Saat ini di berbagai penjuru dunia bermunculan radio komunitas yang digunakan untuk berbagi informasi dalam sebuah komunitas.Demikian pula keberadaan radio komunitas di Semarang. Radio komunitas sendiri adalah lembaga penyiaran atau stasiun radio yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan, diinisiatifkan, dan didirikan oleh sebuah komunitas. Sebelum di sahkannya UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, radio komunitas (community radio) di Indonesia sering disebut "radio ilegal". Mengenai frekuensinya oleh Negara dialokasikan antara 107,7 MHz hingga 107,9 MHz dan radius siaran LPK dibatasi maksimum 2,5 km (dua setengah kilometer) dari lokasi pemancar atau dengan Effective Radiated Power (ERP) maksimum 50 (lima puluh) watt.Laporan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tujuan Negara dalam mengatur frekuensi radio komunitas dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan radio komunitas dan untuk menemukan problema yang ditemui dan solusi yang diberikan oleh Negara dalam pengaturan radio komunitas. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris, Penyusunan dan penulisan digunakan deskriptif analitis. Data berasal dari primer dan sekunder. Pengumpulannya dengan metode literatur (kepustakaan), disamping wawancara kepada Humas Departemen Komunikasi dan InformatikaRepublik Indonesia, Humas DinasPerhubungan dan Informatika Propinsi Jawa Tengah, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Kelas II Semarang. Disamping itu penelitian ini juga akan menggunakan pendekatan kuantitatif terhadap data primer.Hasil penelitian diperoleh bahwa 1)Tujuan Negara sebagai pembuat peraturan perundangan tentang penyiaran sekaligus mengatur frekuensi radio komunitas perlu menertibkan, memberi keadilan bagi pelaku radio komunitas dan memberi sanksi hukum bagi pelanggarnya karena hokum berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan dan lain–lain. Hal tersebut diatur dalam UU N0.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan mulai berlaku efektif Desember 2002.2) Sebanyak18 radio komunitas baru (33,33%) di Semarang yang akan mengajukan izin penyiaran (hasil merger dari 120 radio komunitas ilegal). Problem lainnya sebagian radio komunitas masih menggunakan power pemancar seadanya, sebagian lagi menggunakan power pemancar yang cukup kuat hingga mengganggu frekuensi lain, seperti yang dialami oleh radio Dais FM (radio komunitas Masjid Agung Semarang), REM FM (radio komunitas Universitas Negeri Semarang). Solusinya, wewenang KPIKPID sesuai Pasal 8 ayat (2) UU Penyiaran, adalah memberikan sanksi administrative terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, seperti diatur dalam Bab VIII UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.