Claim Missing Document
Check
Articles

The Used of Paci-Paci Leaves Extract Leucas sp. to Prevent Mycotic Disease Sri Nuryati; M.A. Suparman; Y. Hadiroseyani
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 7 No. 2 (2008): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.282 KB) | DOI: 10.19027/jai.7.205-212

Abstract

Injury of fish caused by handling of fry transportation and harvesting could impact mycosis. Effort on controlling by using chemotherapeutic could impact on pollution of environtment and even  carcinogenic effect. One of alternative substances  can be used in both preventing and controlling safely is paci-paci, Leucas sp. This method based on phytopharmacy.  The aim of this research is to test the prevention of paci-paci leaves extract to mycotic disease .  This research used five treatments: possitive control; the doses of paci-paci  extract were 0 gr/l (negative control); 0.5 gr/l; 1 gr/l and 1.5 gr/l by using the gurami, Osphronemus gouramy Lac. That was measuring 7-9 cm. The method that was used is the short-term submersion (short baths) for 24 hours.  Paci-paci extract can reduced the fungal infection and hindered the growth of Saprolegnia sp. colonies.  Descriptively, the paci-paci extract (the treatment of the extract 0.5 gr/l; 1 gr/l; 1.5 gr/l) could prevent the Saprolegnia sp. infection with the successive prevalence 33.3 %; 22.2 %; 0 %. Keyword: Osphronemus gouramy, paci-paci, Leucas sp. and mycosis   ABSTRAK Luka-luka pada tubuh ikan baik yang disebabkan penanganan pada saat pengangkutan maupun panen benih berpeluang menimbulkan penyakit mikotik yang disebabkan oleh cendawan. Upaya pengendalian menggunakan obat-obatan kimia berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dan bahkan ada yang bersifat karsinogenik. Salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan dengan aman dalam upaya pencegahan dan pengendalian tersebut adalah paci-paci, Leucas sp. yang merupakan metode berbasis fitofarmaka. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ekstrak daun paci-paci pada pencegahan penyakit mikotik. Penelitian ini menggunakan lima perlakuan yaitu kontrol positif; dosis ekstrak 0 gr/l (kontrol negatif); 0,5 gr/l; 1 gr/l dan 1,5 gr/l dengan menggunakan ikan gurame, Osphronemus gouramy Lac. yang berukuran 7-9 cm. Metode yang digunakan yaitu perendaman jangka pendek (short baths) selama 24 jam. Dengan metode tersebut ternyata ekstrak paci-paci dapat mengurangi timbulnya infeksi dan menghambat pertumbuhan koloni cendawan Saprolegnia sp. Ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai prevalensi dan diameter koloni jika dibandingkan dengan kontrol positif. Secara deskriptif, ekstrak paci-paci (perlakuan ekstrak 0,5 gr/l; 1 gr/l; 1,5 g/l) dapat  mencegah  serangan   Saprolegnia sp. dengan prevalensi berturut-turut 33,3 %; 22,2 %; 0 %. Kata kunci: Gurame, Osphronemus gouramy, Paci-paci, Leucas sp. dan mikotik
Pathogenicity Assay of Vibrio harveyi in Tiger Shrimp Larvae Employing Rifampicin-Resistant as A Molecular Marker . Widanarni; D. Meha; Sri Nuryati; . Sukenda; A. Suwanto
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 3 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.083 KB) | DOI: 10.19027/jai.3.23-27

Abstract

Rifampicin-resistant marker was employed as a reporter to assay pathogenicity of Vibrio harveyi  in shrimp larvae.  V. harveyi M. G3 and G7 that difference not schizotyping as shown by Pulsed-Filed Gel Electrophoresis (PFGE) used in this study. Spontaneous mutation was conducted to generate V. harveyi resistant to rifampicin. Two groups of shrimp post-larvae (PL5) were immersed for 30 min in 106 CFU/ml of mutants and wild type of V. harveyi, respectively; and then placed in a 2 liter shrimp rearing tank for five days. A control group was immersed in sterile seawater. Growth curve analysis and pathogenicity assay of V. harveyi  showed that each of the V. harveyi mutant exhibited almost identical profiles to that of the wild type parental strain and did not show alteration in their pathogenicity. Sample from dead shrimp larvae showed that the dead shrimp larvae were infected by V. harveyi RfR, indicated that rifampicin-resistant marker effective as a reporter to assay pathogenicity of Vibrio harveyi in shrimp larvae. Key words: shrimp larvae, Vibrio harveyi, rifampicin-resistant, molecular marker
Hematology of common carp following DNA vaccination and koi herpesvirus challenge test Sri Nuryati; N.A. Maswan; . Alimuddin; . Sukenda; K. Sumantadinata; F.H. Pasaribu; R.D. Soejoedono; A. Santika
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 9 No. 1 (2010): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.781 KB) | DOI: 10.19027/jai.9.9-15

