dan protein optimal.  Selanjutnya formula tersebut masing-masing diaplikasikan pada daun  Phalaenopsis (metode spraying) sehari sebelum atau setelah inokulasi patogen busuk lunak (cara pin pricking). Rancangan yang digunakan  ialah acak kelompok dengan 15 perlakuan dan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  (1) bakteri antagonis no. B7 dan B30 yang digunakan sebagai bahan aktif biobakterisida digolongkan ke dalam genus Bacillus sp., (2) suspensi bakteri antagonis no. B7 dalam bahan organik yang mengandung karbohidrat dan protein minimal dan diaplikasikan 1 hari sebelum inokulasi dapat menekan serangan PBL dengan persentase penekanan sebesar 33,45%, (3) mekanisme penekanan  penyakit oleh biobakterisida dipengaruhi oleh derajat kolonisasi bakteri anatagonis pada daun anggrek dan efek antibiosis, dan (4) kerapatan populasi bakteri antagonis sebelum aplikasi ialah 9+7x102 cfu/g, selanjutnya meningkat menjadi 8+3 x 103 cfu/g daun selama 3 hari. Aplikasi biobakterisida berbahan aktif bakteri antagonis diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani anggrek dan  mendorong pengembangan industri biobakterisida berbasis sumber daya lokal. Soft rot caused by Pseudomonas viridiflava is one of the most important diseases on  Phalaenopsis production in Indonesia. Untill  now, the effective technique to control the disease  has not been found yet. Meanwhile biobactericide has been widely applied in other countries. The objectives of this research were (1) to determine type of antagonist bacteria used as biobactericide active material, (2)  biopesticide formula wich were effective to control soft rot disease, (3) to get information mechanism of suppressing on antagonist bacteria, and (4)  to examine the population density that colonized on Phalaenopsis orchid leaves  having treated. The study was conducted at Bacteriology Laboratory and Biocontrol Glasshouse of the Indonesian Ornamental Plant Research Institute, started from January to December 2011. Antagonist bacteria isolates no. B7 and B30 were suspended on the sterile water and the organic materials containing minimum or optimum of protein and carbohydrates, respectively. Then those biobactericides were applicated by spraying to the leaves of Phalaenopsis orchids  the day before or after the soft rot inoculation (by pin pricking method). A randomized block design with 15 treatments and three replications  was used in this study. The results showed that (1) antagonist bacteria no. B7 and B30  used as biobactericide active material were grouping in to the Bacillus sp. genus (2) antagonist bacteria isolate no. B7 that suspended in an organic material  containing minimum of carbohydrate-protein was applied 1 day before inoculation (treatment of a1f1 b7) was effective to control P. viridiflava with suppressing at 33.45%, (3) suppressing  mode rate of action of this treatment to suppress this pathogen  was  influenced by the degree of colonization and antibiosis reactions, and (4) the population density of such treatment before application was  9+7 x 102 cfu/g and increased to 8+3 x 103 cfu/g leaf during 3 days. The application of the biobactericides was quite promising  to increase orchids farmers‘ income and to push the development of  national resources  based biobactericide industry.
