Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

Trilogi Gerak Belas Kasih: Dosa, Pertobatan Dan Pengampunan (Sebuah Penelitian Fenomenologis Atas Karya Belas Kasih Romo Paul Jansen, Cm) Pius Pandor
Seri Filsafat Teologi Vol. 26 No. 25 (2016)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomenologi adalah sebuah cara mendekati realitas yang pertama kali dirumuskan secara sistematis oleh Edmund Husserl. Orientasi dasarnya adalah menjadikan fenomenologi sebagai ilmu tentang kesadaran (science of consciousness). Seturut orientasi dasarnya ini fenomenologi merupakan sebuah cara untuk memahami realitas sebagaimana dialami dari sudut pandang orang pertama. Dalam tataran ini, fenomenologi terkait dengan pengalaman subjektif manusia atas sesuatu. Dengan demikian, fenomenologi merupakan sebuah cara untuk memahami kesadaran yang dialami seseorang atas dunianya melalui sudut pandangnya sendiri atau dari sudut pandang orang pertama. Namun fenomenologi juga tidak mau terjatuh pada deskripsi perasaan semata karena yang ingin dicapainya adalah pemahaman akan pengalaman konseptual yang melampaui pengalaman inderawi itu sendiri. Pemahaman akan pengalaman tersebut mengantar kita untuk masuk dalam salah satu gagasan kunci dalam fenomenologi yaitu terkait makna (mean- ing). Setiap pengalaman manusia selalu memiliki makna. Manusia selalu memaknai pengalamannya akan dunia. Inilah yang membuat kesadarannya akan pengalaman yang unik atau khas. Dalam proses memaknai sesuatu, orang bersentuhan dengan dunia sebagai sesuatu yang teratur dan dapat dipahami. Dalam tataran ini, dunia dalam kajian fenomenologis merupakan sebuah kombinasi antara realitas yang dialami (dunia objektif) dengan proses orang memaknai realitas tersebut (dunia subjektif).
Menghadirkan Wajah Gereja Berparas Kemanusiaan: Potret Gereja Menjadi Pius Pandor
Seri Filsafat Teologi Vol. 25 No. 24 (2015)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kehadiran agama (Gereja Katolik) memainkan salah satu peran kunci untuk ikut merasa dan terlibat dalam “duka dan kecemasan, harapan dan kegembiraan” dunia dan masyarakat. Namun kehadirannya berwajah ganda seperti wajah dewa Janus dari mitologi Romawi kuno yang darinyalah kata Januari berasal. “Satu sisi melihat ke masa depan, siap menyongsong yang tak terduga dan yang sedang datang tetapi di sisi lain memandang ke belakang yaitu ke masa lalu, seakan tak mau meninggalkan yang silam.”2 Persis seperti bulan Januari kita sadar bahwa hari-hari baru sudah tiba, tapi kenangan pada yang silam tetap enggan beranjak. Seperti dewa Janus itu pula wajah gereja dalam dunia dan masyarakat dewasa ini. Pada satu sisi dalam gambaran ideal, Gereja menampilkan sinar pembebasannya, karena ia merupakan tempat di mana orang menemukan kedamaian, kedalaman hidup, harapan yang kokoh, dan kehidupan yang dipenuhi semangat kasih dan kerendahan hati. Namun di sisi lain, dalam wajah aktualnya, struktur dan regulasi Gereja, seringkali dipakai untuk melakukan diskriminasi, sarang korupsi, dan dijadikan sebagai justifikasi untuk melanggengkan status quo. Kita sendiri menyaksikan dan sejarah mencatat betapa besar andil agama (Gereja Katolik) dalam membakar kebencian, menimbulkan skandal, meniupkan kecurigaan, membangkitkan salah pengertian dan mengundang konflik.
Paradoks Kebahagiaan Dalam Diskursus Filosofis Pius Pandor
Seri Filsafat Teologi Vol. 24 No. 23 (2014)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kebahagiaan merupakan lencana semua suku bangsa (Anonim).Afirmasi di atas mengingatkan penulis akan silogisme klasik berikut ini:Semua manusia ingin bahagia.Sokrates adalah manusia.Sokrates ingin bahagia.Tiga proposisi di atas merupakan bentuk silogisme yaitu seni penalaranyang menetapkan bahwa yang partikular selalu mengikuti yang universal.Pernyataan “semua manusia ingin bahagia” merupakan premis mayor,sebagai kenyataan pertama. Premis mayor biasanya bersifat universal.Pernyataan kedua, “Sokrates adalah manusia” merupakan premis tengah,sebagai kenyataan baru, yakni ada seorang manusia bernama Sokrates.Pernyataan ketiga, “Sokrates ingin bahagia” merupakan kesimpulan yangditarik dari silogisme bahwa Sokrates sebagai bagian dari manusia juga inginbahagia.
Aktualisasi Spiritualitas Pasionis Di Tengah Orang-Orang Tersalib Zaman Ini Pius Pandor
Seri Filsafat Teologi Vol. 24 No. 23 (2014)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mengejar kebahagiaan merupakan idaman setiap orang. Tidak adamanusia yang dalam hidupnya tidak ingin bahagia. Dengan berbagai caramanusia berusaha untuk menggapainya. Dalam upaya untuk menggapaikebahagiaan tersebut, salah satu kata yang sering dihindari adalah penderitaan.Namun semakin dihindari justru ia terus menggerogoti manusiazaman ini. Di sini terdapat sebuah ironi, di tengah kebahagiaan terdapatlautan penderitaan yang luas. Ironi ini selanjutnya terwujud dalam tindakan.Kebahagiaan terus dikejar sedangkan penderitaan dihindari dan bahkanharus dihapus dari ingatan manusia. Namun ketika manusia berusahamenghindarinya, penderitaan justru datang menjemput. Dalam konteks ini,upaya menggapai kebahagiaan ternyata harus dibarengi dengan penderitaan.Di tengah situasi tersebut, spiritualitas Pasionis yang berpusat pada sengsaraYesus sebagai tindakan kasih terbesar Allah menjadi aktual untuk dibicarakan,terutama bagi mereka yang “kalah” atau sengaja “dikalahkan” dalammenggapai kebahagiaan. Mereka inilah yang disebut sebagai orang-orangtersalib zaman ini.
Menyibak Dimensi Ekologis dan Dimensi Humanis Upacara Roko Molas Poco dan Ensiklik Laudato Si’ Artikel 89-92 Hyronimus Dominggus; Pius Pandor
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 6 No. 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/titian.v6i1.15933