Abstract

The study was aimed to determine the effectiveness of DNA vaccine doses on hematological aspect which represent immune response and its influence on common carp survival rate. DNA vaccines encoding the viral glycoprotein of  koi herpesvirus (KHV) have been proved to highly protect the fish under laboratory condition.  A dose of 12.5 µg/100 µl vaccine had resulted in a survival rate of 96.67 % during 30 days after challenge test with a lethal dose of KHV. Fish vaccinated using lower doses, i.e. 2.5 and 7.5 µg/100µl showed 100% mortality after 15 and 19 days challenge test respectively, whereas non vaccinated fish as a control showed 100% mortality after 17 days challenge test.  Total leucocytes of the vaccinated fish were higher than control until 42 days post vaccination, but declined afterward.  Phagocytic index of the vaccinated fish using 12.5 µg/100 µl was declined after 49 days post vaccination or 7 days post challenge test. Key words: DNA vaccine, Koi herpesvirus (KHV), leucocyte, phagocytic index, Cyprinus carpio   ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh vaksinasi menggunakan vaksin DNA dengan dosis berbeda terhadap gambaran darah ikan sebagai respresentasi tanggap kebal ikan mas serta pengaruhnya terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan mas. Vaksin DNA penyandi glikoprotein koi herpesvirus (KHV) dapat memberikan proteksi yang tinggi pada percobaan skala laboratorium.  Vaksinasi dengan dosis 12,5 µg/100µl dapat mempertahankan kelangsungan hidup sebesar 96,67% selama satu bulan setelah uji tantang dengan virus KHV menggunakan dosis letal.  Ikan yang divaksin dengan dosis yang lebih rendah yaitu 2,5 dan 7,5 µg/100µl mengalami kematian total berturut-turut setelah 15 dan  19 hari uji tantang, sedangkan ikan kontrol yang tidak divaksin mengalami kematian total setelah 17 hari uji tantang.  Jumlah leukosit total ikan yang divaksinasi lebih tinggi dibanding dengan kontrol sampai hari ke-42, setelah itu mengalami penurunan.  Indeks fagositosis ikan yang divaksin dengan dosis 12,5 µg/100µl mengalami penurunan setelah hari ke-49 atau 7 hari setelah uji tantang. Kata kunci: Vaksin DNA, Koi herpesvirus (KHV), leukosit, indeks fagositosis, Cyprinus carpio
Identification and Koch Postsulate Test of Fungal Causative Disease in Gouramy Fish Sri Nuryati; F.B.P. Sari; . Taukhid
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 2 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.909 KB) | DOI: 10.19027/jai.8.127-133

Abstract

Micotic diseases caused by aquatic fungi is often found in gouramy fish (Osphronemus goramy Lac.) at various stages from egg hatching to adult. Samples of fungi were isolated and identified from eggs and fish indicated with fungal diseases infection. Saprolegnia was identified in infected egg whereas Aphanomyces sp. was identified in the internal part (underneath lesion) of gouramy fish. Postulate Koch tests was further confirmed that both species could infect gouramy fish.     Keyword : Gouramy, fungi, Saprolegnia and Aphanomyces   ABSTRAK Penyakit mikotik yang disebabkan oleh cendawan akuatik sering ditemui pada ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) dari fase penetasan telur sampai ukuran dewasa. Dari isolasi dan identifikasi yang dilakukan terhadap telur yang terinfeksi dan permukaan tukak diperoleh cendawan Saprolegnia, sedangkan isolasi dan dan identifikasi dari bagian internal (dibawah tukak) ikan gurame diperoleh cendawan Aphanomyces sp. Dari uji reinfeksi dengan menggunakan Postulat Koch diperoleh hasil bahwa cendawan Saprolegnia yang diisolasi dari telur gurame maupun cendawa cendawan Aphanomyces dari tukak dapat menginfeksi ikan gurame. Kata kunci : gurame, cendawan, Saprolegnia dan Aphanomyces
Control of Ectoparasitic Monogenean Infestation on GIFT Tilapia (Oreochromis sp.) using Salt Addition Yani Hadiroseyani; L.S. Harti; Sri Nuryati
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 2 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.274 KB) | DOI: 10.19027/jai.8.135-145

