Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

AMBANG PENDENGARAN RATA–RATA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS di POLIKLINIK ENDOKRINOLOGI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO Wuwung, Febrina R.; Palandeng, Ora I.; Pelealu, Olivia C. P.
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.6510

Abstract

Abstract: Diabetes mellitus is a group of chronic metabolic disease which can affect nearly every organ system in the body. Complications of this disease are diverse and include retinopathy, nepropathy and neuropathy. It has a high prevalence and continued to increase. The relationship between diabetes mellitus and hearing loss have been studied. This study aimed to obtain the average of hearing threshold in patients with diabetes mellitus. This was a descriptive observational study with a cross sectional design. Total 38 diabetes mellitus patients were included in the study. Hearing threshold obtained based on air conduction pure tone audiometry average at 500, 1000, 2000, and 4000 Hz. The results showed that subjects were 65.8% females and 32.4% males. There were 9 subjects (23.6%) with normal hearing, 24 subjects (63.2%) with bilateral hearing loss, and 5 subjects (13.2%) with unilateral hearing loss. Of the 29 subjects with hearing loss, the levels were mild and moderate. None of the subjects had moderately severe, severe, or profound. Conclusion: The majority of subjects in this study had hearing loss.Keywords: diabetes mellitus, hearing threshold, pure tone audiometryAbstrak: Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik yang dapat mempengaruhi hampir setiap sistem organ dalam tubuh. Komplikasi penyakit ini beragam, termasuk retinopati, nefropati dan neuropati. Prevalensinya cukup tinggi dan diperkirakan akan terus meningkat. Terdapat beberapa penelitian yang menghubungkan diabetes melitus dan gangguan pendengaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ambang pendengaran rata – rata pada penderita diabetes melitus. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain penelitian potong lintang. Sampel total ialah 38 pasien diabetes melitus. Ambang pendengaran rata – rata diperoleh berdasarkan hantaran udara audiometri nada murni rata-rata pada frekuensi 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa subjek penelitian 65,8% perempuan dan 34,2% laki – laki. Terdapat 9 orang (23,6%) yang mempunyai pendengaran normal, 24 orang (63,2 %) mengalami gangguan pendengaran bilateral dan 5 orang (13,2%) dengan gangguan pendengaran unilateral. Dari 29 subjek penelitian dengan gangguan pendengaran mengalami gangguan pendengaran kategori ringan dan sedang. Tidak ditemukan subjek penelitian dengan gangguan pendengaran kategori sedang berat, berat atau sangat berat. Simpulan: Mayoritas subjek penelitian mengalami gangguan pendengar.Kata kunci: ambang pendengaran, audiometri nada murni, diabetes melitus
Kesehatan Hidung pada Lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah Manado Rompis, Nadya N.; Pelealu, Olivia C. P.; Palandeng, Ora I.
e-CliniC Vol 6, No 2 (2018): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v6i2.22119

