Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

PARTISIPASI WARGA MASYARAKAT DALAM PENILAIAN KINERJA KECAMATAN DI KOTA BANDUNG Sagita, Novie Indrawati
CosmoGov Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Departemen Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (583.392 KB) | DOI: 10.24198/cosmogov.v2i2.10009

Abstract

Sistem Informasi Penilaian (SIP) Bandung Juara merupakan aplikasi berbasis teknologi informasi yang bertujuan memudahkan dalam evaluasi pencapaian kontrak kinerja kecamatan. SIP Bandung Juara ini pula sebagai wadah partisipasi publik dalam menilai kinerja layanan publik yang dilakukan kecamatan di Kota Bandung. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan maksud memberikan gambaran mengenai pelaksanaan partisipasi masyarakat Kota Bandung dalam memantau dan mengevaluasi kinerja kecamatan. Partisipasi publik yang dibahas pada penelitian ini sebagaimana menurut Cohen dan Uphoff (1977) termasuk dalam jenis participation in evaluation yakni bentuk partisipasi masyarakat melalui keikutsertaan mengawasi kegiatan dan menilai kinerja pemerintah. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa menurut penilaian masyarakat,  pencapaian kinerja kecamatan belum mencapai tujuan yang diharapkan, kualitas layanan yang kurang baik, dan rata-rata waktu pelayanan  yang dapat diselesaikan oleh kecamatan sebagian besar masih dalam rentang diatas 1 minggu hingga hitungan bulan. Namun sayangnya, partisipasi masyarakat Kota Bandung dalam mengevaluasi kinerja pemerintah kecamatan melalui aplikasi Sistem Informasi Penilaian (SIP) Bandung Juara tersebut masih terbilang rendah.  Sejak aplikasi SIP diluncurkan pertama kali pada tahun 2014, hanya beberapa orang saja yang bersedia mengisi penilaian di SIP Bandung Juara.  Minimnya partisipasi warga masyarakat Kota Bandung menunjukkan bahwa aplikasi SIP Bandung Juara belum sepenuhnya dimanfaatkan.     Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bandung perlu meningkatkan intensitas sosialisasi aplikasi Sistem Informasi Penilaian (SIP) Bandung Juara. Sehingga, hasil evaluasi masyarakat dapat menunjukkan kualitas penilaian kinerja  kecamatan yang sesungguhnya.
STRATEGI GERAKAN KELOMPOK KEPENTINGAN DALAM PENGAWASAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA Sagita, Novie Indrawati
JWP (Jurnal Wacana Politik) Vol 1, No 2 (2016): JWP (Jurnal Wacana Politik) Oktober
Publisher : Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.078 KB) | DOI: 10.24198/jwp.v1i2.11051

Abstract

North Bandung area (KBU) is designated as a conservation area to protect the natural environment for the activities of life and urban development in the surrounding region. KBU become a magnet of the owners of capital to invest in the region to build a residential and tourism facilities. Development in KBU has acquired resistance from interest groups as deemed to have caused environmental damage and socio-economic impact to the surrounding community. Development in KBU clearly violate local regulations No. 1 of 2008, where every building permit (IMB) issued by the district/city must have a recommendation from the governor, but the deviations of licensing as a collusion of the government of officials and the owners of capital continue. This research method using descriptive qualitative approach, which describes and analyzes the licensing irregularities in the construction of KBU. The results showed that the strategy of interest groups have not been effective in pressuring the government to stop granting licenses and prevent development in KBU. Movement of the interest groups need to be winning support through the formation of opinion in a way to build public awareness about the impact of environmental degradation as a result of development at KBU. Opinion formation is considered to be more effective when these efforts were supported by the help of the mass media in disseminating the opinion. 
Dilema Pelimpahan Wewenang Walikota dalam Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Kecamatan (PATEN) di Kota Novie Indrawati Sagita
Transparansi : Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Vol 1, No 2: Desember 2018
Publisher : Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (236.049 KB) | DOI: 10.31334/trans.v1i2.307