Abstract

Ectoparasitic monogenean infestation is one of fish diseases which may cause mass mortality, therefore controlling the parasites is one of the important factors to ensure the success of aquaculture activities. Salt addition is one of disease curative and controlling techniques which is cheap, easy and environmental friendly as well as effective to control ectoparasites in freshwater environment. The objectives of this study were to examine monogenean parasites species in GIFT (Genetically Improved Farmed Tilapia) tilapia, their tolerance to salt concentration and the most effective salt concentration to control the parasites. Identification, intensity and prevalence of parasitic monogenean were carried out on the external parts (body surface, fins and gills) of 31 fishes. Subsequently, two different experiments were carried out  to determine parasites and fish resistance on various salt concentration at a range of 0 - 24 g/l with an interval of 2 g/l. To confirm the results of previous experiment, parasites infected fish was immersed in salt water at various concentration based on previous experiments. Two genera of monogenean were identified in GIFT tilapia, i.e. Gyrodactylus sp. on body surface and fins, and Cichlidogyrus sp. on gills with the same prevalence (100%). The intensity of those parasites was different, namely 27.84 ind/fish for Gyrodactylus sp. and 6.06 ind/fish for Cichlidogyrus sp. The intensity of both parasites was found to be lower as salt concentration increase. Salt concentration of 24 g/l was the most effective concentration to reduce parasites infestation and could totally treat the infested fish within 6 days. Keyword : tilapia, Oreochromis, monogenea, parasite and salt     ABSTRAK Serangan monogenea ektoparasitik merupakan salah satu masalah penyakit ikan yang dapat menyebabkan kematian masal, sehingga pengendaliannya merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam usaha budidaya. Garam merupakan agen penyembuh atau pengendali penyakit yang murah, mudah didapat, ramah lingkungan dah efektif untuk mengendalikan ektoparasit pada lingkungan air tawar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis monogenea yang menyerang ikan nila, kisaran toleransinya terhadap kadar garam air dan efektifitas kadar garam yang dapat menekan perkembangannya tanpa membahayakan inang. Identifikasi, intensitas dan prevalensi monogenea yang menyerang dilakukan melalui pemeriksaan eksternal (permukaan tubuh, sirip dan insang) 31 ekor ikan nila gift. Kemudian penentuan kisaran salinitas monogenea dan ikan inang dilakukan dengan menguji daya tahan parasit dan ikan pada salinitas 0 - 24 g/l dengan selang 2 dilanjutkan dengan penelitian perendaman ikan yang terinfeksi monogenea dalam air garam dengan salinitas berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat dua genus monogenea yang menyerang ikan nila yaitu Gyrodactylus sp. pada permukaan tubuh dan sirip serta Cichlidogyrus sp. pada insang dengan prevalensi mencapai 100%. Namun intensitas kedua parasit tersebut ditemukan berbeda yaitu 27,84 ind/ekor untuk Gyrodactylus sp. dan Cichlidogyrus sp. sebesar 6,06 ind/ekor. Intensitas Gyrodactylus sp. menurun dengan meningkatnya konsentrasi garam, begitu juga dengan intensitas Cichlidogyrus sp. Konsentrasi 24 g/l merupakan konsentrasi garam yang paling cepat untuk mengurangi serangan parasit tersebut pada ikan dibandingkan konsentrasi 12 dan 0 g/l. Bahkan dapat membebaskan ikan dari infeksi parasit tersebut dalam waktu hari 6 hari. Kata kunci : nila, Oreochromis, monogenea, parasit dan garam.
Efficacy of DNA vaccine encoding koi herpesvirus glycoprotein GP-25in common carp juvenile by immersion Soko Nuswantoro; . Alimuddin; Munti Yuhana; Ayi Santika; Sri Nuryati; Zakki Zainun; Mira Mawardi
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 No. 1 (2012): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (991.677 KB) | DOI: 10.19027/jai.11.76-85