Abstract

Abstract: In general, the importance of sense of smell gets little regards from people. This eventually leads to disorders and injuries which impair or terminate the physiological functions and capabilities of the nasal organs. Some of the commonly observed disorders are allergic rhinitis, nasal polyps, sinusitis, and epistaxis. One of the groups that requires health services the most is the senior citizens. This study was aimed to obtain an overview of nasal health among the elderly at Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah Manado. This was an observational descriptive study with a cross-sectional design. The results showed that there were 31 elderly people as subjects; 3% had masses in the left and right nasal cavities and 3% had narrowing of left nasal cavity. Concha examination revealed that 3% of elderly had hyperemia and edema. Mucous examination showed that 3% of elderly had hyperemia. Secrete examination found 3% of elderly had mucoid secretion. Moreover, septal deviation was found in 6% of elderly and post-nasal drip was found in 3% of elderly. Conclusion: Most elderly at Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah Manado had good nasal health.Keywords: nasal health, nasal examination Abstrak: Peran indra penghiduan kurang mendapat perhatian khusus dari masyarakat hingga pada akhirnya timbulnya gangguan atau cidera yang dapat menghilangkan kemampuan dan fungsi fisiologis dari organ hidung. Beberapa kelainan pada hidung yang sering ditemukan antara lain rinitis alergi, polip hidung, sinusitis, dan epistaksis. Salah satu kelompok masyarakat yang paling membutuhkan pelayanan kesehatan ialah penduduk lanjut usia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kesehatan hidung pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah Manado. Jenis penelitian ialah deskriptif observasional dengan desain potong lintang. Hasil penelitian mendapatkan 31 subyek lanjut usia. Hasil pemeriksaan menunjukkan dari 31 subyek tersebut, terdapat massa di kavum nasi kanan dan kiri sebesar 3%, kavum nasi kiri sempit sebesar 3%. Hasil pemeriksaan konka, ditemukan edema dan hiperemis sebesar 3%. Pemeriksaan mukosa ditemukan keadaan hiperemis sebesar 3%. Hasil pemeriksaan sekret, ditemukan sekret mukoid sebesar 3%. Pemeriksaan septum ditemukan deviasi sebesar 6%. Post nasal drip ditemukan sebesar 3%. Simpulan: Sebagian besar lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah Manado menunjukkan kesehatan hidung yang terbilang baik.Kata kunci: kesehatan hidung, pemeriksaan fisik hidung
SURVEI KESEHATAN TENGGOROKAN DI DESA TINOOR DUA Wiyanto, River J.; Pelealu, Olivia C. P.; Tumbel, R. E. C.
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.3.1.2015.8515

Abstract

Abstract: Pharyngitis is a common disease in adults and children. Approximately 15-30% of pharyngitis cases occurred in children of school age and 10% of cases in adults. Chronic tonsillitis has the highest prevalence rate according to epidemiological data of ENT disease in seven provinces in Indonesia in 1994-1996. This stuudy aimed to obtain data about the health survey of throat among Tinoor Dua villagers. This study used a descriptive observational method and a cross sectional design. Overview of throat health status of each respondent was obtained by checking the size, surface, and color of tonsils and pharynx. The examination showed that most respondents had normal tonsil and pharynx. Conclusion: Most of the Tinoor Dua villagers had good throat health status.Keywords: throat health status, examination of the throatAbstrak: Faringitis merupakan penyakit yang umum terjadi pada dewasa dan anak-anak. Kira-kira 15-30% kasus faringitis terjadi pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus pada orang dewasa. Tonsilitis kronik memiliki angka prevalensi tertinggi menurut data epidemiologi penyakit THT pada tujuh provinsi di Indonesia pada tahun 1994-1996. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang survei kesehatan tenggorokan di Desa Tinoor Dua. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional dan desain potong lintang. Gambaran kesehatan tenggorokan setiap responden dilihat dengan memeriksa ukuran, permukaan, warna tonsil dan faring. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa umumnya responden mempunyai tonsil dan farin normal. Simpulan: Umumnya warga Desa Tinoor Dua mempunyai gambaran kesehatan tenggorokan baik.Kata kunci: kesehatan tenggorokan, pemeriksaan tenggorokan
Tingkat Kebisingan pada Angkutan Umum Jalur Teling-Pusat Kota Manado Liono, Marlisha C. B.; Pelealu, Olivia C. P.; Mengko, Steward K.
e-CliniC Vol 8, No 1 (2020): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.8.1.2020.26929

