Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Focus Group Discussion Tindak Pidana Destructive Fishing dan Dampaknya terhadap Keberlanjutan Pariwisata Bahari Kabupaten Pesawaran Maya Shafira; Eddy Rifai; Diah Gustiniati; Mashuril Anwar
JPKMI (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Indonesia) Vol 3, No 1: Februari (2022)
Publisher : ICSE (Institute of Computer Science and Engineering)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36596/jpkmi.v3i1.259

Abstract

Kegiatan ini bertujuan mengedukasi mitra dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten Pesawaran, mengenai regulasi dan dampak tindak pidana destructive fishing terhadap pengelolaan pariwisata bahari yang berkelanjutan. Metode yang digunakan dalam pencapaian tujuan tersebut yakni penyampaian materi melalui ceramah, diskusi terarah dan tanya jawab. Setelah pelaksanaan kegiatan, diketahui bahwa Kabupaten Pesawaran memiliki beberapa kawasan wisata yang berbasis pantai, kuliner, kerajinan, kawasan wisata berbasis bahari dan warisan budaya, serta kawasan wisata berbasis air terjun. Tindak pidana destructive fishing berdampak terhadap keberlanjutan sektor pariwisata di Kabupaten Pesawaran, karena menyebabkan kerusakan ekosistem dan berbagai biodata laut yang mengurangi daya tarik pariwisata. Kegiatan ini telah memberikan berbagai masukan terkait penanggulangan tindak pidana destructive fishing, guna keberlanjutan pengelolaan pariwisata bahari di Kabupaten Pesawaran.
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT LAMPUNG MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGING Ahmad Irzal Fardiansyah; Maroni Maroni; Diah Gustiniati; Emilia Susanti
Bina Hukum Lingkungan Vol 6, No 3 (2022): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v6i3.263

Abstract

ABSTRAKKerusakan hutan mengalami peningkatan luas kerusakan setiap tahun di Indonesia. Setidaknya, sekitar 857.756 hektare. Terdiri dari 630.451 hektar lahan mineral dan 227.304 hektar lahan gambut. Angka ini meningkat 160% dibandingkan sebelumnya yang luasnya sekitar 328.724 hektar. Situasi ini akan berdampak pada lingkungan secara keseluruhan, termasuk perubahan iklim pada kenaikan suhu udara. Pemerintah sudah banyak mengkampanyekan larangan kebakaran hutan dan illegal logging, namun kebakaran hutan dan illegal logging masih saja terjadi, sehingga perlu mengintensifkan instrumen lain. Yakni dengan memanfaatkan peran masyarakat adat, mereka memiliki banyak kebijakan lokal yang dapat dimunculkan dan dijadikan salah satu kebijakan nasional dalam rangka pencegahan terjadinya tindak pidana pembakaran hutan dan illegal logging. Metode penulisan makalah ini adalah penelitian non doktrinal, dengan wawancara mendalam kepada tokoh masyarakat adat, kemudian hasil wawanca-ra mendalam dianalisis untuk dijadikan rekomendasi temuan penelitian. Hasilnya adalah model penegakan hukum di masyarakat adat, dalam praktiknya sejalan dengan konsep hukum pidana administrasi. Konsep hukum ini menekankan pada prinsip penegakan hukum yang tidak berorientasi pidana sebagai pilihan utama. Masyarakat adat mengutamakan upaya pencegahan berupa larangan perusakan hutan, kemudian pembatasan mengambil kayu hutan, dan kewajiban menanam kembali pohon.Kata kunci: perusakan hutan; masyarakat adat; lampung; penebangan liar. ABSTRACT The area of Forest damage has increased every year in Indonesia. At least, about 857,756 hectares. It consists of 630,451 hectares of mineral land and 227,304 hectares of peat land. This figure is an increase of 160% compared to the previous area of about 328,724 hectares. This situation will have an impact on the environment, including climate change and the increase in air temperature. The government has made many campaigns for the prohibition of forest fires and illegal logging, but forest fires and illegal logging still occur, need to intensify other instruments, by taking advantage of the role of indigenous peoples, they have many local policies that can be brought up and used as one of the national policies in the context of preventing the occurrence of criminal acts of forest burning and illegal logging. The problem is what is the role of indigenous peoples in preventing forest fires and illegal logging? The method of writing this paper is non-doctrinal research, with in-depth interviews with indigenous community leaders, then the results of in-depth interviews are analyzed to be used as recommendations for research findings.The result is a model of law enforcement in indigenous people, which in practice is in line with the concept of administrative criminal law. This legal concept emphasizes the principle of law enforcement that is not criminally oriented as the main choice. Indigenous people prioritize prevention of forest destruction, then restrictions on taking forest wood, and the obligation to replant trees. Keywords forest destruction; traditional community; lampung; illegal logging.
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT LAMPUNG MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGING Ahmad Irzal Fardiansyah; Maroni Maroni; Diah Gustiniati; Emilia Susanti
Bina Hukum Lingkungan Vol 6, No 3 (2022): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.235 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v6i3.263