Abstract

Koi herpesvirus (KHV) is a herpesvirus that particularly infects and causes mass mortality to koi and common carp. Therefore, the protection of common carp from KHV infection is urgently needed. In this study, we developed an application of DNA vaccine encoding KHV glycoprotein-25 by immersion method to increase survival of common carp against KHV infection. A total of 400 common carp juveniles at 30-day-old were immersed in 1-L water containing 1.3×108CFU/mL of the killed Escherichia coli cells carrying DNA vaccine. Three frequencies and three duration of fish immersion were tested, namely: 1×30 minutes, 1×60 minutes, 1× 90 minutes, 2×90 minutes and 3×90 minutes by interval of 24 hours. Reversetranscription polymerase chain reaction analysis showed that DNA vaccine was successfully expressed in the vaccinated fish. Fish at twenty eight days post vaccination were challenged by injecting 10-4 mL of KHV per fish. The result showed that vaccination by 1×30 minutes immersion allowed 61% of fish survived, and this was significantly higher (p<0.05) compared to control (without vaccination), but it was similar among vaccination treatments (p>0.05). The relative percent survival of vaccinated fish were also similar among treatments (p>0.05). DNA vaccination has increased fish survival about two fold higher compared to unvaccinated fish control (26.67%). Thus, DNA vaccination was effectively delivered by immersion for 1×30 minutes, and this technique can be useful to level up the resistance of common carp juveniles against KHV infection. Keywords: DNA vaccine, KHV, glycoprotein, immersion, common carp
Duration of feed application of mixed powders of Phyllanthus niruri and Allium sativum for the prevention of Aeromonas hydrophila infection in catfish Clarias sp. Dinamella Wahjuningrum; Iis Widiani; Sri Nuryati
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 No. 2 (2012): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1268.129 KB) | DOI: 10.19027/jai.11.179-189

Abstract

Motile Aeromonad Septicaemia (MAS) caused by Aeromonas hydrophila induced serious epidemics of disease in catfish Clarias sp. The purposed of this research was to determine optimum durations of feed application of mixed powders Phyllanthus niruri and Allium sativum to prevent MAS. Experimental design that used was Complete Random Design which consist of three treatments and three replications. This research tested on three different of durations of feed application of P. niruri and A. sativum, namely A (powder of P. niruri and A. sativum feed application during 21 days and infected with A. hydrophila 0,1 mL IP), B (powder of P. niruri and A. sativum feed application during 14 days and injected IP with A. hydrophila 0,1 mL), C (powder of P. niruri and A. sativum feed application during seven days and injected IP with A. hydrophila 0,1 mL), and control, namely K- (without P. niruri and A. sativum feed application and injected IP with PBS 0,1 mL) and K+ (without P. niruri and A. sativum powder application and injected IP with A. hydrophila 0,1 mL). The treatments was given for 21 days before challenging test, at 22th day test in vivo carried out by injecting A. hydrophila (108 CFU/mL) into the fish by intramuscular and observed for 10 days. The highest value of survival rate that consist in treatment K- was 100±0.00%, treatment A was 93.3±11.55%, and treatment B was 73.33±30.55%. While treatment K+ and C have the same survival rate that is, 26.67±11.55%. The application P. niruri and A. sativum powder during 21 days was optimum for preventing MAS in catfish.Keywords: Phyllanthus niruri, Allium sativum, Aeromonas hydrophila, Clarias sp.
Artemia sp. as a DNA vaccine vector for common carp Cyprinus carpio larvae Sri Nuryati; Sekar Sulistyaning Hadiwibowo; . Alimuddin
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 1 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2846.28 KB) | DOI: 10.19027/jai.12.54-61