Abstract

Abstract: Noise is all unwanted sounds that can cause discomfort feeling or hearing disturb-ance if be exposed for long enough. Moreover, it can disturb the surrounding environment due to the generated noise. In Manado, many public transportation have audio system to play high volume music, therefore, causing noise. This study was aimed to determine the level of noise in public transportation of Teling to Manado downtown track. This was a descriptive and observational study with a cross sectional design. Samples were 100 vehicles of Teling to Manado downtown track. Noise measurement was performed by using a sound level meter. Data were analyzed by using Microsoft Office Excel. The results obtained 56 vehicles with audio systems and 44 vehicles without audio systems. Among 56 vehicles with audio systems, there were 47 vehicles that had noise levels above the noise threshold value which was 86.05-114.15 dB with exposure time about 8-16 hours. Meanwhile, among 44 vehicles without audio system, there were only 2 vehicles that had noise levels above threshold value which was 88.05-91.8 dB with exposure time about 10-12 hours. In conclusion, there were 49% of public vehicles had noise level above the threshold value.Keywords: noise; public transportation Abstrak: Kebisingan adalah semua bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan atau gangguan pendengaran jika terpapar lama. Selain itu kebisingan dapat juga mengganggu lingkungan sekitar. Di Kota Manado, banyak angkutan umum yang menggunakan sistem audio untuk memutar musik dengan volume yang tinggi sehingga menimbulkan kebisingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan pada angkutan umum jalur Teling-Pusat Kota Manado. Jenis penelitian ialah observasional deskrip-tif dengan desain potong lintang. Sampel berjumlah 100 kendaraan pada jalur Teling-Pusat Kota Manado. Pengukuran kebisingan dilakukan menggunakan alat Sound Level Meter. Data diolah dengan Microsoft Office Excel. Hasil penelitian mendapatkan 56 kendaraan yang menggunakan sistem audio dan 44 kendaraan tidak menggunakan sistem audio. Pada 56 kendaraan yang menggunakan sistem audio terdapat 47 kendaraan dengan tingkat kebisingan di atas nilai ambang batas kebisingan yaitu 86,05-114,15 dB dengan waktu terpapar selama 8-16 jam sedangkan pada 44 kendaraan yang tidak menggunakan sistem audio terdapat 2 kendaraan yang memiliki tingkat kebisingan di atas nilai ambang batas kebisingan yaitu 88,05-91,8 dB dengan waktu terpapar selama 10-12 jam. Simpulan penelitian ini ialah terdapat 49% kendaraan umum memiliki kebisingan di atas nilai ambang batas.Kata kunci: kebisingan, angkutan umum
Gambaran Hasil Pemeriksaan Laringoskopi Fiber Optik pada Pasien Rawat Inap di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Periode 2014 -2017 Monintja, Yosua K. G.; Mengko, Steward K.; Pelealu, Olivia C. P.
e-CliniC Vol 7, No 1 (2019): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.7.1.2019.22452

Abstract

Abstract: Flexible fiber-optic laryngoscopy is one of the most common tool to identify abnormalities in larynx and its surrounding structures, biopsy, or to find abnormal tissues, such as polyps on the larynx. One of the advantages of this tool is the presence of a flexible camera that can be manipulated precisely so that it can show the whole vocal cord movement. In addition, the endoscope used in this procedure is made of thin and flexible fiber optic cable, therefore, the patient only experiences slight discomfort when the laryngoscope is inserted that does not require a long time. This study was aimed to describe the results of fiber-optic laryngoscopy (FOL) in hospitalized patients admitted to Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from 2014 to 2017. This was a descriptive retrospective study with a cross sectional design. Based on medical records, respondents were all inpatients who had the results of FOL examination at the Department of ENT-Head and Neck Surgery Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. From 11 samples, the most common pathological features were arytenoid edema (35.71%) and hyperemic (28.58%), with dysphonia (80%) as the most frequent indication for FOL. Conclusion: The most frequent indication of FOL was dysphonia and the most common pathological abnormalities found were edema and hyperemic of arytenoid.Keywords: fiber optic laryngoscopy (FOL) Abstrak: Flexible fiber-optic laryngoscopy ialah pemeriksaan yang paling umum untuk mengetahui kelainan laring dan sekitarnya, biopsi, atau melihat jaringan abnormal seperti polip pada bagian laring. Salah satu keuntungan dari alat ini ialah kamera fleksibel yang dapat dimanipulasi secara tepat sehingga dapat menunjukkan gerakan pita suara secara penuh. Selain itu, endoskopi yang digunakan dalam prosedur ini terbuat dari kabel fiber optik yang tipis dan fleksibel, pasien hanya mengalami sedikit tidak nyaman saat alat dimasukkan dan tidak memerlukan waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan fiber-optic laryngoscopy (FOL) pada pasien rawat inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari tahun 2014 hingga 2017. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif dengan desain potong lintang. Responden ialah seluruh pasien rawat inap yang memiliki hasil pemeriksaan FOL yang tercantum dalam rekam medik di KSM THT-KL RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil penelitian memperlihatkan dari 11 sampel didapatkan gambaran patologik yang paling sering ialah aritenoid yang edema (35,71%) dan hiperemis (28,58%) dengan disfonia (80%) sebagai indikasi paling sering untuk pemeriksaan. Simpulan: Pada pemeriksaan FOL, indikasi tersering ialah disfonia dan gambaran patologik tersering didapatkan ialah edema dan hiperemis aritenoid.Kata kunci: laringoskopi fiber optic (FOL)
EKSTIRPASI LIPOMA LIDAH DENGAN PENDEKATAN MANDIBULOTOMI Pelealu, Olivia C. P.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.1.2013.2045

