Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

MAKNA SIMBOLIK PADA PERLENGKAPAN MANOE PUCOK DI DESA PALAK HULU KECAMATAN SUSOH Permata Sari; Rida Safuan Selian; Tengku Hartati
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Seni, Drama, Tari & Musik Vol 2, No 1 (2017): FEBRUARI
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Seni, Drama, Tari & Musik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (506.658 KB)

Abstract

ABSTRAK             Penelitian yang berjudul “Makna Simbolik pada perlengkapan Manoe Pucok di desa Palak Hulu Kecamatan Susoh”. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah apakah makna simbolik pada perlengkapan Manoe Pucok di Desa Palak Hulu Kecamatan Susoh. Peneliti ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna simbolik pada perlengkapan Manoe Pucok di Desa Palak Hulu Kecamatan Susoh. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis pendekatan deskriptif. Lokasi penelitian di Desa Palak Hulu Kecamatan Susoh, sumber data penelitian adalah ketua PKK dan pengrajin adat di Desa Palak Hulu dan tokoh-tokoh masyarakat Desa Palak Hulu Kecamatan Susoh. Subjek penelitian ini adalah masyarakat Desa Palak Hulu dan objeknya adalah makna simbolik yang terkandung pada perlengkapan Manoe Pucok. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi non-partisipan, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan mereduksi, menyajikan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlengkapan Manoe Pucok di Desa Palak Hulu terdiri dari kerajinan Nyiu (Buah Biluluk jantan dan batina, Kari-kari, Rajo Baselo, Pucuk Rebung, Jari Sipasen dan Lipatan Tikar), air Limau dan bahan Peusijuek. Makna simbolik dari Buah Biluluk jantan dan betina (menyatukan antara pengantin laki-laki dan perempuan), Kari-kari (pengantin harus siap menghadapi kehidupan rumah tangga yang baru), Rajo Baselo (kerajaan), Pucuk Rebung (supaya bisa membimbing keturunannya menjadi orang yang berguna bagi masyarakat lainnya), Jari Sipasen (kehormatan), Lipatan Tikar (kemuliaan). Air Limau mengandung makna kebersihan dan kesucian dan bahan Peusijuek mempunyai makna supaya pasangan pengatin baru (suami istri) hidup bersama dengan rukun dan damai.Kata kunci: makna, simbol, Manoe Pucok
ANALISIS NORMATIF TERKAIT PENEGAKAN HUKUM BAGI BANGUNAN YANG MEMASUKI GARIS SEMPADAN JALAN DI KOTA BALIKPAPAN Permata Sari; Hendry Irvani; Dewi Ayu Maulitha
LEX SUPREMA Jurnal Ilmu hukum Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (538.613 KB)

Abstract

Penulisan ini akan mengkaji tentang penegakan hukum garis sempadan jalan. Permasalahan yang dibahas mengenai bangunan-bangunan yang pembangunannya memasuki garis sempadan jalan dan mengakibatkan tidak adanya ruang terhadap jalan. Maka penelitian ini merumuskan masalah Bagaimakah penegakan hukum terhadap garis sempadan jalan di Kota Balikpapan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimakah penegakan hukum terhadap garis sempadan jalan di Kota Balikpapan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, dimana data-data di kumpulkan dari sumber-sumber atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku kemudian dikaitkan dengan bahan-bahan hukum yang diperoleh dari studi  kepustakaan dengan keseluruhan daya yang diperoleh baik data primer dan data sekunder. Berdasarkan kesimpulan garis sempadan jalan masih menjadi persoalan yang belum menemui penyelesaian hingga saat ini. Penegakkan hukum garis sempadan jalan ini belum terlaksana dengan baik. hal ini diakibatkan oleh adanya faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penegakkan hukum terkait permasalahan garis sempadan jalan di kota Balikpapan. Faktor- faktor yang menghambat tersebut yaitu ketiadaan aturan yang konkret dan spesifik mengenai garis sempadan jalan serta perhitungan atau pengukuran terkait garis sempadan jalan di Kota Balikpapan. Ketiadaan aturan ini berpengaruh terhadap proses penegakkan hukum dimana di Indonesia sendiri menganut asas legalitas sehingga penegakkan hukum belum dapat terlaksana  sebelum ada aturan yang mengaturnya. Kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur penyelenggaraan tata ruang telah tertuang di dalam Pasal 11 Ayat (1) dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.