Desak Made Suartini
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Catur Paramitha: Landasan Remaja dalam Beragama dan Kehidupan Bermasyarakat Desak Made Suartini
Bawi Ayah: Jurnal Pendidikan Agama dan Budaya Hindu Vol 12 No 2 (2021): Pendidikan Agama dan Budaya Hindu
Publisher : Jurusan Dharma Acarya STAHN-TP Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/ba.v12i2.740

Abstract

Manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan ciptaan Tuhan yang lainnya, dengan Sabda, Bayu dan Idep (dapat berkata, berbuat/beraktivitas dan berpikir), manusia akan mampu untuk menjalani kehidupannya dengan benar sesuai dengan ajaran agama yang di anutnya. Walau demikian masih kerap terjadi perilaku menyimpang dari kebiasaan yang baik dan akhirnya menjurus kepada kejahatan yang mempengaruhi tantanan masyarakat. Oleh karena itu perlu di tanamkan jiwa keagamaan yang kuat untuk dapat menjadi remaja yang memiliki moral yang baik. Pemahaman keagamaan remaja hindu perlu ditekankan pada ajaran catur paramitha yaitu empat sikap perilaku yang berbudi luhur (maitri, karuna, mudita dan upeksa). Pemahaman yang komprehensif tentang ajaran ini memberi dampak pada terciptanya kehidupan yang harmonis antar manusia dengan Tuhan, sesame manusia, dan antara manusia dengan alam lingkungannya.
Etika Berbusana Adat Bali Dalam Persembahyangan Di Pura Mandira Taman Sari Kota Palopo Desak Made Suartini
Bawi Ayah: Jurnal Pendidikan Agama dan Budaya Hindu Vol 13 No 1 (2022): Pendidikan dan Budaya Hindu
Publisher : Jurusan Dharma Acarya STAHN-TP Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/ba.v13i1.819

Abstract

Perkembangan jaman telah memberi dampak pada perkembangan penggunaan busana sembahyang adat bali. Masyarakat mulai mengikuti trend yang beberapa tidak beretika dan tidak sopan apabila digunakan pada persembahyangan bersama. Busana-busana tersebut perlu didesain atau pengguna perlu mengatur penggunaan dengan menambahkan atau melapisi dengan bahan lainya yang sesuai. Dengan demikian pelaksanaan persembahyangan kepura akan memberi kenyamanan baik bagi orang lain maupun untuk diri sendiri. Berkembangnya trend busana yang kurang pantas telah banyak digunakan, sehingga dibutuhkan pemahaman yang lebih komprehensif terkait dengan etika dalam berbusana ke pura baik pada hari raya maupun pada hari-hari tertentu. Busana sembahyang dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu dewa angga, Manusa Angga dan bhuta angga. Dewa Angga yaitu busana untuk bagian kepala hingga leher. Manusa Angga yaitu busasana dari leher hingga pinggang dan Bhuta Angga yaitu busana dari pinggang hingga kaki. Bagian kepala pada pria ditutupi dengan sesuai dengan etikanya, mulai dari lipatan hingga ikatannya, sementara pada wanita etikanya tidak mengurai rambut, namun membuat bentuk pusungan dengan menambahkan aksessoris sewajarnya. Pada Manusa Angga pria menggunakan kemeja atau safari sementara pada wanita menggunakan kebaya yang sopan dengan warna putih. Selain penggunaan kebaya penggunaan selendang juga memiliki etika, yaitu bentuk ikatan yang berada didepan agak kesamping kiri, bukan diikatkan pada bagian belakang. Bagian Bhuta Angga pada pria menggunakan kamen dengan kancut dan dibungkus sesaput yang dibuat sejengkal dari telapak kaki, sementara untuk wanita menggunakan kamen yang setinggi mata kaki