Abstract

Abstract: Lipoma is rarely found in the oral cavity. Actually, lipoma is a benign tumor but it will create an operational procedure problem if its size is big and it grows in a difficult location. This tumor is usually found at the age of 40 – 60 years, more frequently in men, but the same for all races. Clinically, lipoma occurs as a mass with a smooth surface, yellowish to orange in color, and painless. The diagnosis of a lipoma is confirmed by using a CT scan that shows an irregular globular radioluscent mass with a clear border that seperates it from the surrounding tissues. The definite diagnosis should be based on a fine needle aspiration biopsy (FNAB) and a pathological examination. The management of an oral cavity lipoma is through an operation. We reported a case of a lipoma on the right side of the tongue of a 56-year-old male. The tumor was extirpated with a mandibulotomy approach, in which the mandible is cut to widen the operation field without removing the mandible bone. Keywords: lipoma, tongue, mandibulotomy, extirpation.     Abstrak: Lipoma merupakan tumor yang jarang terjadi dalam kavum oris. Lipoma merupakan tumor jinak namun akan menimbulkan masalah bila berukuran besar dan tumbuh di lokasi yang sulit untuk dilakukan operasi. Tumor ini sering ditemukan pada usia 40-60 tahun, lebih sering pada laki-laki, dan sama untuk semua ras. Secara klinis lipoma tampak sebagai massa dengan permukaan licin, berwarna kekuningan sampai jingga, dan tidak nyeri. Diagnosis untuk lipoma dilakukan dengan CT scan yang memperlihatkan massa ireguler globuler, radiolusen, dan ireguler, serta berbatas jelas dari jaringan sekitarnya. Diagnosis pasti ditegakkan dengan fine needle aspiration biopsy (FNAB) dan pemeriksaan patologi. Penanganan lipoma dalam kavum oris yaitu dengan operasi. Kami melaporkan kasus seorang laki-laki berusia 56 tahun dengan lipoma lidah. Tumor tersebut diekstirpasi dengan pendekatan mandibulotomi, dimana mandibula dipotong untuk meluaskan lapangan pandang operasi tanpa mengangkat tulang mandibula. Kata kunci: lipoma, lidah, mandibulotomi, ekstirpasi.
POLA PENYAKIT PASIEN RAWAT JALAN DI POLIKLINIK TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK - BEDAH KEPALA LEHER BLU RSU PROF. DR. R.D. KANDOU – MANADO PERIODE JANUARI 2010 - DESEMBER 2012 Pembobo, Elisa E. B.; Mengko, Steward K.; Pelealu, Olivia C. P.
e-CliniC Vol 1, No 3 (2013)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v1i3.3590