Abstract

The focus of this study is to find the similarities and actuality of the ecological and humanist dimensions in the Roko Molas Poco ceremony with Pope Francis' Encyclical Laudato Si’ on a universal communion. In the Roko Molas Poco ceremony, the relational aspect between humans and their fellow humans is emphasized as well as between humans and nature. This ceremony describes the way the Manggarai people treat nature and humans. This basic assumption seems to be in line with the idea of ​​Pope Francis in Laudato Si'. Humans depend on nature, and nature also depends on humans who manage it. Thus, from the human side, the way to relate to nature is not to exploit it on a large scale, but to cultivate it while still paying attention to its conservation. Likewise, the sense of humanity is truly the basic foundation in relating to others. This study uses qualitative research with a comparative approach between the Roko Molas Poco ceremony and the idea of ​​a Universal Communion in the Encyclical Laudato Si'. This study resulted in the finding that in the Roko Molas Poco ceremony, aspects of the ecological and human dimensions have similarities in the concept of a Universal Communion contained in Laudato Si’.
Sumbangan Teologi Penciptaan Kristiani Dalam Ensiklik Laudato-Si Artikel 62-75 Bagi Persoalan Ekologis Mathias Jebaru Adon; FX Armada Riyanto; Pius Pandor
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 1 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i1.224

