Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Tindak Pidana Pelaku Eksploitasi Seksual Pada Anak Di Tinjau Dari Hukum Positif Ariyadi Ariyadi
Jurnal Hadratul Madaniyah Vol 5 No 2 (2018): Jurnal Hadratul Madaniyah
Publisher : ​Institute for Researches and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.884 KB) | DOI: 10.33084/jhm.v5i2.888

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pertanyaan bagaimana ketentuan hukum tindak pidana eksploitasi seksual pada anak menurut hukum positif? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hukum tindak pidana eksploitasi seksual pada anak menurut hukum positif yang meliputi bentuk, unsur dan sanksi hukumnya. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu dengan mengkaji beberapa bahan hukum, baik bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan survey kepustakaan dan studi literatur. Bahan hukum yang diperoleh kemudian diolah dengan teknik editing dan interpretasi data. Kemudian untuk memperoleh hasilnya dilakukan analisis komparatif yang bersifat deskriptif, di mana seluruh bahan yang diperoleh diuraikan terlebih dahulu berdasarkan sistematika yang telah penulis tetapkan, kemudian membandingkan bahan-bahan tersebut untuk merumuskan suatu kesimpulan. Melalui teknik analisis ini, penelitian ini menghasilkan temuan-temuan: Pertama, Tindak pidana pelaku eksploitasi seksual pada anak menurut hukum positif tindak pidana eksploitasi seksual pada anak tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu tindakan memanfaatkan tubuh anak untuk dijadikan pekerja seksual. Kedua, hukum positif terletak pada unsur-unsur tindakan eksploitasi seksual, hukum positif mempunyai persamaan bahwa pelaku tindakan eksploitasi seksual akan dikenakan sanksi, dan di antara keduanya sama-sama tidak menginginkan terjadinya tindak pidana eksploitasi seksual pada anak. karena tindakan eksploitasi seksual dapat menghilangkan hak-hak yang semestinya wajib dilindungi. Ketiga, hukum positif terletak pada sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku. Sanksi dalam hukum positif yaitu diatur dalam Pasal 88 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak yaitu pelaku dijatuhi penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Kenaikan Harga Ayam Pada Masa Covid-19 di Kota Palangkaraya (Analisis Pemikiran Ibnu Taimiyah tentang Regulasi Harga) Eka Sri Apriliana; Ariyadi Ariyadi
Jurnal Hadratul Madaniyah Vol 7 No 1 (2020): Jurnal Hadratul Madaniyah
Publisher : ​Institute for Researches and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33084/jhm.v7i1.1597

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kenaikan harga ayam selama masa COVID- 19 dengan pemikiran Ibnu Taimiyah tentang regulasi harga.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode kepustakaan melalu beberapa buku dan jurnal yang berkaitan dengan pemikiran Ibnu Taimiyah tentang regulasi harga.Analisisnya menggunakan deskriptif dengan tujuan menggambarkan kenaikan harga ayam dengan pemikiran Ibnu Taimiyah.Hasil analisis dari penelitian ini adalah kenaikan harga ayam di kota palangkaraya menurut pemikiran Ibnu Taimiyah tentang regulasi harga menyarankan harus melibatkan peran pemerintah dalam menentukan harga ayam di pasar kerena dilihat dari kenaikan secara signifikan mengakibatkan ketidakadilan harga di pasar.
Moderation of Homosexual Fiqh in Indonesia: A Study of The Huzaemah Tahido Yanggo’s thought Ariyadi Ariyadi; Gusti Muzainah; Alfiandri Setiawan; Athoillah Islamy; Adib Susilo
AL-ISTINBATH : Jurnal Hukum Islam Vol 7, No 2 November (2022)
Publisher : Al-Istinbath: Jurnal Hukum Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (775.918 KB) | DOI: 10.29240/jhi.v7i2.5462

Abstract

This study aims to identify the moderation of Huzaemah Tahido Yanggo's fiqh of the law of purity over homosexual acts. This is a qualitative research in the form of heirloom studies which uses a normative-philosophical approach. The paradigm of moderate fiqh conceptualized by M. Quraish Shihab becomes the theory of analysis. The results show that there is a paradigm basis for moderate fiqh in the construction of Huzaemah's fiqh on the law of purity over homosexual acts. This great conclusion can be seen from the following various aspects. The first aspect is the dimensions of the paradigm of fiqh al-maqashid and fiqh al-awlawiyat in the use of theological foundations that emphasize the realization of the benefit orientation of Islamic sharia, namely the regeneration of offspring (hifz al-nasl) and the protection of honor (hifz al-'ird). The second aspect is the paradigm pattern of fiqh al-muwazanat, and fiqh al-ma'alat in the basis of consideration of the impact of disease from a medical perspective, and violations of national legal norms in Indonesia. The pattern of the fiqh al-ma'alat paradigm can also be seen from Huzaemah's advice to the community and the government to realize preventive efforts, healing as well as rehabilitation and empowerment of homosexual actors to positive things. The theoretical implications of this study show that a holistic fiqh paradigm is needed in prohibiting homosexual acts, namely by involving multiple perspectives, such as medical, state norms, psychology and socio-cultural norms.
KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN HUTAN DI KALIMANTAN TENGAH: Local Wisdom In Forest Management In Central Kalimantan Ariyadi Ariyadi; Ahmadi Hasan; Gusti Muzainah
Anterior Jurnal Vol. 21 No. 3 (2022): Anterior Jurnal
Publisher : ​Institute for Research and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33084/anterior.v21i3.3597