Abstract

ABSTRACT Koi herpes virus (KHV) is one of the most common impetuses for disease on common carp Cyprinus carpio. Generally, viral disease is difficult to cure because virus is intra-cellular parasite, that virus survives, multiplies, and lives only if it on the host cell. Oral vaccine delivery through Artemia sp. is of one alternative way to overcome this problem. This experiment was carried out by analysis DNA vaccine expression encoding of glycoprotein gene (GP-11) on C. carpio. Bacteria containing plasmid Krt-GP-11 as vaccine is served through Artemia sp. as a vector. Artemia sp. was given for one and two times a week to three weeks old common carp. Organs of fish fed by Artemia sp. were analyzed every three days after vaccination. The expression of GP-11 in kidney in each treatment is also observed by the use of RT-PCR method, within ten days after vaccination. The experiment showed that dose of DNA vaccine in whole bacteria could be expressed is 106 cfu/mL in a once or twice provisions a week. DNA vaccine could be detected in three organs. RT-PCR analysis also showed that the expression of GP-11 can be detected in all tested organs. In conclusion, Artemia sp. can be used as a vector to carry plasmid GP-11 vaccine for common carp Cyprinus carpio larvae. Keywords: DNA vaccine, KHV, Artemia sp., common carp  ABSTRAK Salah satu penyakit pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang disebabkan oleh virus adalah koi herpes virus (KHV). Penyakit yang disebabkan oleh virus umumnya sulit untuk disembuhkan karena virus merupakan parasit intraseluler, yaitu virus hanya dapat hidup, bertahan hidup, dan memperbanyak diri di dalam sel inang. Metode pemberian vaksin DNA secara oral melalui Artemia sp. merupakan salah satu alternatif pengobatan yang diharapkan dapat menangani permasalahan penyakit pada ikan yang disebabkan oleh virus. Pada penelitian ini dilakukan uji ekspresi vaksin DNA yang menyandikan glikoprotein 11 (GP-11) pada ikan mas. Bakteri yang mengandung plasmid Krt-GP-11 sebagai vaksin diberikan melalui Artemia sp. sebagai pembawa vaksin. Pemberian Artemia sp. dilakukan satu dan dua kali seminggu pada ikan mas umur tiga minggu. Keberadaan DNA vaksin di usus, ginjal, dan insang dianalisis menggunakan metode PCR. Organ diambil setiap tiga hari setelah pemberian vaksin. Ekspresi gen GP-11 juga diamati pada organ ginjal di setiap perlakuan dengan menggunakan metode RT-PCR, pada sepuluh hari setelah pemberian vaksin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DNA vaksin yang diberikan dengan dosis 106 cfu/mL pada perlakuan satu dan dua kali seminggu dapat terdeteksi pada ketiga organ. Hasil RT-PCR menunjukkan bahwa ekspresi GP-11 dapat terdeteksi pada semua organ uji di setiap perlakuan. Dengan demikian Artemia sp. dapat digunakan sebagai vektor pembawa vaksin plasmid GP-11 dengan frekuensi pemberian vaksin untuk larva ikan mas. Kata kunci: vaksin DNA, KHV, Artemia sp., ikan mas
Kappa-carrageenan as immunostimulant to control infectious myonecrosis (IMN) disease in white shrimp Litopenaeus vannamei Dian Febriani; . Sukenda; Sri Nuryati
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 1 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2869.063 KB) | DOI: 10.19027/jai.12.70-78

Abstract