Abstract

This study aims to explain the concept of creation theology according to the Catholic Church's view as stated in the Encyclical Laudato-Si articles 62-75. This is motivated by the complexity of ecological problems with various causes. So the solution is not only from one way of interpreting and changing reality. It is also necessary to ask for help from various cultural treasures of the nation, especially religion if you want to develop a complete ecology. In this regard, the Catholic Church as a religious institution is very open to dialogue with philosophical thought and the scientific sciences, and this has enabled the Church to produce various syntheses between faith and reason. This research uses the method of literature study and critical reading of the creation story in the Book of Genesis. This research finds that the Catholic Church based on the Bible from the beginning has a solid view of the concept of creation that humans are called to care for and preserve the created nature. Pope Francis emphasized this in his encyclical Laudato-Si articles 62-75. Therefore, the task of caring for the created world is the call and duty of the Christian faith. By realizing this the complexity of environmental problems can be overcome.
Sumbangan Teologi Penciptaan Kristiani Dalam Ensiklik Laudato-Si Artikel 62-75 Bagi Persoalan Ekologis Mathias Jebaru Adon; FX Armada Riyanto; Pius Pandor
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 1 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i1.224

Abstract

This study aims to explain the concept of creation theology according to the Catholic Church's view as stated in the Encyclical Laudato-Si articles 62-75. This is motivated by the complexity of ecological problems with various causes. So the solution is not only from one way of interpreting and changing reality. It is also necessary to ask for help from various cultural treasures of the nation, especially religion if you want to develop a complete ecology. In this regard, the Catholic Church as a religious institution is very open to dialogue with philosophical thought and the scientific sciences, and this has enabled the Church to produce various syntheses between faith and reason. This research uses the method of literature study and critical reading of the creation story in the Book of Genesis. This research finds that the Catholic Church based on the Bible from the beginning has a solid view of the concept of creation that humans are called to care for and preserve the created nature. Pope Francis emphasized this in his encyclical Laudato-Si articles 62-75. Therefore, the task of caring for the created world is the call and duty of the Christian faith. By realizing this the complexity of environmental problems can be overcome.
ETIKA POLITIK PAUL RICOEUR: STUDI FENOMENA KONGRES LUAR BIASA (KLB) PARTAI DEMOKRAT DI DELI SERDANG Ferdinandus Panggung; Yulius Defri Sudi; Pius Pandor
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 36 No. 2 (2022): Juli-Desember 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik Wira Bhakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52318/jisip.2022.v36.2.1

Abstract

Fokus utama tulisan ini adalah memahami Fenomena Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang dari perspektif etika politik Paul Ricoeur. Peneliti mengangkat tema ini didasari pada persiapan Pileg dan Pilpres 2024. Persaingan politik menuju pileg dan pilpres 2024 makin ketat. Partai politik yang  menjadi kendaraan politik untuk bertarung dalam pemilu menjadi bahan rebutan para kader untuk mendapatkan kedudukan serta dukungan publik. Untuk mendapatkan kedudukan dan dukungan publik, para elit politik tidak jarang menggunakan berbagai strategi politik yang licik dan kotor. Etika dalam berpolitik diabaikan. Politik yang dari dirinya memiliki tujuan yang baik seharusnya berlandaskan pada nilai-nilai etika. Berangkat dari fenomena ini, tulisan ini bertujuan menggali pemikiran etika politik Paul Ricoeur dan melihat sumbangan pemikirannya untuk praksis politik di Indonesia. Menurut Ricoeur, etika politik pertama-tama berurasan mengenai tata kehidupan manusia yang berciri sosial. Ricoeur berbicara mengenai etika politik dalam dua poin penting, yakni dasar antropologis dan nilai-nilai konstruktif. Dasar antropologis etika berbicara mengenai self dalam kaitannya dengan liyan. Sedangkan nilai-nilai konstruktif berkaitan dengan predikat-prdikat yang berbicara mengenai perbuatan manusia yang dapat dinilai dari sudut etika dan moral. Metode yang digunakan dalam menggarap tema ini adalah wacana kritis yakni mengkaji teori etika politik Paul Ricoeur terhadap fenomena Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatra Utara, pada Jumat 5 Maret 2021. Temuan dari studi ini adalah bahwa etika politik mengarah ke hidup yang baik, bersama dengan dan untuk orang lain dalam rangka memperluas lingkup kebebasan membangun institusi sosial yang adil.
Sumbangan Teologi Penciptaan Kristiani Dalam Ensiklik Laudato-Si Artikel 62-75 Bagi Persoalan Ekologis Mathias Jebaru Adon; FX Armada Riyanto; Pius Pandor
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 1 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i1.224