Abstract

ABSTRAKKerusakan hutan mengalami peningkatan luas kerusakan setiap tahun di Indonesia. Setidaknya, sekitar 857.756 hektare. Terdiri dari 630.451 hektar lahan mineral dan 227.304 hektar lahan gambut. Angka ini meningkat 160% dibandingkan sebelumnya yang luasnya sekitar 328.724 hektar. Situasi ini akan berdampak pada lingkungan secara keseluruhan, termasuk perubahan iklim pada kenaikan suhu udara. Pemerintah sudah banyak mengkampanyekan larangan kebakaran hutan dan illegal logging, namun kebakaran hutan dan illegal logging masih saja terjadi, sehingga perlu mengintensifkan instrumen lain. Yakni dengan memanfaatkan peran masyarakat adat, mereka memiliki banyak kebijakan lokal yang dapat dimunculkan dan dijadikan salah satu kebijakan nasional dalam rangka pencegahan terjadinya tindak pidana pembakaran hutan dan illegal logging. Metode penulisan makalah ini adalah penelitian non doktrinal, dengan wawancara mendalam kepada tokoh masyarakat adat, kemudian hasil wawanca-ra mendalam dianalisis untuk dijadikan rekomendasi temuan penelitian. Hasilnya adalah model penegakan hukum di masyarakat adat, dalam praktiknya sejalan dengan konsep hukum pidana administrasi. Konsep hukum ini menekankan pada prinsip penegakan hukum yang tidak berorientasi pidana sebagai pilihan utama. Masyarakat adat mengutamakan upaya pencegahan berupa larangan perusakan hutan, kemudian pembatasan mengambil kayu hutan, dan kewajiban menanam kembali pohon.Kata kunci: perusakan hutan; masyarakat adat; lampung; penebangan liar. ABSTRACT The area of Forest damage has increased every year in Indonesia. At least, about 857,756 hectares. It consists of 630,451 hectares of mineral land and 227,304 hectares of peat land. This figure is an increase of 160% compared to the previous area of about 328,724 hectares. This situation will have an impact on the environment, including climate change and the increase in air temperature. The government has made many campaigns for the prohibition of forest fires and illegal logging, but forest fires and illegal logging still occur, need to intensify other instruments, by taking advantage of the role of indigenous peoples, they have many local policies that can be brought up and used as one of the national policies in the context of preventing the occurrence of criminal acts of forest burning and illegal logging. The problem is what is the role of indigenous peoples in preventing forest fires and illegal logging? The method of writing this paper is non-doctrinal research, with in-depth interviews with indigenous community leaders, then the results of in-depth interviews are analyzed to be used as recommendations for research findings.The result is a model of law enforcement in indigenous people, which in practice is in line with the concept of administrative criminal law. This legal concept emphasizes the principle of law enforcement that is not criminally oriented as the main choice. Indigenous people prioritize prevention of forest destruction, then restrictions on taking forest wood, and the obligation to replant trees. Keywords forest destruction; traditional community; lampung; illegal logging.
Illegal Fishing: Optimalisasi Kebijakan Penegakan Hukum Pidana sebagai Primum Remedium Maya Shafira; Firganefi Firganefi; Diah Gustiniati; Mashuril Anwar
Jurnal Wawasan Yuridika Vol 5, No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Hukum Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.197 KB) | DOI: 10.25072/jwy.v5i1.391

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis urgensi dan implikasi fungsi hukum pidana sebagai primum remedium dalam penanggulangan illegal fishing. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal yang menggunakan pendekatan kebijakan hukum, dengan data sekunder sebagai data utama yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi hukum pidana sebagai primum remedium menjadi urgen sifatnya karena illegal fishing tidak hanya merugikan negara, namun juga mengancam kepentingan nelayan lokal, iklim industri, usaha perikanan, dan ketersediaan ikan. Implikasi yuridis fungsi hukum pidana sebagai primum remedium, yaitu hakim cenderung menjadikan sanksi pidana sebagai dasar memutus perkara illegal fishing. Selain itu, implikasi non-yuridis, yaitu tidak memberikan rasa keadilan bagi nelayan lokal, khususnya nelayan kecil.