Abstract

Abstract: Health has a great role in improving people's lives. The health system itself is all the activities that have the primary purpose of improving, repairing, or health care. Many things affect the health system in Indonesian as a developing country, among others is people's behavior. This can make the health system spending more responsive to local conditions and the diversity of disease patterns. Moreover, it can also result in the increase of regional disparities of health financing and reduced health information of national importance. This study aimed to determine the pattern of disease in the polyclinic ENT-HN Prof. Dr. R.D. Kandou General Hospital during January 2010 - December 2012. This was a retrospective descriptive study. The highest number of patients was in 2011 which was 2305 patients. The most common disease found in 2010 was obturans wax. In 2011 and 2012, the most common disease was otitis externa. During the period 2010-2012, the highest frequencies were among civilized employees, females, and aged 45-64 years. Conclusion: There were 10 diseases with the highest frequency during 2010-2012. In 2010, obturans wax was the most frequent cases, followed by otitis externa, sinusitis, chronic pharyngitis, acute pharyngitis, rhinitis, corpus alienum MAE, presbyakusis, acute rhinitis, and acute otitis media. In 2011, otitis externa was the most common disease, followed by obturans wax, chronic pharyngitis, sinusitis maxilaris, chronic purulent otitis media, allergic rhinitis, presbyacusis, corpal, and laryngitis. In 2012, otitis externa was still the most frequent, followwed  by obturans wax, chronic pharyngitis, sinusitis maxilaris, presbyacusis, chronic purulent otitis media, allergic rhinitis, laryngitis, and chronic rhinitis Keywords: disease patterns, outpatient, ENT-HN    Abstrak: Kesehatan berperan besar dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat. Sistem kesehatan sendiri merupakan semua aktivitas yang memiliki tujuan utama meningkatkan, memperbaiki, atau merawat kesehatan. Banyak hal yang memengaruhi sistem kesehatan di Indonesia sebagai suatu negara berkembang; salah satunya ialah perilaku masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan pengeluaran kesehatan menjadi lebih responsif terhadap kondisi lokal dan keragaman pola penyakit; selain itu, dapat juga berdampak pada meningkatnya ketimpangan pembiayaan kesehatan secara regional dan berkurangnya informasi kesehatan yang penting secara nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pola penyakit di poliklinik THT-KL BLU RSU Prof. Dr. R.D. Kandou periode Januari 2010 - Desember 2012. Penelitian ini menggunakan metode retrospektif deskriptif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kunjungan terbanyak pada tahun 2011 yaitu 2305 orang. Pada tahun 2010, penyakit tersering ditemukan serumen obturans. Tahun 2011 dan 2012, penyakit tersering ditemukan ialah otitis eksterna. Pada periode 2010-2012 pekerjaan pasien yang tertinggi ialah PNS, jenis kelamin perempuan, dan usia 45 – 64 tahun. Simpulan: Terdapat 10 jenis penyakit dengan frekuensi terbanyak. Pada periode 2010 secara berurut (mulai dari kunjungan tersering), yaitu: serumen obturans, otitis eksterna, sinusitis, faringitis kronik, faringitis akut, rinitis alergi, korpus alienum, presbiakusis, rinitis akut, dan otitis media akut. Pada periode 2011, yaitu: otitis eksterna, serumen, serumen obturans, faringitis kronik, sinusitis maksilaris, OMPK, rinitis alergi, presbiakusis, korpal, laringitis. Pada periode 2012, yaitu: otitis eksterna, serumen, serumen obturans, faringitis kronik, sinusitis maksilaris, presbiakusis, OMPK, rinitis alergi, laringitis, dan rinitis kronik. Kata kunci: pola penyakit, rawat jalan, THT-KL
Hubungan Obesitas Dengan Gangguan Pendengaran Pangemanan, Gracia E. M.; Runtuwene, Joshua; Pelealu, Olivia C. P.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 13, No 3 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.13.3.2021.31882