Abstract

This study aims to explain the concept of creation theology according to the Catholic Church's view as stated in the Encyclical Laudato-Si articles 62-75. This is motivated by the complexity of ecological problems with various causes. So the solution is not only from one way of interpreting and changing reality. It is also necessary to ask for help from various cultural treasures of the nation, especially religion if you want to develop a complete ecology. In this regard, the Catholic Church as a religious institution is very open to dialogue with philosophical thought and the scientific sciences, and this has enabled the Church to produce various syntheses between faith and reason. This research uses the method of literature study and critical reading of the creation story in the Book of Genesis. This research finds that the Catholic Church based on the Bible from the beginning has a solid view of the concept of creation that humans are called to care for and preserve the created nature. Pope Francis emphasized this in his encyclical Laudato-Si articles 62-75. Therefore, the task of caring for the created world is the call and duty of the Christian faith. By realizing this the complexity of environmental problems can be overcome.
Kontribusi Pengakuan Publik dalam Toleransi menurut Anna Elisabetta Galeotti Bagi Persoalan Penolakan Pembangunan Rumah Ibadah di Indonesia Pius Pandor; Patrisius Epin Du; Frederikus Amaraja Boleng Keni; Benyamin Tarmin
Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama (JISA) Vol 5, No 2 (2022)
Publisher : Sociology of Religion Study Program, Faculty of Social Sciences, North Sumatra State Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30829/jisa.v5i2.11595

Abstract

Tulisan ini bertujuan membahas tentang konsep pengakuan publik dalam toleransi menurut Anna Galeotti dan relevansinya bagi persoalan penolakan pembangunan rumah ibadah di Indonesia. Proses perijinan pembangunan rumah ibadah di Indonesia masih mengalami persoalan. Sikap penolakan ini menunjukan adanya tindakan diskriminasi terhadap warga minoritas oleh kaum mayoritas dan kurangnya sikap toleransi. Toleransi publik yang ditawarkan oleh Galeotti bertujuan agar hak kaum minoritas diakui di ruang publik. Tulisan ini menggunakan metode historis-faktual mengenai pemikiran Anna Galeotti tentang pengakuan publik dalam toleransi. Studi ini dibagi ke dalam dua bagian: Pertama, membahas tentang hidup dan karya serta gagasan toleransi sebagai pengakuan publik. Kedua relevansi pemikirannya dalam konteks membangun sikap toleransi di Indonesia terutama berkaitan dengan pembangunan rumah ibadah. Adapun beberapa temuan dari tulisan ini antara lain: meningkatkan penerapan prinsip keadilan dalam kehidupan masyarakat; tidak cukup dengan peraturan undang-undang tentang pembangunan rumah ibadah, tetapi perlu adanya penerimaan publik secara resmi tentang cara hidup kaum minoritas dan pengakuan tegas dari pemerintah; adanya penerimaan dan stabilitas sebagai cara untuk menjaga relasi antara mayoritas dan minoritas.