Abstract

Regional autonomy provides broad and tangible authority to local governments to carry out public services. Acceleration of improving service quality requires creativity and innovation so that services can be carried out effectively and efficiently. The government wants public services to be closer to the community, so that the sub-district becomes the spearhead of services provided by the regional government. A set of regulations issued by the government that gives authority to the sub-district to carry out licensing and non-licensing services. One of the policies issued is the integrated sub-district administrative service (PATEN), this policy is reinforced by the issuance of Bandung City Regulation No. 185/2015 concerning the delegation of mayor's authority to the sub-district and village heads. PATENT policy requires the sub-district as a node of one-stop integrated services. In practice, there is a dilemma in delegating the authority of the mayor to the sub-district head regarding the implementation of PATENT in the city of Bandung.              Some of the factors that inhibit the implementation of the PATENT include the limits of authority delegated to the sub-district head in the licensing service is unclear, there are different interpretations that the sub-district does not need to provide licensing services because Bandung has BPMPTSP besides geographically not too large so that service institutions it can be reached by the community, there is no incentive / disincentive for the region to implement or not implement integrated administrative services in the sub-district, the sub-district institutional capacity, especially the availability and competency of human resources that are not sufficient to carry out delegated service authority. Suggestions that can be conveyed regarding the implementation of the PATENT policy, must be considered that the delegation of authority should consider the typology of sub-districts based on the scale, type of service, impact and level of responsibility of the services provided.
PENGUATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KOMUNITAS LESTARI FARM DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN MASA PANDEMI COVID-19 Novie Indrawati Sagita; Nandang Alamsah Deliarnoor; Dian Fitriani Afifah
Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 4, No 1 (2021): Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kumawula.v4i1.32431

Abstract

Komunitas Lestari Farm dibentuk untuk menghadapi situasi Pandemi Covid-19 dengan tujuan menjaga ketahanan pangan keluarga, meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan warga. Komunitas ini melakukan kegiatan budidaya pertanian dan perikanan. Sejak komunitas terbentuk, keterlibatan warga dalam kegiatan budidaya masih rendah. Tujuan kegiatan ini dilakukan untuk menguatkan pemberdayaan masyarakat pada Komunitas Lestari Farm  dan dapat menguatkan komitmen anggota untuk mencapai tujuan bersama. Kegiatan penyuluhan penguatan pemberdayaan masyarakat dilakukan secara daring, mengingat situasi Covid-19 yang tidak memungkinkan tim dan peserta bertemu langsung secara tatap muka. Kegiatan ini diawali dengan tahap persiapan yakni penggalian data, dan ditindaklanjuti dengan kegiatan evaluasi mengenai keberlanjutan Komunitas Lestari Farm. Hasil dari kegiatan ini berupa  mendiskusikan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi warga. Faktor tersebut disebabkan karena tidak dilaksanakannya tahapan pemberdayaan masyarakat sebagaimana mestinya, yang diawali dengan tahap formulation action plan yang tidak sesuai sehingga berdampak pada tahap implementation hingga tahap evaluasi. Solusi yang dihasilkan pada kegiatan ini  berupa penyusunan model penguatan pemberdayaan masyarakat Komunitas Lestari Farm, serta peningkatan kegiatan forum komunikasi yang saling menguatkan pengetahuan, ketrampilan dan memotivasi sesama anggota.
PARTISIPASI WARGA MASYARAKAT DALAM PENILAIAN KINERJA KECAMATAN DI KOTA BANDUNG Novie Indrawati Sagita
CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Department of Governmental Science FISIP UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/cosmogov.v2i2.10009

Abstract

Sistem Informasi Penilaian (SIP) Bandung Juara merupakan aplikasi berbasis teknologi informasi yang bertujuan memudahkan dalam evaluasi pencapaian kontrak kinerja kecamatan. SIP Bandung Juara ini pula sebagai wadah partisipasi publik dalam menilai kinerja layanan publik yang dilakukan kecamatan di Kota Bandung. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan maksud memberikan gambaran mengenai pelaksanaan partisipasi masyarakat Kota Bandung dalam memantau dan mengevaluasi kinerja kecamatan. Partisipasi publik yang dibahas pada penelitian ini sebagaimana menurut Cohen dan Uphoff (1977) termasuk dalam jenis participation in evaluation yakni bentuk partisipasi masyarakat melalui keikutsertaan mengawasi kegiatan dan menilai kinerja pemerintah. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa menurut penilaian masyarakat,  pencapaian kinerja kecamatan belum mencapai tujuan yang diharapkan, kualitas layanan yang kurang baik, dan rata-rata waktu pelayanan  yang dapat diselesaikan oleh kecamatan sebagian besar masih dalam rentang diatas 1 minggu hingga hitungan bulan. Namun sayangnya, partisipasi masyarakat Kota Bandung dalam mengevaluasi kinerja pemerintah kecamatan melalui aplikasi Sistem Informasi Penilaian (SIP) Bandung Juara tersebut masih terbilang rendah.  Sejak aplikasi SIP diluncurkan pertama kali pada tahun 2014, hanya beberapa orang saja yang bersedia mengisi penilaian di SIP Bandung Juara.  Minimnya partisipasi warga masyarakat Kota Bandung menunjukkan bahwa aplikasi SIP Bandung Juara belum sepenuhnya dimanfaatkan.     Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bandung perlu meningkatkan intensitas sosialisasi aplikasi Sistem Informasi Penilaian (SIP) Bandung Juara. Sehingga, hasil evaluasi masyarakat dapat menunjukkan kualitas penilaian kinerja  kecamatan yang sesungguhnya.
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENILAIAN KINERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KOTA BANDUNG Novie Indrawati Sagita
JIPAGS (Journal of Indonesian Public Administration and Governance Studies) Vol 1, No 2 (2017)
Publisher : http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JIPAGS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31506/jipags.v1i2.1707