ABSTRACT This study evaluated the modulation of non-specific immune response, growth, and disease resistance of white shrimp,  Litopenaeus vannamei against infectious myonecrosis virus (IMNV). The first stage of this study evaluated the different dose of k-carrageenan administration i.e. 5, 10, and 15 g/kg feed for four weeks of rearing period, while the later studied evaluated about the frequency of administration i.e. daily, seven days interval, and 14-days interval for five weeks of rearing period. Both stages had positive and negative control and performed in complete randomized design. The parameters of observation consisted of immune parameters, clinical symptoms, growth, and survival. Shrimp were fed three times a day at feeding rate of 4–5% of body weight/day. IMNV Challenge test was performed by feeding the shrimp via oral route at a level 10% of body weight for three consecutive days, followed by 14-days observation. The results showed that shrimp administered with k-carrageenan at a concentration of 15 g/kg feed showed the best performance of all concentration tested. The shrimp’s haemocyte count, phagocytes activity, phenoloxidase activity, and relative growth were 12±0.72×106 cell/mL; 34.67±0.58%; 0.511±0.10; and 86.15% respectively. After challenged, the survival was 85±7.07%. Moreover, application in 14 days at 7-days interval gave 88.57% relative growth and 93±5,8% survival, which were higher than other treatments. The administration of k-carrageenan at concentration of 15 g/kg with 14 days interval on white shrimp juveniles showed higher immunostimulatory effect and better protection against IMNV. Keywords: kappa-carrageenan, immunostimulant, IMNV, Litopenaeus vannamei  ABSTRAK Penelitian ini mempelajari pemberian kappa-karagenan dalam memodulasi respons imun nonspesifik, pertumbuhan, dan resistensi udang vaname Litopenaeus vannamei terhadap infeksi infectious myonecrosis virus (IMNV). Tahap pertama mengetahui dosis pemberian k-karagenan sebesar 5, 10, dan 15 g/kg pakan selama empat minggu pemeliharaan, sedangkan tahap kedua mengevaluasi frekuensi pemberian k-karagenan, yaitu setiap hari, tujuh hari, dan 14 hari secara berulang dengan interval tujuh hari selama lima minggu pemeliharaan. Kedua tahap penelitian menggunakan kontrol positif dan negatif dalam rancangan acak lengkap. Parameter pengamatan terdiri atas respons imun, gejala klinis, pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vaname. Udang diberi makan tiga kali sehari dengan FR 4–5% biomassa/hari. Infeksi IMNV dilakukan secara oral sebesar 10% biomassa selama tiga hari berturut-turut, dan diamati selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang yang diberikan k-karagenan 15 g/kg pakan memperoleh hasil terbaik. Total hemosit, aktivitas fagositosis, aktivitas phenoloxidase, dan pertumbuhan relatif udang masing-masing adalah 12±0,72×106 sel/mL; 34,67±0,58%; 0,511±0,10 dan 86,15%, dengan kelangsungan hidup udang setelah diinfeksi IMNV sebesar 85±7,07%. Frekuensi pemberian 14 hari secara berulang dengan interval tujuh hari memberikan hasil kelangsungan hidup terbaik sebesar 88,57% dan pertumbuhan relatif sebesar 93±5,8%. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa, pemberian k-karagenan 15 g/kg dan interval 14 hari menunjukkan respons imun dan perlindungan yang lebih baik terhadap IMNV. Kata kunci: kappa-karagenan, imunostimulan, IMNV, Litopenaeus vannamei
Administration of Phyllanthus niruri to control IMNV (myonecrosis infectious virus) infection white shrimp Litopenaeus vannamei Sukenda .; Sri Nuryati; Isni Rahmatika Sari
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 2 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.587 KB) | DOI: 10.19027/jai.10.192-202