Uji Efektivitas Bioinsektisida Berbahan Aktif Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin terhadap Kutudaun Macrosiphoniela sanborni pada Krisan Evi Silfia Yusuf; Donald Sihombing; Wahyu Handayati; Waqiah Nuryani; - Saepuloh
Jurnal Hortikultura Vol 21, No 3 (2011): SEPTEMBER 2011
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v21n3.2011.p265-273

Abstract

Kutudaun Macrosiphoniela sanborni merupakan salah satu hama penting yang menimbulkan kerugian yang cukup serius pada budidaya krisan. Untuk mengendalikannya petani biasa menggunakan pestisida kimia sintetis. Selain itu pengendalian hayati berpotensi dapat menekan hama. Beauveria bassiana merupakan agens pengendali hayati  yang memiliki potensi besar untuk mengendalikan beberapa hama penting tanaman hias. Biorama 1, 2, dan 3 merupakan bioinsektisida berbahan aktif  B. bassiana dengan kepadatan1010 konidia per g bahan pembawa dengan bahan pembawa yang berbeda (tepung jagung, sekam, dan talk) yang dibuat di Laboratorium Biokontrol, Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi). Bioinsektisida tersebut terbukti efektif mengendalikan trips pada tanaman krisan. Penelitian bertujuan mengetahui efektivitas bioinsektisida Biorama 1, 2, dan 3 dalam mengendalikan kutudaun krisan. Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik Balithi Segunung sejak bulan Juli hingga November 2008. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Dendranthema grandiflora kultivar Sakuntala. Perlakuan yang diuji yaitu Biorama 1 (1010 konidia/g tepung jagung), Biorama 2 (1010 konidia/g arang sekam), dan  Biorama 3 (1010 konidia/g talk) masing-masing dengan konsentrasi aplikasi 5 g/l, suspensi B. bassiana dengan kepadatan 1010 konidia/ml, Natural BVR adalah bioinsektisida komersial berbahan aktif B. bassiana (1010 konidia/g bahan pembawa) dengan konsentrasi aplikasi 5 g/l sebagai kontrol positif dan air sebagai kontrol negatif. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok terdiri atas enam perlakuan dan lima ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioinsektisida Biorama 1, 2, dan 3  efektif mengendalikan kutudaun M. sanborni dan efektivitasnya tidak berbeda nyata dibandingkan dengan Natural BVR dan suspensi  Beauveria. Perlakuan tersebut mampu menekan serangan M. sanborni, masing-masing dengan 68,58,  60,59, dan  54,37 % secara berurutan. Bioinsektisida memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas kutudaun. Biorama 1 dan 2 menunjukkan keefektifan yang paling tinggi  (22,30 dan 24,20%) dalam menekan kerusakan bunga  dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol. Implikasi dari penelitian ini ialah Biorama memiliki potensi yang besar diaplikasikan sebagai pestisida hayati ramah lingkungan pada budidaya krisan.Macrosiphoniela sanborni is one of the important pests causing serious losses on Chrysanthemum. Beauveria bassiana is a biological control agents, which has great potential to control several important pests on ornamental plants. Biorama 1, 2, and 3 are bioinsecticides containing B. bassiana as an active ingredient and made in Biological Control Laboratory of Indonesian Ornamental Crops Research Institute (IOCRI). The bioinsecticides were successfully tested and gave significant effect on controlling Chrysanthemum thrips. The study was aimed to determine the effectiveness of Biorama 1, 2, and 3 on controlling Chrysanthemum aphids. The experiment was conducted at the Plastichouse of  IOCRI from July to November 2008. Plant material used in this study was Dendranthema grandiflora cv. Sakuntala. The treatments tested were Biorama 1 (1010 conidia/g corn powder), Biorama 2 (1010 conidia/g activated-carchoal), and  Biorama 3 (1010 conidia/g talk) respectively with a concentration of 5 g/l, B. bassiana suspension with a density of 1010 conidia/ml, Natural BVR is a bioinsecticide with active ingredient B. bassiana, which has been commercialized as positive control in concentration 5 g/l and water as negative control. The experiment was arranged by a randomized complete block design consisted of  six treatments and five replications. The results showed that Biorama 1, 2, and 3 were effective to control  M. sanborni and the results did not give significant difference compared to  Natural BVR and Beauveria suspension. They reduced Chrysanthemum aphids up to 68.58, 60.59, and 54,37% respectively. Bioinsecticide provide real impact on the mortality of aphids. The Biorama 1 and 2 indicated the highest effectiveness (22.3 and 24.2% respectively) on lowering to flower damage compared to other treatments and control. This results indicated that Biorama have high potential applied as an environmental friendly biopesticide on Chrysanthemum cultivation.