Abstract

Prinsip kesinambungan dalam kegiatan berladang bisa dilihat dari rotasi areal yang dilakukan dalam berladang. Oleh karenanya sistem ini disebut sebagai sistem ladang berpindah. Areal awal berladang pastilah dilakukan di hutan rimba atau hutan primer. Setelah areal itu selesai dipakai untuk berladang maka mereka akan mencari areal lainnya. Karena itulah disebutkan bahwa sistem kultifasi ini disebut sebagai sistem ladang berpindah. Prinsip Kolektifitas Cara untuk mengerjakan kegiatan berladang itu tentu tidak dilakukan sendiri tapi dengan cara gotong royong secara kolektif. Dalam hal inilah prinsip kolektifitas diterapkan. Prinsip kebersamaan itu dilakukan dalam semua tahap kegiatan berladang: menebas, menebang, membakar lahan, menanam, membersihkan gulma atau merumput dan panen. 1. Hasil peneitian masyarakat dayak Kalimantan Tengah memiliki prinsip dalam menjaga lingkungan pertama mereka Prinsip Organik. 2. Sistem Subsistensi. 3. Prinsip Keanekaragaman. 4. Prinsip Kolektifitas. 5. Prinsip Kesinambungan. 6. Prinsip Ritualitas. 7. Prinsip Hukum Adat. Kedua banyaknya aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dari dulu sampai saat ini tentu harus ada penyegaran ditingkat lokal sebagai benteng awal dalam menjaga lingkungan terutama dalam masalah hutan adat, maka tentu diperlukan satu aturan yang mengakomodir tentang penjagaan atau pengawasan lingkungan adat berbasis prinsi-prinsip yang berbasis kearifan lokal sehingga menjadi kepastian hukum bagi masyarakat adat yang ingin menerapkan penjagaan lingkungan
Pandemi Covid-19 dan Ekspresi Beragama: Studi Pelaksanaan Majelis Taklim di Kota Banjarmasin Muhammad Wahdini; Ariyadi Ariyadi; Muhammad Torieq Abdillah
The Sociology of Islam Vol. 5 No. 1 (2022): June
Publisher : Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/jsi.2022.5.1.36-53

Abstract

One of the efforts made by the government spread and stop the Covid-19 pandemic is to limit various community activities. The religious expression sector is also experiencing restrictions, religious activities must carry out standardization of health protocols. The Banjarmasin City Government has implemented PSBB and PPKM as a follow-up to the Central Government. This has serious consequences for the religious expression of the people of Banjarmasin, which is dominated by Muslims and has an active and high religious culture. Expressions of diversity such as the majelis taklim for the people of Banjarmasin City are like a culture that is taboo to be eliminated, so there is a contradiction between the Covid-19 pandemic and religious expressions that are carried out. This study aims to determine the compatibility between das sollen and das sein and to find out the effectiveness of the implementation of Banjarmasin City Government policies in efforts to handle Covid-19, especially in the sector of limiting religious expression. The method used is an approach that can be chosen and used by researchers, namely a qualitative approach. The findings of this study are the fact that the Banjarmasin City Government Policy when issuing PSBB and PPKM instructions tends to be obeyed by majelis taklim managers, but after the PSBB and PPKM are finished even though the Covid-19 pandemic is still ongoing, majelis taklim in Banjarmasin City continues and some findings are still there. Majelis taklim that does not meet strict health protocol standards.
Implikasi Program Food Estate dalam Membentuk Keluarga Sakinah Bagi Keluarga Millenial di Desa Tahai Baru Iva Handayani; Norcahyono Norcahyono; Ariyadi Ariyadi; Muhammad Wahdini
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No 5 : Al Qalam (September 2023)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Amuntai Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35931/aq.v17i5.2429