Abstract

Abstract: Hearing loss is the loss of the ability to hear sound frequencies within the normal hearing range. Hearing loss can have various effects that reduce the quality of life. Obesity is a risk factor for hearing loss, but this relationship is still uncertain. This study aims to determine whether there is a relationship between obesity and hearing loss.. This research was made in the form of a literature review using three databases, namely Google Scholar, PubMed, ClinicalKey. The literature to be used can be in the form of English and or Indonesian, within the last 10 years (2011) and can be accessed in fulltext. Based on the results of 11 studies, it was found that obesity can increase the risk of hearing loss. In conclusion, obesity is a risk factor for hearing loss in both adolescents and adults. Obesity comorbidities have a role in the mechanism of hearing loss.Keywords: Obesity, Hearing loss  Abstrak: Gangguan pendengaran merupakan kehilangan kemampuan mendengar frekuensi suara dalam rentang pendengaran normal. Gangguan pendengaran dapat membawa berbagai dampak yang menurunkan kualitas hidup. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko dari gangguan pendengaran, namun hubungan ini masih belum dapat dipastikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara obesitas dengan gangguan pendengaran. Penelitian ini dibuat dalam bentuk literature review dengan menggunakan tiga database, yaitu Google Scholar, PubMed, ClinicalKey. Literatur yang akan digunakan dapat berbentuk Bahasa Inggris dan atau Bahasa Indonesia, dalam jangka waktu 10 tahun terakhir (2011) dan dapat diakses secara penuh. Berdasarkan hasil dari 11 penelitian, didapatkan bahwa obesitas dapat meningkatkan risiko gangguan pendengaran. Sebagai simpulan, obesitas merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran baik pada remaja, maupun orang dewasa. Penyakit penyerta obesitas memiliki peran pada mekanisme gangguan pendengaran. Kata kunci: obesitas, gangguan pendengaran
Anosmia pada Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) Kiay, Megawati; Pelealu, Olivia C. P.; Mengko, Steward K.
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 13, No 2 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.13.2.2021.31827

Abstract

Abstrack: COVID-19 is a disease caused by Coronaviruses (CoVs). WHO has declared the prevalence of COVID-19 as a Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). The World Health Organization (WHO) and the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) have listed symptoms of anosmia or loss of smell as one of the symptoms of COVID-19 that worth watching out for. This study aims to determine whether there is a relationship between anosmia and the 2019 coronavirus disease (COVID-19). Using the Literature review method, which is carried out by identifying, evaluating and interpreting all the results of certain studies which are the focus of the research. Anosmia is one of the earliest signs of COVID-19 infection with an average onset of 7 days. Symptoms can appear just before, with or immediately after the onset of the usual symptoms, with an average recovery of 14 days. Most patients do not experience nasal congestion or rhinorrhea. There is a relationship between anosmia and coronavirus disease 2019 (COVID-19). Anosmia was found as an early sign of Coronavirus Disease (Covid-19) infection with the average duration of anosmia is 7 days and the results appear to be favorable in less than 28 days. The mechanism of the olfactory disturbance by COVID-19 is not explained. One hypothesis is that SARS-CoV-2 will cause a change of smell through direct access and damage to the CNS through its penetration by the cribriform plate. Another hypothesis is direct viral damage to olfactory cells and taste receptors.Key words: Anosmia, loss of smell, olfactory disorder, coronavirus disease 2019, COVID-19, SARS-Cov2.  Abstrak: COVID-19 adalah penyakit yang di sebabkan Coronaviruses (CoVs). WHO telah menyatakan prevalensi COVID-19 sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).World Health Organization (WHO) dan Centers for Disease Control and Prevention(CDC) telah mencantumkan gejala anosmia atau kehilangan kemampuan penciuman sebagai salah satu gejala COVID-19 yang patut diwaspadai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan anosmia dengan coronavirus disease 2019 (COVID-19). Menggunakan metode Literature review yang di lakukan dengan cara identifikasi, evaluasi dan interpretasi terhadap semua hasil penelitian tertentu yang menjadi fokus penelitian. Anosmia adalah salah satu tanda awal infeksi COVID-19 dengan rata-rata onset 7 hari. Gejala dapat muncul tepat sebelum, bersamaan atau segera setelah timbulnya gejala yang biasa, dengan rata-rata pemulihan 14 hari. Kebanyakan pasien tidak mengalami hidung tersumbat atau rinorea. Ada hubungan antara anosmia dengan coronavirus disease 2019 (COVID-19). Dimana Anosmia di temukan sebagai tanda awal infeksi Coronavirus Disease (Covid-19) dengan durasi rata-rata anosmia adalah 7 hari dan hasilnya tampak menguntungkan dalam waktu kurang dari 28 hari. Mekanisme gangguan penciuman oleh COVID-19 tidak dijelaskan. Salah satu hipotesis adalah bahwa SARS-CoV-2 akan menyebabkan perubahan penciuman melalui akses langsung dan kerusakan pada SSP melalui penembusannya oleh pelat kribriform. Hipotesis lain adalah kerusakan virus langsung pada sel penciuman dan reseptor rasa.  Kata Kunci : Anosmia, loss of smell, olfactory disorder, coronavirus disease 2019, COVID-19, SARS-Cov2.
Pengaruh Kebisingan terhadap Ambang Pendengaran Karyawan Arena Bermain Septianingsih, Cintia P.; Palandeng, Ora Et Labora I.; Pelealu, Olivia C. P.
Medical Scope Journal Vol 1, No 2 (2020): Medical Scope Journal
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/msj.1.2.2020.27717