Abstract

Kondisi kinerja pelayanan publik baik di kecamatan maupun kelurahan,  banyak mendapat sorotan masyarakat karena pelayanannya dinilai kurang memuaskan.  Prosedur pelayanan yang berbelit-belit, informasi pelayanan yang tidak jelas, dan lemahnya pangkalan data kewilayahan (seperti data kependudukan, pertumbuhan ekonomi, dan potensi wilayah) menjadi salah satu tolok ukur penilaian kinerja kecamatan dan kelurahan. Rendahnya kualitas pelayanan dan lemahnya pangkalan data baik di kecamatan maupun kelurahan menyulitkan walikota dalam merencanakan program pembangunan kewilayahan dan pemberdayaan masyarakat agar tepat sasaran. Sehubungan dengan hal tersebut, Bagian Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Kota Bandung membuat suatu inovasi penilaian kinerja kecamatan dan kelurahan berbasis teknologi informasi dengan membuat aplikasi Sistem Informasi Penilaian (SIP kecamatan). Melalui aplikasi ini, kecamatan dan kelurahan dituntut melaporkan pencapaian kontrak kinerja secara periodik, mengunggah data kewilayahan, serta sebagai sarana komunikasi dan informasi antara sekretariat daerah dengan kecamatan dan kelurahan. Penelitian ini  dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif eksplanatif.  Data penelitian ini diperoleh dari wawancara dan data-data sekunder yang relevan dengan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa  penyelenggaraan administrasi berbasis teknologi informasi memudahkan pemerintah daerah dalam melakukan penilaian kinerja juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas kepada publik. Melalui aplikasi SIP ini, target 66,7% kecamatan dan 53,64% kelurahan berkinerja baik pada tahun 2016 dapat tercapai.  Keywords : Kecamatan, Kinerja, Pelayanan Publik, Teknologi informasi
Pelaksanaan Peran dan Fungsi Kepala Seksi Pemerintahan Di Kecamatan dan Kelurahan Kota Bandung Novie Indrawati Sagita
Jurnal Agregasi : Aksi Reformasi Government dalam Demokrasi Vol 4 No 2 (2016)
Publisher : Prodi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Komputer Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.119 KB) | DOI: 10.34010/agregasi.v4i2.194

Abstract

Otonomi daerah diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan pembangunan di daerah, termasuk didalamnya peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah perlu mendayagunakan secara optimal unit-unit pemerintahan yang ada di daerah, termasuk unit-unit pemerintahan yang langsung berhubungan dengan masyarakat, unit kerja pemerintahan daerah yang dimaksud adalah kecamatan dan kelurahan. Keberadaan kecamatan dan kelurahan sangat penting karena menjadi grada terdepan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Peran penting kelurahan dan kecamatan menjadi pokok pertanyaan dari penelitian ini, utamanya dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kasie pemerintahan kecamatan dan kelurahan di Bandung dan hambatan apa saja yang dihadapi terkait pelaksanaan tupoksi tersebut. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan mengutamakan data primer dengan dukungan data sekunder. Adapun hasil penelitian menghasilkan simpulan bahwa pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Kasie Pemerintahan di Kecamatan dan Kelurahan Kota Bandung perlu adanya perbaikan untuk meningkatkan kinerja pelayanan. Berbagai perbaikan diantaranya melakukan revisi peraturan walikota terkait pembagian tugas dan wewenang dalam organisasi kecamatan dan kelurahan, membuat payung hukum untuk menjaga legalitas dan meminimalisir dampak penyimpangan aturan/hukum dalam pelaksanaan pelimpahan tugas dan kewenangannya, optimalisasi kinerja yang didukung melalui peningkatan sumber daya, serta untuk masalah pertanahan dan aset daerah, Kasie Pemerintahan perlu didukung oleh unitunit kerja lainnya yang berkaitan dalam hal kemudahan koordinasi dan layanan informasi aset daerah.
MERANCANG PENYELESAIAN KONFLIK KONSOLIDASI TANAH BY PASS DI KOTA BUKITTINGGI Senmei Wardhatul Nur; Nandang Alamsah Deliarnoor; Novie Indrawati Sagita
Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan Vol 6, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Galuh Ciamis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/moderat.v6i1.3255