Potensi Beberapa Fungisida Nabati dalam Mengendalikan Karat Putih (Puccinia horiana Henn.) dan Perbaikan Mutu Krisan Evi Silvia Yusuf; Waqiah Nuryani; Ika Djatnika; Hanudin -; Suhardi -; Budi Winarto
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v22n4.2012.p385-391

Abstract

Puccinia horiana Henn. merupakan patogen penting penyebab penyakit karat putih yang menimbulkan kerugian signifikan dalam budidaya krisan, baik bunga potong atau tanaman pot. Aplikasi fungisida sintetik yang sering diandalkan oleh petani dan pengusaha tidak hanya memerlukan biaya yang lebih mahal, namun juga berdampak pada kerusakan lingkungan. Oleh karena itu pemanfaatan fungisida nabati yang lebih murah dan ramah terhadap lingkungan dapat menjadi alternatif pemecahannya. Beberapa fungisida nabati seperti Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, dan Sitron-E berbahan aktif minyak atsiri cengkih, nimba, kayu manis, serai wangi, dan asam salisilat telah diproduksi dan dikomersialisasikan oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Aplikasi fungisida tersebut diduga berpengaruh positif dalam menekan penyakit karat putih. Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi keefektifan empat produk fungisida nabati tersebut dalam  mengendalikan penyakit karat putih dan meningkatkan kualitas pertumbuhan  krisan. Penelitian dilakukan di Rumah Plastik di Poncokusumo, Malang, Jawa Timur sejak Bulan Januari hingga Desember 2010. Bahan tanaman yang digunakan ialah Dendranthema grandiflora cv. Swarna Kencana. Perlakuan yang diuji ialah 3 ml/l untuk Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, dan Sitron-E, serta 1,5 ml/l Amistartop 35 EC sebagai kontrol positif dan air sebagai kontrol negatif. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua fungisida nabati yang diuji efektif mengendalikan penyakit karat pada krisan. Perlakuan tersebut menurut uji statistik memiliki kemampuan yang sebanding dengan Amistartop. Penurunan intensitas karat putih oleh  perlakuan Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, Sitron-E, dan Amistartop berturut-turut  sebesar  49; 37,74; 32,43; 29,78; dan 48,33%.  Aplikasi  Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, dan Sitron-E tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, diameter bunga, dan vaselife bunga. Aplikasi hasil penelitian ini dapat memberi manfaat  untuk petani dan pengusaha dalam menurunkan biaya produksi serta meningkatkan pendapatan petani dan pengusaha karena harga keempat biofungisida murah dan tanpa dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Controlling white rust disease (Puccinia horiana Henn.) on chrysanthemum with some biofungicides P. horiana Henn. is important pathogen causing white rust disease  that may  lead to a significant lost in chrysanthemum cultivation (both for cut flower and pot plant). Synthetic fungicide commonly applied by farmers are causing not only high production costs, but also endangering the environment.  Confronting to this situation, the use of biofungicide that are considered cheaper and more environmental friendly has become  a relevant and promising alternative. Several biofungicides such as Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, and Sitron-E with active ingredient of clove oil, neem, cinnamon, citronella, and salicylic acid have been commersialized by the Indonesian Medical and Spice Crops Research Institute. In this study those  biofungicides were hypothesized to have great potential in control the white rust  disease. The main objective of this study was to obtain information regarding  the efficacy of  four  biofungicides in controlling white rust disease on  chrysanthemum. The  experiment was conducted at Plastichouse in Poncokusumo, Malang, East Java from January to December 2010 by using Dendranthema grandiflora cv. Swarna Kencana as planting materials. The treatments were consisted of 3 ml/l application of Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, and Sitron-E 1.5 ml/l application of difenokonazol + azoxistrobin (Amistartop 35 EC) as a positive control  and water as negative control. The experiment was set up  using a randomized block design with six treatments and four replications. The results showed that all tested biofungicides  were quite effective in  controlling white rust disease on chrysanthemum and had similar effectiveness in  reducing  disease intensity compared to  Amistartop. Cees EC, Neem-plus, Cekam EC, Sitron-E, and Amistartop had been able to reduce the white rust disease intensity by 49; 37.74; 32.43; 29.78; and 48.33% respectively. In the meantime, those biofungicides did not show significant effect on plant height, stem diameter, flower diameter, and flower vaselife. The use of biofungicides seems potentially promising to increase farmers income because the price of biofungicides were cheap and maintain environmental sustainability.