Abstract

Program Food Estate merupakan inisiatif pemerintah Indonesia untuk meningkatkan sektor pertanian dengan skala besar. Implikasi program ini dalam membentuk keluarga sakinah bagi keluarga milenial memiliki beberapa aspek yang signifikan. Pertama, melalui peningkatan produksi pangan, program ini memberikan akses yang memadai terhadap pangan yang berkualitas, sehingga mengurangi kekhawatiran terkait kebutuhan pangan sehari-hari. Kedua, dengan adanya peluang kerja dan peningkatan ekonomi keluarga, program ini membantu mengurangi beban keuangan dan konflik dalam keluarga, serta memperkuat ikatan antara pasangan suami-istri. Ketiga, pengembangan infrastruktur dan akses yang lebih baik memberikan keluarga milenial akses yang mudah terhadap layanan pendidikan, kesehatan, dan transportasi, yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup. Keempat, dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pertanian, keluarga dapat mengoptimalkan potensi pertanian mereka, memperkuat kerjasama dalam keluarga, dan meningkatkan hasil panen. Terakhir, program ini juga mendorong kesadaran lingkungan dan praktik pertanian yang berkelanjutan, yang memberikan kontribusi pada pembentukan keluarga yang peduli terhadap lingkungan. Secara keseluruhan, Program Food Estate di Desa Tahai Baru memiliki implikasi yang positif dalam membentuk keluarga sakinah bagi keluarga milenial dengan mengurangi ketidakpastian pangan, meningkatkan ekonomi keluarga, memperbaiki akses layanan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta mendorong kesadaran lingkungan.
Analisis Komparatif Pemikiran Muhammad Syahrur dan Peraturan Perkawinan Irak Pasal 3 Ayat 4-5 Tahun 1963 Arisman Arisman; Adi Harmanto; Ariyadi Ariyadi
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 17, No 5 : Al Qalam (September 2023)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Amuntai Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35931/aq.v17i5.2428

Abstract

Ulama klasik dan konvensional tidak mensyaratkan perempuan janda yang memiliki anak yatim sebagai syarat mutlak keabsahan berpoligami. Pandangan tersebut berbeda dengan pandangan Muhammad Syahrur, ulama kontemporer, yang menyebutkan bahwa poligami hanya dapat dilakukan dengan perempuan janda yang memiliki anak yatim. Pendapat Syahrur ini, jika dilihat selayang pandang, menemukan implementasinya dalam Peraturan Perkawinan Irak yang masih berlaku hingga dewasa ini. Sejauh mana konsep poligami Syahrur terimplementasi dalam tubuh Peraturan Perkawinan Irak dan bagaimana ushul fikih memandang keakuratan konsep poligami Syahrur tersebut merupakan persoalan yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Dengan penelitian berjenis library research dan metode deskriptif-analitis serta ditambah dengan pendekatan ushul fikih, penelitian ini menemukan bahwa konsep poligami Syahrur, walau belum seutuhnya, telah terimplementasi dalam Peraturan Perkawinan Irak. Hanya saja, dalam Peraturan Perkawinan Irak tidak disebutkan secara jelas apakah perempuan janda tersebut harus memiliki anak yatim atau tidak, Peraturan Perkawinan Irak juga terlihat begitu longgar, karena tidak memberlakukan syarat-syarat poligami umumnya terhadap perempuan janda, seperti keadilan sebagaimana Syahrur. Konsep poligami Syahrur, dalam lensa ushul fikih mengandung kelemahan dan kesesuaian. Kelemahannya adalah absennya teks-teks Hadis dalam ijtihad Syahrur yang merupakan sumber hukum penting dalam ushul fikih. Sedangkan kesesuaiannya adalah pengetatan pemberlakuan poligami Syahrur selaras dengan cita ushul fikih.
HUBUNGAN DALAM PERNIKAHAN JARAK JAUH MENURUT HUKUM ISLAM Ardi Akbar Tanjung; Ariyadi Ariyadi
Mitsaqan Ghalizan Vol. 1 No. 1 (2021): Mitsaqan Ghalizan
Publisher : Institute for Research and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33084/jmg.v1i1.2851

Abstract

Long distance relationship or called Long Distance Relationship is a relationship where the couple is separated by physical distance and it is not possible to meet. Opportunities to communicate are very limited in the individual view of each partner who undergoes, The condition of couples who undergo long-distance marriage relationships, married couples will usually experience a crisis in their proximity due to their different geographical distances and locations. Factors that cause couples to undergo long-distance relationships are work factors and educational factors. In undergoing a long-distance marital relationship will affect the conflict. Conflict can arise due to personal sources, physical sources, sources of interpersonal relationships, and environmental sources. Commitment is something that makes someone want to be attached to something or someone and be with him until the end of the journey. Commitments made to be agreed upon in marriage in order to help married couples stay in harmony in building a harmonious family. This study intends to examine more deeply about Long Distance Marriage according to Islamic law and how to study the law through the Qur'an, Hadith and solutions. The research was conducted using research methods. Library research is a series of activities related to the methods of collecting library data, reading and taking notes and processing research materials. this is a study that utilizes library resources to obtain research data. namely research that intends to be experienced regarding a social reality by describing a number of data results studied between the phenomena tested in order to gain in-depth understanding, develop theories, describe those that trace references in the printed and electronic Islamic world about long-distance marriage according to Islamic law. The results of the study state that long-distance marriage relationships in Islamic law are allowed as long as husband and wife who undergo it are equally sincere and do not violate Islamic law and the process. According to Quraish Shihab, marriage is husband and wife who should accompany each other physically and mentally, marriage is together physically, mentally, mentally, and so on, that's why the physical separation is not fully appropriate. In Islam there is a rule of taklik talak which falls on certain conditions or hanging divorce. One thing that is emphasized is that if the husband leaves his wife within a period of months/years (according to the agreement) and the wife is not willing, it will result in divorce. This means that the willingness of both parties is the most important point before undergoing a long-distance marriage.