Abstract

Konsolidasi tanah By Pass merupakan salah satu upaya Negara untuk mensejahterakan rakyat, dalam pembangunan tersebut membutuhkan partisipasi masyarakat untuk menyerahkan tanahnya. Oleh sebab itu konsolidsasi menjadi pilihan yang paling menguntungkan bagi Negara maupun masyarakat. Namun dalam pelaksanaan konsolidasi berujung konflik seperti yang terjadi pada pelaksanaan konsolidasi tanah By Pass di Kota Bukittinggi. Permasalahan ini sangat menarik untuk di teliti mengenai bagaimana upaya pemerintah dalam penyelesaian konflik dalam pelaksanaan konsolidasi tanah By Pass di Kota Bukittinggi. Teori dalam penelitian ini meminjam teori Ertel (1991) yang berfokus pada faktor penyebab terjadinya konflik dan atribut dalam penyelesaian konflik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab konflik berasal dari internal pemerintahan internal seperti kekurangan sumber daya, kesalahan administrasi Sertipikat tidak dapat diterbitkan, Sertipikat ditarik kembali oleh Kantor Pertanahan. Kesalahan eksternal seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang konsolidasi, kelahiran generasi baru, kesepakatan yang tidak dipatuhi. Upaya pemerintah dalam mengelola konflik belum berjalan efektif, seperti perbedaan perspektif antara pemerintah dan masyarakat saling tuding melanggar kesepakatan. Pemerintah belum mampu menciptakan pilihan penyelesaian baru. Musyawarah yang dilakukan pemerintah belum bersifat partisipatif. Pemerintah belum berkomitmen penuh untuk menyelesaikan konflik yang berakibat pada kelalaian dan penundaan pekerjaan.
STRATEGI GERAKAN KELOMPOK KEPENTINGAN DALAM PENGAWASAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA Novie Indrawati Sagita
JWP (Jurnal Wacana Politik) Vol 1, No 2 (2016): JWP (Jurnal Wacana Politik) Oktober
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.078 KB) | DOI: 10.24198/jwp.v1i2.11051

Abstract

North Bandung area (KBU) is designated as a conservation area to protect the natural environment for the activities of life and urban development in the surrounding region. KBU become a magnet of the owners of capital to invest in the region to build a residential and tourism facilities. Development in KBU has acquired resistance from interest groups as deemed to have caused environmental damage and socio-economic impact to the surrounding community. Development in KBU clearly violate local regulations No. 1 of 2008, where every building permit (IMB) issued by the district/city must have a recommendation from the governor, but the deviations of licensing as a collusion of the government of officials and the owners of capital continue. This research method using descriptive qualitative approach, which describes and analyzes the licensing irregularities in the construction of KBU. The results showed that the strategy of interest groups have not been effective in pressuring the government to stop granting licenses and prevent development in KBU. Movement of the interest groups need to be winning support through the formation of opinion in a way to build public awareness about the impact of environmental degradation as a result of development at KBU. Opinion formation is considered to be more effective when these efforts were supported by the help of the mass media in disseminating the opinion. 
MERANCANG PENYELESAIAN KONFLIK KONSOLIDASI TANAH BY PASS DI KOTA BUKITTINGGI Senmei Wardhatul Nur; Nandang Alamsah Deliarnoor; Novie Indrawati Sagita
Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan Vol 6, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Galuh Ciamis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/moderat.v6i1.3255

Abstract

Konsolidasi tanah By Pass merupakan salah satu upaya Negara untuk mensejahterakan rakyat, dalam pembangunan tersebut membutuhkan partisipasi masyarakat untuk menyerahkan tanahnya. Oleh sebab itu konsolidsasi menjadi pilihan yang paling menguntungkan bagi Negara maupun masyarakat. Namun dalam pelaksanaan konsolidasi berujung konflik seperti yang terjadi pada pelaksanaan konsolidasi tanah By Pass di Kota Bukittinggi. Permasalahan ini sangat menarik untuk di teliti mengenai bagaimana upaya pemerintah dalam penyelesaian konflik dalam pelaksanaan konsolidasi tanah By Pass di Kota Bukittinggi. Teori dalam penelitian ini meminjam teori Ertel (1991) yang berfokus pada faktor penyebab terjadinya konflik dan atribut dalam penyelesaian konflik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab konflik berasal dari internal pemerintahan internal seperti kekurangan sumber daya, kesalahan administrasi Sertipikat tidak dapat diterbitkan, Sertipikat ditarik kembali oleh Kantor Pertanahan. Kesalahan eksternal seperti kurangnya pemahaman masyarakat tentang konsolidasi, kelahiran generasi baru, kesepakatan yang tidak dipatuhi. Upaya pemerintah dalam mengelola konflik belum berjalan efektif, seperti perbedaan perspektif antara pemerintah dan masyarakat saling tuding melanggar kesepakatan. Pemerintah belum mampu menciptakan pilihan penyelesaian baru. Musyawarah yang dilakukan pemerintah belum bersifat partisipatif. Pemerintah belum berkomitmen penuh untuk menyelesaikan konflik yang berakibat pada kelalaian dan penundaan pekerjaan.