Abstract

ABSTRACTInfectious myonecrosis (IMN) disease is a major disease in Indonesia shrimp farming. The disease is caused by infectious myonecrosis virus (IMNV). Currently, treatment and drug has not been obtained to control the virus. This research was conducted to determine the effect of Phyllanthus niruri extract in white shrimp (Litopenaeus vannamei) against IMNV infection. Healthy shrimp was given P. niruri extract 20 mg/kg of feed for seven days and after that the shrimp was challenged by orally with IMNV infected shrimp tissue. The positive control was given feed without P. niruri extract and challenged with IMNV infected shrimp tissue, while negative control was not challenged with IMNV infected shrimp tissue. IMNV infection gave a significantly different effect on survival rate. In the shrimp P. niruri previously (86.7%) gave higher survival rate compared to shrimp without P. niruri (66.67%). Survival rate of negative control was 93.33%. IMNV clinical signs in general was white necrotic areas in striated muscles. Histological examination showed that cell necrosis appeared on the mussel tissues. In conclusion the addition of P. niruri to the commercial feed can give the survival rate of shrimp better when challenged with IMNV.Keywords: IMNV, Phyllanthus niruri, Litopenaeus vannameiABSTRAKPenyakit infectious myonecrosis (IMN) merupakan penyakit utama pada budidaya udang di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh infectious myonecrosis virus (IMNV). Saat ini, belum diperoleh cara dan obat untuk mengendalikan virus IMNV. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh immunostimulan tepung meniran (Phyllanthus niruri) yang diberikan melalui pakan pada udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang diinfeksi IMNV. Udang vaname yang sehat diberi pakan yang mengandung meniran dengan dosis 20 mg/kg pakan selama tujuh hari dan kemudian diuji tantang secara oral dengan memberikan jaringan udang yang telah terinfeksi IMNV. Udang kontrol positif dilakukan dengan memberi pakan komersial tanpa penambahan meniran yang kemudian diuji tantang dengan memberi makan jaringan udang yang terinfeksi IMNV, sedangkan udang kontrol negatif tidak diuji tantang dengan jaringan yang terinfeksi IMNV. Hasil menunjukkan bahwa kelompok udang yang diberi pakan mengandung meniran mempunyai kelangsungan hidup (86,67%) lebih tinggi dibandingkan dengan udang yang tidak diberi pakan mengandung meniran (66,67%) ketika diuji tantang dengan IMNV. Kontrol negatif yang tidak diberi pakan mengandung meniran dan tidak diuji tantang dengan IMNV memberikan kelangsungan hidup 93,33%. Gejala klinis yang ditunjukkan adanya infeksi IMNV terlihat dengan adanya otot putih pada ruas tubuh udang. Pengamatan histopatologi menunjukkan adanya nekrosis pada sel-sel di jaringan otot udang. Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa penambahan meniran pada pakan komersial dapat meningkatkan kelangsungan hidup udang ketika terjadi infeksi IMNV.Kata kunci: IMNV, Phyllanthus niruri, Litopenaeus vannamei
Co-Authors , Alimuddin , Rahman , Rusli , Sofian , Sukenda , Yuliyanti . Alimuddin . Kurdianto . Sukenda . Sukenda . Taukhid A. Santika A. Suwanto Afriani Ramadhan Agung Cahyo Setyawan Agus Oman Sudrajat Ahmad Beni Rouf Ahmad Muzaki Akmal Izwar Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Alimuddin Amalia Putri Firdausi Anang Fajrin Andi Tiara Eka Diana Puteri Angela Mariana Lusiastuti Angela Mariana Lusiastuti Angela Mariana Lusiastuti Angela Mariana Lusiastuti Anis Nugrahawati Ardana Kurniaji Arif Lukman Firmansyah Ayi Santika Ayi Santika Ayi Santika Ayu Dhita Juliadiningtyas Bagus Rahmat Basuki D. Meha D. Puspitaningtyas D. Wahjuningrum DEDI JUSADI Dedi Jusadi Dendi Hidayatullah Dendi Hidayatullah Dendi Hidayatullah Dendi Hidayatullah Dendi Hidayatullah Dendi Hidayatullah Dian Febriani Dian Hardiantho Dinamella Wahjuningrum Dinar Tri Soelistyowati Dinar Tri Soelistyowati Dwi Hany Yanti Dwi Hany Yanti Eddy Supriyono Eni Kusrini Eni Kusrini Erni Susanti F.B.P. Sari F.H. Pasaribu Fachriyan Hasmi Pasaribu Fauzan Wahib Alsani Fitriyah Husnul Khotimah Goro Yoshizaki Harton Arfah Haryanti Haryanti Hasan Nasrullah Hasan Nasrullah Ibnu Bangkit Bioshina Suryadi Iis Diatin Iis Widiani Ikhsan Khasani Indah Mastuti Irzal Effendi Irzal Effendi Isni Rahmatika Sari Julie Ekasari K. Sumantadinata Ketut Mahardika Ketut Sugama Komar Sumantadinata kukuh Nirmala Kukuh Nirmala L.S. Harti La Ode Muhammad Arsal Lili Sholihah Lilis Nurjanah M. Zairin Junior M.A. Suparman Margie Brite Mauliza Yanti Mia Setiawati Mia Setiawati Min Rahminiwati Mira Mawardi Muhammad Agus Suprayudi MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI Muhammad Agus Suprayudi Muhammad Zairin Jr. Muhammad Zairin Jr. Muhammad Zairin Jr. Munti Yuhana Muthahharah Muchtar N. Ashry N.A. Maswan Nadia Aulia Nur Bambang Priyoutomo Nurbambang Priyo Utomo Nurbariah Nurbariah Nurina Pratiwi Nurly Faridah Nurly Faridah Odang Carman P. Giri P. Hariyadi Putri Utami Qorie Astria R.D. Soejoedono Rahma Mulyani Rahman Rahman Rahman Rahman Rahman, Rahman Ratnawati Rifai Retno Damayanti Soejoedono Rini Purnomowati Ruku Ratu Borut S.H. Sholeh Sari Budi Moria Sembiring Sarjito - Sekar Ayu Chairunnisa Sekar Ayu Chairunnisa Sekar Sulistyaning Hadiwibowo Siti Murniasih Siti Zubaidah Slamet Budi Prayitno Soko Nuswantoro sri murtini . Suhermanto, Achmad Sukenda Sukenda . Sukenda . Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda Sukenda, Sukenda Sutiastuti Wahyuwardani Tatag Budiardi Tiara Puspa Anjani Tira Silvianti Titin Kurniasih Tiya Widi Aditya Trian Rizky Febriansyah Tuti Sumiati Tuti Sumiati Uttari Dewi Wasmen Manalu Wida Lesmanawati Widanarni Widanarni Widanarni Y. Hadiroseyani Y. Kuswardani Yanti Inneke Nababan Yonvitner - Yuni Puji Hastuti Zakki Zainun