Abstract

Abstract: Noise at a certain level and time can cause human health problems and environmental discomfort. These conditions occur if the noise intensity exceeds the threshold level related to time and place. This study was aimed to obtain the influence of noise intensity at work to hearing disturbance among the employees of game arenas. This was an analytical study with a cross-sectional design. Data were obtained by questionnaire filling, noise measurement by using a sound level meter, physical examination, and auditory function examination by using audiometry and then were analyzed by using the Fisher exact test. There were three game arenas in this study, as follows: Amazing Zone Star Square Manado, Amazone, and Timezone Manado Town Square. The results showed that there were 18 respondents in this study. The mean noise intensity at the game arenas were 85.5 dBA at Timezone, 89.8 dBA at Amazone, and 85.4 dBA at Amazing Zone. Hearing disturbance was found ian 72% of the total employees. The Fisher exact test showed a p-value of 0.294 (p>0.05) for the influence of noise intensity to hearing disturbance. In conclusion, the noise intensity at the game arenas did not affect the hearing threshold of the game arena employees.Keywords: noise, hearing threshold, playing area employees Abstrak: Kebisingan dalam tingkat dan waktu tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Hal ini terjadi jika intensitas bising melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan berdasarkan waktu dan tempatPenelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara intensitas kebisingan di tempat kerja dengan gangguan fungsi pendengaran pada karyawan arena bermain. Jenis penelitian ialah analitik dengan desain potong lintang. Data diperoleh melalui pengisian kuisioner, pengukuran kebisingan dengan sound level meter, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan fungsi pendengaran dengan audiometri. Analisis data menggunakan uji Fisher exact. Terdapat 3 arena bermain yang diikutsertakan dalam penelitian ini, yaitu: Amazing Zone Star Square Manado, Amazone, dan Timezone Manado Town Square. Hasil penelitian mendapatkan intensitas kebisingan arena bermain sebagai berikut: Timezone 85,5 dBA, Amazone 89,8 dBA, dan Amazing Zone 85,4 dBA. Gangguan pendengaran didapatkan pada 72% dari total responden. Hasil uji Fisher exact mendapatkan nilai p=0,294 (p>0,05) untuk pengaruh kebisingan terhadap gangguan pendengaran. Simpulan penelitian ini ialah kebisingan di arena bermain tidak memengaruhi ambang pendengaran karyawan arena bermain.Kata kunci: bising, ambang pendengaran, karyawan arena bermain